Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Konsep Islam Tentang Tuhan


Mata Kuliah: Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu: Elmi Hayati , M.Pd.I

KELOMPOK 5
1. Eggy Adrian (
2. Intan Liani ( 01318.111.17.2020 )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM TUANKU TAMBUSAI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KABUPATEN ROKAN HULU
PASIR PENGARAIAN
PROVINSI RIAU
2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penyusunan makalah yang berjudul “ Konsep Islam Tentang Tuhan “ dapat selesai
dengan tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan terima kasih kepada
:

1. Dosen pengampu ibu Elmi Hayati , M.Pd.I yang telah memberi tugas ini kepada
kelompok kami sehingga ilmu kami bertambah.

2. Teman – teman dari prodi sejarah yang telah memberikan semangat, yang tidak bisa
penyusun ungkapkan satu persatu. Serta berbagai pihak yang telah membantu selama
proses penyusunan makalah ini.

Harapan penulis, semoga tugas makalah ini dapat membantu pembaca dalam mempelajari
Konsep Islam Tentang Tuhan. Sehingga tugas makalah ini bukan hanya sekedar khazanah
ilmiah, tapi juga benar-benar membawa manfaat bagi siapa saja yang bermanfaat. Akhirnya,
penulis menyadari bahwa tugas makalah ini tidak luput dari kekurangan, karena
kesempurnaan hanya-lahmilik Allah semata. Oleh karena itu, kritik konstruktif dan saran yang
baik dari para pembaca sangat penulis nantikan, demi penyem purnaan tugas makalah ini.

Pasir Pengaraian, 27 September 2023

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ...................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................... 4
BAB II ........................................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5
2.1 Pengertian Tentang Tuhan .................................................................................................................... 5
2.2 Argumentasi Tentang Eksistensi Tuhan ................................................................................................ 6
2.3 Konsep Ketuhanan Dalam Islam, Syirik, Tauhid, dan Akidah .............................................................. 7
BAB III ..................................................................................................................................................... 16
PENUTUP ................................................................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspek keimanan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah aspek kejiwaan dan nilai. Aspek
ini belum mendapat perhatian seperti perhatian terhadap aspek lainnya. Kecintaan kepada Allah,
ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan tawakal sepenuhnya kepada-Nya,
merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan diutamakan dalam menyempurnakan
cabang-cabang keimanan.
Sesungguhnya amalah lahiriyah berupa ibadah mahdhah dan muamalah tidak akan
mencapai kesempurnaan, kecuali jika didasari dan diramu dengan nilai keutamaan tersebut.
Sebab nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan tertuang dalam setiap gerak serta
perilaku kesehariaan.
Pendidikan modern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan pengaruhnya
telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai membina jiwa generasi
mendatang, “dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dalam nalar, pikir dan akal budi mereka”.
Maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh negatif pendidikan modern. Mungkin mereka
merasa ada yang kurang dalam isi spiritualitasnya dan berusaha menyempurnakan dari sumber-
sumber lain. Bila ini terjadi, maka perlu segera diambil tindakan, agar pintu spiritualitas yang
terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan berasal dari ajaran spiritualitas islam.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Bagamiana pengertian tentang Tuhan?
2. Bagaimana argumentasi eksistensi tuhan?
3. Bagaimana konsep ketuhanan dalam islam, syirik, tauhid, dan akidah?
1.3 Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian tentang Tuhan


2. Untuk mengetahui argumentasi tentang eksistensi Tuhan
3. Untuk mengetahui konsep ketuhanan dalam Islam, syirik, Tauhid dan akidah

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tentang Tuhan


Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan
berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-
Jatsiiyah): 23, yaitu: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya….?” Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir‟aun
untuk dirinya sendiri: “. Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui
tuhan bagimu selain aku.”

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti
berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir‟aun atau
penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan
nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang
tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian
rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaklah
diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan
dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti
akan mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut: Al-ilah ialah yang dipuja
dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan
mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan
bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan
menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin,
1989:56)

Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia.
Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika
Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang
komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-
angan (utopia) mereka.1

1
Siti Muhayati dan Moh. Rifai, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi (Madiun: IKIP PGRI Madiun,
2011).

5
2.2 Argumentasi Tentang Eksistensi Tuhan
Persoalan eksistensi Tuhan merupakan masalah yang sangat mendasar, luas dan serius
dalam kajian filsafat, khususnya filsafat agama.2 Kajian-kajian mengenai eksistensi Tuhan
menjadi kajian yang tidak akan pernah selesai sampai kiamat datang. Apakah kajian itu dilihat
dari aspek dogma semata, dilihat dari aspek akal semata, ataupun dilihat dari aspek dogma dan
akal sekaligus. Belum lagi apabila dilihat dari aspek yang meyakini eksistensi Tuhan, dan
sebaliknya dari aspek yang mengingkari eksistensi Tuhan. Berbagai argumen dan penalaran yang
dikemukakan secara panjang lebar telah menjadi bagian dari kajian mengenai eksistensi Tuhan
sepanjang masa. Terdapat banyak argumen yang didapatkan dari dogma agama sebagaimana
yang disampaikan oleh para teolog, demikian pula banyak argumen yang dimunculkan dari teori
para filosof.
Sepanjang sejarah setidaknya ada dua alasan mengapa manusia beragama, yaitu: pertama,
karena manusia ingin hidup, ingin menyempurnakan dan memenuhi kehidupannya maka agama
itu tumbuh. Agama mengajarkan manusia untuk mencari rezeki, tempat tinggal dan keselamatan
hidup, bahkan mengajarkannya supaya dapat meningkatkan nilai kemanusiaannya pada sisi
sosial, intelektuan dan spiritual. Kedua, karena manusia menyadari dan mengakui adanya alam
yang lebih ideal maka agama tumbuh agama tumbuh dari kesadaran manusia atau pengakuan
tentang adanya alam yang lebih ideal dan yang memberi arti dan makna-makna kehidupannya.
Agama adalah respon manusia terhadap hadirnya dan ajakan dari alam ghaib yang
membangkitkan rasa takut, rasa hormat dan rasa percaya (Harold H. Titus dkk, 1984).
Menurut Rudolf Otto (Otto, 1917), kesadaran manusia tentang adanya Yang Ghaib
merupakan esensi dari agama. Manusia merasakan adanya Yang ghaib dengan perasaan yang.
berbeda, ada yang merasakan kebahagiaan, kedamaian, ketenangan, kekaguman, ketakutan dan
kehinaan di depan Yang Ghaib itu (Amstrong, 2012). Ketika manusia mempunyai kemauan
untuk menyempurnakan hidup dan menyadari ada sesuatu yang Ideal di luar manusia yang dapat
memenuhi kebutuhannya, maka dari sanalah manusia mulai melakukan pencarian terhadap
eksistensi yang Ideal tersebut. Yang Ideal dimaksud di sini adalah Tuhan.
Dalam pencarian ini manusia menginterpretasi eksistensi Tuhan sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kecerdasannya. Karena itu maka muncul beberapa istilah dalam sejarah
pertumbuhan agama seperti animisme, politheisme, monotheisme dan lain-lain.
Animisme adalah mempercayai bahwa setiap benda di bumi seperti kawasan tertentu, gua,
pohon atau batu besar memiliki jiwa yang harus dihormati agar jiwa tersebut tidak mengganggu
manusia, bahkan membantu manusia dari gangguan jiwa dan roh jahat dan membantu juga dalam
kehidupan keseharian mereka (Kasimin, 1991). Animisme adalah paham yang meyakini bahwa
setiap benda hidup dan benda mati mempunyai roh. Di mana alam diyakini penuh dengan roh.
Pohon, gunung, sungai, laut, bintang dan lain-lain adalah tempat kediaman jiwa. Selain itu,
benda-benda di sekeliling manusia mempunyai jiwa di mana jiwa-jiwa tersebut dapat
dipengaruhi dengan melakukan upacara-upacara pemujaan. Dalam keyakinan animisme manusia

2
Michael J. Murray and & Michael Rea., An Introduction to The Philosophy of Religion. (Cambridge: Cambridge
University Press, 2008).

6
harus menjaga hubungan yang baik dengan roh-roh yang dihormati dan ditakuti serta berusaha
membuat mereka senang.
Politeisme merupakan suatu bentuk keyakinan adanya lebih dari satu tuhan. Dengan kata
lain pemujaan pada banyak tuhan, seperti dewa-dewi, roh, atau arca yang dipuja di temapt-
tempat ibadah disertai dengan ritual dan upacara, serta mitologi tertentu (Khairul Nazrin Nasir,
2013). Politeisme adalah keyakinan yang percaya pada banyak dewa. Dalam keyakinan
politeisme tidak hanya bertujuan menyerahkan sesajen kepada para dewa, namun memuja dan
memohon kepada mereka supaya tidak marah kepada masyarakat tersebut. Politeisme
merupakan suatu keyakinan yang mempercayai kepada banyak Tuhan. Jiwa-jiwa diberi nama
dan dinaikkan posisinya menjadi dewa yang tempatnya lebih tinggi atau lebih rendah dari dunia
tempat tinggal manusia (Harold H. Titus dkk, 1984).
Selain itu muncul pula istilah yang seperti monoteisme yaitu kepercayaan yang hanya
mengakui ketuhanan yang satu. Monoteisme adalah kepercayaan kepada kewujudan hanya satu
tuhan yang menciptakan dunia, yang berkuasa dan mengurus dunia (Khairul Nazrin Nasir, 2013).
Monoteisme adalah suatu kepercayaan yang meyakini kepada satu Tuhan. Monoteisme sudah
lahir sejak zaman kuno. 3
Secara filosofis, eksistensi Tuhan Yang Maha Esa membutuhkan bukti-bukti yang bisa
ditampung oleh nalar manusia. Dengan menjelajahi ayat- ayat Alquran, Fazlur Rahman
menemukan bahwa walaupun Alquran menyuguhkan bukti- bukti yang sangat rasional dengan
keteraturan alam semesta, Alquran tidak “membuktikan” eksistensi Tuhan tetapi “menunjukkan”
cara untuk mengenal Tuhan melalui alam semesta yang ada. Namun, seandainya tidak ada alam
semesta yang bekerja sesuai dengan hukumnya, sedang yang ada hanya satu hal saja, maka hal
ini pun karena sifat ketergantungannya, akan menunjukkan ke arah Tuhan.

2.3 Konsep Ketuhanan Dalam Islam, Syirik, Tauhid, dan Akidah


 Islam

Konsep ketuhanan dalam Islam adalah salah satu konsep sentral dalam ajaran agama Islam.
Hal ini lebih mengacu kepada keyakinan dasar umat Muslim tentang Allah SWT beserta dengan
sifat-sifat-Nya. Dalam ajaran Islam, umat Muslim hanya menyembah dan mempertuhankan
Allah SWT, tiada lain selain Dia. Untuk itu, umat Muslim perlu mempunyai kesadaran tauhid
dalam dirinya. Tauhid adalah keyakinan akan keesaan Allah SWT sebagai Tuhan yang telah
menciptakan, memelihara, dan menentukan segala sesuatu yang ada di alam ini. Dengan
mempelajari dan memahami konsep ketuhanan dalam Islam, maka kaum Muslimin akan semakin
meningkatkan keimanannya kepada Allah SWT dengan cara mengerjakan ibadah fardhu dan
sunnah.

Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah (Bahasa arab: ) dan diyakini sebagai Maha
Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu

3
Mira Fauziah, “Argumen Adanya Tuhan: Wacana Historis Dan Estetis,” Jurnal Pemikiran Islam 1, no. 1 (2021):
30.

7
Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitikberatkan konseptualisasi Tuhan sebagai
Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Agama Islam yang diturunkan Allah ta'ala kepada
manusia melalui rasul-rasul-Nya, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah ta'ala, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Agama islam
adalah agama yang sangat menekankan tentang keesaan Tuhan. Tuhan yang maha esa yang di
maksudkan dalam agama islam ialah Allah Swt. Hal ini sudah terbukti dengan tertulis di dalam
ayat alquran dan hadits. Ada beberapa surah dan hadist diantaranya sebagai berikut :

1. QS Al-Ikhlas : 1 - 4

Artinya :

1. Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.


2. Allah tempat meminta segala sesuatu.
3. . (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan
4. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”
2. QS Al – An‟am : 1

Artinya : 1. Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan
menjadikan gelap dan terang, namun demikian orang-orang kafir masih mempersekutukan
Tuhan mereka dengan sesuatu.

3. QS Ash-Shad : 65

Artinya: Katakanlah, wahai Nabi Muhammad kepada kaum musyrik, "Sesungguhnya aku
hanya seorang pemberi peringatan. Adalah tugasku untuk menyampaikan kepadamu ancaman-
Nya yang pedih bagi orang-orang yang mengingkari-Nya. Karena itu, yakinilah bahwa tidak ada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah.

Konsep Tuhan sebenarnya adalah suatu hal yang dipentingkan oleh setiap makhluk,
Perkataan dipentingkan dapat diartikan untuk setiap makhluk menyerahkan diri untuk dikuasai
(memuja, mecintai serta mengagungkan) oleh Tuhan itu sendiri. Konsep ketuhanan dalam islam
sebenarnya belum terlalu dipercayai oleh setiap manusia atau yang masih belum percaya dengan
adanya Tuhan. Konsep barat mengenai ketuhanan adalah suatu pemikiran manusia yang
didasarkan atas hasil pemikiran baik itu sifatnya pengalaman lahiriah maupun pengalaman
bathiniyah. Sejauh ini konsep Barat masih meyakini jika teori evolusionalisme masih di anggap
paling benar. Adanya proses dari kepercayaan yang aman sederhana kemungkinan menjadi
sempurna.4

Mengenai Sejarah Konsep Ketuhanan Menurut Pemikiran Manusia maka kita ada pada
proses perjalanan mengenai sejarah. Apabila teori yang di munculkan adalah teori

4
Didin Komarudin, “Argumen Fithrah Keberadaan Tuhan,” Jaqfi 1, no. 1 (2016): 105–121.

8
evolusionalisme, maka yang akan dikemukakan adalah proses dari pemikiran sederhana manusia
hingga ke yang paling sempurna.

Ini ada beberapa teori tentang evolusionalisme antara lain

- Percaya Kepada Benda

- Percaya Kepada Roh

- Percaya Kepada Dewa

- Percaya 1 Bangsa 1 Tuhan

- Tuhan Untuk Seluruh Bangsa

Istilah tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi
penggerak atau motivator, sehingga dikagumi serta dipatuhi oleh manusia. Orang yang
mematuhinya di sebut abdun (hamba). istilah ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya
terdapat 2 kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) bisa sebagai ilah
(tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, hewan, dan lain-lain dapat juga berperan menjadi
ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (dua) : 165, sebagai berikut:

Diantara manusia terdapat yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap
Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana menyayangi Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang
mereka cetuskan, baik pada do'a juga acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah
nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (lebih kurang 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia
mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah
(hamba Allah) sudah lazim digunakan pada kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-
Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah serta lain-lain,
sudah mantap. dari kenyataan tersebut muncul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang
dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam
mendakwahkan konsep ilahiyah menerima tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika
konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini
tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-
Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

Jika kepada mereka ditanyakan, "Siapa yg membentuk lagit serta bumi, serta
menundukkan mentari dan bulan?" Mereka pasti akan menjawab Allah. Dengan demikian
seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu beriman dan bertaqwa
pada-Nya. seseorang baru laik dinyatakan bertuhan pada Allah Bila dia telah memenuhi segala
9
yg dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan yang Maha Esa dalam Islam ialah
memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran pada kehidupan sehari-hari. tuhan berperan bukan
sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

 Syirik

Dalam Islam, konsep Tuhan (Allah) adalah satu dan tidak ada sekutu-Nya. Konsep ini
dikenal sebagai tauhid, yang merupakan inti ajaran Islam. Syirik, di sisi lain, adalah dosa besar
dalam Islam yang mengacu pada perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu atau seseorang.
Ini bertentangan dengan prinsip tauhid. Syirik bisa terjadi dalam berbagai bentuk, seperti
penyembahan berhala, pemujaan manusia, atau atribusi sifat-sifat ilahi kepada selain Allah.
Dalam Islam, tindakan syirik dianggap sebagai dosa yang paling serius dan dapat mengakibatkan
seseorang keluar dari agama Islam.

Syirik adalah konsep dalam Islam yang merujuk kepada perbuatan mempersekutukan
Tuhan (Allah) dengan sesuatu atau seseorang lain. Dalam Islam, konsep Tuhan sangat penting,
dan tindakan syirik dianggap sebagai dosa besar. Berikut adalah beberapa poin penting tentang
konsep Tuhan dalam konteks syirik:

4. Kepercayaan pada Keesaan Allah (Tawhid): Prinsip utama dalam Islam adalah Tawhid,
yaitu keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah, dan tidak
ada yang setara atau sebanding dengan-Nya. Ini adalah konsep dasar dalam Islam.
5. Tindakan Syirik: Syirik terjadi ketika seseorang mempersekutukan sesuatu atau
seseorang dengan Allah dalam ibadah atau keyakinan. Ini dapat berupa penyembahan
berhala, menyembah manusia atau makhluk lain, atau bahkan mempercayai bahwa ada
entitas lain yang memiliki kekuasaan sebanding dengan Allah.
6. Jenis-jenis Syirik: a. Syirik Besar (Syirik Akbar): Ini adalah syirik yang paling berat,
seperti menyembah berhala atau menyatakan bahwa ada tuhan selain Allah. b. Syirik
Kecil (Syirik Asghar): Ini termasuk tindakan yang mungkin kurang serius, seperti riya'
(berpura-pura beribadah untuk mendapatkan pujian manusia) atau sum'ah (mendengarkan
dukun atau peramal).
7. Hukuman dalam Islam: Tindakan syirik dianggap sebagai pelanggaran besar dalam
Islam. Al-Quran dan Hadis menyebutkan konsekuensi berat, termasuk neraka bagi
mereka yang mati dalam keadaan syirik.
8. Tauba (Pengampunan): Dalam Islam, orang yang melakukan syirik masih memiliki
kesempatan untuk bertaubat (bertobat) dan kembali kepada Allah dengan sungguh-
sungguh. Jika seseorang bertaubat dengan tulus, Allah dapat mengampuni dosa syirik.
9. Pentingnya Pendidikan Agama: Untuk menghindari syirik, pendidikan agama yang baik
dan pemahaman yang benar tentang konsep Allah sangat penting. Muslim diajarkan
untuk memahami dan mengikuti ajaran Islam dengan benar.
10. Doa dan Ibadah: Muslim dianjurkan untuk berdoa dan beribadah hanya kepada Allah,
dan memohon bantuan serta pertolongan-Nya dalam segala hal.

10
 Tauhid

Tauhid adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah SWT.
Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat syahadah yang
telah diikrarkan oleh seorang muslim. Seorang muslim harus meyakini bahwa tauhid adalah
dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu
syarat diterimanya amal perbuatan di samping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.

1. PEMBAGIAN TAUHID

Tauhid dibagi menjadi tiga, yaitu :

a. Mengesakan Allah dalam Rububiyah-Nya

Maksudnya adalah meyakini keesaan Allah SWT dalam perbuatan-perbuatan yang hanya
dapat dilakukan oleh Allah SWT, sepeti mencipta dan mengatur seluruh alam semesta beserta
isisnya, member rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat dan lainnya yang merupakan
kekhususan Allah.

b. Mengesakan Allah SWT dalam Uluhiyah-Nya

Maksudnya adalah mengesakan Allah SWT dalam segala macam ibadah yang dilakukan.
Seperti shalat, nadzar, doa, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai
macam ibadah lainnya.

c. Mengesakan Allah SWT dalam Nama (asma‟) dan sifat-Nya

Maksudnya adalah beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT yang
diterangkan dalam Al-qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW. Dan juga meyakini bahwa hanya
Allah saja yang pantas untuk memiliki nama-nama terindah yang disebutkan di dalam Al-qur‟an
dan hadits yang dikenal dnegan nama Asmaul Husna. Sebagaiman firman Allah SWTB dalam
Al-qur‟an Surat al-Hasyr/59:24 yang artinya :

“ Dialah Allah SWT yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, hanya
bagi Dialah Asmaul HUsna.”

2. KEDUDUKAN TAUHID

Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama Islam.

3. TAUHID ADALAH TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA

ALLAH SWT berfirman yang artinya “ dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah kepada-KU.” (Adz-Zariyat; 56).

11
Maksud dari kata meyembah dalam ayat ini adalah mentauhidkan Allah SWT dalam
segala bentuk ibadah. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan
manusia di dunia ini hanya untuk beribadah kepad Allah SWT saja, tidaklah mereka diciptakan
untuk menghabiskan waktu untuk bermain-main dan bersenag-senang belaka.

Sesuai firman Allahb SWT dalam Q.S Al-Anbiya/21:16-17, yang artinya:

“dan tidaklah kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya
dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami
membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian”

4. TAUHID ADALAH TUJUAN DIUTUSNYA PARA RASUL

Para Rasul mulai dari Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah
SWT untuk mengajak kaumnya beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.

Allah SWT berfirman yang artinya :

“ Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“sembahlah Allah saja, dan jauhilah thagut nitu”. Maka di antara umatb itu ada orang-orang yang
diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya. Maka brjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah baqgaimana kesudahan orang-
orang yang mendustakan rasul-rasul”. (An-Nahyl/16:36)

Ada tiga terma yang bermakna “melihat” dalam Al-Qur‟an yang perlu dibatasi guna
memberikan pemahaman yang utuh tentang makna melihat Tuhan. Ketika terma tersebut adalah
nadzhara, ra‟a dan abshar.

1. Nazhara

Kata nazhara dapat berarti melihat dengan mata (al-nazhar bi al-„ain); menunggu (al-
intizhar); ada pula yang berarti melihat dengan hati (al-qalb); menalar dengan cara
mempertimbangkan (al-tadabbur); merenungkan (alta‟ammul) dan melihat atau menyelidiki (al-
bahts). Menurut al-Raghib, kata nazhar berarti “mengarahkan penglihatan atau pikiran untuk
mengetahui atau melihat sesuatu”. Frase nazhara ila bermakna melihat dengan mata sedangan
nazhara fiy bermakna berpikir. Kata al-nazhar arti aslinya berhadapan (almuqabalat). Pemakaian
kata al-nazhar yang berarti melihat atau berpikir dalam Al-Qur‟an maksudnya adalah
menghadapkan penglihatan atau pikiran terhadap sasaran tertentu. Menurut Ibn Manzhur, kata
al-nazhar berarti aktifitas indra penglihat, baik dengan mata maupun hati (min nazhr al-„ayn wa
nazhr bi al-qalb) atau memikirkan sesuatu setelah melihat obyek (ta‟ammul al-sya‟i bi al-„ayn).
Terma nazhara yang berkaitan dengan melihat Tuhan dijelaskan dalam QS. al-Qiyamah (75):20-
22. Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia beriman dapat melihat Tuhan sebagai satu bentuk
kenikmatan dalam syurga yang indikasinya dengan wajah berseri-seri.

12
2. Al-Ru‟yat

Kata al-ru‟yat merupakan masdar dari ra‟a yang artinya melihat dengan mata (bi al-„ayn)
atau dapat pula berarti melihat dengan hati (qalb). Al-ru‟yat dapat berarti ilmu pengetahuan (al-
„ilm) sebagai hasil proses berpikir atau melihat dengan mata dan akal. Terma al-Ru‟yah yang
berhubungan dengan melihat Tuhan terdapat dalam QS. al-A‟raf (7):143. Ayat tersebut adalah
sebuah ayat yang bersifat dialogis antara Nabi Musa dengan Allah Swt yang berisi tentang
keinginan Nabi Musa untuk dapat melihat Tuhan.

3. Abshar

Kata abshar merupakan bentuk jamak dari kata kerja bashura atau bashira yang berarti asal
melihat dengan mata. Kata ini juga berarti mata atau pemandangan yang tajam (hassat al-
nazhar). Kata al-bashar dan al-bashirat dipergunakan untuk menunjukkan daya akal (al-qalb)
untuk memahami sesuatu (berpikir). Al-Bashar adalah aktifitas mata melihat (hiss al-„ain),
berpikir (nazhar), lubuk hati (nafaz fiy al-qalb). Sedangkan kata al-bashirat berarti ketetapan hati
(aqidah al-qalb). Dapat juga berarti kecerdasan (al-fathanat) atau ilmu pengetahuan. Term abshar
yang bertalian dengan melihat Tuhan terdapat dalam QS. al-An‟am (8):103.

Ayat tersebut memberikan penjelasan yang mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat dicapai
dengan penglihatan. Ketiga ayat di atas merupakan dalil naqli yang menjadi obyek perdebatan
dikalangan aliran-aliran teologi. Menurut aliran Mu‟tazilah, Tuhan tida bisa dilihat di akhirat
dengan mata kepala, karena Tuhan bersifat immateri. Yang dapat dilihat dengan mata kepala
hanya sesuatu yang bersifat materi.

Tuhan bersifat rohani dan tidak jasmani maka menurut akal, Tuhan tak dapat dilihat
dengan mata kepala. Mu‟tazilah dengan semangat berapi-api menolak, kemungkinan melihat
Allah dengan mata. Mereka percaya bahwa hanya dapat beriman kepada Allah, iman yang
berakar dalam hati dan akal. Artinya dilubuk jiwa dan pikirannya orang dapat memiliki
keyakinan yang kuat akan eksistensi Tuhan. Dan inilah tingkat iman yang paling tinggi yang
dapat dimiliki seseorang. Allah sama sekali tak mungkin dapat dilihat.5

Dasar yang dijadikan alasan dalam al-Qur‟an surah al-An‟am: 103

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”

5
Muhammad Hasbi, Ilmu Tauhid, 2016, http://repositori.iain-bone.ac.id/94/1/6. Hasbi%3B Buku Ilmu Tauhid.pdf.

13
Sedangkan kaum Asy‟ariyah menyatakan bahwa Allah dapat dilihat dengan mata pada
hari kebangkitan. Kaum Asy‟ariyah juga mengutip ayat-ayat al-Qur‟an untuk memperkuat klaim
mereka.

Salah satu ayat yang mereka pegangi adalah surah al-Qiyamah: 22-23.

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah


mereka melihat.”

Para mutakallim berbeda pendapat tentang melihat Allah dengan penglihatan mata.
Sebagian beranggapan bahwa di dunia ini bisa melihat Allah dengan penglihatan mata. Sebagian
lagi beranggapan boleh-boleh saja Allah itu menyatu pada suatu jism. Sedangkan menurut Syiah,
Allah tak akan pernah dapat dilihat dengan mata, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Namun, tingkat keyakinan yang paling tinggi bukanlah keyakinan akal. Keyakinan akal adalah
ilmu yaqin. Tingkat keyakinan yang lebih tinggi dari keyakinan akal adalah ainul yakin yaitu
keyakinan hati. Ainul yaqin (secara harfiah berarti yakin karena melihat) mengandung makna
menyaksikan Tuhan dengan hati, bukan dengan mata. Dengan demikian, kendatipun Tuhan tak
dapat dilihat dengan mata, Dia “dapat dilihat” dengan hati.

Ali bin Abi Thalib pernah ditanya, “Sudahkah melihat Allah?” Beliau menjawab, Aku tak
menyembah Tuhan yang tidak aku lihat. Namun Dia dapat dilihat dengan hati, bukan dengan
mata. Para Imam Maksum ditanya apakah Nabi saw. melihat Allah ketika Mi‟raj. Para imam
menjawab, “kalau dengan mata, tidak. Kalau dengan hati, ya”. Dalam masalah ini hanya kaum
sufi sajalah yang sudut pandangnya menyerupai sikap Syiah. Mayoritas kaum Mu‟tazilah
berpandangan bahwa Allah tidak dapat dilihat dengan mata (al-afsar) di akhirat, tetapi hanya
akan diketahui melalui hati, sebab sebagaimana pandangan Abu al-Husail al- ru‟yad bagi mereka
berarti al-alim. Al-Asy‟ari dan al-Baqillani sependapat bahwa Allah dapat dilihat dengan mata
kepala. Oleh karena itu, mereka menolak pandangan Mu‟tazilah di atas karena menurut mereka
pandangan tersebut bertentangan dengan ayat “Maka jika tetap ditempatnya maka niscaya kamu
dapat melihat-Ku.” (QS. 7:143). Disamping itu mereka mengemukakan hadis yang mengatakan:
“Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu sebagaimana kamu melihat bulan ini.”

Kemudian mereka mengemukakan ayat-ayat berikut ini:

14
“Ahli kitab meminta agar kamu menurunkan kepada mereka kitab suci dari langit. Maka
sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata:
Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata. Maka mereka disambar petir karena kezaliman
mereka.” (QS. 4:153).

 Aqidah

Dalam sisi etika dan akhlak ,aqidah islam telah berhasil menumbuhkan kesadaran diri yang
mempercayai bahwa Sang Pencipta Yang Maha Agung yakni Allah SWT selalu memperhatikan
segala tingkah laku manusia ,dan setiap sepak terjangnya pasti memiliki nilai pahala dan
dosa.Hal ini akan menyebabkan keseimbangan naluri (gharizah)dan tumbuhnya akhlak yang
mulia (dalam dirinya).

Begitu juga aqidah islam memiliki peranan penting dalam membangun masyarakat dalam
bidang ekonomi,politik ,pendidikan dan lain-lain ,yang menunjukan bahwa aqidah islam adalah
simbol kekuatan dalam kehidupan dan sejarah peradaban islam.Oleh karena itu, untuk
menyelamatkan manusia muslim dari kondisi rohani yang lemah dan terjerumus kedalam
glamour materi,umat islam harus mengingatkan dan menanamkan nilai aqidah tersebut dengan
bahasa dan metode yang sesuai dengan tuntutan zaman modern dan perkembangan pemikiran
atas segala persembahan yang telah diberikanoleh aqidah tersebut,dan meyakinkan umat islam
bahwa aqidah yang dimiliki itu memiliki validitas untuk di harapkan di setiap era dan periode. 6

Konsep ketuhan dalam aqidah berkaitan dengan keyakinan mengenai Allah dalam agama
Islam. Dalam aqidah Islam, Allah dianggap sebagai satu-satunya Tuhan yang Maha Esa, Maha
Kuasa, dan Maha Bijaksana. Beberapa konsep utama dalam aqidah Islam meliputi:

1. Tauhid (Kesatuan Allah): Konsep utama dalam aqidah Islam adalah tauhid, yaitu keyakinan
bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah, tidak ada Tuhan selain-Nya.
2. Sifat-sifat Allah: Aqidah Islam mengajarkan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang
sempurna, seperti Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Pemurah, dan sebagainya. Sifat-
sifat ini bersifat unik dan tidak dapat dibandingkan dengan makhluk-Nya.
3. Kepemahabesaran Allah: Aqidah Islam menekankan kebesaran dan keagungan Allah.
Manusia diharapkan untuk menghormati, mencintai, dan taat kepada Allah dalam segala
aspek kehidupan mereka.
4. Kenabian: Aqidah Islam juga mencakup keyakinan akan kenabian, yaitu bahwa Allah telah
mengutus para nabi sebagai pembawa pesan-pesan-Nya kepada manusia. Nabi terakhir
dalam Islam adalah Nabi Muhammad SAW.
5. Kitab Suci: Aqidah Islam juga mencakup keyakinan terhadap kitab-kitab suci, seperti Al-
Quran, sebagai wahyu Allah kepada manusia untuk panduan dan petunjuk.

6
Fauziah, “Argumen Adanya Tuhan: Wacana Historis Dan Estetis.”

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam Islam, konsep Tuhan sangat penting dan kompleks. Tuhan dalam Islam dikenal
sebagai Allah, yang dianggap sebagai entitas tunggal, tanpa sekutu, dan Maha Kuasa. Konsep
Tuhan dalam Islam mencakup sifat-sifat seperti Rahman (Maha Pengasih) dan Rahim (Maha
Penyayang), serta sifat-sifat lain yang menunjukkan kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya.
Islam juga mengajarkan konsep ketuhanan yang berbeda dari agama-agama lain, dengan
penekanan pada tauhid (keesaan Allah) sebagai ajaran utama. Konsep ini menolak politeisme
dan menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Selain itu, dalam Islam, ada
keyakinan kuat akan takdir, yaitu Allah memiliki kendali penuh atas segala yang terjadi di alam
semesta.
Penghormatan terhadap Allah juga tercermin dalam praktik-praktik ibadah, seperti salat
(sembahyang) lima kali sehari, puasa selama bulan Ramadan, zakat (sumbangan wajib), dan haji
(perjalanan ke Mekah). Semua praktik ini mencerminkan pengabdian dan ketaatan kepada Allah.
Dalam kesimpulan, konsep Tuhan dalam Islam adalah tentang keesaan Allah, sifat-sifat-
Nya yang unik, dan pengabdian serta ketaatan yang mendalam terhadap-Nya melalui ibadah dan
perbuatan baik. Ini merupakan aspek inti dalam kehidupan seorang Muslim dan memengaruhi
berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari, etika, dan moralitas.

16
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, Mira. “Argumen Adanya Tuhan: Wacana Historis Dan Estetis.” Jurnal Pemikiran
Islam 1, no. 1 (2021): 30.
Hasbi, Muhammad. Ilmu Tauhid, 2016. http://repositori.iain-bone.ac.id/94/1/6. Hasbi%3B Buku
Ilmu Tauhid.pdf.
Komarudin, Didin. “Argumen Fithrah Keberadaan Tuhan.” Jaqfi 1, no. 1 (2016): 105–121.
Murray, Michael J., and & Michael Rea. An Introduction to The Philosophy of Religion.
Cambridge: Cambridge University Press, 2008.
Rifai, Siti Muhayati dan Moh. Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi. Madiun: IKIP
PGRI Madiun, 2011.

17

Anda mungkin juga menyukai