Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KONSEP KETUHANAN

DALAM ISLAM

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah ‘Pendidikan Agama Islam’
yang diampu oleh MOCH. KALAM MOLLAH

Oleh :

Ryanditama Pramudya (01.2022.1.06236)

Tsalatsa Sukma (01.2022.1.06)

Jurusan Teknik Sipil


Fakultas Teknik Pembangunan dan Perencanaan
Tahun ajaran
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penyusunan makalah yang berjudul “ Konsep Ketuhanan Dalam Islam “ dapat
selesai dengan tepat waktu.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih belum sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak dan semoga
makalah ini bermanfaat. Aamiin.

Surabaya, 10 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C. Tujuan ........................................................................................................... 1
D. Manfaat........................................................................................................ 2
II. PEMBAHASAN
A. Siapakah Tuhan Itu...................................................................................... 3
B. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan ............................................... 4
C. Tuhan Menurut Agama-agama .................................................................... 5
D. Pembuktian Wujud Tuhan .......................................................................... 6
III. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aspek keimanan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah aspek kejiwaan dan
nilai. Aspek ini belum mendapat perhatian seperti perhatian terhadap aspek lainnya.
Kecintaan kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan
tawakal sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan
diutamakan dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan.
Sesungguhnya amalah lahiriyah berupa ibadah mahdhah dan muamalah tidak akan
mencapai kesempurnaan, kecuali jika didasari dan diramu dengan nilai keutamaan tersebut.
Sebab nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan tertuang dalam setiap gerak
serta perilaku kesehariaan.
Pendidikan modern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan
pengaruhnya telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai
membina jiwa generasi mendatang, “dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dalam nalar,
pikir dan akal budi mereka”. Maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh negatif
pendidikan modern. Mungkin mereka merasa ada yang kurang dalam isi spiritualitasnya dan
berusaha menyempurnakan dari sumber-sumber lain. Bila ini terjadi, maka perlu segera
diambil tindakan, agar pintu spiritualitas yang terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan
berasal dari ajaran spiritualitas islam.

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah tuhan itu?
2. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang tuhan?
3. Bagaimana tuhan menurut agama-agama lain?
4. Bagaimana pembuktian wujud tuhan?

C. Tujuan
1. Mengetahui siapa tuhan itu.
2. Mengetahui sejarah pemikiran manusia tentang tuhan.
3. Mengetahui pengertian tuhan menurut agama-agama lain.
4. Mengetahui pembuktian wujud tuhan.
D. Manfaat
1. Untuk menambah pengetahuan pembaca tentang konsep ketuhanan dalam islam
2. Meningkatkan keimanan kepada Tuhan
3. Untuk meningkatkan wawasan tentang Tuhan dalam aspek kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Siapa tuhan itu


Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan
berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-
Jatsiiyah): 23, yaitu: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya….?” Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun
untuk dirinya sendiri: “. Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak
mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda
nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga
dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak
(jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan
definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan
dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai,
diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan
termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut: Al-ilah ialah yang dipuja
dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut,
dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa,
dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan
menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin,
1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia.
Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika
Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-
orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau
angan-angan (utopia) mereka.
B. Sejarah pemikiran manusia tentang tuhan
 Pemikiran Barat

Yang dimaksud dengan konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah

hasil pemikiran tentang Tuhan baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah dari

penelitian rasional, maupun pengalaman batin.

Max Muller berpendapat bahwa konsep pemikiran barat tentang Tuhan

mengalami evolusi yang diawali dengan Dinamisme, Animisme, Politeisme,

Henoteisme, dan puncak tertingginya monoteisme (Nisbi). Pemikiran tentang Tuhan

sebagaimana di atas, hasil pendekatannya adalah budaya, Arnold Toynbe

mengatakan: “Monoteisme bukan hasil akhir dan proses pemikiran tentang Tuhan,

sebab orang yang sudah maju dalam intelektualitasnya sangat mungkin justru berputar

mundur dalam bertuhan, yakni animistis”.

1. Dinamisme Yaitu pola kepercayaan manusia terhadap adanya kekuatan yang


maha dasat yang berpengaruh dalam kehidupan. Kekuatan tersebut diyakini
bersemayam dalam benda-benda.

2. Animisme merupakan Pola kepercayaan masyarakaat terhadap roh gaib yang


diyakini memiliki peran besar dalam kehidupan manusia.

3. Politeisme yaitu Pola kepercayaan terhadap dewa-dewa

4. Henoteisme yakni Pola kepercayaan yang diusung atas motif ketidak puasan atas

keberadaan dewa-dewa yang jumlahnya banyak sehingga diperlukan pengkultusan

terhadap beberapa dewa saja

5. Monoteisme yaitu Konsep kepercayaan terhadap satu Tuhan.


 Pemikiran Islam

Pemikiran tentang Tuhan dalam islam melahirkan ilmu kalam, ilmu tauhid

atau ilmu ushuluddin dikalangan umat Islam, setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw.

Aliran-aliran tersebut ada yang bersifat liberal, tradisional dan ada aliran diantara

keduanya. Ketiga corak pemikiran ini mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan

(teologi) dalam Islam. Aliran-aliran tersebuut adalah:

1.         Muktazilah, adalah kelompok rasionalis dikalangan orang Islam, yang sangat

menekankan penggunaan akal dalam memahami semua ajaran Islam. Dalam

menganalisis masalah ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika guna

mempertahankan keimanan.

2.         Qodariyah, adalah kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki

kebebasan berkehendak dan berbuat.1[5] Manusia berhak menentukan dirinya kafir

atau mukmin sehingga mereka harus bertanggung jawab pada dirinya. Jadi, tidak ada

investasi Tuhan dalam perbuatan manusia.

3.         Jabariyah, adalah kelompok yang berpendapat bahwa kehendak dan

perbuatan manusia sudah ditentukan Tuhan. Jadi, manusia dalam hal ini tak ubahnya

seperti wayang. Ikhtiar dan doa yang dilakukan manusia tidak ada gunanya.

4.         Asy’ariyah dan Maturidiyah, adalah kelompok yang mengambil jalan tengah

antara Qodariyah dan Jabariyah. Manusia wajib berusaha semaksimal mungkin.

Akan tetapi, Tuhanlah yang menentukan hasilnya.

C. Konsep Ketuhanan Dalam Al-Quran

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan,


pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab tuhan adalah sesuatu
yang gaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun
dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional tidak akan benar.
ayat-ayat Alquran yang menjelaskan tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan:
1
QS. Al-Anbiya[21]:92
Sesungguhnya ( agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu² Dan aku
adalah Tuhanmu, maka sembahlah aku. dan mereka telah memotong-motong urusan( Agama)
mereka di antara mereka. kepada kami lah masing-masing golongan itu akan kembali.

ayat-ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak
ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang melalui
rasul-rasulnya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajarannya, yang dibawa para rasul,
Adam sebagai rasul pertama dan Muhammad sebagai rasul terakhir.

jika terjadi perbedaan perbedaan ajaran tentang Ketuhanan diantara agama-agama


adalah karena perbuatan manusia. ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya
merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.

QS. Al-Maidah [5]:72


Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Almasih
putra Maryam”, padahal Almasih( sendiri) berkata: “ ta hai Bani Israel, sembahlah Allah
Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan( sesuatu dengan)
Allah, Ah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang dzolim itu seorang penolong pun

QS. Al-Ikhlas[112]:1-4
Katakanlah: “ dialah Allah, yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-nya
segala sesuatu, dia tiada beranak Dan Tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun
yang setara dengan dia”.

Dari Ungkapan ayat-ayat tersebut jelas bahwa Tuhan adalah Allah terlepas dari perbedaan
pendapat tentang lafaz “Allah” adalah Isim jamid (bentuk tunggal/berdiri sendiri) Atau Isim
musytaq (Bentuk turunan), bahwa tidak ada yang memiliki nama tersebut selain dia. Lafal
“Allah” Berasal dari tashrif aliha-ya’lahu-uluuhah-ilaahah. Selanjutnya, Ilaahah
(Sesembahan) bermakna Al-Ma’luh (yang disembah), sedangkan Al-Ma’luh Bermakna Al-
Ma’Buud, yaitu yang diibadahi karena rasa cinta dan penggunaannya.
Tuhan yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam
surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65,surat Muhammad ayat 19.Dengan
mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi alQuran, sebutan
yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan
Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini
berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-
Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagianbagiandan tidak
pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian. Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat
didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan
kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama
dalam setiap tindakan dan ucapannya. Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber
dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari
Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani
kehidupan

D. Pembuktian wujud tuhan

 Keberadaan Alam semesta, sebagai bukti adanya Tuhan

Ismail Raj’I Al-Faruqi mengatakan prinsip dasar dalam Teologi Islam, yaitu Khalik dan

makhluk. Khalik adalah pencipta, yakni Allah swt, hanya Dialah Tuhan yang kekal, abadi,

dan transeden. Tidak selamanya mutlak Esa dan tidak bersekutu. Sedangkan makhluk adalah

yang diciptakan, berdimensi ruang dan waktu, yaitu dunia, benda, tanaman, hewan, manusia,

jin, malaikat langit dan bumi, surga dan neraka.

Adanya alam semesta organisasinya yang menakjubkan bahwa dirinya ada dan percaya

pula bahwa rahasia-rahasianya yang unik, semuanya memberikan penjelasan bahwa ada

sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya.

Setiap manusia normal akan percaya bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini

juga ada. Jika kita percaya tentang eksistensinya alam, secara logika kita harus percaya
tentang adanya penciptaan alam semesta. Pernyataan yang mengatakan “Percaya adanya

makhluk, tetapi menolak adanya khalik, adalah suatu pernyataan yang tidak benar”.

Kita belum pernah mengetahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa

diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penciptanya, dan pencipta itu

tiada lain adalah Tuhan. Dan Tuhan yang kita yakini sebagai pencipta alam semesta dan

seluruh isinya ini adalah Allah Swt.

 Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika

Ada pendapat dikalangan ilmuwan bahwa alam ini azali. Dalam pengertian lain alam ini

mencpitakan dirinya sendiri. Ini jelas tidak mungkin, karena bertentangan dengan hukum

kedua termodinamika. Hukum ini dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori

pembatasan perubahan energi panas yang membuktikan bahwa adanya alam ini mungkin

azali.

Hukum tersebut menerangkan energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih

menjadi tidak panas, sedangkan kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak

mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas berubah menjadi panas. Perubahan energi

yang ada dengan energi yang tidak ada.

Dengan bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika terus berlangsung,

serta kehidupan tetap berjalan. Hal ini membuktikan secara pasti bahwa alam bukanlah

bersifat azali. Jika alam ini azali sejak dahulu alam sudah kehilangan energi dan sesuai

hukum tersebut tentu tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.

 Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi

Astronomi menjelaskan bahwa jumlah bintang di langit saperti banyaknya butiran pasir yang

ada di pantai seluruh dunia. Benda ala yang dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya

dengan bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi, dan menyelesaikan

setiap edaranya selama 20 hari sekali.


Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar dari porosnya

dengan kecepatan 1000 mil perjam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil

setiap setahun sekali. Dan sembilan planet tata surya termasuk bumi, yang mengelilingi

matahari dengan kecepatan yang luar biasa.

Matahari tidak berhenti pada tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama dengan planet-planet

dan asteroid-asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.00 mil perjam.

Disamping itu masih ada ribuan sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem

mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada

garis edarnya. Galaxy sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan

edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya.

Logika manusia memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti.

Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya. Bahkan akan

menyimpulkan, bahwa dibalik semuanya itu pasti ada kekuatan yang maha besar yang

membuat dan mengendalikan semuanya itu, kekuatan maha besar itu adalah Tuhan.

 Argumentasi Qur’ani

Allah Swt. berfirman, termaktub dalam surat Al-Fatihah ayat 2 yang terjemahya “Seluruh

puja dan puji hanalah milik Allah Swt, Rabb alam semesta”.

Lafadz Rabb dalam ayat tersebut, artinya Tuhan yang dimaksud adalah Allah Swt. Allah Swt

sebagai “Rabb” maknanya dijelaskan dalam surat Al-A’la ayat 2-3, yang terjemahannya

“Allah yang menciptakan dan menyempurnakan, yang menentukan ukuran-ukuran

ciptaannya dan memberi petunjuk”. Dari ayat tersebut jelaslah bahwa Allah Swt yang

menciptakan ciptaannya, yaitu alam semesta, menyempurnakan, menentukan aturan-aturan

dan memberi petunjukterhadap ciptaannya. Jadi, adanya alam semesta dan seisinya tidak

terjadi dengan sendirinya. Akan tetapi, ada yang menciptakan dan mengatur yaitu Allah Swt.
Didalam surat Al-A’raf ayat 54, termaktub yang “Tuhanmu adalah Allah yang telah

menciptakan langit dan bumi dalam enam hari”. Lafadz Ayyam adalah jamak dari yaum yang

berarti periode. Jadi, sittati ayyam berarti enam periode dan tentunya membutuhkan proses

waktu yang sangat panjang.

Dalam menciptakan sesuatu memang Allah tinggal berfirman Kun Fayakun yang artinya

jadilah maka jadi. Akan tetapi, dimensi manusia dengan Allah berbeda sampai kepada

manusia membutuhkan waktu enam periode. Hal ini agar manusia dapat meneliti dan

mengkaji dengan metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir berbagai macam ilmu

pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Konsep tentang Ketuhanan, menurut pemikiran manusia, berbeda dengan
konsep Ketuhanan menurut ajaran Islam. Konsep Ketuhanan menurut pemikiran
manusia baik deisme, panteisme, maupun eklektisme, tidak memberikan tempat bagi
ajaran Allah dalam kehidupan, dalam arti ajaran Allah tidak fungsional. Paham
panteisme meyakini Tuhan berperan, namun yang berperan adalah Zat-Nya, bukan
ajaran-Nya. Sedangkan konsep ketuhanan dalam Islam justru intinya adalah konsep
ketuhanan secara fungsional. Maksudnya, fokus dari konsep ketuhanan dalam Islam
adalah bagaimana memerankan ajaran Allah dalam memanfaatkan ciptaan-Nya.
Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa,
Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim
bagi semesta alam.

Anda mungkin juga menyukai