Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN


Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah agama
Dosen pengampu : Moh Sunaryo Idris, M Ag

Disusun Oleh :
Maulidia Ramdani (20220170008)
Meisya putri (20220710033)

PRODI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS KUNINGAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini
sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada
Moh. Sunaryo Idris, selaku Dosen mata kuliah pendidikan agama islam yang telah
memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta  pengetahuan. Kami  juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan dan  jauh dari apa yang
kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi  perbaikan
di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun. Adapun makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang
diperoleh dari  berbagai sumber yang berkaitan dengan agama Islam serta infomasi dari
media massa yang  berhubungan dengan tema. Semoga makalah sederhana ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini
dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa akan datang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan ....................................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah...................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................2
2.1 Filsafat Ketuhanan...................................................................................2
2.1 Sejarah Pemikiran manusia tentang Tuhan..............................................3
2.2 Pemikiran Barat.......................................................................................3
2.3 Pemikiran Islam.......................................................................................4
2.4 Konsep ketuhanan dalam Islam...............................................................7
2.5 Implementasi Keimanan..........................................................................8
BAB 3 PENUTUP..................................................................................................12
3.1 Kesimpulan............................................................................................12
3.2 Saran......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Manusia secara fitrah, menyadari maupun tidak selalu memiliki naluri


ketuhanan. Manusia mengaggap keberadaan diri mereka juga keberadaan alam
semesta yang sudah ada ketika mereka lahiran ke dunia adalah sebagai suatu
pertanda bahwa ada kekuatan Maha dahsyat, diluar nalar dan kemampuan
manusia, yang sudah menciptakan dunia beserta isinya, pemilik kekuatan Maha
dahsyat yang tidak pernah manusia lihat bentuk tetapi begitu nyata ada,sering
membuat rasa penasaran dalam diri manusia muncul untuk menguak misteri
dan menemukan jawaban siapa Pencipta mereka yang juga menciptakan seluruh
alam semesta,mengatur pusaran planet-planet, bintang, bulan, matahari pada
garis edarnya tanpa bertubrukan, menguasai apa-apa yang ada di langit, di
bumi, dan diantara keduanya (langit dan bumi).
Dalam agama Islam, Fitrah bertuhan yang dibawa manusia sejak sebelum
lahir itu merupakan potensi dasar yang harus dipelihara dan dikembangkan agar
manusia tetap berada dalam keislamannya. Konsep Ketuhanan menurut Islam
perlu dipelajari lebih lanjut karena banyaknya konsep Ketuhanan yang ada di
dalam kehidupan manusia. Pengalaman-pengalaman dan cara berpikir manusia
yang semakin kompleks membuat manusia mempunyai konsep-konsep sendiri
tentang ketuhanan yang mereka yakini. Padahal dalam Islam, konsep ketuhanan
yang benar hanyalah yang berdasarkan Al Qur'an dan As-Sunnah, bukan konsep
ketuhanan yang dibuat oleh manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud filsafat ketuhanan (teologi)?


2. Bagaimana konsep ketuhanan dalam Islam?
3. Bagaiamana implementasi iman yang benar dalam kehidupan sehari-hari?

1.3 Tujuan

1. Memahami tentang konsep ketuhanan dalam Islam sehingga tidak jatuh pada
kekufuran dan kemusyrikan
2. Memahami berbagai macam kekuasaan Allah sehingga dapat lebih
mengimani dan meningkatkan ketaqwaan serta dapat mengimpilikasikan dalam
kehidupan sehari hari.
3. Dapat berpikir Kritis, bahwasanya hanya Allah yang Maha Esa pencipta
seluruh alam yang patut disembah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Filsafat Ketuhanan
Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan "Tuhan", dalam al-Qur'an
dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan
manusia, misalnya dalam surat al-Furqan ayat 43.[1]
"Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya?"
Contoh ayat di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung
arti berbagai benda, baik abstrak. Perkataan ilah dalam al-Qur'an juga dipakai
dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (musanna: ilaahaini), dan banyak
(jama: aalihatun). Jadi dapat disimpulkan Bertuhan nol atau atheisme tidak
mungkin tidak ber-Tuhan.
Berdasarkan logika al-Qur'an Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang
dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga
manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya. Tercakup di dalamnya yang dipuja,
dicintai, diagungkan, diharap harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan
bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan defenisi Al-ilah yaitu: yang dipuja dengan
penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri dihadapannya, takut
dan mengharapkan-Nya, kepada-Nya tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdo'a, dan bertawakal kepada-Nya untuk kemashlahatan diri,
meminta perlindungan dari pada-Nya, dan menimbulkan ketenangan disaat
mengingat-Nya dan terpaut cinta kepada-Nya (M.Imaduddin, 1989: 56). [2]

Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa


berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia
tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak Bertuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an
setiap manusia pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhan kannya. Dengan
demikian, orang-orang komunis pada hakikatnya Bertuhan juga. Adapun Tuhan
mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka. Dalam ajaran Islam
diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai
dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu
penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya
hanya satu Tuhan yang bernama Allah.

2
2.2 Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah


konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah
maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman
batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori
yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama
kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan
oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith,
Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut
teori evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya
kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang
berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh
pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh
negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda,
seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah
kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh
karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun mana tidak dapat
diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.

b.    Animisme

Disamping kepercayaan dinamisme masyarakat primitif juga


mempercayai adanya peran roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai
sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap
sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang,
serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya
dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari
roh roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang
sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan
roh.

c.    Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan


kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang
lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan
kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab
terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin
dan lain sebagainya.

3
d.    Henoteisme

Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum


cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi,
karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan
kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa
hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih
mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa
disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).

e.    Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme.


Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan
bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi
dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana


dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang
(1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia
mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama
monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan
pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap tuhan mereka, yang
tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.

Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur


golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama
terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan
teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide
tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu.
Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam
kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam
penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat
primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu
Tuhan. (Zaglul Yusuf, 1993: 26-37).

2. Pemikiran Umat Islam

Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan. Satu


kelompok berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang mengatakan
bahwa Tuhan mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di
lain pihak ada yang berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu faham yang
mengatakan bahwa manusialah yang menentukan nasibnya. Polemik dalam
masalah ketuhanan di kalangan umat Islam pernah menimbulkan suatu
disintegrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup menyedihkan. Peristiwa al-
mihnah yaitu pembantaian terhadap para tokoh Jabariah oleh penguasa Qadariah
pada zaman khalifah al Makmun (Dinasti Abbasiah). Munculnya faham Jabariah
dan Qadariah berkaitan erat dengan masalah politik umat Islam setelah
Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai kepala pemerintahaan, Abu Bakar

4
Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah. Berikutnya
digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.

Embrio ketegangan politik sebenarnya sudah ada sejak khalifah Abu


Bakar, yaitu persaingan segitiga antara sekompok orang Anshar (pribumi
Madinah), sekelompok orang Muhajirin yang fanatik dengan garis keturunan
Abdul Muthalib (fanatisme Ali),dan kelompok mayoritas yang mendukung
kepemimpinan Abu Bakar. Pada periode kepemimpinan Abu Bakar dan Umar
gejolak politik tidak muncul, karena sikap khalifah yang tegas, sehingga
kelompok oposisi tidak diberikan kesempatan melakukan gerakannya.

Ketika khalifah dipegang oleh Usman bin Affan (khalifa ke 3),


ketegangan politik menjadi terbuka. Sistem nepotisme yang diterapkan oleh
penguasa (wazir) pada masa khalifah Usman menjadi penyebab adanya reaksi
negatif dari kalangan warga Abdul Muthalib. Akibatnya terjadi ketegangan,yang
menyebabkan Usman sebagai khalifah terbunuh. Ketegangan semakin bergejolak
pada khalifah berikutnya, yaitu Ali bin Abi Thalib. Dendam yang di
kumandangkan dalam bentuk slogan bahwa darah harus dibalas dengan darah,
menjadi motto bagi kalangan oposisi di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi
Sufyan. Pertempuran antara dua kubu tidak terhindarkan. Untuk menghindari
perpecahan, antara dua kubu yang berselisih mengadakan perjanjian damai.
Nampaknya bagi kelompok Muawiyah, perjanjian damai hanyalah merupakan
strategi untuk memenangkan pertempuran. Amru bin Ash sebagai diplomat
Muawiyah mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang paling bersalah,
sementara pihaknya tidak bersalah. Akibat perjanjian itu pihak Ali (sebagai
penguasa resmi) tersudut. Setelah dirasakan oleh pihak Ali bahwa perjanjian itu
merugikan pihaknya, di kalangan pendukung Ali terbelah menjadi dua kelompok,
yaitu : kelompok yang tetap setia kepada Ali, dan kelompok yang menyatakan
keluar, namun tidak mau bergabung dengan Muawiyah. Kelompok pertama
disebut dengan kelompok SYIAH, dan kelompok kedua disebut dengan
KHAWARIJ. Dengan demikian umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok
politik, yaitu:

1) Kelompok Muawiyah (Sunni),

2) Kelompok Syi’ah, dan

3) Kelompok Khawarij.

Untuk memenangkan kelompok dalam menghadapi oposisinya, mereka


tidak segan segan menggunakan konsep asasi. Kelompok yang satu sampai
mengkafirkan kelompok lainnya. Menurut Khawarij semua pihak yang terlibat
perjanjian damai baik pihak Muawiyah maupun pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak
Muawiyah dikatakan kafir karena menentang pemerintah, sedangkan pihak Ali
dikatakan kafir karena tidak bersikap tegas terhadap para pemberontak, berarti
tidak menetapkan hukum berdasarkan ketentuan Allah. Mereka mengkafirkan Ali
dan para pendukungnya, berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) : 44

َ‫زَل هَّللا ُ فَُأولَِئكَ هُ ُم ْالكَافِرُون‬


َ ‫َو َم ْن لَ ْم يَحْ ُك ْم بِ َما َأ ْن‬

5
Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan
Allah (Al-Quran), maka mereka adalah orang-orang kafir.

Munculnya doktrin saling tidak percaya antara satu kelompok


dengan kelompok lain menghadirkan pertanyaan besar bagi para peneliti.
Di kursi akademik (pengajian), peserta pernyataan memiliki pertanyaan
untuk guru mereka, Hasan Al-Bashry. Pertanyaan yang diajukan berkaitan
dengan perbedaan pendapat tentang orang yang melakukan dosa besar.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang
beriman, sementara yang lain mengatakan bahwa mereka adalah orang-
orang yang tidak beriman. Aktor politik yang membantu Ali bin Abi
Thalib dan Muawiyah dalam Perjanjian Tahkim dikutuk sebagai pelaku
dosa berat. Alasan mereka mengatakan bahwa mereka beriman adalah
karena iman ada di dalam hati, sedangkan tidak ada selain Allah yang
mengetahui isi hati manusia.

Pendapat lain mengatakan bahwa iman tidak hanya dalam hati,


tetapi dalam bentuk perkataan dan tindakan. Ini berarti bahwa orang yang
melakukan dosa berat bukanlah orang yang beriman. Jika mereka tidak
beriman, mereka kafir. Sebelum guru besarnya memberikan jawaban atas
pertanyaan tentang dosa besar, seorang qari bernama Wasil bin Atha
menawarkan jawaban bahwa pelaku dosa besar bukanlah orang yang
beriman atau tidak, tetapi di antara keduanya. Hasan Al-Bashry selaku
pelatih pengucapan mengomentari jawaban Wasil. Pernyataannya bahwa
para pelaku dosa maut, termasuk mereka yang terlibat dalam perjanjian
damai, adalah bagian dari kelompok jahat. Wasil membantah komentar
gurunya karena orang fasik lebih hina di hadapan Allah dari pada
orang kafir. Akibat konflik tersebut, Wasil dan beberapa orang yang
sependapat dengannya keluar dari kelompok pengajian Hasal Al-Bashry.
Orang-orang dalam studi yang tetap bersama Hasan Al-Bashry berkata:
"I'tazala Wasil 'anna". (Wasil meninggalkan kelompok kami.) Dari kata-
kata itu, Wasil dan pendukungnya disebut kelompok MUKTAZILAH.
(Untuk informasi lebih lanjut, lihat Harun Nasution dalam Teologi Islam.

Kelompok Muktazilah menyajikan konsep yang bertentangan


dengan konsep yang dikemukakan oleh kelompok Murjiah
(kecenderungan teologi yang diakui oleh penguasa politik saat itu, yaitu
Sunni. Artinya Muktazilah sebagai sebuah kelompok penentang arus).
Doktrin Muktazilah terkenal dengan lima azas (ushul al-khamsah) yaitu:

1. meniadakan (menafikan) sifat-sifat Tuhan dan menetapkan zat-Nya


2. Janji dan ancaman Tuhan (al-wa’ad dan al-wa’id)
3. Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
4. Al-Manzilah baina al-manzilatain (posisi diatara dua posisi)
5. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

6
Dari lima prinsip menurut Muktazilah kewajiban yang mengikat Tuhan.
Tuhan harus menepati janji-Nya. Dia memiliki kewajiban untuk memasukkan
orang baik ke dalam surga dan dia memiliki kewajiban untuk memasukkan
orang jahat ke dalam neraka dan kewajiban lainnya. Pendapat kelompok ini
menempatkan pikiran manusia pada posisi yang kuat. Oleh karena itu, kelompok
ini dikategorikan dalam istilah Qodariah dari kelompok teologi rasional.

Di sisi lain, teologi tradisional (Jabaria) percaya bahwa Tuhan memiliki


atribut (20 atribut, 13 atribut dan ke maha hadiran). Dia mahakuasa, dia memiliki
kehendak mutlak. Kehendak Tuhan tidak terikat pada apapun. Oleh karena itu,
dia dapat menempatkan orang baik di neraka dan sebaliknya orang jahat di surga
jika dia mau. Jabaria menyadari bahwa beberapa Muslim sedang
mengembangkan pengetahuan spiritual

2.3 Konsep ketuhanan dalam Islam

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu


setiap yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi
oleh manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah
(tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan
selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda
seperti: patung, pohon,binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah.
Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2): 165, sebagai
berikut:

ِ ‫ُون هَّللا ِ َأ ْندَادًا ي ُِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا‬


ِ ‫اس َم ْن يَتَّ ِخ ُذ ِم ْن د‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep


tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari
ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara
ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan
Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-
kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba
Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-
Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah
dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah
konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul
karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat
tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa
Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak
demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan


dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

َ‫س َو ْالقَ َم َر لَيَقُولُ َّن هَّللا ُ فََأنَّى يُْؤ فَ ُكون‬ َ ْ‫ت َواَأْلر‬
َ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّش ْم‬ َ َ‫َولَِئ ْن َسَأ ْلتَهُ ْم َم ْن خَ ل‬
ِ ‫ق ال َّس َم َوا‬

7
Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti
orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan
bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah.
Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah
memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan
berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana


dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain
sebagai jawaban atas perintah yang diajukan pada surat Al-Ikhlas tersebut.
Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang
bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran
serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.
2.4 Implementasi Keimanan

Jika iman diartikan percaya, maka ciri-ciri orang yang beriman tidak ada
yang mengetahuinya kecuali hanya Allah saja, karena yang tahu isi hati
seseorang hanyalah Allah. Karena pengertian iman yang sesungguhnya adalah
meliputi aspek kalbu, ucapan dan perilaku, maka ciri-ciri orang yang beriman
akan dapat diketahui, antara lain:

1. Tawakal
Apabila dibacakan ayat-ayat Allah (Al-quran), kalbunya terangsang untuk
melaksanakannya seperti dinyatakan antara lain QS. Al-Anfaal (8):2.
‫ت َعلَي ِْه ْم ٰا ٰي ُت ٗه َزا َد ْت ُه ْم ِا ْي َما ًنا َّو َع ٰلى َرب ِِّه ْم َي َت َو َّكلُ ْو ۙ َن‬ ْ َ‫ِا َّن َما ْالمُْؤ ِم ُن ْو َن الَّ ِذي َْن ِا َذا ُذك َِر هّٰللا ُ َو ِجل‬
ْ ‫ت قُلُ ْو ُب ُه ْم َو ِا َذا ُتلِ َي‬
Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah apabila disebut (nama) Allah,
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,
bertambahlah iman mereka dan mereka bertawakal kepada Tuhannya.
Tawakkal, yaitu senantiasa hanya mengabdi (hidup) menurut apa yang
diperintahkan oleh Allah. Dengan kata lain, orang yang bertawakal adalah orang
yang menyandarkan berbagai aktivitasnya atas perintah Allah. Seorang mukmin,
makan bukan didorong oleh perutnya yang lapar akan tetapi karena sadar akan
perintah Allah. QS. Al-Baqarah (2): 172.
‫ت َما َر َز ْق ٰن ُك ْم َوا ْش ُكر ُْوا هّٰلِل ِ اِنْ ُك ْن ُت ْم ِايَّاهُ َتعْ ُبد ُْو َن‬
ِ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا ُكلُ ْوا مِنْ َطي ِّٰب‬
Hai sekalian orang-orang yang beriman, makanlah dari yang baik-baik yang
Kami rezekikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah jika hanya kepada-
Nya kamu menyembah.
Surat Al-Baqarah (2) ayat 187 menjelaskan bahwa seseorang yang makan dan
minum karena didorong oleh perasaan lapar atau haus, maka mukminnya adalah
mukmin batil, karena perasaanlah yang menjadi penggeraknya. Dalam konteks
Islam bila makan pada hakikatnya melaksanakan perintah Allah supaya fisik kuat
untuk beribadah (dalam arti luas) kepada-Nya.

8
2. Mawas diri dan bersikap ilmiah
Pengertian mawas diri di sini dimaksudkan agar seseorang tidak terpengaruh oleh
berbagai kasus dari mana pun datangnya, baik dari kalangan jin dan manusia,
bahkan mungkin juga datang dari dirinya-sendiri. QS. An-Naas (114): 1-3.

ِ ‫( َملِكِ ال َّن‬١) ‫اس‬


٢)‫اس‬ ُ ‫قُ ْل َأع‬
ِ ‫ُوذ ِب َربِّ ال َّن‬
Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang memelihara manusia(1).
Yang menguasai manusia (2). Tuhan bagi manusia (3). Mawas diri yang
berhubungan dengan alam pikiran, yaitu bersikap kritis dalam menerima
informasi, terutama dalam memahami nilai-nilai dasar keislaman. Hal ini
diperlukan, agar terhindar dari berbagai fitnah. QS. Ali Imran (3): 7.
ٌ ‫ب َوا ُ َخ ُر ُم َت ٰش ِب ٰه‬
‫ الَّ ِذي َْن فِيْ قُلُ ْو ِب ِه ْم َزيْغ َف َي َّت ِبع ُْو َن‬c‫ت ۗ َفا َ َّما‬ ِ ‫ت هُنَّ ا ُ ُّم ْالك ِٰت‬
ٌ ‫ت مُّحْ َك ٰم‬ َ ‫ك ْالك ِٰت‬
ٌ ‫ب ِم ْن ُه ٰا ٰي‬ َ ‫ِي اَ ْن َز َل َعلَ ْي‬ ْٓ ‫ه َُو الَّذ‬
‫هّٰللا‬ ‫ْأ‬ ‫ْأ‬ ۤ ‫ِغَا َء ْالفِ ْت َن ِة َوا ْبت‬
ْ‫ِغَا َء َت ِو ْيل ۚ ِٖه َو َما َيعْ لَ ُم َت ِو ْيلَ ٗ ٓه ِااَّل ُ َۘوالرَّ اسِ ُخ ْو َن فِى ْالع ِْل ِم َيقُ ْولُ ْو َن ٰا َم َّنا ِب ٖۙه ُك ٌّل مِّن‬ ۤ ‫َما َت َشا َب َه ِم ْن ُه ا ْبت‬
‫ب‬ِ ‫عِ ْن ِد َر ِّب َنا ۚ َو َما َي َّذ َّك ُر ِآاَّل اُولُوا ااْل َ ْل َبا‬
Dialah yang menurunkan Kitab (Al-quran) kepadamu; di antaranya ada ayat-
ayat yang muhkamat (terang maknanya), itulah ibu (pokok) Kitab; dan yang lain
mutasabihat (tidak terang maknanya). Maka adapun orang-orang yang hatinya
cenderung kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya (menurut
kemauannya), padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami beriman dengannya
(kepada ayat-ayat yang mutasyabihat);semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” dan
tidak dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang mempunyai
pikiran.
Atas dasar pemikiran tersebut hendaknya seseorang tidak dibenarkanmenyatakan
sesuatu sikap, sebelum mengetahui terlebih dahulu permasalahannya,
sebagaimana dinyatakan di dalam Al-quran antara lain QS. Al-Israa’ (17) : 36.

ٓ
‫ان َع ْن ُه َمسْ ـُٔواًل‬ َ ‫ص َر َو ْٱلفَُؤ ادَ ُك ُّل ُأ ۟و ٰلَِئ‬
َ ‫ك َك‬ َ ‫ك ِبهِۦ عِ ْل ٌم ۚ ِإنَّ ٱلسَّمْ َع َو ْٱل َب‬ َ ‫َواَل َت ْقفُ َما لَي‬
َ َ‫ْس ل‬
Dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak ada ilmu padanya,
sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya.
3. Optimis dalam menghadapi masa depan
Perjalanan hidup manusia tidak seluruhnya mulus, akan tetapi kadang-kadang
mengalami berbagai rintangan dan tantangan yang memerlukan pemecahan jalan
ke luar. Jika suatu tantangan atau permasalahan tidak dapat diselesaikan segera,
tantangan tersebut akan semakin menumpuk. Jika seseorang tidak dapat
menghadapi dan menyelesaikan suatu permasalahan, maka orang tersebut
dihinggapi penyakit psikis, yang lazim disebut penyakit kejiwaan, antara lain
frustrasi, nervous, depresi dan sebagainya. Al-quran memberikan petunjuk
kepada umat manusia untuk selalu bersikap optimis karena pada hakikatnya
tantangan, merupakan pelajaran bagi setiap manusia. Hal tersebut dinyatakan
dalam Surat Al-Insyirah (94) ayat 5-6. Jika seseorang telah merasa melaksanakan
sesuatu perbuatan dengan penuh perhitungan, tidaklah perlu memikirkan
bagaimana hasilnya nanti, karena hasil adalah akibat dari suatu perbuatan.

9
Namun Nabi Muhammad menyatakan bahwa orang yang hidupnya hari ini lebih
jelek dari hari kemarin, adalah orang yang merugi dan jika hidupnya sama
dengan hari kemarin berarti tertipu, dan yang bahagia adalah orang yang
hidupnya hari ini lebih baik dari hari kemarin. Jika optimisme merupakan suatu
sikap yang terpuji, maka sebaliknya pesimisme merupakan suatu sikap yang
tercela. Sikap ini seharusnya tidak tercermin pada dirinya mukmin. Hal ini seperti
dinyatakan dalam Surat Yusuf (12) ayat 87, sedangkan sikap putus asa atau yang
searti dengan kata tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang kafir.
QS. Yusuf (12): 87
‫ُف َواَ ِخ ْي ِه َواَل َت ۟ا ْيـَٔس ُْوا مِنْ رَّ ْوح هّٰللا ِ ۗ ِا َّن ٗه اَل َي ۟ا ْيـَٔسُ مِنْ رَّ ْوح هّٰللا ِ ِااَّل‬
َ ‫ٰي َبنِيَّ ْاذ َهب ُْوا َف َت َح َّسس ُْوا مِنْ ي ُّْوس‬
ِ ِ
ٰ ْ
‫ال َق ْو ُم الكفِر ُْو َن‬ ْ

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan
saudaranya dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir”.
4. Konsisten dan menepati janji
Janji adalah hutang. Menepati janji berarti membayar utang. Sebaliknya ingkar
janji adalah suatu pengkhianatan. QS. Al- Maa’idah (5): 1.
‫هّٰللا‬ َّ ‫ت لَ ُك ْم َب ِه ْي َم ُة ااْل َ ْن َع ِام ِااَّل َما ُي ْت ٰلى َعلَ ْي ُك ْم غَ ي َْر ُم ِحلِّى ال‬
ْ َّ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا اَ ْوفُ ْوا ِب ْال ُعقُ ْو ۗ ِد ا ُ ِحل‬
َ َّ‫ص ْي ِد َواَ ْن ُت ْم ُح ُر ۗ ٌم اِن‬
ُ‫َيحْ ُك ُم َما ي ُِر ْيد‬
Hai orang-orang yang beriman, sempurnakanlah segala janji. Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu (larangan-
Nya). Tidak dibolehkan berburu ketika kamu sedang ihram. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum terhadap apa yang di kehendaki-Nya.
Seseorang mukmin senantiasa akan menepati janji, dengan Allah, sesama
manusia, dan dengan ekologinya (lingkungannya). Seseorang mukmin adalah
seorang yang telah berjanji untuk berpandangan dan bersikap dengan yang
dikehendaki Allah. Seorang suami misalnya, ia telah berjanji untuk bertanggung
jawab terhadap istri dan anak-anaknya. Sebaliknya istri pun demikian. Seorang
mahasiswa, ia telah berjanji untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku di
lembaga pendidikan tempat ia studi, baik yang bersifat administratif maupun
akademis. Seorang pemimpin berjanji untuk mengayomi masyarakat yang
dipimpinnya. Janji terhadap ekologi berarti memenuhi dan memelihara apa yang
dibutuhkan oleh lingkungannya, agar tetap berdaya guna dan berhasil guna.
5. Tidak sombong
Kesombongan merupakan suatu sifat dan sikap yang tercela yang membahayakan
diri maupun orang lain dan lingkungan hidupnya. Seorang yang telah merasa
dirinya pandai, karena kesombongannya akan berbalik menjadi bodoh lantaran
malas belajar, tidak mau bertanya kepada orang lain yang dianggapnya bodoh.
Karena ilmu pengetahuan itu amat luas dan berkembang terus, maka orang yang
merasa telah pandai, jelas akan menjadi bodoh. Al-quran Surat Luqman (31) ayat
18, menyatakan suatu larangan terhadap sifat dan sikap yang sombong. Firman
Allah QS. Luqman (31): 18

10
‫هّٰللا‬
ٍ ‫ض َم َرحً ۗا اِنَّ َ اَل ُيحِبُّ ُك َّل م ُْخ َت‬
‫ال َف ُخ ْو ۚ ٍر‬ ِ ْ‫مْش فِى ااْل َر‬
ِ ‫اس َواَل َت‬
ِ ‫ك لِل َّن‬ َ ‫َواَل ُت‬
َ ‫صعِّرْ َخ َّد‬
Dan janganlah engkau palingkan pipimu kepada manusia, dan janganlah berjalan
dengan sombong di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong lagi congkak.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa


berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah
manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak Bertuhan. Berdasarkan
al-Qur’an setiap manusia pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhan
kannya. Dengan demikian, orang-orang komunis pada hakikatnya
Bertuhan juga. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa
Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak
ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan “melainkan
Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari
segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu
Tuhan yang bernama Allah.
2. Sejarah pemikiran mausia tntang tuhan terbagi menjadi 2 yaitu:
> Pemikiran barat: konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik
melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaman batin. Proses
perkembangan pemikiran tentang tuhan menurut terori evolusioner
yaitu Dinamisme, Ananisme, Politeisme, Henoteisme, monoteisme
> Pemikiran umat islam: Dikalangan umat Islam terdapat polemik
dalam masalah ketuhanan. Satu kelompok berpegang teguh dengan
Jabariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai
kekuatan mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di lain pihak ada
yang berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu faham yang
mengatakan bahwa manusialah yang menentukan nasibnya.
3. konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan
ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan
berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam

11
semesta. Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah
sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas.
4. Cara untuk implementasi Keimanan dalam kehidupan seari-hari yaitu
dengan bersikap tawwakal, mawas diri, optimis, konsisten dan yang
terakhir tidak bersikap sombong
3.2 Saran
Sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman materi di dalamnya, kami memberikan
beberapa saran dan bimbingan khusus untuk mahasiswa dan penulis nantinya.
Diharapkan dengan saran dari kami, para pembaca mampu memahami dan mendalami
materi secara menyeluruh. Harapan bagi para calon penulis selanjutnya agar tidak
mengulang kembali kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh penulis dalam proses
penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/40552235/
TUHAN_YANG_MAHA_ESA_DAN_KETUHANAN

12
13

Anda mungkin juga menyukai