Anda di halaman 1dari 13

KETUHANAN MENURUT ISLAM

untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Al-Quran

Dosen pembimbing :Yuliana Dethan, M, Ag

Disusun Oleh:

Almas shafira

(10123032)

SEKOLAH TINGGI ILMU SHUFFAH AL-QUR’ AN ABDULLAH BIN MAS’ UD


PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’ AN DAN TAFSIR TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Yuliana Dethan, M.Ag sebagai dosen
pengampu mata kuliah Tafsir Al-Quran yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Al-Muhajirun, 20 Januari 2024

penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................... iii

BAB I................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN .............................................................................................................................1

RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................1

TUJUAN........................................................................................................................................1

BAB II ..............................................................................................................................................2

PEMBAHASAN................................................................................................................................2

B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan .................................................................................3

C. Konsep ketuhanan dalam islam menurut Ulama pada penafsirannya.............................................5

BAB III........................................................................................................................................... 10

PENUTUP ...................................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Perkara tentang Tuhan secara mendasar merupakan subyek permasalahan filsafat. Ketika kita
membahas tentang hakikat alam maka sesungguhnya kita pun membahas tentang eksistensi
Tuhan. Secara hakiki, wujud Tuhan tak terpisahkan dari eksistensi alam, begitu pula sebaliknya,
wujud alam mustahil terpisah dari keberadaan Tuhan. Filsafat tidak mengkaji suatu realitas yang
dibatasi oleh ruang dan waktu atau salah satu faktor dari ribuan faktor yang berpengaruh atas
alam. Pencarian kita tentang Tuhan dalam koridor filsafat bukan seperti penelitian terhadap satu
fenomena khusus yang dipengaruhi oleh faktor tertentu.

Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yakni, Tuhan
hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di alam, tetapi Dia meliputi
semua tempat dan segala realitas wujud.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud konsep tuhan?

2. Apa yang dimaksud filsafat ketuhanan?

3. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang tuhan?

4. Apa saja dalil pembuktian adanya tuhan?

TUJUAN
1.Memahami tentang konsep ketuhanan dalam Islam sehingga tidak jatuh pada kekufuran dan
kemusyrikan

2.Memahami berbagai macam kekuasaan Allah sehingga dapat lebih mengimani dan
meningkatkan ketaqwaan serta dapat mengimpilikasikan dalam kehidupan sehari hari.

3.Dapat berpikir Kritis, bahwasanya hanya Allah yang Maha Esa pencipta seluruh alam yang
patut disembah.
1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Filsafat Ketuhanan (Teologi)

Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai untuk
menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam
surat al-Furqan ayat 43.

”Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai


Tuhannya ?”

Contoh ayat di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti
berbagai benda, baik abstrak. Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun).
Jadi dapat disimpulkan Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin tidak ber-Tuhan.

Berdasarkan logika al-Qur’an Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting)
oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya. Tercakup
di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan
kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan
bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan defenisi Al-ilah yaitu: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati,
tunduk kepada-Nya, merendahkan diri dihadapannya, takut dan mengharapkan-Nya, kepada-Nya
tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakal kepada-Nya untuk
kemashlahatan diri, meminta perlindungan dari pada-Nya, dan menimbulkan ketenangan disaat
mengingat-Nya dan terpaut cinta kepada-Nya (M.Imaduddin, 1989 : 56).

2
B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
•Pemikiran Barat

Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yg


menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan
meningkat menjadi sempurna. Teori tsb mula-mula dikemukakan oleh Max Muller,
kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Jevens.
Proses perkembangan pemikiran tenteng Tuhan menurut teori evolusionisme adalah
:

a. Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui


adanya kekuatan yang berpengaruh dlm kehidupan. Mula-mula sesuatu yang
berpengaruh tersebut ditunjukkan pada benda.

b. Animisme

Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga


mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap
benda baik mempunyai roh.

c. Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan dinamisme lama-lama tidak


memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan
pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa.

d. Henoteisme

Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan.
Namun manusia masih mengakui Tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu
Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteime (Tuhan tingkat
Nasional).
3
e. Monoteisme

Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan, satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan
bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam 3
paham yaitu : deisme, panteisme dan teisme.

•Pemikiran Islam

Pemikiran tentang Tuhan dalam islam melahirkan ilmu kalam, ilmu tauhid
atau ilmu ushuluddin dikalangan umat Islam, setelah wafatnya Nabi Muhammad
Saw. Aliran-aliran tersebut ada yang bersifat liberal, tradisional dan ada aliran
diantara keduanya. Ketiga corak pemikiran ini mewarnai sejarah pemikiran ilmu
ketuhanan (teologi) dalam Islam. Aliran-aliran tersebut adalah:

1. Muktazilah, adalah kelompok rasionalis dikalangan orang Islam, yang sangat


menekankan penggunaan akal dalam memahami semua ajaran Islam. Dalam
menganalisis masalah ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika guna
mempertahankan keimanan.

2. Qodariyah, adalah kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki


kebebasan berkehendak dan berbuat. [5] Manusia berhak menentukan dirinya
kafir atau mukmin sehingga mereka harus bertanggung jawab pada dirinya.
Jadi, tidak ada investasi Tuhan dalam perbuatan manusia.

3. Jabariyah, adalah kelompok yang berpendapat bahwa kehendak dan perbuatan


manusia sudah ditentukan Tuhan. Jadi, manusia dalam hal ini tak ubahnya
seperti wayang. Ikhtiar dan doa yang dilakukan manusia tidak ada gunanya.

4. Asy’ariyah dan Maturidiyah, adalah kelompok yang mengambil jalan tengah


antara Qodariyah dan Jabariyah. Manusia wajib berusaha semaksimal
mungkin. Akan tetapi, Tuhanlah yang menentukan hasilnya.

4
Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat islam periode
masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar
Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut
sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi
situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi
ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik
tertentu.

C. Konsep ketuhanan dalam islam menurut Ulama pada penafsirannya


Tafsir Surah Al Baqarah Ayat 163

١٦٣ ࣖ ُ‫الر حِ يْم‬ َّ ‫َلا ِٰلهَ ا ََِّل ه َُو‬


َّ ‫الر حْمٰ ُن‬ ٓ َ ٌ‫َوا ِٰلهُكُ ْم ا ِٰلهٌ َّواحِ ٌۚد‬

Artinya: "Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada tuhan selain Dia Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang." (QS Al Baqarah: 163)

•Ibnu Katsir menafsirkan lebih lanjut, dalam surah Al Baqarah ayat 163 ini dijelaskan, Dia
adalah Allah Yang Maha Esa yang menjadi tempat bergantungnya segala sesuatu. Tidak ada
Tuhan yang wajib disembah dan bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Tafsir mengenai asma ini juga terdapat dalam permulaan surah Al Fatihah.

Disebutkan dalam Tafsir Jalalain, "(Dan Tuhanmu) yang patut menjadi sembahanmu, (adalah
Tuhan Yang Maha Esa) yang tiada bandingan-Nya, baik dalam zat maupun sifat, (tiada Tuhan
melainkan Dia) (Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)."

Kemudian, ketika mereka menuntut buktinya lalu turunlah ayat 164 yang menjelaskan tentang
penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam, dan berbagai urusan lainnya.

5
•Adapun menurut Tafsir Tahlili Kementerian Agama RI, surah Al Baqarah ayat 163 menjelaskan
bahwa Allah Tuhan yang Maha Esa, yang Maha Pemurah, Maha Penyayang. Dialah yang berhak
disembah dan tidak boleh mempersekutukan-Nya dengan menyembah berhala-berhala dan lain
sebagainya.

Lebih lanjut, ayat tersebut juga menyebut bahwa Dialah yang Maha Pengasih lagi Maha
Pemurah, yang sangat luas dan banyak rahmat-Nya dan tidak boleh meminta pertolongan (dalam
hal-hal yang di luar kesanggupan kodrat manusia) kecuali kepada-Nya, karena meminta rahmat
dan pertolongan kepada selain-Nya adalah syirik dan berarti mengakui adanya kekuatan selain
dari kekuasaan-Nya.

•Buya Hamka menjelaskan dalam Tafsir al-Azhar, maksud dari, "Dan Tuhan kamu adalah Tuhan
Yang Maha Esa" adalah dalam menciptakan alam ini Dia tidak bersekutu dengan yang lain.
Tidak ada Tuhan melainkan Dia sendirinya.Oleh sebab itu, kata Buya Hamka, tidak ada yang
layak buat dipuja dan disembah melainkan Dia. Kalau Allah yang menciptakan alam, bukan
kepada berhala kita meminta terima kasih.

Lebih lanjut, Buya Hamka menjelaskan bahwa surah Al Baqarah ayat 163 ini juga menanamkan
rasa cinta, selain rasa tauhid. Ia menjelaskan, makna "Yang Mahamurah lagi Maha Penyayang"
adalah terasalah kemurahan-Nya dan kasih sayang-Nya di dalam seluruh alam ini.

"Ayat ini selain menanamkan rasa tauhid, juga menanamkan rasa cinta. Rasa cinta adalah lebih
mendalam jika kita selalu menikmati keindahan alam sekeliling kita. Allah bukanlah diakui oleh
akal saja adanya, bahkan juga dirasakan dan diresapkan dalam batin, dalam kehalusan dan
keindahan," jelas Buya Hamka.

Tafsir surat al-anam ayat 18

١٨ ‫ق ِعبَاد ِٖۗه َوه َُو الْ َح ِكيْمُ الْ خَ بِي ُْر‬


‫۝‬ َ ‫َوه َُو الْقَاه ُِر ف َْو‬

6
Dialah Penguasa atas hamba-hamba-Nya, dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Mengetahui.

Pada bagian lain dalam kitab yang sama al-Imâm al-Qurthubi menuliskan:

"‫ أي هم تحت تسخيره ال فوقية مكان‬،‫ق ِع َبا ِد ِه "فوقية االستعالء بالقهر والغلبة عليهم‬
َ ‫"ومعنى"ف َْو‬

“Makna Firman-Nya: “Fawqa ‘Ibâdih...” (QS. al-An’am: 18), adalah dalam pengertian
Fawqiyyah al-Istîlâ’ Bi al-Qahr Wa al-Ghalabah; artinya bahwa para hamba berada dalam
kekuasaan-Nya, bukan dalam pengertian fawqiyyah al-makan, (tempat yang tinggi)”

Masih dalam kitabnya yang sama al-Imâm al-Qurthubi juga menuliskan sebagai berikut:

"‫ عن الحركة واالنتقال وشغل األمكنة‬- ‫ سبحانه وتعالى‬- ‫"والقاعدة تنزيهه‬

“Kaedah -yang harus kita pegang teguh-: Allah maha suci dari gerak, berpindah-pindah, dan
maha suci dari berada pada tempat”

Lalu dalam menafsirkan firman Allah:

)158 :‫ت َر ِبكَ (األنعام‬ ُ ‫أَ ْو َيأْت َِي َربُّكَ أَ ْو َي ْأتِي َب ْع‬
ِ ‫ض َءا َيا‬

al-Imâm al-Qurthubi menuliskan:

"‫"وليس مجيئه تعالى حركة وال انتقاال وال زواال ألن ذلك إنما يكون إذا كان الجائي جسما أو جوهرا‬

“Yang dimaksud dengan al-Majî’ pada hak Allah adalah bukan dalam pengertian gerak, bukan
pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, bukan pula dalam pengertian condong, karena sifat -
sifat seperti demikian itu hanya terjadi pada sesuatu yang merupakan Jism atau Jawhar”

7
Pada bagian lain dalam menafsirkan firman Allah tentang Nabi Yunus:

:‫ت أَن آل ِإلَهَ ِإآل أَنتَ ُسب َْحانَكَ ِإنِي كُنتُ ِم َن الظَّا ِلمِي َن (األنبياء‬
ِ ‫َاضبًا فَظَ َّن أَن َّلن نَّقْد َِر عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّ ُل َما‬ َ ‫َوذَا النُّو ِن ِإذ ذَّه‬
ِ ‫َب ُمغ‬
)87

al-Imâm al-Qurthubi menuliskan:

" ‫قوله صلى هللا عليه وسلم "ال تفضلوني على يونس بن م ّتى "المعنى فإني لم أكن وأنا في سدرة المنتهى‬: ‫وقال أبو المعالي‬
‫وهذا يدل على أن البارىء سبحانه وتعالى ليس في جهة‬. ‫"بأقرب إلى هللا منه وهو في قعر البحر في بطن الحوت‬

“Abu al-Ma’ali berkata: Sabda Rasulullah berbunyi “Lâ Tufadl-dlilûnî ‘Alâ Yûnus Ibn Mattâ”
memberikan pemahaman bahwa Nabi Muhammad yang diangkat hingga ke Sidrah al-Muntaha
tidak boleh dikatakan lebih dekat kepada Allah dibanding Nabi Yunus yang berada di dalam
perut ikan besar yang kemudian dibawa hingga ke kedalaman lautan. Ini menunjukan bahwa
Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah”

Kemudian dalam menafsirkan firman Allah:

)22 :‫ص ًّفا (الفجر‬


َ ‫صفًّا‬
َ ُ ‫َو َجآ َء َربُّكَ َوالْ َم َل‬
‫ك‬

al-Imâm al-Qurthubi menuliskan:

" ‫ وال يجري عليه وقت‬،‫ وأ َّنى له التحول واالنتقال وال مكان له وال أوان‬،‫وهللا جل ثناؤه ال يوصف بالتحول من مكان إلى مكان‬
‫ ومن فاته شىء فهو عاجز‬،‫ ألن في جريان الوقت على الشىء فوت األوقات‬،‫"وال زمان‬

“Allah yang maha Agung tidak boleh disifati dengan perubahan atau berpindah dari suatu tempat
ke tempat yang lain, karena mustahil Dia disifati dengan sifat berubah atau berpindah. Dia ada
tanpa tempat dan tanpa arah, dan tidak berlaku atas-Nya waktu dan zaman. Karena sesuatu yang
terikat oleh waktu itu adalah sesuatu yang lemah dan makhluk”

Kemudian dalam menafsirkan firman Allah:

َ ْ‫سِف بِكُمُ اْألَر‬


ُ ‫ض فَإِذَا ه َِي تَ ُم‬
)16 :‫ور (الملك‬ َ ‫ءَأَمِنتُم َّمن فِي ال َّس َمآ ِء أَن يَ ْخ‬

8
al-Imâm al-Qurthubi menuliskan:

". ‫بالعلو والعظمة ال باألماكن والجهات والحدود ألنها صفات األجسام‬


ِّ ‫ ووصفه‬،‫والمراد بها توقيره وتنزيهه عن السفل والتحت‬
،‫وإنما ترفع األيدي بالدعاء إلى السماء ألن السماء مهبط الوحي ومنزل القطر ومحل القُدس ومعدن المطهرين من المالئكة‬
‫ وألنه خلق األمكنة وهو غير محتاج‬،‫ كما جعل هللا الكعبة قِبلة للدعاء والصالة‬،‫ وفوقها عرشه وجنته‬،‫واليها ترفع أعمال العباد‬
‫ وهو اآلن على ما عليه كان‬،‫ وكان في أزله قبل خلق المكان والزمان وال مكان له وال زمان‬،‫"إليها‬

“Yang dimaksud oleh ayat ini adalah keagungan Allah dan kesucian-Nya dari arah bawah. Dan
makna dari sifat Allah al-‘Uluww adalah dalam pengertian ketinggian derajat dan keagungan
bukan dalam pengertian tempat-tempat, atau arah-arah, juga bukan dalam pengertian batasan-
batasan, karena sifat-sifat seperti demikian itu adalah sifat-sifat benda. Adapun bahwa kita
mengangkat tangan ke arah langit dalam berdoa adalah karena langit tempat turunnya wahyu,
tempat turunnya hujan, tempat yang dimuliakan, juga tempat para Malaikat yang suci, serta ke
sanalah segala kebaikan para hamba diangkat, hingga ke arah arsy dan ke arah surga. Hal ini
sebagaimana Allah menjadikan Ka’bah sebagai kiblat dalam doa dan shalat kita (bukan artinya
Allah di dalam Ka’bah). Karena sesungguhnya Allah yang menciptakan segala tempat maka Dia
tidak membutuhkan kepada ciptaannya tersebut. Sebelum menciptakan tempat dan zaman, Allah
ada tanpa permulaan (Azaliy), tanpa tempat, dan tanpa zaman. Dan Dia sekarang setelah
menciptakan tempat dan zaman tetap ada sebagaimana sifat-Nya yang Azaliy tanpa tempat dan
tanpa zaman”

9
BAB III

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-dalam-islam.

Referensi

[1] al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân, j. 3, h. 278, QS. al-Baqarah: 255

[2] al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân,j. 6, h. 399, QS. al-An’am: 18

[3] al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân,j. 6, h. 390, QS. al-An’am: 3

[4] al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân,j. 7, h. 148, QS. al-An’am: 158

[5] al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân,j. 11, h. 333-334, QS. al-Anbiya’: 87

[6] al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân,j. 20, h. 55, QS. al-Fajr: 22

[7] al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân,j. 18, h. 216, QS. al-Mulk: 16

10

Anda mungkin juga menyukai