Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AGAMA

“KAJIAN NILAI-NILAI KETUHANAN”

Disusun oleh:

Kelompok 4:

 Khairunnisa Nabila (231072014)


 Yusri Yawati Alawiya Yamani (231072025)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
TAHUN 2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Nilai-Nilai Ketuhanan 3

B. Konsep Pemikiran Manusia Tentang Tuhan 4

C. Tuhan Menurut Islam 7

D. Pembuktiaan Wujud Tentang Tuhan 8

BAB III PENUTUP 11


A. Kesimpulan 11

B. Saran 11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...12

i
KATA PENGANTAR

Segala Puji kehadirat Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya


menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia
mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Kajian
Nilai-Nilai Ketuhanan”. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, oleh karena itu
penyusun mohon untuk saran dan kritiknya demi perbaikan makalah kami
berikutnya.

Pontianak, September 2023

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai umat beragama, apapun agama dan kepercayaannya akan
mengenal namanya tuhan. Tuhan adalah Dzat yang menyiptakan alam
semesta, yang maha kuasa dan mengatur segalanya. Tiada sesuatu yang
menyerupainya dan dia tidak butuh kepada makhluknya.
Penanaman nilai ketuhanan merupakan suatu kesadaran dan
terencana, dsalam hal mengenal, memahami, serta menghayati,
mengamalkan sehingga timbul untuk mengimani agama yang dianutnya.
Sesungguhnya amalah lahiriyah berupa ibadah Mahdhah dan muamalah
tidak akanmencapai kesempurnaan, kecuali jika didasari dan diramu
dengan nilai keutamaan tersebut. Sebab nilai-nilai tersebut senantiasa
mengalir dalam hati dan tertuang dalam setiap gerak serta perilaku
kesehariaan.
Pendidikan modern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai
arah dan pengaruhnya telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi
penerus. Jika tidak panda membina jiwa generasi mendatang, "dengan
menanamkan nilai-nilai keimanan dalam nalar, pikir dan akal budi
mereka". Maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh negatif
pendidikan modern. Mungkin mereka merasa ada yang kurang dalam isi
spiritualitanya dan berusaha menyempurnakan dari sumber-sumber lain.
Bila ini terjadi, maka perlu segeradiambil is tindakan, agar pintu
spiritualitas yang terbuka tidak disi oleh ajaran lain yang bukan berasal
dari ajaran spiritualitas islam.

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah tuhan itu?
2. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang tuhan?
3. Bagaimana tuhan menurut agama-agama lain?
4. Bagaimana pembuktian wujud tuhan?

1
C. Tujuan
1. Mengatahui siapa tuhan itu.
2. Mengetahui sejarah pemikiran manusia tentang tuhan.
3. Mengetahui pengertian tuhan menurut agama – agama lain.
4. Mengetahui pembuktian wujud tuhan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai – Nilai Ketuhanan


Dilihat dari perspektif islam, pendidikan terikat oleh nilai
ketuhanan (theistik). Karena itu, pemaknaan pendidikan merupakan
perpaduan antara keunggulan spiritual dengan kultural. Bertolak dari
pemikiran ini, kesadaran beragama semestinya membingkai segala ikhtiar
pendidikan. Dengan demikian, budaya akan berkembang dengan
berlandaskan nilai-nilai agama, yang pada gilirannya akan melahirkan
hasil cipta, karya, rasa, dan karsa manusia yang sadar akan nilai-nilai
ilahiyah.
Kesadaran beragama yang mengkristal dalam pribadi orang yang
beriman dan bertaqwa adalah wujud dari kepatuhannya terhadap Allah
Swt. Kepatuhan ini dilandasi ole keyakinan dalam diri seseorang
mengenai seperangkat nilai religius yang dianut. Karena kepatuhan, maka
niat, ucap, pikir, tindakan, perilaku, dan tujean senantiasa diupayakan
berada dalam lingkup nilai-nilai yang diyakini.Apabila hal itu dikaitkan
dengan tujuan akhir dalam mencapai manusia yang beriman dan
bertaqwa serta memiliki akhlak yang mulia, maka kesadaran beragama
memiliki peran yang signifikan dalam mencapai tujuan tersebut.
Secara hakiki sebenarya nilai ini merupakan nilai yang memiliki
dasar kebenaran yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai
sebelumnya. Nilai ini bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya
dari Tuhan. Cakupan nilainya pun lebih luas. Struktur mental manusia
dan Kebenaran mistik-transedental merupakan dua sisi unggul yang
dimiliki nilai agama. Karena itu, nilai tertinggi yang harus dicapai adalah
kesatuan. Kesatuan berarti adanya keselarasan semua unsur kehidupan;
antara kehendak manusia dengan perintah Tuhan, antara ucapan dan
tindakan, atau antara itikad dengan perbuatan.

3
4

B. Konsep Pemikiran Manusia Tentang Tuhan


1. Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia
adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui
pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian
rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama,
dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya
proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan
meningkat menjadi sempuma. Teori tersebut mula-mula dikemukakan
oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson
Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang
Than menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut :
a. Dinamisme
Menurut pemahaman ini, manusia sejak zaman primitif
telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam
kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut
ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada
manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang
berpengarh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut
dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah
(Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang
tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Ole karena
itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama
tidak dapat diindera, tetapi a dapat dirasakan pengaruhnya.
b. Animisme
Masyarakat primitf pun mempercayai adanya peran roh
dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik,
mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai
sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu,
roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa
senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi.
Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif
5

dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh.


Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu
usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak
memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi
sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian
disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu
sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab
terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang
membidangi angin dan lain sebagainya.
d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap
kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui
diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan
yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat
menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui
satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia mash
mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan
untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat
Nasional).
e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah
menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu
Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk
monoteisme ditiniau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga
paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme. Evolusionisme
dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh
Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang
(1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat
primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya
rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen.
6

Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan


sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka
berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-
angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya
sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang
evolusionisme dan memperkenalkan tori baru untuk memahami
sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Than tidak
datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu.
Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan
bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan
masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti
bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah
monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu
Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).
2. Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu
Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang
bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara
keduanya. Sebab timbulnva aliran tersebut adalah karena adanya
perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan
pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional.
Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan
antara kontektual dengan tektual sehingga lair aliran yang bersifat
antara liberal dengan tradisional. Ketiga cork pemikiran ini telah
mewarnai seiarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam. Aliran
tersebut yaitu:
Mu'tazilah vang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim.
serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua
ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa
besar, tidak kafir dan tidak mukmin. la berada di antara posisi
7

mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).


Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur
golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana
agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan
memperkenalkan tori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka
menyatakan bahwa ide tentang Than tidak datang secara evolusi,
tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil
berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang
dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan
didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat
primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari
ajaran wahyu Tuhan.
C. Tuhan Menurut Agama
1. Islam
Menyebutkan nama Tuhan dengan sebutan Allah. Nama allah dapat
dilihat pada surat Al Ikhlas ayat 1 dan 2 yang berbunyi:

a." Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa.

b. Allah tempat meminta segala sesuatu."


Dapat dilihat juga pada surat Al Fatihah ayat 1, AlHajj ayat 73 dan
ayat-ayat lain
2. Katolik dan Kristen
Ajaran ketuhanan dalam Kristen termasuk Gereja Romawi
Katholik adalah sebagaimana tercantum dalam Kredi imam Rasuli
vaitu Tri Tunggal yang terdiri dari Allah Bapa, Allah Putra, dan Roh
Kudus, ketiganya adalah pribadi Allah.
3. Hindu
Ajaran ketuhanan sebagaimana tertuang dalam R veda 1.1164,
8

mereka menyebutTuhannya dengan Indra, Mitra, Waruna, Agni.


Dalam istilah Tuhan Yang Maha Esa, disebut Dewa. Dewa
mengandung dua pengertian yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan Dewa
yang diciptakan yang paling tinggi.
4. Budha
Budha adalah sebutan bagi orang yang mencapai kesempurnaan.
Orang yangmencapai kesempurnaan adalah Sidharta Gautama.

D. Pembuktian Wujud Tuhan


Banyak sekali bukti-bukti yang dapat digunakan untuk
menunjukkan bahwa Tuhan adalah Wujud (ada). Bukti klasik yang sering
digunakan adalah tentang adanya alam semesta. Setiap sesuatu yang ada
tentu diciptakan dan pencipta pertama adalah Than. Pembuktian dengan
pendekatan seperti diatas sebenarnya bukanlah hal baru lagi. Jauh
sebelum umat Islam menggunakan pembuktian semacam it Plato telah
mengemukakan tori dalam bukunya Timaeus yang mengatakan bahwa
tiap-tiap benda yang terjadi mesti ada yang menjadikan.
Sebagaimana pun bukti-bukti klasik dapat menunjukkan tentang
esensitas wujud Tuhan, namun mereka yang mash saja menganggap
dirinya sebagai atheis tetap saja tidak menerima kebenaran ilmiah hakiki
bahwa Tuhan terbukti ada.
1. Pembuktian melalui pendekatan klasik
a. Kemungkinan Ada dan Tiadanya Alam (Contingency)
Adanya alam semesta seta organisasinya yang
menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak
memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah
menciptakannya. Jika percaya tentang eksistensi alam, maka
secara logika harus percaya tentang adanya Pencipta Alam.
Berdasarkan logika yang sama tentang adanya alam dalam
membuktikan adanya Sang Pencipta, maka ketika alam serta
organisasinya yang menakjubkan tersebut kemudian mejadi tidak
ada, ketiadaan tersebut secara logis juga membuktikan adanya
9

satu Dzat yang meniadakannya.


b. Rangkaian Sebab Akibat (Cosmological)
Prof. Dr. H. M Rasjidi memberikan perumpamaan dalam
bukunya: Kalau dua batang pohon berdiri berdampingan satu
sama lain dalam hutan, bila yang satu mati dan yang satu tetap
hidup. orang akan beranggapan bahwa ada sebab-sebab dan
faktor-faktor yang menimbulkan adanya keadaan yang berlainan
itu. Jika kita amati dengan seksama apa yang dikemukakan oleh
beliau kita akan menemukan satu bukti besar bahwa allah itu ada.
2. Argumentasi Menurut Al-Qur’an
Allah Swt. Berfirman,termaktub dalam surat Al-Fatihah ayat 2
yang berbunyi :

Artinya : “ Seluruh puja dan puji hanyalah milik Allah Swt,Rabb


alam semesta”. Lafadz Rabb dalam ayat tersebut,artinya
Tuhan yang dimaksud adalah Allah Swt.
Allah Swt sebagai “Rabb” dijelaskan dalam surat Al-A’la ayat 2-
yang berbunyi :

(2) “ Yang menciotkan lalu menyempurnakan (Ciptaan-Nya)”

(3) “ Yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi


petunjuk”
Terjemahannya:
10

“ Allah yang menciptakan dan menyempurnakan, yang menentukan


ukuran-ukuran ciptaanya dan memberi petunjuk”. Dari ayat tersebut
jelaslah bahwa Allah Swt yang menciptakan ciptaanya, yaitu alam
semesta,menyempurnakan,mementukan aturan-aturan dan memberi
petunjuk terhadap ciptaannya. Dalam menciptakan sesuatu memang
Allah berfirman Kun Fayakun yang artinya jadilah maka jadi.
11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep tentang Ketuhanan, menurut pemikiran manusia, berbeda dengan
konsep Ketuhanan menurut ajaran Islam. Konsep Ketuhanan menurut
pemikiranmanusia baik deisme, panteisme, maupun eklektisme, tidak
memberikan tempat bagi ajaran Allah dalam kehidupan, dalam arti alaran
Allah tidak fungsional. Paham panteisme meyakini Tuhan berperan, namun
yang berperan adalah Zat-Nya, b ukanajaran-Nya. Sedangkan konsep
ketuhanan dalam Islam justru intinya adalah konsep ketuhanan secara
fungsional. Maksudnya adalah bagaimana memerankan ajaran Allah dalam
memanfaatkan eiptaan-Nya. Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai
Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha
Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis menyarankan agar kita
meyakini kalau tuhan itu ada, kita sebagai umat islam harus meyakini
kalau Allah SWT itu esa (satu/tunggal) tidak beranak dan tidak
diperanakkan. Sehingga kita sebagai umat islam wajib mengimani-Nya.
Menjalankan kewajiban dan meninggalkan segala larangan-Nya.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://tafsirweh.com/640-quran-surat-al-baqarah-ayat-163.html
Panggabaya, Konsep Ketuhanan
https://pringgabaya.blogspot.com/2011/01/konsep-ketuhanan.html
Ahmadi, Abu,dkk, 1991. Dasar – dasar pendidikan Agama Islam

12
13

Anda mungkin juga menyukai