Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk sosial Sebagai makhluk sosio (sosial), manusia
tidak dapat melepaskan keberadaannya dari kehidupan dengan manusia lain,
adanya rasa saling ketergantungan, latar belakang yang sama, bentuk empati
terhadap lainnya adalah salah satu unsur yang menciptakan manusia berada
didalam sebuah perkumpulan yang disebut dengan komunitas (masyarakat).
Hidup didalam sebuah komunitas selain memberikan rasa aman juga
melalui komunitas tersebut manusia dapat mengembangkan sumber daya yang
dimilikinya secara maksimal demi mencapai kesejahteraan hidup melalui jalan
pertukaran sosial dan tentunya komunikasi yang baik didalamnya, sedangkan
sebagai makhluk religius, kehidupan manusia tidak dapat lepas dari
hubungannya dengan Tuhan.
Dalam kehidupan beragama khususnya agama Hindu yang memiliki
suatu Pemahaman Konsep Teologi Hindu yang bersumber daripada Kitab Suci
Veda dan Kitab Suci Panaturan, karena kitab suci sebagai pedoman umat Hindu
dalam memperkuat keimanan tentang pengetahuan Ketuhanan.
Agama Hindu di dalam mengembangkan ajarannya sesuai dengan desa
(tempat), kala (waktu/penentuan hari baik atau buruk) dan patra (keadaan sosial
ekonomi, situasi dan kondisi). Selain itu, pelaksanaan ajaran agama Hindu juga
selalu berpegang pada Tiga Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu tattwa (filsafat),
etika (tata susila) dan ritual (Upacara). Ketiga kerangka ini merupakan sebagai
dasar bagi setiap umat Hindu dalam usahanya untuk mencapai ketenangan dan
ketentraman dalam keyakinanya.
Humanisme merupakan pandangan yang memandang bahwa manusia
memiliki satu kehidupan yang diisi dengan kreatifitas dan kebahagiaan, yang
tidak membutuhkan persetujuan ataupun dukungan dari entitas supernatural
manapun, dimana entitas ini sama sekali tidak ada. Dan manusia, dengan

1 1
kecerdasan dan saling bekerjasama, dapat membangun sebuah kedamaian dan
keindahan di muka bumi ini.
Penerapan humanisme tanpa didasari oleh ajaran agama hanya akan
menimbulkan pola pikir, sikap dan perbuatan yang menghancurkan harkat dan
martabat manusia.
Pluralisme Agama merupakan satu wilayah yang sering dijadikan isu
yang aktual hingga saat ini. Dan merupakan persoalan yang tidak habis
dibicarakan satu kali saja, hal ini terlihat dengan banyaknya tulisan yang
membahas mengenai persoalan serupa..
Dengan demikian spirit Pluralisme Agama dapat terbentuk melalui
realitas tersebut.Realitas tersebut dapat kita lihat dalam suatu negara dimana
semakin sulitnya menemukan sebuah negara yang memiliki masyarakat yang
seragam (uniform). Agama merupakan faktor penggerak yang memotivasi
manusia untuk melakukan berbagai perilaku dan pemikiran yang akan berbeda
antara satu dengan yang lain.Perbedaan tersebut terjadi karena pada fitrahnya
manusia memiliki perbedaan dalam sebuah pemikiran.Namun setidaknya, dalam
menganut sebuah agama, manusia yang beragama secara umum dibedakan
menjadi tiga hal, yakni eksklusif, inklusif dan pluralis. Dalam penafsirannya,
sikap eksklusif dan inklusif merupakan sikap-sikap yang dianggap kurang
mendukung terhadap kerukunanantar umat beragama, hal ini terjadi karena
adanya sikap sentimen terhadap eksistensi agama lain, dan juga rentan menjadi
bahan bakar yang akan memperparah keadaan.
Pluralisme sebagai sebuah sikap mengakui adanya perbedaan-perbedaan
harus diterapkan agar dapat bersikap inklusif di dalam keberagaman.
Ideologi mempunyai peranan penting dalam menentukan pandangan
hidup suatu negara. Setiap negara di dunia mempunyai pandangan hidup
masingmasing yang telah disesuaikan dengan budaya dan karakter warganya.
Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia mengandung nilai-nilai kebangsaan,
yaitu cara berfikir dan cara kerja perjuangan bangsa.

2
Diterimanya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar
Negara, membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu
dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi pengaturan serta
penyelengggaraan negara. Pengakuan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
mengharuskan kita sebagai bangsa untuk mentransformasikan nilai-nilai
Pancasilai itu ke dalam sikap dan perilaku nyata baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Derasnya arus globalisasi menyebabkan semakin lunturnya nilai-nilai
karakter bangsa di masyarakat khususnya pada anak-anak. Dengan adanya
pertukaran budaya bangsa, banyak budaya asing yang masuk yang akhirnya
merusak nilai-nilai karakter bangsa. Anak-anak lebih menyukai budaya asing
daripada budaya asli bangsa ini. Hal ini dibuktikan dengan perasaan yang bangga
menggunakan produk luar negeri. Selain itu lunturnya nilai-nilai kebangsaan bisa
dibuktikan dengan semakin banyaknya fenomena pembatasan bahkan
penghapusan upaya penanaman nilai kebangsaan di sekolah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan hindu mengenai pluralisme ?
2. Bagaimana pandanhan hindu mengenai Humanisme ?
3. Bagaimana ideology dalam hindu ?

1.3 Manfaat dan Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat ditarik manfaat dan tujuan
penulisan sebagai berikut:
1. Mengetahui pandangan hindu mengenai pluralisme
2. Mengetahui pandangan hindu mengenai Humanisme
3. Mengetahui Ideoli dalam agama Hindu

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teologi


Di dalam The New Oxford Illustrated Dictionary (1978:1736)
pengertian teologi dinyatakan sebagai berikut: Science of religion, study of God
or gods, esp. of attributes and relations with man etc.; yang berarti ilmu agama,
studi tentang Tuhan Yang Maha Esa atau Para Dewa, teristimewa tentang
atribut-Nya dan hubungannya dengan manusia, dan sebagainya. Adian dalam
Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan dan Kesetaraan (2001:52) menyatakan
teologi adalah pengetahuan Yang Illahi. Kata logi berasal dari bahasa Yunani
logos yang dapat diartikan sebagai pengetahuan yang berkadar pengetahuan
tinggi berbeda dengan opini sehari-hari. Logos berbeda dengan opini karena ia
murni kontemplasi tanpa digayuti kepentingan apapun. Teologi kemudian dapat
diartikan menjadi pengetahuan kontemplatif, bebas kepentingan, dan benar
tentang Yang Ilahi.
Kata teologi berasal dari kata theos yang artinya ‘Tuhan’ dan ‘logos’
artinya ‘ilmu’ atau ‘pengetahuan’. Jadi teologi berarti ‘pengetahuan tentang
Tuhan’. Ada banyak batasan atau definisi teologi sebagaimana uraian berikut:
telogi secara harfiah berarti teori atau studi tentang ‘Tuhan’. Dalam praktek,
istilah dipakai untuk kumpulan doktrin dari kelompok keagamaan tertentu atau
pemikiran individu (Maulana, dkk. 2003: 500).
Pada mulanya teologi merupakan istilah yang digunakan oleh para
pemikir Kristen untuk menunjukkan suatu disiplin ilmu yang membahas hal
Tuhan dan Ketuhanan. Terminologi teologi telah menjadi disiplin ilmu yang
diakui oleh para pakar atau ilmuwan dan secara aksiologis atau manfaat dalam
penerapannya telah meluas ke seluruh dunia. Disiplin ilmu teolgi menjadi
demikian sangat berarti, karena keberadaannya telah memenuhi tiga persyaratan
sebagai sebuah ilmu pengetahuan, yakni: (1) syarat ontologis atau objeknya
jelas, (2) syarat epistemologis (procedure), dan (3) syarat aksiologis (makna atau

4
manfaat). Karena keabsahan dan keakuratan dari disiplin ilmu teologi tersebut,
maka epistemologi teologi telah menjadi pola, patokan, rujukan dalam berteologi
dari semua agama tanpa menyadari bahwa terminologi teologi setiap agama
tidak persis sama (Donder, 2006:15).

2.2 Teologi Hindu


Etimologi Teologi, ada banyak definisi (terminologi) tentang istilah
teologi ini, namun pada hakikatnya semua definisi ini mengarah pada satu
pengertian, yaitu pengetahuan “Tuhan”. secara umum, teologi adalah studi iman
agama, praktik dan pengalaman atau spiritualitas.
Ontologi teologi adalah sebuah ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu
pengetahuan, teologi harus mampu membuktikan kebenaran ilmu
pengetahuannya. Pembuktian teologis, walaupun melibatkan daya nalar manusia,
namun teologi tetap bertumpu pada pewahyuan dan kebenaran-kebenaran iman
(Donder,2009:1-14).
Pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa dalam Brahma sutra sebagai
berikut : Janmadyasya yatah (I.1.2), yang oleh Swami Sivananda diterjemahkan
sebagai berikut : janmadi adalah Asal mula dan lain-lain (pemeliharaan dan
peleburan); asya adalah dari dunia ini; yatah adalah dari mana. Brahman adalah
asal muasal dari alam semesta dan segala isinya. Tuhan Yang Maha Esa yang
disebut Brahmanini merupakan asal mula segalanya. Beberapa penjelasan
tentang Tuhan Yang Maha Esa merupakan asal mula segalanya dalam kitab
suci Rg Veda, sebagai berikut :
Purusa evedam sarvam
yadbhutam yacca bhavyam,
utamrtatvasyesa no
yadannenati rohati.
Artinya:
Tuhan sebagai wujud kesadaran agung merupakan asal dari segala yang telah
dan yang akan ada. Ia adalah raja di alam yang abadi dan juga di bumi ini
yang hidup dan berkembang dengan makanan
(Rgveda X.90.2).

5
Ada lima macam pendekatan teologis dalam studi agama, yaitu:
1. Teologi agama-agama (theologies of religions), yaitu teologi tertentu yang
muncul dalam tradisi keagamaan tertentu. Jadi teologi agama-agama
adalah teologi yang mempelajari tentang teologi tertentu yang muncul dari
tradisi-tradisi keagamaan. Pada setiap agama merniliki tradisi-tradisi yang
sulit dicari sumbernya dalam kitab suci.
2. Teologi-teologi agama (theologies of religion) yaitu berbagai sikap
teologis dalam tradisi keagamaan partikular yang diadopsi dari luar
agama. Jadi teologi-teologi agama adalah teologi yang mempelajari
tentang sikap teologis suatu agama terhadap tradisi-tradisi keagamaan
yang diambilnya dan luar agamanya. Misalnya orang Kristen di Bali
menggunakan ‘banten’ ke gereja, menggunakan ‘penjor’ saat hari raya
Natal dan Tahun Baru, menggunakan pakaian adat Bali yang lazim
digunakan ke pura oleh umat Hindu namun digunakan oleh umat Kristen
Bali ke gereja.
3. Teologi agama (theology of religion) yaitu upaya membangun suatu
teologi agama yang lebih universal yang dalam hal ini
mengkonsentrasikan pada kategori-kategori transenden. Jadi
pendekatannya mempelajari tentang teologi yang universal yang
memfokuskan diri pada yang transenden (spiritual, kesucian).
4. Teologi agama-agama global (a global theology of religion) yaitu dimulai
dari situasi global dalam seluruh kompleksitas, moral manusia, natural,
dan dari sana kemudian mengkonseptualisasikan kembali kategori-
kategori teologis yang muncul dan tradisi keagamaan tertentu yang dapat
mengarahkan perkembangan situasi global, yang mempengaruhi setiap
orang. Jadi teologi agama-agama global adalah teologi yang mempelajari
kompleksitas agama termasuk di dalamnya; moral, manusia, natural, serta
mengkonstruksi atau mengkonseptualisasikan kembali kategori-kategori
teologis itu.

6
5. Teologi agama perbandingan (comparative theology of religion). Melalui
membaca teologi-teologi agama tertentu, kita akan mengeksplorasikan
beberapa titik temu dan perbandingan teologis. Jadi teologi agama
perbandingan adalah teologi yang mempelajari agama-agama melalui
memperbandingkan lewat uraian-uraian teologis setiap agama.

2.3 Humanisme Hindu


Teori belajar humanisme dikemukakan beberapa prinsip belajar yang
penting yaitu: (1) manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar,
memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang
mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2) belajar
akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan
kebutuhan peserta didik, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi
ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada
belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan
diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan
pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6)
kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan
dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)
Veda memberikan ajaran agar manusia menganggap bahwa Tuhan
adalah segala-galanya. Manusia perlu menanamkan dalam pikiran bahwa dunia
adalah satu keluarga besar. Konsep humanisme yang sangat penting ini terdapat
dalam Catur Veda. Dalam mantra di atas juga terdapat konsep humanisme yaitu
agar semua manusia dapat maju bersama.
Humanisme yang berdasarkan kedamaian atau “shanti” diungkapkan
dalam Shanti Mantra dalam Yajurveda. Apa arti kata “shanti” atau damai yang
biasanya diucapkan 25 kali dalam yadnya? Kata “shanti” tersusun atas tujuh
suara yang terdapat dalam Samaveda. Tujuh suara tersebut adalah: sa, re, ga,
ma, pa, dha, ni. Pada waktu tujuh suara ini menjadi satu muncullah nada musik
yang berbeda-beda yang memberikan kedamaian.

7
Konsep humanisme pada intinya adalah berpikir secara optimis untuk
mengembangkan sifat-sifat baik dalam diri manusia. Mahatma Gandhi sendiri
menganggap cinta terhadap semua makhluk adalah konsep humanisme.
Konsep humanisme ini sangat diperhatikan dalam Veda, sehingga dikatakan
bahwa sebelum membangun hal yang lain, manusialah yang harus dibangun
lebih dahulu. Karena itu selalu diingatkan hendaknya kita menjadi manusia yang
baik, selalu maju, dan tidak mengalami kemunduran. Manusia yang baik adalah
manusia yang mencintai semua makluk di dunia. entimen manusia sudah muncul
dari zaman dahulu. Pada waktu itu, jika manusia mengalami kesulitan maka
yang lain ikut merasakannya. Akan tetapi semakin lama, sentimen ini mulai
melemah dan akhirnya menghilang. Orang-orang yang berbicara agama, filsafat
dan yang merasa dirinya berbudaya (walaupun tidak semua), pada masa
sekarang sudah mulai menikmati hidupnya sendiri tanpa memperdulikan nasib
orang lain yang berada dalam kesulitan. Di samping itu sentimen kemanusiaan
hanya membahas tentang kesulitan manusia dan kesusahan mereka, akan tetapi
mengabaikan hak binatang dan makhluk lain seolah-olah Tuhan menciptakan
mereka untuk manusia.
Konsep Veda di sini sangat jelas bahwa manusia sesungguhnya harus
lepas dari sentimen-sentimen sempit yang dapat memecah belah persatuan dan
perlu menanamkan dalam pikiran bahwa dunia adalah satu keluarga besar.
Sebuah pernyataan terdapat di dalam Veda yaitu “Dvepade catuṣpade” yang
artinya “Lindungilah manusia dan makhluk lain”. Humanisme dalam arti luas
adalah menginginkan semua makhluk bisa hidup saling mencintai dan peduli,
baik dalam suka maupun duka. Dalam hal ini bukan hanya hak manusia yang
diperhatikan. Oleh karena itu Acarya Vinoba Bhave memperkenalkan
konsep Sarvodaya yang artinya kemakmuran untuk semua makhluk.

Ajyeṣṭhāso akaniṣṭhāsa ete sambhrātaro vāvṛdhuh saubhagāya


Yuvā pitā svapā Rudra eṣām sudughā pṛśnih sudinā marudbhyah
Artinya :

8
Wahai manusia, tiada yang besar dan tiada yang kecil di antara
kalian,Semua adalah saudara, majulah demi kemajuan. Para pemuda
melaksanakan karma utama yang menghancurkan kejahatan, Penyayang
seperti sifat orang tua mereka, Dan setiap hari berusaha mencapai
keinginannya,Dengan demikian semua manusia hidup dalam kesejahteraan
dan kebahagiaan
(Rgveda: V.60.5)

2.4 Pluralisme dalam Hindu


Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (DEPDIKNAS, 2012) disebutkan
pluralitas artinya kemajemukan. Plural bermakna jamak; lebih dari satu,
sedangkan pluralisme diartikan sebagai keadaan masyarakat yang majemuk
(bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya). Pluralitas secara bahasa
merupakan kata serapan dari bahasa Inggris plurality yaitu keragaman. Dalam
bahasa Indonesia kata ini juga bermakna keragaman.
Dalam suatu Kebhinekaan, memelihara keharmonisan hubungan antara
sesama (merawat pluralitas) belum tentu dapat berjalan dengan lancar, pasti akan
terdapat banyak hambatan yang harus dilalui. Oleh karena itu, untuk memelihara
keharmonisan hubungan ini, Tuhan menurunkan agama yang oleh penganutnya
diyakini mengandung pedoman dasar dalam mengatur hubungan antar sesama
manusia serta sebagai sumber ketenangan, karena ajaran agama diyakini dapat
memberi alur dan makna kehidupan. Namun di lain sisi, agama juga mempunyai
potensi munculnya suatu konflik. Menurut Effendi (2012) sebagaimana dikutip
Arimbawa & Dewi (2020), mengungkapkan bahwa agama seolah digunakan
sebagai ‘senjata’ untuk melakukan gerakan yang bersifat memaksakan kehendak
kepada orang lain supaya turut serta dan taat pada agama yang diyakininya. Hal
ini dilakukan dengan dalih ‘jihad’ atau tegaknya ‘kerajaan Tuhan’ di muka bumi.
Sikap seperti itulah yang kita kenal sebagai sikap eksklusivitas beragama, yang
berusaha mengingkari bahkan menolak realitas keagamaan yang plural. Pada
akhirnya sikap semacam ini akan menimbulkan klaim terhadap kebenaran (truth

9
claim). Agama sayalah yang paling benar, agama lain sesat dan menyesatkan
(other religions are false paths, that misled their followers). Karena klaim
kebenaran itulah, kemudian agama sering dituding sebagai pemicu konflik di
tengah kehidupan bermasyarakat. Namun, jika kita mau melihat dengan lebih
jernih, sebenarnya bukan agamalah sebagai penyebab utama terjadinya konflik
antar umat beragama, melainkan ‘ketersesatan’ pemahaman penganutnya
terhadap ajaran agamalah yang menyebabkan prakteknya menyimpang. Bahkan
ada juga faktor-faktor di luar agama, seperti ekonomi maupun politik juga ikut
ambil bagian.
Hinduisme yang dibangun di atas Sanathana Dharma sejak awal
keberadaannya telah meletakkan pluralisme sebagai suatu rta “kebenaran alam”
yaitu kebenaran kedua setelah kebenaran pertama yaitu Satya “Kebenaran
Tuhan”. Jika Tilak Sastri berpendapat bahwa Hinduisme sudah ada sejak 6000
SM, maka sejauh itulah pluralisme dalam Hindu telah ditanamkan. Tetapi jika
asumsi yang digunakan Donder (2004) bahwa Hinduisme atau Sanathana
Dharma yang bersumber dari Veda adalah brosur alam semesta maka pluralisme
telah ditanamkan dalam Veda sejak alam semesta diciptakan.
Pengakuan Hindu terhadap pluralitas kehidupan sebanding dengan
penghargaannya terhadap pluralisme itu sendiri. Pluralitas merupakan realitas
yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan masyarakat. Berkaitan dengan
keragaman, dapat ditemukan dalam sloka-sloka berikut ini:
Janaṁ bibhratībahudhāvivacasaṁ nānādharmāṇaṁ pṛthivīyathaukasam,
sahasraṁ dhārādraviṇasya me duhāṁ dhruveva dhenuranapasphurantī
(Atharvaveda XII.1.45)

Terjemahannya: Semoga bumi ini menjaga keberlangsungan hidup umat


manusia yang berbicara dalam berbagai bahasa, menjalankan adat istiadat
(-dharman) yang berbeda-beda, yang tinggal di wilayah berbeda-beda
pula, semoga bumi ini menganugerahkan seribu aliran kemakmuran,

10
bagaikan curahan susu yang tanpa henti (dhruva) dihasilkan oleh sapi
(Sāyaṇācārya, 2005)

Ye yathāmāṁ prapadyante
tāṁs tathaiva bhajāmy aham
mama vartmānuvartante
manuṣyāḥ pārtha sarvaśaḥ
(Bhagawad Gita IV.11).
Terjemahannya: Bagaimanapun (jalan) manusia mendekati-Ku, Aku
terima, wahai Arjuna. Manusia mengikuti jalan-Ku pada segala jalan (Pudja,
1999).

Sloka serta kutipan Tutur Jatiswara di atas menunjukkan betapa Hindu


sangat menyadari, menerima dan menghargai pluralitas sebagai konsekuensi
kehidupan. Pengakuan toleransi Hindu dan penghargaan atas pluralisme, diakui
oleh Nasution (1995) yang menyatakan: “Kalau kita tinjau pula agama Hindu,
ahli-ahli tentang agama sejarah agama mengatakan bahwa tak terdapat
buktibukti adanya intoleransi beragama di dalam agama Hindu. Pertentangan
agama jarang dijumpai dan pertukaran agama terjadi dalam suasana damai dan
dengan tidak menimbulkan ketegangan dalam masyarakat. Agama Hindu
bersifat filosofis dan oleh karena itu dapat melihat dan menghargai kebenaran
yang ada dalam agama lain. Dengan demikian, agama ini bersifat toleran.
Bahkan ada yang berpendapat bahwa toleransinya terlalu besar sehingga dapat
menerima agama-agama yang bersifat magis.
Secara historis, Hindu telah menunjukkan sikap bagaimana mewujudkan
hidup rukun dalam interaksinya dengan agama yang lain. Ketegasan Hindu
dalam mewujudkan kerukunan, tidak hanya termaktub secara tekstual-teoritik
saja, tetapi sinergi dalam praksisnya. Hindu menyuarakan betapa bersemangat
menyuarakan toleransi beragama kepada dunia, seperti yang disampaikan oleh

11
Swami Vivekananda di World Parliament of Religions di Chicago pada
september 1893 yang lalu. Sikap toleransi begitu penting dalam konteks
pluralitas beragama, sebab hanya dengan cara itulah rasa hormat dan
penghargaan itu terwujud. Toleransi dalam konteks pluralisme berarti
menghormati dan menghargai keyakinan agama lainnya, serta menghindarkan
diri untuk bersikap merendahkan dan menistakannya.
Oleh karena itu diperlukan upaya atau sikap konkrit untuk mewujudkan
toleransi terwujud, yaitu: 1) Widya, yang dalam konteks pluralitas dan kerukunan
beragama dimaknai sebagai pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
penghayatan dalam melihat keragaman sebagai kenyataan dan bagian dari
kehidupan; 2) Maitri, yang dimaknai sebagai cinta kasih yang tulus kepada
makhluk (orang) lain. Dalam konteks ini, Maitri berarti sikap menghormati dan
menghargai keyakinan dan pilihan iman orang lain; 3) Ahimsa, berarti sirnanya
hasrat menyakiti atau membunuh terhadap makhluk (orang) lain. Dalam konteks
kerukunan beragama, Ahimsa tiada lain adalah lenyapnya hasrat untuk
melecehkan, menghina, dan menistakan keyaninan atau agama yang lain; dan 4)
Santi, yang diartinya kedamaian. Sehingga Pluralisme dalam Kebhinekaan di
Indonesia dapat terwujud.

2.5 Kaitan Agama dan Ideologi


Istilah ideologi sendiri pertama kali dikenalkan oleh Destutt De Tracy.
Dia merupakan pemikir Perancis yang memposisikan ideology vis a vis dengan
gagasan teologis dan metafisika tradisional. Ideology dalam pengertiannya
bersifat positifistik yang tujuannya untuk menemukan kebenaran di luar otoritas
agama. Ide-idenya ini terpengaruh oleh gagasan zaman pencerahan terutama
Francis Bacon yang mencoba mensterilkan ilmu pengetahuan dari prasangka
agama, kepentingan pribadi, dan kepercayaan mistik-metafisik dengan
mengukuhkan metode ilmiah sebagai satu-satunya epistemologi yang sahih.
Ideologi mengatur bagaimana kita hidup berdampingan dengan orang
lain dengan nilai tertentu yang kita yakini (particular), dia juga mengatur

12
bagimana masyarakat diatur dan diorganisasikan demi kesejahteraan bersama
(universal) tentunya dengan tujuan-tujuan yang ideal demi kemaslahatan umat
manusia. Ideologi bukanlah fantasi perorangan, namun terjelma dalam cara
hidup kolektif masyarakat. Secara sederhana ada dua jenis ideologi: Ideologi
manusiawi dan ideologi kelas. Ideologi manusiawi adalah ideologi yang
didedikasikan untuk seluruh umat manusia, bukan untuk kelas, ras atau
masyarakat tertentu saja. Format ideologi seperti ini meliputi seluruh lapisan
masyarakat dan tidak hanya lapisan atau kelompok tertentu saja.
Agama adalah ajaran yang diturunkan oleh Tuhan untuk dijalankan oleh
umat pemeluknya di muka bumi. Adapun tujuannya adalah, supaya manusia
dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Agama juga mengatur
bagaimana manusia berhubungan. Yaitu, hubungan dengan sesama dan dengan
Tuhannya. Tentu, setiap agama mempunyai ritualitas keagamaan yang berbeda-
beda.
Agama di era modernitas ini bisa dibilang telah kehilangan ruhnya.
Masyarakat modern lebih menonjolkan sisi rasionalitas dalam mencari
kebenaran ketimbang percaya begitu saja pada mitos. Namun sesungguhnya
mereka tetap beriman. Hal ini senada dengan pernyataan Paull Tillich yang
menyebutkan bahwa, setiap orang memiliki keimanan, karena setiap orang
memiliki suatu “urusan terdalam” (ultimate concern), walaupun mereka tidak
menyadarinya
Agama dan ideologi merupakan dua sisi mata uang yang saling berkait.
Ideologi bisa disebut agama karena bisa memberikan jalan menuju “yang-ideal”
bagi para penganutnya. Begitu juga sebaliknya, agama bukan saja sebagai proses
spiritual semata tetapi juga memberikan gambaran “yang-ideal” dan mengatur
kehidupan sosial, politik, maupun, budaya.
Konflik antar agama dan konflik ideologi dalam dasawarsa terakhir
dipengaruhi beberapa hal. Penulis sendiri berpendapat bahwa ada dua akar
penyebab dari terjadinya konflik di abad modernitas ini. Konflik ini berakar
pada: pertama, karena konflik ekonomi yakni penguasaan aset ekonomi yang

13
hanya dimiliki oleh segelintir orang yang memilki modal/ kapital. Kedua, karena
terancamnya eksistensi identitas kelompok, etnis, agama, Negara dan juga
ideologi. Konflik tersebut lebih disebabkan karena globalisasi yang
berkeinginan/memaksakan diri sebagai tatanan tunggal di muka bumi.
Globalisasi tidak memandang dan mengenal batas-batas Negara, agama, dan
ideology, globalisasi merupakan proyek besar neoliberal yang memaksakan
tatanannya atas tatanan dan sistem lainnya.
Tidak sedikit pemikir ilmu sosial yang menganggap bahwa ideologi
telah mati dan pertarungan ideologi dimenangkan oleh kapitalisme global.
Fukuyama misalnya, ia menyebutkan bahwa apa yang kita saksikan ini bukanlah
akhir perang dingin, atau sejarah pasca perang tetapi akhir dari sejarah, yakni
titik akhir dari evolusi ideologi umat manusia dan universalisasi demokrasi
liberal barat sebagi bentuk final pemerintahan umat manusia (Fukuyama, 2004).
Sementara itu Daniel Bell, sosiolog Amerika, pernah berusaha keras untuk
membunuh ideologi. Era saat ini adalah era akhir zaman ideologi dan memasuki
tahap akhir sejarah yang akan membebaskan manusia dari frustasi dan
mewujudkan aspirasi untuk mendapatkan standar kehidupan yang layak
(Fukuyama, 2004).
Kematian ideologi ini dilatar belakangi dari asumsi bahwa kapitalisme
yang diwakili Amerika telah menang melawan USSR yang berideologi
komunisme. Kapitalisme telah menunjukkan hegemoninya atas ideologi lainnya,
terutama komunisme. Kehancuran komunisme sendiri ditandai dengan
dihancurkan tembok berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur
pada tahun 1990-an. USSR sendiri telah terpecah belah kedalam Negara-negara
bagian dan lebih condong terhadap Negara kapitalisme yang diwakili Amerika.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan
diantaranya sebagai berikut :
1. Hindu telah menunjukkan sikap bagaimana mewujudkan hidup rukun
dalam interaksinya dengan agama yang lain. Ketegasan Hindu dalam
mewujudkan kerukunan, tidak hanya termaktub secara tekstual-teoritik
saja, tetapi sinergi dalam praksisnya. Toleransi dalam konteks pluralisme
berarti menghormati dan menghargai keyakinan agama lainnya, serta
menghindarkan diri untuk bersikap merendahkan dan menistakannya.
2. Kosep humanisme dalam hindu sudah jelas tertian dalam Rgveda: V.60.5
Ajyeṣṭhāso akaniṣṭhāsa ete sambhrātaro vāvṛdhuh saubhagāya
Yuvā pitā svapā Rudra eṣām sudughā pṛśnih sudinā marudbhyah
Yang artinya : Wahai manusia, tiada yang besar dan tiada yang kecil di
antara kalian,Semua adalah saudara, majulah demi kemajuan. Para pemuda
melaksanakan karma utama yang menghancurkan kejahatan, Penyayang
seperti sifat orang tua mereka, Dan setiap hari berusaha mencapai
keinginannya,Dengan demikian semua manusia hidup dalam kesejahteraan
dan kebahagiaan
3. Agama dan ideologi merupakan dua sisi mata uang yang saling berkait.
Ideologi bisa disebut agama karena bisa memberikan jalan menuju “yang-
ideal” bagi para penganutnya. Begitu juga sebaliknya, agama bukan saja
sebagai proses spiritual semata tetapi juga memberikan gambaran “yang-
ideal” dan mengatur kehidupan sosial, politik, maupun, budaya.

3.1 Saran
Menanamkan pemahaman konsep teologi, pluralisme, humanisme dan
ideologi pancasila pada zaman modern ini guna menumbuhkan sikap wawasan

15 15
kebangsaan dan sikap yang mencegah munculnya krisis kepercayaan diri (self-
confidence) dan rasa hormat diri (self-esteem) serta terjadinya perpecahan dan
konflik yang menyebabkan hancurnya kesatuan Negara Republik Indonesia

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Maskuri, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, Penerbit


Buku Kompas, Jakarta, 2001
A. Hamid S, Pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan
Bermasyarakat Berbangsa dan Bernegara, BP 7 Pusat, Jakarta, 1991.
Asshiddiqie, Jimly. (2007). Ideologi Pancasila dan Konstitusi. Jakarta: Mahkamah
Konstitusi.
Baharuddin, & Makin. (2011). Pendidikan Humanistik. Yogyakarta: ar-Ruzz Media
Hardiman, F. B. (2012). Humanisme dan sesudahnya. Jakarta: KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia).
http://adipustakawan01.blogspot.co.id/2013/06/filsafat-humanisme.html
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan, (Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2011)
Mulyana. (2016). Humanisme dan tantangan kehidupan beragama abad ke 21.
Jurnal Agama dan Lintas Budaya, 1(1), 41-51.
Pudja.1999. Theology Hindu (Brahma Widya). Surabaya : Paramita
Scott Lash, Posmoderinisme sebagai Humanism, (Yogyakarta :Pusaka
Belajar, 2000)
Tanja, Victor I.,Pluralisme Agama dan Problem Sosial, Pustaka Ciderindo, Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai