Disusun oleh :
2020
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Agama sering dipahami sebagai sumber gambaran-gambaran yang
sesungguhnya tentang dunia ini, sebab ia diyakini berasal dari wahyu
yang diturunkan untuk semua manusia. Namun, agama kerap kali dikritik
karena tidak dapat mengakomodir segala kebutuhan manusia, bahkan agama
dianggap sebagai sesuatu yang “menakutkan”, karena berangkat dari
sanalah tumbuh berbagai macam konflik, pertentangan yang terus
meminta korban. Kemudian sebagai tanggapan atas kritik itu, orang mulai
mempertanyakan kembali dan mencari hubungan yang paling otentik antara
agama dengan masalah-masalah kehidupan social budaya kemasyarakatan
yang berlaku dewasa ini. Apa yang menjadi kritik terhadap agama adalah
bahwa agama, tepatnya pemikiran-pemikiran keagamaannya terlalu menitik
beratkan pada struktur-struktur logis argument tekstual (normative). Ini
berarti mengabaikan segala sesuatu yang membuat agama dihayati secara
semestinya. Struktur logis tidak pernah berhubungan dengan tema-tema
yang menyangkut tradisi, kehidupan social dan kenyataan-kenyataan yang
ada di masyarakat.
Melihat kenyataan semacam ini, maka diperlukan rekonstruksi pemikiran
keagamaan, khususnya yang berkaitan dengan pendekatan-pendekatan
teologis yang selama ini cenderung normative, tekstual dan “melangit”,
sehingga tidak bisa terjamah oleh manusia. Oleh karena itu diperlukan
pendekatan-pendekatan teologis yang kontekstual, sehingga dapat dinikmati
oleh manusia dan tidak bertentangan dengan kehidupan social budaya
masyarakat yang ada.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan pengertian teologi ?
b. Bagaimana pendekatan teologis dalam studi islam ?
c. Apa saja macama-macam pendekatan teologis dalam Islam ?
1
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian teologi
b. Untuk mengetahui pendekatan teologis dalam studi islam
c. Untuk mengetahui macam-macam pendekatan teologis dalam islam
B. Pembahasan
2
teologi Islam dijumpai berbagai aliran kalam atau teologi, seperti Mu’tazilah,
Asy’ariyah, Khawarij, Murji’ah dan Syi’ah.2 Adapun pembahasan yang
diusung dalam aliran teologi dalam dunia Islam menyangkut hal-hal sebagai
berikut:
a. Konsep Iman
b. Konsep Keesaan
c. Konsep Kehendak Mutlak Tuhan
d. Konsep Kehendak Bebas Manusia
e. Konsep Keadilan Tuhan
f. Konsep Kasb Manusia
g. Konsep Melihat Tuhan di Akhirat
h. Konsep Janji dan Ancaman Tuhan
i. Konsep Urgensi Wahyu
j. Konsep Status al-Qur’an3
2
Harun Nasution, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: UI Press, 1978), 32.
3
Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Serat Alam Media, 2005), 84
3
Seyyed Hossein Nasr mengungkapkan bahwa dalam era kontemporer ini
ada 4 prototipe pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagamaan
fundamentalis, modernis, mesianis, dan tradisionalis. Masing-masing
mempunyai “keyakinan” teologi yang seringkali sulit untuk didamaikan.
Dalam hal ini memang kurang tepat digunakan istilah teologi, tetapi menunjuk
pada gagasan pemikiran keagamaan yang terinspirasi oleh paham ketuhanan
dan pemahaman kitab suci serta penafsiran ajaran agama tertentu merupakan
bentuk dari pemikiran teologi dalam wajah baru. 4
Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam
pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk
forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing mengklaim dirinya
sebagai yang paling benar, sementara yang lainnya salah. Dengan demikian,
antara satu aliran dengan aliran lainnya tidak terbuka dialog atau saling
menghargai; yang ada hanyalah eksklusifisme, sehingga yang terjadi adalah
pemisahan dan pengkotak-kotakan.
Atas dasar pemaparan di atas, maka pendekatan teologis dalam memahami
agama merupakan upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka
Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari
suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan
yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi, pasti mengacu
kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan
dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang subjektif, yakni bahasa
sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat merupakan ciri yang melekat pada
bentuk pemikiran teologis. 5
Fenomena “mengklaim kebenaran” (truth claim), yang menjadi sifat dasar
teologi, tentu berimplikasi pada pembentukan mode of thought yang bersifat
partikularistik, eksklusif, dan intoleran. Mode of thought seperti ini lebih
menonjolkan aspek perbedaan dengan menutup rapat aspek persamaan. Oleh
karena itu, merupakan tugas mulia bagi para teolog yang berupaya
4
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 29.
5
Eric J.Sharpe, Comparative Religion of History, (London : Duckworth, 1986), 313.
4
memperkecil kecenderungan tersebut dengan cara memformulasikan kembali
khazanah pemikiran teologi dengan mengacu pada titik temu antar penganut
teologi.
Pada kenyataannya, teologi sering berpusat pada persoalan doktrin,
termasuk dalam studi Islam. Gagasan tentang teologi dalam tradisi keagamaan
juga cenderung menitikberatkan elemen konseptual dalam agama sebagai
sesuatu yang lebih sentral dibandigkan dengan praktik, spiritualitas, atau
perilaku.
Selain itu, Frank Whaling mengungkapkan bahwa telah muncul suatu
pandangan baru tentang teologi dalam pandangan dunia (world view) global
kontemporer saat dan berusaha mengonseptialisasikan kategori-kategori
teologis universal guna memenuhi kebutuhan dunia. Ada tiga hal yang
ditekankan oleh pandangan ini; Pertama, teologi senantiasa berkaitan dengan
Tuhan atau transendensi, dilihat secara mitologis, filosofis, atau dogmatis.
Kedua, doktrin tetap menjadi elemen signifikan dalam memaknai teologi.
Ketiga, teologi sesungguhnya adalah aktivitas (second order activity) yang
muncul dari keimanan dan penafsiran atas keimanan.
Selanjutnya, sistem teologis dan bentuk konseptual mengalami
perkembangan. Ia berubah menurut konteks kultural dan concern
kontemporer dalam lingkaran historis yang terus berjalan. Dalam Islam,
penekanan pada Allah sebagai yang transenden; hanya Allah yang
dimediasikan lewat al-Qur’an melalui Muhammad; dan penekanan pada rukun
Islam serta syari’ah (hukum Islam) sebagai kunci bagi kehidupan yang benar,
tetap, dan tidak berubah. 6
6
Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta : LKiS, 2009), 320-331
5
wujud empirik dari suatu agama yang dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan yang lainnya. 7 Model pendekatan ini, oleh
Muh.Natsir Mahmud, disebut sebagai pendekatan teologis-apologis. Hal
itu karena pendekatan ini cenderung mengklaim diri sebagai yang paling
benar. Selain itu, pendekatan teologis normative memandang yang berada
di luar dirinya sebagai sesuatu yang salah.
pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah
pendekatan yang menekankan pada bentuk formal atau simbol-simbol
keagamaan yang masing-masing mengklaim dirinya sebagai yang paling
benar sedangkan yang lainnya sebagai yang salah. Aliran teologi yang
satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnya yang benar sedangkan
paham lainnya salah, sehingga memandang bahwa orang lain keliru, sesat,
kafir, murtad dan lain-lain. Demikian pula paham yang dituduh sesat dan
kafir itu pun menuduh kepada lawannya sebagai yang sesat dan kafir.
Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling mengkafirkan,
saling menyalahkan, tidak terbuka dialog atau saling menghargai, yang
ada hanya ketertutupan sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan
pengkotak-kotakan ummat, tidak ada kerja sama dan kepedulian sosial.
Model pendekatan teologi ini menjadikan agama buta terhadap masalaha-
masalah sosial dan cenderung menjadi lambang atau identitas yang tidak
memiliki arti.
Sikap eksklusif dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama
sebagaimana tersebut di atas, tidak hanya merugikan bagi agama lain,
tetapi juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya
mempersempit masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat
hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan nuansa.
Pendekatan normatif dapat diartikan studi Islam yang memandang
masalah dari sudut legal formal atau dari segi normatifnya. Dengan kata
lain, pendekatan normatif lebih melihat studi Islam dari apa yang tertera
dalam teks Al-Quran dan Hadits. Pendekatan normatif dapat juga
7
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam...,28.
6
dikatakan pendekatan yang bersifat domain keimanan tanpa melakukan
kritis kesejarahan atas nalar lokal dan nalar zaman yang berkembang,
serta tidak memperhatikan konteks kesejarahan Al-Quran. Pendekatan ini
mengasumsikan seluruh ajaran Islam baik yang terdapat dalam Al-Quran,
Hadits maupun ijtihad sebagai suatu kebenaran yang harus diterima saja
dan tidak boleh diganggu gugat lagi.
Jadi, pendekatan teologis memiliki arti yang berkaitan dengan
aspek ketuhanan. Sedangkan, normatif secara sederhana diartikan dengan
hal-hal yang mengikuti aturan atau norma-norma tertentu. Dalam konteks
ajaran Islam, normatif merupakan ajaran agama yang belum dicampuri
oleh pemahaman dan penafsiran manusia. 8 Dengan kata lain, pendekatan
teologis normatif dalam agama adalah melihat agama sebagai suatu
kebenaran yang mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan
nampak bersifat ideal.
8
Masdar Hilmi dan A.Muzakki, Dinamika Baru Studi Islam, (Surabaya: Arkola), 2005,
63.
7
bertolak dari perspektif teologi Kristen dalam melihat Islam, tetapi
perspektif teologi tersebut tidak digunakan untuk apologis melainkan
untuk dialog antara Islam dan Kristen. 9
Kung menyajikan pandangan-pandangan teologi Kristen dalam
melihat eksistensi Islam mulai dari pandangan teologis yang intoleran
sampai pada pandangan yang toleran yang mengakui eksistensi masing-
masing. Dalam melengkapi komentarnya, pertanyaan teologis yang
diajukan Kung adalah apakah Islam merupakan jalan keselamatan?
Pertanyaan ini menjadi titik tolak untuk melihat dari teologi Kristen.
Kung mengemukakan beberapa pandangan teologi Kristen, misalnya
Origan Ciprian dan Agustinius yang mengatakan bahwa “ekstra
galensiam nulla sulus”, artinya ada keselamatan di luar gereja (Mahmud,
1998:125). Selain Kung, pendekatan teologis dialogis juga digunakan
oleh W. Montgomery Watt. Hakekat dialog menurut Watt sebagai upaya
untuk saling mengubah pandangan antara penganut agama yang saling
terbuka dalam belajar satu sama lain. Dalam hal ini, Watt bermaksud
menghilangkan sikap merendahkan agama seseorang oleh penganut
agama lain, serta menghilangkan ajaran yang bersifat apologi dari agama
masing-masing (Mahmud, 1998:127). Upaya ini dapat dilakukan melalui
kerjasama antar pemeluk agama. Langkah pertama terciptanya kerjasama
tersebut, menurut Alwi Shihab, kedua belah pihak dituntut bersama-sama
mengoreksi citra dan kesan keliru yang selama ini tergambar dalam benak
masing-masing pemeluk agama (Shihab, 1998:117). Bahwa terdapat
perbedaan fundamnetal antar ajaran agama adalah hal yang tak
dipungkiri.
Oleh karena itu, perlu adanya dialog, namun hendaknya dialog
antar pemeluk agama tersebut tidak diarahkan kepada perdebatan teologi
doktrinal yang selalu berakhir dengan jalan buntu. Pendekatan teologi
dialogis ini akan memperkaya pemahaman antara pemeluk agama. Islam
9
Muhtadin, Reorientasi Teologi Dalam Konteks Pluralisme Beragama, (Hunafa, 2006),
Vol. 3 No. 2, 136
8
misalnya dapat membantu agama lain untuk memberikan penjelasan
tentang keyakinan dan amalan yang Muhtadin, Reorientalisasi Teologi.
kadang-kadang dianggap kurang berguna, demikian juga ummat Islam
dapat emgambil manfaat dan mencontoh kegiatan Kristen dalam
pekerjaan-pekerjaan sosial. Demikian pula antar satu agama dengan
agama lain dapat meneladani hal-hal yang positif selama tidak
mencampuradukkan prinsip-pnsip aqidah dari masing-masing agama
tersebut.10
Pendekatan teologi dialogis merupakan metode pendekatan
terhadap agama melalui dialog nilai-nilai normatif masing-masing aliran
agama. Oleh karena itu, perlu adanya keterbukaan antara satu agama
dengan agama lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan saling
pengertian di antara pemeluk agama.
10
Ibid., 137
9
beragama. Berkenaan dengan pendekatan teologi konvergensi ini, Wilfred
Contwell Smith menghendaki agar penganut agama-agama dapat
menyatu, bukan hanya dalam dunia praktis tetapi juga dalam pandangan
teologisnya11. Sehubungan dengan hal tersebut, Smith mencoba membuat
pertanyaan di mana letak titik temu keyakinan agama-agama itu untuk
mencapai sebuah konvergensi agama. Oleh sebab itu, Smith membedakan
antara “faith” (iman) dengan “belief” (kepercayaan).
Di dalam faith agama-agama dapat disatukan, sedang dalam belief
tidak dapat disatukan. Belief seringkali normatif dan intoleran. Belief
bersifat historik yang mungkin secara konseptual berbada dari satu
generasi ke generasi yang lain (Almound, 1983:335). Dalam belief
(kepercayaan) itulah penganut agama berbeda-beda dan dari perbedaan itu
akan menghasilkan konflik. Sebaliknya dalam faith umat beragama dapat
menyatu. Jadi orang bisa berbeda dalam belief tetapi menyatu dalam faith
(iman). Sebagai contoh dalam masyarakat Islam terdapat berbagai aliran
teologis maupun aliran fikhi. Mereka mungkin menganut paham
Mu’tazilah, Asyariyah atau Maturidiyah dan mengikuti imam Syafi’i atau
Hanbal. Belief mereka berbeda yang memungkinkan sikap keagamaan
yang berbeda pula, tetapi mereka satu dalam faith, yaitu tetap mengakui
Allah sebagai Tuhan yang Satu dan Muhammad adalah Rasul Allah.
Dalam Belief dan respon keagamaan yang berbeda tetapi hakekat menyatu
dalam faith, yaitu mengakui adanya Tuhan sebagai Sang Pencipta. Dari
ketiga pendekatan teologi tersebut, yang paling akurat dipergunakan
menurut analisis penulis adalah pendekatan teologis konvergensi. Penulis
melihat bahwa dengan menggunakan pendekatan konvergensi dalam
melakukan penelitian terhadap agama-agama, maka dengan sendirinya
akan tercakup nilai-nilai normatif dan dialogis.
11
Hardy, Pendekatan Teologis-Normatif Dalam Kajian Studi Islam.
https://www.academia.edu/30436771/Pendekatan_Teologis-Normatif_Dalam_Kajian_Studi
_Islam/ , diakses Tangaal 26 september 2021
10
C. Analisis
D. Kesimpulan
Secara etimologis, Theologi berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari kata
Theos artinya Tuhan atau Dewa dan Logos yang berarti Ilmu (science, study,
discourse) sehingga dapat diartikan bahwa Teologi adalah Ilmu Ketuhanan.
Jadi, Teologi dalam bahasa Yunani adalah penelitian secara rasional segala
sesuatu yang berkenaan dengan ke-Tuhanan. Dengan kata lain, teologi
11
merupakan salah satu cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan tentang
hakekat Tuhan serta keberadaan-Nya
Pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang
menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-
masing mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sementara yang lainnya
salah. Dengan demikian, antara satu aliran dengan aliran lainnya tidak terbuka
dialog atau saling menghargai; yang ada hanyalah eksklusifisme, sehingga
yang terjadi adalah pemisahan dan pengkotak-kotakan.
Macam-macam Pendekatan Teologis dalam Islam dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Pendekatan teologi normatif yang dapat diartikan sebagai upaya
memahami agama dengan menggunakan ilmu ketuhanan yang bertolak
dari suatu keyakinan dalam
b. Pendekatan teologi dialogis merupakan metode pendekatan terhadap
agama melalui dialog nilai nilai normatif masing-masing aliran atau
agama
c. Pendekatan teologi konvergensi adalah upaya untuk memahami agama
dengan melihat intisari persamaan atau titik temu dari masing-masing
agama untuk dapat diintegrasikan
E, Daftar Pustaka
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003
Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Serat Alam Media, 2005
12