NIM : 1184010024
Kelas : BKI 3 A
Matakuliah : Sejarah Dakwah – UTS
POLA DAKWAH
Sejarah Dakwah Di kampung BANJARAN
Bismillahirahmanirrahiim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah Penelitian , dalam mata kuliah
Sejarah Dakwah ini. Kami ucapkan rasa terima kasih kepada dosen pengampuh,
karena dengan adanya tugas ini mampu menambah ilmu serta wawasan
khususnya bagi penyusunya, dan kepada semua pihak yang telah
membantusehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini
masih jauh lebih sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifatmembangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah
inimemberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmuilmu pengetahuan bagi kita semua.Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakaatuh…Bengkulu , Oktober 2018Penyusunii
B. Latar belakang
Kegiatan wawancara ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Sejarah Dakwah
yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari narasumber tentang pola
dakwah di suatu daerah. Saya memilih tema yaitu Pola Dakwah Di Daerah Buah
Dua Rancaekek.
BAB II
Pembahasan
Dakwah sebagai sebuah kegiatan yang sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam,
dengan segenap dimensi sosial yang mendasarinya, tentu juga membuat dakwah
sebagai sebuah aksi dengan pola beragam dalam pelaksanaannya. Dalam kajian
sosiologi, adalah dua teori yakni teori Fungsionalisme Struktural dan teori Konflik
yang biasanya digunakan sebagai media untuk mencoba menggali dan mengetahui
tentang bagaimana pola-pola Dakwah yang di lakukan masyarakat dalam rangka
mencapai tujuan mereka yang berlandaskan ajaran keagamaan. Namun kali ini kami
hanya akan memakai teori Konflik sebagai sebuah paradigma yang akan menggali
keberagaman pola dakwah di masyarakat. Meski begitu, sebelumnya akan kami
sampaikan mengenai sekilas tentang kedua teori tersebut.
Jika menurut Teori Fungsionalisme Struktural masyarakat berada dalam kondisi statis
atau tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan, maka menurut Teori Konflik
malah sebaliknya. Teori Konflik ini cenderung mengabaikan keteraturan dan stabilitas
yang memang ada dalam masyarakat dalam masyarakat di samping konflik itu
sendiri. Masyarakat selalu dipandangnya dalam kondisi konflik. Mengabaikan norma-
norma dan nilai-nilai yang berlaku umum yang menjamin terciptanya keseimbangan
dalam masyarakat. Masyarakat seperti tidak pernah aman dari pertikaian dan
pertentangan. Maka, teori ini kami anggap paling sesuai untuk menggali beberapa
pola dakwah yang ada dalam masyarakat Islam itu sendiri.
Hikmah ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang
hak dengan yang bathil. Oleh sebab itulah Allah Ta’ala meletakkan al-Qur’an dan as-
Sunnah sebagai asas pedoman dakwah bagi Rasulullah dan juga bagi tiap umat yang
bertugas meneruskan dakwah beliau hingga akhir zaman. Pada ayat tersebut diatas
dapat dipahami bahwa cara berdakwah yang diperintah Allah Ta’ala adalah sebagai
berikut :
a. Dakwah bil hikmah, yaitu metode dakwah dengan memberi perhatian yang teliti
terhadap keadaan dan suasana yang melingkungi para mad’u (orang-orang yang
didakwahi), juga memperhatikan materi dakwah yang sesuai dengan kadar
kemampuan mereka dengan tidak memberatkan mereka sebelum mereka bersedia
untuk menerimanya.
Metode ini juga membutuhkan cara berbicara dan berbahasa yang santun dan
lugas. Sikap ghiroh yang berlebihan serta terburu-buru dalam meraih tujuan
dakwah sehingga melampaui dari hikmah itu sendiri, lebih baik dihindari oleh
seorang pendakwah.
Beliau saw menyeru bahwa tidak ada yang wajib diagungkan, diibadahi, ditaati
dan dicintai kecuali Allah Ta’ala. Begitu juga terhadap perkara hukum, tidak ada
hukum yang wajib diterapkan dan dilaksanakan, kecuali hukum-Nya.
Oleh karenanya perkara ini menjadi sangat penting dan oleh karena sifat
pembangkangan umat kafir serta muslim yang munafik, maka dakwah ini juga
akan menimbulkan kecaman, kemarahan, dan permusuhan.
Namun perkara yang tidak menyenangkan hati ini tidak menurunkan semangat
beliau saw untuk tetap berjuang menyampaikan yang haq. Dengan penuh
kesabaran dan sifat welas-asihnya, beliau saw beristiqomah membimbing
umatnya yang keliru kepada jalan yang lurus.
Di samping itu, ketegasan pun beliau saw tampakkan sehingga kebenaran yang
hakiki tidak bercampur dengan kebatilan. Beliau saw juga tidak melazimkan hal-
hal diluar syari’at yang akan menimbulkan ‘kecintaan’ dari umat yang dengan itu
beliau saw akan memperoleh dukungan yang besar.
iii. Tidak menambah dan mengurangi satu huruf pun dari materi dakwah
Pola dakwah
Bandung adalah suatu kotadi mana penulis lahir dan merupakan tempat yang
akan menjadi suatu objek penelitian mengenai Sejarah Dakwah. Sejarah dakwah di
Bandung Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bandungmerupakan sejarah yang
berkaitan dengan perkembangan Islam di daerah itu sendiri. Dakwah memiliki arti
sejarah sebagai proses perjalanan dan perkembangan islam di suatu daerah. Sebelum
penulis lebih spesifik membahas mengenai studi deskriptif sejarah dakwah di
Bandung, penulis akan mengulas terlebih dahulu bagaimana gambaran Bandungbaik
kota ataupun kabupaten agar mendapatkan gambaran secara menyeluruh namun
singkat mengenai Islam dan dakwah yang akan dibahas dalam karya ini.
1 Portal Resmi Kabupaten Bandung. 2019. Sejarah Kota Bandung. Tersedia di:
https://bandungkab.go.id/pages/sejarah-kabupaten-bandung. Diakses pada 20 Oktober 2019
catatan sejarah bahwa pada tanggal 7 April 1752 telah muncul kata Bandungdalam
sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de Negorij Bandung, yang berarti kepala
kotaBandung. Pada dokumen tersebut diketahui juga bahwa kepala kotaitu terletak di
dalam lokasi Kebun Raya itu sendiri mulai dibangun pada tahun 1817.
Perjalanan sejarah Kabupaten Bandungmemiliki keterkaitan yang erat dengan
zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada empat abad
sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali zaman
kerajaan Pajajaran, raja tersebut terkenal dengan ‘ajaran dari leluhur yang dijunjung
tinggi yang mengejar kesejahteraan’. Sejak saat itu secara berturut-turut tercatat
dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah tersebut,
yaitu:
Kerajaan Taruma Negara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa sejak tahun
358 sampai dengan tahun 669.
Kerajaan Galuh, diperintah oleh 14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun 852.
Kerajaan Sunda, diperintah oleh 28 raja. Bertahta sejak tahun 669 sampai
dengan tahun 1333. Kemudian dilanjutkan Kerajaan Kawali yang diperintah oleh 6
orang raja berlangsung sejak tahun 1333 hingga 1482.
Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579. Pelantikan
raja yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi satu perhatian khusus. Pada
waktu itu terkenal dengan upacara Kuwedabhakti, dilangsungkan tanggal 3 Juni
1482. Tanggal itulah kiranya yang kemudian ditetapkan sebagai hari Jadi
Bandungyang secara resmi dikukuhkan melalui sidang pleno DPRD Kabupaten
Daerah Tingkat II Bandungpada tanggal 26 Mei 1972.
Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat(dalam hal ini Menteri Dalam Negeri)
menginstruksikan bahwa Kabupaten Bandungharus memiliki Pusat Pemerintahan di
wilayah Kabupaten sendiri dan pindah dari Pusat Pemerintahan Kotamadya Bandung.
Atas dasar tersebut, pemerintah daerah Tingkat II Bandungmengadakan penelitian
dibeberapa wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandunguntuk dijadikan calon ibu
kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan
dipilih diantaranya adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang,
Parung dan Kecamatan Cibinong (Desa Tengah).
Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke pemerintah
Pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah Rancamaya wilayah
Kecamatan Ciawi. Akan tetapi pemerintah Pusat menilai bahwa Rancamaya masih
relatif dekat letaknya dengan pusat pemerintahan Kotamadya Bandungdan
dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan dan pengembangan wilayah
Kotamadya Bandung.
Oleh karena itu atas petunjuk pemerintah Pusat agar pemerintah daerah Tingkat
II Bandungmengambil salah satu alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya.
Dalam sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bandungtahun 1980,
ditetapkan bahwa calon ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bandungterletak di
Desa Tengah Kecamatan Cibinong.
Penetapan calon ibu kota ini diusulkan kembali ke pemerintah Pusatdan
mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
1982, yang menegaskan bahwa ibu kota pusat pemerintahan Kabupaten Daerah
Tingkat II Bandungberkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Sejak saat
itu dimulailah rencana persiapan pembangunan pusat pemerintahan ibu kota
Kabupaten Daerah Tingkat II Bandungdan pada tanggal 5 Oktober 1985 dilaksanakan
peletakan batu pertama oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bandungpada saat itu
Dari sisi sejarah, Kabupaten Bandungmerupakan salah satu wilayah yang
menjadi pusat kerajaan tertua di Indonesia. Catatan Dinasti Sung di Cina dan prasasti
yang ditemukan di Tempuran sungai Ciaruteun dengan sungai Cisadane,
memperlihatkan bahwa setidaknya pada paruh awal abad ke 5 M di wilayah ini telah
ada sebuah bentuk pemerintahan. Sejarah lama Dinasti Sung mencatat tahun 430,
433, 434, 437, dan 452 Kerajaan Holotan mengirimkan utusannya ke Cina. Sejarawan
Prof. Dr Slamet Muljana dalam bukunya Dari Holotan ke Jayakarta menyimpulkan
Holotan adalah transliterasi Cina dari kata Aruteun, dan kerajaan Aruteun adalah
salah satu kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa. Prasasti Ciaruteun merupakan bukti
sejarah perpindahan kekuasaan dari kerajaan Aruteun ke kerajaan Tarumanagara
dibawah Raja Purnawarman, sekitar paruh akhir sabad ke-5.
Prasasti-prasasti lainnya peninggalan Purnawarman adalah prasasti Kebon Kopi
di Kecamatan Cibungbulang, Prasasti Jambu di Bukit Koleangkak (Pasir Gintung,
Kecamatan Leuwiliang), dan prasasti Lebak (di tengah sungai Cidanghiyang, Propinsi
Banten). Pada abad ke 6 dan ke 7 Kerajaan Tarumanagara merupakan penguasa
tunggal di wilayah Jawa Barat. Setelah Tarumanagara, pada abad-abad selanjutnya
kerajaan terkenal yang pernah muncul di Tanah Pasundan (Jawa Barat) adalah Sunda,
Pajajaran, Galuh, dan Kawali. Semuanya tak terlepas dari keberadaan wilayah
Bandungdan sekitarnya. Sejarah awal mula berdirinya Kabupaten Bandung,
ditetapkan tanggal 3 Juni yang diilhami dari tanggal pelantikan Raja Pajajaran yang
terkenal yaitu Sri Baduga Maharaja yang dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 1482
selama sembilan hari yang disebut dengan upacara “Kedabhakti”.
Nama Bandungmenurut berbagai pendapat bahwa kata Bandungberasal dari
kata “Buitenzorg” nama resmi dari Penjajah Belanda. Pendapat lain berasal dari kata
“Bahai” yang berarti Sapi, yang kebetulan ada patung sapi di Kebun Raya Bandung.
Sedangkan pendapat ketiga menyebutkan Bandungberasal dari kata “Bokor” yang
berarti tunggul pohon enau (kawung). Dalam versi lain menyebutkan nama Bandung
telah tampil dalam sebuah dokumen tanggal 7 April 1952, tertulis “Hoofd Van de
Negorij Bandung” yang berarti kurang lebih Kepala KotaBandung, yang menurut
informasi kemudian bahwa KotaBandungitu terletak di dalam lokasi Kebun Raya
Bandung yang mulai dibangun pada tahun 1817. Asal mula adanya masyarakat
Kabupaten Bandung, cikal bakalnya adalah dari penggabungan sembilan Kelompok
Pemukiman oleh Gubernur Jendral Baron Van Inhof pada tahun 1745, sehingga
menjadi kesatuan masyarakat yang berkembang menjadi besar di waktu kemudian.
Kesatuan masyarakat itulah yang menjadi inti masyarakat Kabupaten Bandung.
Pusat Pemerintahan Bandungsemula masih berada di wilayah Kota
Bandungyaitu tepatnya di Panaragan, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 1982, Ibu Kota Kabupaten Bandungdipindahkan dan ditetapkan di
Cibinong. Sejak tahun 1990 pusat kegiatan pemerintahan menempati Kantor
Pemerintahan di Cibinong.
1. Para Bupati Bandung
2. Ipik Gandamana (1948-1949)
3. R.E. Abdoellah (1550-1958)
4. Raden Kahfi (1958-1961)
5. Karta Dikaria (1961-1967)
6. Wisatya Sasmita (1967-1973)
7. Raden Mochamad Muchlis (1973-1976)
8. H. Ayip Rughby (1975-1982)
9. Soedrajat Nataatmaja (1982-1988)
10. H. Eddie Yoso Martadipura (1988-1998)
11. Kol. H. Agus Utara Effendi (1998-2008)
12. Drs. H. Rahmat Yasin (2008-2014)
13. Hj. Nurhayanti (2014-2019)
14. Hj. Ade Munawaroh Yasin (2019-sekarang)
Sumber: Wikipedia
Sirnasari adalah desa di kecamatan Tanjungsari, Bandung, Jawa
Barat, Indonesia. Siranasari adalah tempat di mana penulis lahir dan menetap. Desa
inilah yang akan menjadi fokus penelitian mengenai studi deskriptif sejarah dakwah
pada tulisan ini.4
5 Wawancara dengan Bapak H. Ajid (Warga KotaBandung) Sabtu, 02 November 2019. Pukul 13.00
WIB.
kegiatan ini. Budayawan Sunda Eman Sulaeman sendiri menganjurkan agar orangtua
menanamkan kecintaan pada Sejarah sejak dini. Bagi Anak – anak berikanlah
pengertian tentang Sejarah yang mudah-mudah, seperti sejarah nama tempat tinggal
mereka, maka dengan sendirinya mereka akan belajar mencintai lingkungannya.
Acara ditutup dengan doa dan Ramah Tamah. Kelompok Marawis TPA Nurul
Huda turut memeriahkan acara Seminar Napak Tilas Islam di Bandungini. Dengan
penuh semangat mereka membawakan lagu-lagu bernuansa Islami mengiringi para
hadirin yang beramah tamah.
Pihak NU menjelaskan bahwa acara Seminar ini tidak akan selesai untuk saat
ini saja namun mereka akan rutin menyelenggarakan diskusi-diskusi dan akan
mengundang Budayawan Sunda Eman Sulaeman untuk turut mengisi acara diskusi
tersebut. Yang sekarang ini secara rutin dilaksanakan setiap Jumat Malam
berbarengan dengan acara pengajian dan ceramah Islami yang dipimpin oleh para
Ulama NU di Sekretariat NU cabang Kabupaten Bandung, Cibinong – Bandung.
Kerajaan Islam Pakuan
Pakuan Pajajaran atau Pakuan (Pakwan) atau Pajajaran (adalah ibu kota
(Dayeuh dalam Bahasa Sunda Kuno) Kerajaan Sunda Galuh yang pernah berdiri pada
tahun 1030-1579 M di Tatar Pasundan, wilayah barat pulau Jawa. Lokasinya berada
di wilayah Bandung, Jawa Barat sekarang. Pada masa lalu, di Asia Tenggara ada
kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan nama ibu kotanya sehingga Kerajaan
Sunda Galuh sering disebut sebagai Kerajaan Pajajaraan.
Lokasi Pajajaran pada abad ke-15 dan abad ke-16 dapat dilihat pada peta
Portugis yang menunjukkan lokasinya di wilayah Bandung, Jawa Barat. Sumber
utama sejarah yang mengandung informasi mengenai kehidupan sehari-hari di
Pajajaran dari abad ke 15 sampai awal abad ke 16 dapat ditemukan dalam naskah
kuno Bujangga Manik. Nama-nama tempat, kebudayaan, dan kebiasaan-kebiasaan
masa itu digambarkan terperinci dalam naskah kuno tersebut.
6 Wawancara dengan Bapak H. Ajid (Warga KotaBandung) Sabtu, 02 November 2019. Pukul 13.20
WIB.
terhadap umat Islam sendiri. Andaikan dulu para pembawa Islam sikapnya seperti itu,
pasti nusantara ini tidak menjadi kantong umat Islam seperti sekarang ini.
Sejarah telah mencatat bahwa Islam Indonesia yang datang dan berkembang
tanpa melalui peperangan. Melainkan lewat perdagangan dan penyebaran secara
damai. Perang muncul belakangan ketika penjajah Barat datang. Keberagaman
seseorang dan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Indonesia sebagai negara
kepulauan yang tanahnya amat subur tentu watak masyarakatnya berbeda dari
penduduk Arabia yang dikelilingi padang pasir yang dalam sejarahnya senang
berperang antarsuku memperebutkan sumber air dan padang rumput.
Masyarakat nusantara hidup terpencar ke dalam ribuan pulau yang subur,
sehingga ikatan suku dan daerah begitu kuat, namun tidak perlu berebut sumber air
atau padang rumput. Hubungan perdagangan antar pulau sudah lama terjalin.
Kehadiran pedagang Arab dan China ke nusantara turut memajukan perdagangan
dengan pusat di kota-kota pantai. Dulu kota pantai merupakan pusat perdagangan dan
sekaligus juga pusat penyebaran Islam dan bahasa Melayu. Ikatan keislaman dan
peran bahasa Melayu ini pada urutannya menjadi pengikat kohesi ke-Indonesiaan.
Dengan berkembangnya zaman, peran kota pantai merosot. Pusat perdagangan
dan keislaman serta industri tumbuh pesat di kota pedalaman. Terlebih dengan
kemajuan transportasi pesawat terbang, maka perkembangan kota pantai jauh
ketinggalan. Pengaruh Islam mudah dijumpai sejak dari dari Aceh sampai Papua.
Namun sebaliknya, ekspressi keislaman di Indonsia juga sangat dipengaruhi dan
diperkaya oleh sekian ragam adat, tradisi dan bahasa yang berkembang di Indonesia.
Fakta ini membuat muslim di Indonesia menjadi unik dan memiliki karakter
tersendiri. Antara lain keberagamaan yang toleran dan menghargai tradisi lokal.
Sebagian orang mengatakan itu bid’ah dan pendangkalan agama, namun sebagian lagi
mengatakan itulah kekayaan budaya muslim Indnesia yang mampu mengakomodasi
tradisi lokal tanpa merusak prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.
Yang paling fenomenal dan historis adalah pembentukan negara Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sebuah pertemuan dan kompromi antara
Islamisme, nasionalisme dan modernisme. Meski umat Islam sebagai warga negara
mayoritas, dan sederet nama pejuang kemerdekaan adalah tokoh-tokoh Islam tapi
Indonesia menganut paham demokrasi (republik), bukan negara Islam (Islamic State)
di mana negara tetap peduli terhadap pembinaan kehidupan beragama yang dipayungi
oleh Pancasila dan dilindungi oleh UU.
Ini merupakan jalan tengah (middle path), sebuah ijtihad dan eksperimentasi
sejarah yang tidak memperhadapkan antara keislaman dan kebangsaan, antara
Islamisme dan nasionalisme. Pancasila merupakan landasan bersama (kalimatun
sawa’) untuk mengakomodasi dan melindungi keragaman etnis, agama dan
kepercayaan penduduk nusantara yang sangat plural ini, dimana semua warga negara
memiliki kedudukan sama di depan hukum.
Secara normatif-ideologis nilai-nilai luhur bangsa Indonesia tercantum dalam
Pancasila, yang memiliki akar kultural-filosofis ke masa lalu dan hidup dalam
masyarakat, namun sekaligus juga visioner menatap dan menjangkau masa depan.
Lebih dari itu, Pancasila juga memiliki rujukan atau sumber transendental,
sebagaimana tertera dalam sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kebertuhanan merupakan fondasi dan kesadaran awal yang mesti ditanamkan
pada warga negara melalui berbagai jalur pendidikan sejak dini, baik di rumah tangga
maupun sekolah. Yaitu kebertuhanan yang menumbuhkan rasa cinta pada nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan dan keadaban. Bukan kebertuhanan yang bersikap eskapis, lari
dari kepedulian terhadap agenda kemanusiaan. Bukan kebertuhanan yang anti-
kemanusiaan dan peradaban.
Perkawinan7
Tidak semua umat atau penduduk Islam di Bandung menikah dengan sesama
penduduk kampung, maelainkan juga dengan campur dari berbagai daerah dan
terdapat pula dari yang awalnya berbeda agama. Sebagian para pedagang Islam ada
yang menetap di Indonesia dan para pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia,
terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan itulah, maka banyak keluarga
raja atau bangsawan masuk Islam. Ketika keluarga raja dan bangsawan memeluk
agam islam, akhirnya diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat
berkembang.
Pendidikan8
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama yang
menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok
pesantren. Pesantren adalah tempat pemuda pemudi menuntut ilmu yang
berhubungan dengan agama Islam. Setelah para pelajar tersebut selesai dalam
menuntut ilmu mengenai agama Islam, mereka mengajarkan kembali ilmu yang
diperolehnya kepada masyarakat sekitar, hingga akhirnya masyarakat sekitar menjadi
pemeluk agama Islam.
7 Wawancara dengan Bapak H. Ajid (Warga KotaBandung) Sabtu, 02 November 2019. Pukul 13.50
WIB.
8 Wawancara dengan Bapak H. Ajid (Warga KotaBandung) Sabtu, 02 November 2019. Pukul 14.01
WIB.
Politik9
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang
peranan penting dalam proses penyebaran agama Islam tersebut. Jika raja sebuah
kerajaan memeluk agama Islam, maka rakyatnya akan memeluk agama Islam juga.
Alasannya karena masyarakat Indonesia memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap
rajanya. Demi kepentingan politik maka Raja akan mengadakan perluasan wilayah
kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
Seni Budaya11
Perkembangan Islam atau dakwah di Bandung juga melalui seni budaya, seperti
bangunan (masjid), seni pahat, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Beberapa seni ini
banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo, dan Cirebon. Seni ini dibuat dengan cara
mengakrabkan budaya daerah setempat dengan ajaran Islam yang disusupkan ajaran
tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi
lokal.
Kata dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu da’aa – yad’u – da’watan yang
artinya mengajak atau menyeru. Syekh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayatul
Mursyidin, menyebutkan bahwa dakwah adalah mengajak manusia untuk melakukan
kebaikan dan mencegah manusia untuk berbuat kemungkaran agar mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, dakwah merupakan suatu aktivitas yang mempunyai tujuan
mengajak manusia untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ajakan tersebut dilakukan
agar manusia tidak terjerumus atau tersesat ke jalan yang salah. Manusia pada
9 Wawancara dengan Bapak H. Ajid dan H. Aep Saepulloh Gojali (Warga KotaBandung) Sabtu, 02
November 2019. Pukul 14.14 WIB.
10 Wawancara dengan Bapak H. Ajid dan H. Aep Saepulloh Gojali (Warga KotaBandung) Sabtu, 02
November 2019. Pukul 14.20 WIB.
11 Wawancara dengan Bapak Abah Ikong (Warga KotaBandung) Sabtu, 02 November 2019. Pukul
14.32 WIB
dasarnya memiliki dua sifat, yaitu baik dan buruk. Dengan adanya dakwah, dapat
menuntun manusia untuk berbuat lebih baik dan meninggalkan kebiasaan yang buruk.
Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Sejarah dakwah melalui penyebaran agama Islam di Nusantara tidak lepas dari
peran Walisongo. Dalam menyebarkan agama Islam, banyak metode yang dapat
digunakan seperti lisan, tulisan, atau melalui seni dan budaya. Walisongo melakukan
aktivitas dakwah melalui seni dan budaya karena masyarakat pada saat itu mayoritas
menganut agama Hindu yang masih kental dengan adat dan budaya nenek
moyangnya. Pertunjukan wayang merupakan pertunjukkan ritual keagamaan
masyarakat Jawa sebelum datangnya agama Islam.
Masyarakat Jawa meyakini bahwa dengan mengadakan pertunjukan wayang
maka akan terhindar dari bencana yang bersifat ghaib. Karena pertunjukkan wayang
ini bersifat keagamaan, maka Walisongo mengadakan pertunjukkan wayang sebagai
metode atau cara untuk menyebarkan agama Islam. Seiring berjalannya waktu,
Walisongo berdakwah tidak hanya melalui pertunjukkan wayang, akan tetapi
berkembang menjadi seni lukis, seni suara, seni musik, dan lain sebagainya.
Sunan Kalijaga adalah salah satu Walisongo yang menggunakan metode seni
dan budaya dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Kalijaga menggunakan
kesenian wayang dan suara (musik) dalam menyebarkan dakwah Islam. Sunan
Kalijaga memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam cerita wayangnya dan beberapa lagu
yang beliau ciptakan. Salah satu lagu yang beliau ciptakan adalah lagu Lir Ilir.
Meskipun ada beberapa perbedaan pendapat tentang siapa pencipta asli lagu ini, akan
tetapi Sunan Kalijaga dikenal sebagai waliyullah yang menggunakan lagu Lir-Ilir
untuk berdakwah.
Lir-ilir, Lir-ilir, tandure wes sumilir
Sing ijo royo-royo, tak sengguh kemanten anyar
Cah angon-cah angon, penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo basuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro, kumintir bedah ing pinggir
Dondomono, jlumotono, kanggo sebo mengko sore
Mumpung gedhe rembulan e, mumpung jembar kalangan e
Dak soraka sorak hore
Tembang atau lagu Lir-ilir yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga mengandung
makna ajakan untuk masuk agama Islam. Lagu tersebut menjelaskan bahwa kita
sebagai pemeluk agama Islam harus memperkuat iman kita kepada Allah SWT. Pada
lagu tersebut, iman diibaratkan sebagai tanaman.
Jika kita terus memupuk tanaman dengan melakukan amal sholeh, maka iman
kita akan semakin kuat. Begitu juga sebaliknya, jika kita tetap membiarkan
tanamannya layu maka iman kita akan semakin lemah. Ketika iman sudah mulai kuat,
maka kita akan mendapatkan kebahagiaan seperti rasa bahagianya pengantin baru.
Setelah iman bertambah dan semakin kuat, sebagai orang muslim hendaknya
bisa menjaga atau mengendalikan hawa nafsunya. Walaupun dirasa susah, kita
sebagai muslim harus berusaha menahan godaan untuk berbuat munkar dan tetap
berusaha mengerjakan amal sholeh. Selama kita masih sehat dan memiliki waktu
luang, memperbaiki diri adalah hal yang harus dilakukan. Sebagai manusia biasa, kita
harus saling mengingatkan satu sama lain. Karena dakwah adalah kewajiban bagi
setiap orang muslim, wajib bagi laki-laki maupun perempuan.
Dakwah Walisongo berselang masa berabad-abad lamanya, maka di era ini kita
mengenal Sujiwo Tejo. Sujiwo Tejo adalah salah satu budayawan dan seniman yang
menyampaikan pesan dakwah melalui seni dan budaya dengan tetap menanamkan
nilai-nilai religius di dalam karyanya. Sujiwo Tejo adalah seorang seniman yang
memegang teguh budaya-budaya Indonesia terutama budaya Jawa. Sugih Tanpo
Bondo adalah salah satu lagu yang dibawakan oleh Sujiwo Tejo. Lagu Sugih Tanpo
Bondo berisi tentang kesederhanaan dan kepasrahan kepada Allah SWT.
Pencipta bait-bait lagu Sugih Tanpo Bondo adalah Raden Mas Panji
Sosrokartono, yaitu kakak dari Raden Ajeng Kartini. Kemudian Sujiwo Tejo
menyanyikan bait-bait yang disusun oleh Raden Mas Panji Sosrokartono dengan
mengolah melodinya dari Banyuwangi. Bait-bait yang terdapat dalam lagu Sugih
Tanpo Bondo digunakan oleh Sujiwo Tejo dalam menyiarkan dakwah Islam. Berikut
lirik dari lagu Sugih Tanpo Bondo:
Sugih tanpo bondo (kaya tanpa harta)
Digdoyo tanpo aji (kekuatan tanpa mantra)
Trima mawih pasrah (ikhlas dengan apa yang sudah kamu miliki)
Sepi pamrih tepi ajrih (tidak perlu takut jika tidak berbuat jahat)
Langgeng tanpo susah tanpo seneng (tetap tenang dalam keadaan susah maup senang)
Anteng menteng sugeng jeneng (diam sungguh-sungguh maka akan selamat sentosa)
Maksud dari lagu Sugih Tanpo Bondo adalah bahwa sebagai manusia ciptaan-
Nya, kita tidak perlu merasa kaya dengan memiliki banyak harta. Dengan hidup
sederhana kita sudah bisa merasa bahagia. Karena ukuran kebahagiaan tidak dihitung
berdasarkan materi atau kekayaan yang dimiliki. Dengan mensyukuri nikmat yang
telah Allah berikan, maka Allah akan menambah nikmat kepada kita.
Dalam kondisi apapun baik suka maupun duka, kita harus tetap tenang karena
Allah bersama kita dan Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hamba-Nya
melebihi batas kemampuan yang dimiliki oleh hamba-Nya.
Dari cara berdakwah yang dilakukan Sunan Kalijaga dan Sujiwo Tejo dapat
diambil kesimpulan bahwa kegiatan dakwah tidak hanya sebatas berbicara di depan
mimbar. Akan tetapi melalui seni dan budaya kita dapat mengajak manusia untuk
melakukan kebaikan.
12 Wawancara dengan Bapak Maman dan Ibu Siti Maemunah (Warga KotaBandung) Sabtu, 02
November 2019. Pukul 14.41 WIB
keberhasilan dakwah. Perlu diingat adalah, materi dakwah ada kalanya memerlukan
media tertentu dalam pelaksanaanya.
Media massa merupakan sumber informasi utama mengenai kejahatan dan
sistem peradilan, termasuk televisi memberikan sumbangan yang relatif besar dalam
membentuk kesan (impression) terhadap kenyataan kejahatan di tengah masyarakat2 .
positif media massa terhadap masyarakat, masyarakat dapat menerima siaran berita
dan informasi, dapat menambah wawasan pengentahuan, unsur hiburan yang
dibutuhkan masyarakat dapat terpenuhi melalui siaran televisi, maupun berita di
koran ataupun majalah. Sedangkan unsur negatif dapat berupa pengurangan budaya
dan moral, dalam acara televisi banyak kita temukan perkara-perkara sihir, yang
biasanya ditampilkan dalam bentuk sinetron-sinetron mistik yang menampilkan
kebolehan pemerannya yang mempunyai kekuatan sihir luar biasa dalam setiap
adegan pertempuran. Dengan memanfaatkan peranan media massa yang dapat
menjangkau semua lapisan masyarakat secara cepat dan akurat, diharapkan
penyampaian pesan agama yang difasilitasi oleh media massa dapat berhasil dengan
baik.
Agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling mengasihi dan
menyayangi, serta bersatu padu membina kerukunan hidup. Sehingga kebahagiaan
dunia akhirat dapat tercapai. “agama mempersatukan kelompoknya sendiri sehingga
apabila tidak dianut oleh seluruh atau sebagian anggota masyarakat, ia bisa menjadi
kekuatan yang mencerai beraikan, memecah-belah dan bahkan menghancurkan”.
Perintah Allah untuk selalu bersatu dan menjaga keutuhan umat, terdapat dalam Al-
Quran Surah Ali Imran ayat 103 : “Dan berpegang teguhlah kamu kepada tali
(Agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai…”.
Asmuni Syukir mengelompokkan macam-macam masyarakat menjadi tiga
kelompok, yaitu: “masyarakat primitif, masyarakat desa, dan masyarakat kota.
Masyarakat desa lebih religius dan masih sangat patuh pada agama dan kepercayaan
yang dianutnya”.
Mencermati pendapat Syukir tersebut di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa
masyarakat desa secara realitas memang cenderung lebih religius di bandingkan
dengan masyarakat desa dan masyarakat primitif. Suasana religius di desa lebih terasa
dengan adanya kebersamaan dalam mengamalkan ajaran agama, hal ini terlihat masih
banyaknya masyarakat desa yang mengaji, shalat berjamaah secara bersama-sama.
Walaupun demikian, masyarakat kota juga melakukan hal yang sama dengan
masyarakat desa dalam kegiatan keagamaan, namun karena pengaruh pekerjan dan
kesibukan serta waktu sajalah maka masyarakat kota cenderung mengamalkan ajaran
agama lebih sedikit secara bersama-sama seperti masyarakat desa pada umumnya.
Menurut Maftuh yang dikutip oleh Muhyidin21, karakter masyarakat desa dan
metode dakwah yang dapat digunakan pada mereka adalah sebagai berikut :
1. Komunitas desa relatif sederhana, taat pada tradisi dan agama.
2. Adanya kontrol sosial yang kuat.
3. Menggunakan pendekatan bahasa, struktur, dan kultur yang relevan dengan
masyarakat pedesaan (bilisani qaumihi), sederhana, dapat dipahami, dan sesuai
dengan kebutuhan.
4. Melalui pendekatan dan kerjasama dengan tokoh panutannya
5. Menggunakan bahasa lisan yang komunikatif dalam penjelasan tentang sesuatu
untuk terciptanya kondisi pemahaman, persepsi, dan sikap.
6. Menggunakan metode pendekatan karya nyata (amal) dengan memprioritaskannya
kebutuhan yang mendesak dan menyentuh kebutuhan real masyarakat secara
umum.
7. Melalui pemanfaatan sikap dan karakteristik yang positif yang dimiliki masyarakat
pedesaan, yaitu ketaatan, gotong royong, dan kepedulian.
8. Membantu dalam mencari solusi dari problema sosial, budaya, dan ekonomi yang
sedang dihadapi.
Bangsa Indonesia dikenal dengan masyarakat Islam yang terbesar di dunia.
Namun walaupun demikian bukan berarti dengan besarnya jumlah penganut agama
tidak ada masalah yang di hadapi. Masalah yang ada pada masyarakat memerlukan
dakwah sebagai filterisasi dan sarana terciptanya kerukunan ukhuwah Islamiah.
Masyarakat sebagai sub system dari suatu negara, dijamin dalam menganut
agama dan kepercayaannya. Di Indonesia kebebasan menganut suatu agama oleh
masyarakat dijamin oleh undang-undang. Dalam UUD 1945 ayat 29 dikemukakan
dengan jelas bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing.
Televisi dapat menjadi alat propaganda dan mempengaruhi sikap, dan opini
publik melalui acara siaran yang ditayangkan. Pengaruh media massa cukup
signifikan terhadap perilaku dan sikap orang yang mengkonsumsi produk media
massa tersebut. Berita, film, dan sinetron dapat mempengaruhi opini dan sikap
khalayak. Pengaruh tayangan film dan sinetron yang tayang di setiap stasiun televisi
mempunyai muatan misi tertentu, misalnya ; hampir disetiap stasiun televisi
khususnya televisi swasta memberikan hiburan film dan sinetron yang berbau mistik,
animisme yang dapat mengurangi keyakinan terhadap kekuasaan Tuhan. Sebuah
film/sinetron yang ditayangkan adakalanya hanya menceritakan perilaku hidup
mewah dan konsumtif, pertengkaran keluarga, perebutan harta warisan dan lain
sebagainya yang kesemuanya itu disadari atau tidak dapat mempengaruhi orang yang
menyaksikan acara tersebut.
Pemanfaatan televisi sebagai media dakwah di antaranya telah di lakukan oleh
beberapa stasiun televisi baik televisi pemerintah maupun televisi swasta. Bentuk
pemanfatan media televisi tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa acara sinetron
yang bernuansa Islam yang sebagian ceritanya diangkat dari kisah nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Sinetron merupakan singkatan dari sinema elektronik yang berarti sebuah karya
cipta seni budaya, yang merupakan media komunikasi audio visual yang dibuat
berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita video, melalui proses elektronik
lalu ditayangkan melalui stasiun penyiaran televisi. Sebagai media komunikasi massa,
sinetron memiliki ciri-ciri, di antaranya bersifat satu arah serta terbuka untuk publik
secara luas dan tidak terbatas.
Pesan-pesan dakwah yang disampaikan melalui sinetron lebih mudah sampai
kepada mad’u (masyarakat). Selain itu, pesan verbal yang digunakan dalam sinetron
dapat diimbangi dengan pesan dakwah visual yang memiliki efek sangat kuat
terhadap pendapat, sikap dan perilaku mad’u. Hal ini sangat mungkin terjadi karena
dalam sinetron, selain pikiran, perasaan pemirsa pun dilibatkan dalam penyampaian
pesannya. Dalam sinetron juga terdapat kekuatan dramatik dan hubungan logis
bagian-bagian cerita yang tersaji dalam alur cerita, kekuatan yang dibangun akan
diterima mad’u secara penghayatan, sedangkan hubungan logis diterima mad’u secara
pengetahuan.
REFERENSI
Diskominfostandi Kota Bandung. 2016. Sejarah Bandung. Tersedia di:
https://kotabandung.go.id/index.php/page/detail/5/sejarah-bandung. Diakses pada: 20 Oktober
2019.
Portal Resmi Kabupaten Bandung. 2019. Sejarah Kota Bandung. Tersedia di:
https://bandungkab.go.id/pages/sejarah-kabupaten-bandung. Diakses pada 20 Oktober 2019
Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 2019. Desa Sirnasari. Tersedia di:
https://id.wikipedia.org/wiki/Sirnasari,_Tanjungsari,_Bandung. Diakses pada 22 Oktober 2019.
Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 2019. Kecamatan Tanjungsari. Tersedia di:
https://id.wikipedia.org/wiki/Tanjungsari,_Bandung. diakses pada 22 Oktober 2019.
SUMBER WAWANCARA
Kiai dan Ulama KotaBandung. Diambil pada , 02 November 2019.
Wawancara dengan Bapak Abah Ikong (Warga KotaBandung) Sabtu, 02 November 2019. Pukul 14.32
WIB
Wawancara dengan Bapak H. Ajid (Warga KotaBandung) Sabtu, 02 November 2019.
Wawancara dengan Bapak H. Ajid dan H. Aep Saepulloh Gojali (Warga KotaBandung) Sabtu, 02
November 2019.
Wawancara dengan Bapak Maman dan Ibu Siti Maemunah (Warga KotaBandung) Sabtu, 02 November
2019. Pukul 14.41 WIB