Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

GRADUASI DALAM BERDAKWAH

DISUSUN OLEH

HAFIZH ATHORIQ (1917102135)

VINA DWI P (1917102115)

ZUMROH ARROFI NUR FADHILLAH (1917102108)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

FAKULTAS DAKWAH

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanallah Wa Ta’ala yang


telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Graduasi dalam Berdakwah”. Makalah ilmiah ini
telah kami susun secara maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari itu semua, kami menyadari
sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah ilmiah tentang “Graduasi dalam Berdakwah” ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Purwokerto, 1 April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan, ajakan
baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang
dilakuakan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang
lain baik secara individu maupun secara kelompok supaya timbul dalam
dirinya suatu pengertian kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman
terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa
adanya unsur-unsur paksaan.
Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang mengajak dan
memerintahkan ummatnya untuk selalu menyebarkan dan menyiarkan
ajaran islam kepada seluruh ummat manusia. Keharusan tetap
berlangsungnya dakwah ditengah-tengah masyarakat itu sendiri,
merupakan realisasi dari salah satu fungsi hidup setiap manusia muslim,
yaitu sebagai penerus risalah nabi Muhammad saw untuk menyeruh dan
mengajak manusia menuju jalan Allah, jalan keselamaan dunia akhirat. Di
samping fungsi hidup khalifah di muka bumi ini.

Sejak awal, Islam merupakan agama dakwah, baik dalam teori


maupun dalam praktek. Prototip Islam sebagai agama dakwah tersebur
dicontohkan oleh nabi Muhammad saw dalam kehidupan pribadinya,
semasa hidupnya beliau sendiri bertindak sebagai pemimpin dakwah islam
dan berhasil menarik banyak pemeluk islam dari kalangan kaum kafir.
Dalam sejarah sebagaimana ditulis oleh Thomas W. Arnold, bahwa
Rasulullah saw. Merupakan seorang dai dan peletak dasar dakwah islam.

Dalam melaksanakan tugas untuk mengajak manusia kejalan Allah,


tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, sering kali jalan yang
ditempu tidak mulus, dan selalu memenuhi hambatan dan rintangan.
Untuk itu dalam melaksanakan dakwah islamiyah, diperlukan adanya
siasat cermat dan strategi dakwah yang jitu, diantaranya dengan memakai
metode graduasi (Al-Tadarruj) yaitu metode berdakwah dengan secara
bertahap. Dalam makalah ini penulis akan mengupas tuntas ruang lingkup
penjelasan metode berdakwah secara bertahap (Graduasi) dengan
melakukan pendekatan melalui ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi saw.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang
menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini , yaitu:
1. Apa pengertian graduasi (Al-Tadarruj)
2. Apa Hadits yang menekankan berdakwah secara bertahap
3. Apa Asbabul wurud dan isi kandungan Hadits tersebut
4. Apa kaitannya Q.S surat Al-Baqarah ayat 256 dan Hadits tersebut
5. Bagaimana tahap-tahap dakwah Rasulullah saw
1.3 Tujuan Penulis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Graduasi


2.2 Matan dan Terjemahan Hadits

Dari ibnu Abbās ra. Berkata: sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:


Beliau mengutus Mu’āż ra. Ke yaman. Beliau bersabda: sesungguhnya
kami mendatangi masyarakat ahli kitab, maka hendaknya yang pertama
kali ajaran yang kamu serahkan kepada mereka adalah bertauhid kepada
Allah. Lalu jika mereka mengenang Allah, lalu beritahukan mereka bahwa
Allah telah mewajibkan shalat kepada mereka lima kali sehari semalam,
lalu apabila mereka sudah melaksanakannya maka beritahukanlah
kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka membayar zakat
hartanya, dan zakat itu di berikan kepada fakir-miskin di antara mereka.
Kemudian apabila mereka telah mematuhinya maka terimalah dari
mereka, berhati-hatilah jangan sampai kamu mengambil harta
kesayangan mereka”1
2.3 Asbabul wurud Hadits
Asbābul wurūd hadist di atas yaitu terjadi ketika nabi Muhammad
saw mengutus salah satu sahabatnya yang bernama Mu’āż bin Jabāl
untuk berdakwah di negeri yaman pada Tahun 10 Hijriyah, menjelang
Haji wada’, di mana sekitar empat bulan sebelum wafatnya Rasulullah
saw. Mu’āż bin Jabāl tidak ditugaskan untuk tidak mengajarkan agama
islam secara sekaligus, melainkan secara bertahap, berangsur-angsur dan
tanpa adanya paksaan.2
2.4 Isi Kandungan Hadits
Dalam hadits tersebut terkandung beberapa pelajaran penting yang
harus diketahui oleh semua orang yang berdakwah, mengenai keteladanan
Rasulullah saw dalam menggunakan metodologi berdakwah di antaranya:

1
Shahih Bukhari, (Istambul: Dār at-Tibā’ah al-‘Āmirah, 2005) hlm 125.
2
Jalaluddīn ‘Abdurraḥmān as-Suyūṭi, al-Luma’ fī asbābil Wurūdil hadīs, (Beirut: Dār Iḥya’ at-Tūras
al-‘Arabi, 2001) hlm 455.
1. Metode graduasi (Al-Tadarruj), yaitu metode berdakwah secara
bertahap, ini sebenarnya merupakan metode Al-Qur’an dalam
membina masyarakat, baik dalam melenyapkan kepercayaan dan
tradisi Jahiliyah maupun yang lain. Demikian pula dalam
menanamkan aqidah, Al-Qur’an juga memakai metode graduasi
ini.3 Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi saw secara bertahap
(berangsur-angsur) begitu pula Nabi saw menyampaikan hal itu
kepada para sahabatnya. Karenanya sangatlah wajar apabila salah
satu cara dakwah nabi Muhammad saw adalah grduasi. Dakwah
dan pengajarannya di sampaikan secara bertahap dan memerlukan
tahap matang dan disesuaikan dengan kemampuan daya tangkap
masyarakat atau tingkatan pengertian mereka.
Namun tampaknya, metode graduasi dalam pendidikan
Nabi saw bukan semata-mata karena al-Qur’an diturunkan secara
graduasi, melainkan juga merupakan kebijaksanaan Nabi saw
sendiri dalam pendidikan. Sebab banyak contoh yang menunjukkan
Nabi saw tetap memakai metode itu meskipun hal itu terjadi pada
saat-saat akhir dari kehidupan beliau di mana Al-Qur’an sudah
hampir tuntas diturunkan.
2. Materi dakwah dan pengajaran pokok yang pertama disampaikan
dalam adalah mengenai Tauhid. Tauhid merupakan permasalahan
yang paling penting dalam agama ini. Maka mendakwahkannya
juga merupakan perkara yang penting yang dan tidak boleh
disepelekan. Tauhid merupakan bagian yang terpenting dari agama
ini, ia merupakan fitrah yang telah Allah tetapkan pada setiap
manusia.
Tauhid juga merupakan inti dakwah dan ajaran seluruh
Nabi dan Rasul, meski sayri’at yang dibebankan kepada masing-
masing umat berbeda. Tauhid merupakan ilmu tentang mengesakan
Tuhan, meyakini keesaan Allah swt dalam rububiyah, ikhlas
beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama dan sifat-

3
Al-Khātib, Muḥammād ‘Ajjāj, Ushul al-Hadist (Berirut: Dār al-Fikr,1989)  hlm. 57
Nya. Dengan demikian tauhid ada tiga macam, yaitu tauhid
rububiya, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa sifat.4
Di samping menyempurnakan tauhid juga harus ada ajakan
kepada tauhid. Jika tidak, maka ada yang kurang dalam tauhid
tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang meniti jalan
tauhid disebabkan dia mengetahui bahwa jalan tauhid adalah jalan
yang terbaik. Kalau memang dia benar dalam keyakinannya, maka
dia juga harus mendakwahkan tauhid. Mengajak kepada seruan
tauhid Lā ilāha illallāh adalah termasuk kesempurnaan tauhid
seseorang.5 Nabi Muhammad saw mendakwakan tauhid selama 13
tahun lamanya, begitupun Nabi-Nabi sebelumnya semuanya
mendakwahkan tauhid sebagaimana yang Allah perintahkan:

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu


melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian Aku”.(QS. Al Anbiya’:25)

Inilah dakwah seluruh para Nabi, di antara mereka adalah para


‘Ulūl ‘Azmi. Mereka berjalan di atas manhaj dakwah yang satu
yaitu tauhid. Inilah kewajiban paling agung yang merupakan
materi dakwah yang diusung oleh para nabi kepada bani Adam
apaun kondisi yang mereka hadapi walaupun mereka menghadapi
kondisi kaum, negeri, dan waktu yang berbeda-beda. Materi
dakwah yang mereka sampaikan sama yang merupakan kewajiban
yang harus ditempuh ketika mengajak manusia
kepada  Allah ‘Azza wa Jalla. Dan ini juga merupakan jalan
dakwah yang ditempuh para penerus dakwah rasul.

3. Setelah masyarakat beriman barulah Rasulullah memberikan


konsekuensi syahadat bahwa syahadat itu mengandung kewajiban
4
Syekh Nafis, Titian sufi menuju Tauhidullah (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003) hlm 149.
5
Syaikh ‘Utsaimin, Al-Qoulūl Mfīd. (Kairo: Dārul ‘Aqīdah, 2000) hlm 20.
sholat lima waktu sehari semalam, kesadaran menunaikan ibadah
menjadi bukti kebenaran mereka kepada Allah.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum
muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi
muqīmīn maupun dalam perjalanan. Shalat merupakan rukun Islam
kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang)
salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan
shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa
meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam). Shalat
harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali,
berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus
dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang
sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat-shalat
sunnah.
4. Tahap berikutnya pemberitahuan kewajiban menbayar zakat
hartanya, di mana hal itu merupakan kesadaran bentuk rasa
tanggung jawab sosial dan itu menjadi bukti kebenaran Islam.
Zakat merupakan rukun islam yang ketiga setelah Syahadat
dan Shalat, sehinggah merupakan ajaran yang sangat penting bagi
kaum muslimin, bila saat ini kaum muslimin sudah paham tentang
kewajiban shalat dan manfa’atnya dalam membentuk keshalehan
pribadi. Namun tidak demikian pemahamnnya terhadap kewajiban
terhadap zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial,
implikasi keshalehan sosial ini sangat luas kalau saja kaum
muslimin memahami tentang hal tersebut. pemahaman shalat sudah
merata dikalangan kaum muslimin, namun belum demikian dengan
zakat.
Zakat merupakan sarana utama dalam pendistribusian asset
dan kekayaan ummat. Melalui zakat diharapkan sumber-sumber
ekonomi tidak hanya terkonsentrasi pada orang-orang kaya saja,
tapi juga terdistribusikan kepada para fakir miskin, sehinggah
mereka juga ikut merasakan nikmatnya. Dalam islam, zakat
merupakan rukun agama, sedangkan dalam perekonomian, zakat
merupakan sarana terpenting dalam distribusi kesejahteraan.
Perintah mengeluarkan zakat di ulang sebanyak 32 kali
dalam yang hampir seluruhnya memperlihatkan bahwa kedudukan
perintah zakat sejajar dengan perintah shalat, dan keduanya saling
melengkapi kesempurnaan manusia. Shalat itu mengacu pada
terciptanya hubungan yang intens antara manusia dengan Tuhan
secara vertikal sedangkan zakat lebih mengacu kepada terciptanya
hubungan intens antara manusia dengan manusia lainnya secara
horizontal. Dengan demikian terwujudlah hubungan yang
seimbang antara manusia dengan Allah dan manusia dengan
manusia.
Zakat mulai diwajibkan sejak tahun kedua hijriah (623 M).
banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebut zakat berpasangan
dengan shalat, hal ini menunjukkan bahwa zakat termasuk ibadah
pokok yang tidak bsia diabaikan. Bahkan menurut Ibnu ‘Abbās
merupakan pasangan dalam ayat Al-Qur’an yang tidak bisa
dipisahkan, artinya seorang yang berkeinginan shalatnya diterima
oleh Allah harus melaksanakan kewajiban zakat, sebaliknya orang
yang berkeinginan Ibadah zakatnya diterima oleh Allah harus
melaksanakan shalat, sebagaimana Firman Allah SWT.

Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah


beserta orang-orang yang ruku'. (Q.S. Al-Baqarah: 43)

2.5 Kaitan Hadits dengan Surat


2.6 Tahap Dakwah Nabi SAW Secara Historis
Tahapan dakwah Rasulullah saw terbagi menjadi dua sesi, yaitu
Dakwah Secara sembunyi-sembunyi, dan dakwah secara terang-terangan.
Setelah Rasulullah saw diutus menjadi Rasul dan agar melaksanakan
dakwahnya kepada orang Quraisy, maka memulai pendakwahannya
tentang ajaran baru yaitu Islam. Pada akhirnya Rasulullah saw
melaksanakan dakwah tersebut dengan tahapan pertama, yaitu dakwah
secara sembunyi-sembunyi lalu kemudian secara terang-terangan.
1. Dakwah Sembunyi-sembunyi
Dakwah secara sembunyi-sembunyi, dilakukan Rasulullah
saw di seputar keluarganya, selain itu juga dilakukan di kalangan
orang-orang yang tertindas, lemah, dan membutuhkan pertolongan.
Pada tahapan ini, Rasulullah saw mengajak mereka memeluk
Islam, membina mereka dengan pemikiran-pemikirannya,
membimbing mereka dengan tauhid. Demikian itu menunjukkan
bahwa Rasulullah tidak pernah lepas dari dakwah dan bersungguh-
sungguh membina orang-orang yang masuk Islam dengan
pemikiran-pemikiran. Beliau mengumpulkan mereka di rumah Al-
Arqām, dan mengirim sahabat yang akan membina mereka dalam
bentuk kutlah di berbagai halaqah. Pembinaan secara kelompok
yang dilakukan oleh Rasulullah hanya untuk orang-orang yang
bersimpati kepada Islam dan siap untuk menerima Islam.
Materi dakwah yang dilakukan Rasulullah secara
sembunyi-sembunyi merupakan ayat-ayat yang turun kepada Rasul
untuk mengajak pada ketauhidan, mengingkari keberhalaan, dan
kesyirikan serta mengutuk keduanya.
Selama tiga tahun berdakwah, hanya empat orang pengikut
yang masuk Islam dan menjadi pengikut Rasulullah saw.
Diantaranya adalah Istri nabi Muhammad Khadījah, dari
keluarganya adalah ‘Alī bin Abi Ṭalib, sedangkan dari kalangan
budak adalah Zaid bin Harisah, dan dari kalangan kerabat dekatnya
Abu Bakar as-Siddīq.6
Dengan perantara Abu Bakar, banyak orang yang masuk
Islam, diantaranya; ‘Usmān bin ‘Affān, Ṭalḥah bin ‘Ubaidillah bin
Jarrāh, ‘Abdurraḥman bin ‘Auf, Arqām bin Abil Arqām, Fatīmah
binti Khattāb, dan suaminya dan lain-lain. Pada tahap pertama ini,
tantangan yang dialami oleh Rasulullah masih sedikit, karena

6
Ibnu Hisyam, Sirah An-Nabawiyah (Beirut: Dār al-Fikr, 1999) hlm 105.
masih dalam tahap sembunyi-sembunyi, jadi belum terlalu keras
dan terjal dalam pendakwahannya.
2. Dakwah Terang-terangan
Setelah tiga tahun berlalu, dan melakukan dakwah secara
sembunyi-sembunyi, maka Rasulullah saw ingin menyampaikan
dan menyebarkan secara terang-terangan. Sebelum Rasulullah saw
berdakwah secara terang-terangan, Rasulullah saw menjamu
makan malam sederhana kepada kaum Bani Hasyim (keluarga
besar Rasulullah saw). Dalam acara tersebut Rasulullah saw
mengajak kabilah Bani Hasyim untuk mengikuti langkah atau
ajaran Islam.7 Hasil yang didapatkan adalah mereka tidak
menggubris ajakan Rasulullah, bahkan meninggalkan tempat
jamuan sebelum acara tersebut berakhir.
Di lain waktu, acara jamuan tersebut diadakan kembali.
Kali ini para tamu undangan mulai mendengarkan perkataan
Rasulullah saw. Namun, tak satupun dari mereka yang
meresponnya secara positif. Hal tersebut tidak membuat Rasulullah
saw dan para sahabatnya patah arah, tetapi membuat Rasulullah
saw dan para sahabatnya semangat dan dakwahnya semakin
diperlebar. Hingga suatu ketika Rasulullah saw mengadakan pidato
terbuka di bukit Sofa. Pidato tersebut berisi perihal kerasulannya.
Rasulullah memanggil seluruh penduduk Makkah dan
mengabarkan kepada mereka bahwa dirinya diutus untuk mengajak
mereka meninggalkan “Paganisme” (Penyembahan terhadap
berhala). Beliau menjelaskan bahwa Tuhan yang wajib disembah
hanyalah Allah. Mendengar hal tersebut masyarakat Quraisy
tersentak kaget, mereka sangat marah karena hal tersebut dan
menghina tradisi nenek moyang dan kehormatan mereka. Para
pembesar Quraisy membentak dan memaki Rasulullah dengan
keras. Mereka menganggap bahwa Muhammad adalah orang gila.
Bahkan pamannya sendiri pun mengancam Rasulullah dengan

7
Op.cit., h 123.
keras. Seiring berjalannya waktu, dakwah secara terang-terangan
terus dilakukan.
Bersamaan dengan itu pula, perlawanan dari kalangan
pembesar Quraisy seperti Abū Sofyan, Abū Lahab, Ummayah, dan
‘Utbah bin Rabī’ah semakin gencar. Para penentang tersebut mulai
melancarkan aksi permusuhan kepada Rasulullah dan para sahabat.
Para pengikut yang berasal dari kalangan lemah dan tertindas
sering mendapatkan siksaan yang berat. Mereka tidak lagi
memandang bahwa Muhammad adalah anggota kabilah Bani
Hasyim, hanya saja tekanan-tekanan terhadap Rasulullah tidak
mereka lakukan secara langsung, karena mereka masih menghargai
Abu Thalib dan para anggota Bani Hasyim lainnya. Setelah
mendapatkan siksaan yang bertubi-tubi dari kaum Bani Hasyim,
maka kaum muslimin hijrah ke Abesinia (Ethiopia). Hijrah kaum
muslim tersebut terbagi menjadi dua gelombang. Gelombang
pertama berjumlah 11 orang pria dan 4 wanita. Ternyata
sesampainya di Makkah justru Quraisy menyiksa kaum muslimin
lebih kejam dari yang sebelumnya. Oleh karena itu, maka kaum
muslimin berhijrah kembali untuk yang kedua kalinya ke abesinia
dengan rombongan yang lebih besar, yakni orang pria tanpa
wanita. Mayoritas penduduk Abesinia beragam nasrani (kristen)
dan dipimpin oleh Raja Najasi Negus. Para masyarakat Abesinia
menghormati kaum muslim untuk tinggal di sana sampai setelah
Nabi hijrah ke Madinah.8

8
 Op.cit., h 157

Anda mungkin juga menyukai