Anda di halaman 1dari 16

PENGERTIAN HADITS DAN KEGUNAANNYA

DALAM STUDI ISLAM


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Hadits

Disusun Oleh :
Achmad Nur Hidayat (402019321001)
Adityo Wiwit Kurniawan (402019321002)

Dosen Pengampu :
Al-Ustadz Muhib Huda Muhammadi, M.A

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
PONOROGO-INDONESIA
1440/2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim...
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
marilah kita panjatkan puja dan puji syukur atas segala bentuk rahmat, nikmat,
serta inayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berkaitan dengan "Pengertian Hadits dan kegunaannya dalam studi Islam”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarga, para sahabat-sahabat beliau, serta pengikut yang setia
kepada beliau sampai akhir zaman.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah keilmuan dan
wawasan bagi para pembaca yang budiman. Untuk kedepannya dapat
memperbaiki kesalahan dan menambah kekurangan yang terdapat dalam makalah
ini. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekeliruan yang terdapat dalam makalah ini, oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Kami haturkan terimakasih banyak kepada para dosen, terutama dosen
dalam mata kuliah Studi Hadits yaitu Ustadz Muhib Huda Muhammadi, M.A.,
karena berkat didikan, dorongan dan motivasi dari beliau akhirnya makalah ini
kami dapat selesaikan sebagaimana mestinya.

Ponorogo, 18 Desember 2019


Penyusun

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................ 2
Daftar Isi ................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................ 5
Bab II Pembahasan
A. Definisi Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar……….......................... 5
B. Struktur Pembentuk Hadits (Sanad dan Matan)...............................10
C. Urgensi Hadits Dalam Studi Islam……...........................................13
Bab III Penutup
A. Kesimpulan.......................................................................................15
B. Saran ................................................................................................15
Daftar Pustaka .........................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Umat Islam hidup dengan berpedoman pada kitab suci Al-Quran. Umat
Islam hidup dengan mempelajari, memahami dan menerapkan ajaran-ajaran yang
terkandung dalam Al-Quran. Disamping itu juga terdapat hadits yang diyakini
sebagai ajaran kedua setelah Al-Quran. Beberapa ulama mengartikan hadits
dengan sunnah memiliki arti yang sama, karena hadits dan sunnah berasal dari
nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini, istilah hadits tersebut biasanya mengacu
kepada segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa
sabda, perbuatan, persetujuan, dan sifatnya, baik yang terjadi sebelum maupun
setelah kenabiannya. Dalam khazanah ilmu Hadits, terdapat sejumlah istilah yang
dari sisi terminologis memiliki pengertian serupa, yakni: hadits, sunnah, khabar,
dan atsar. Menurut mayoritas ulama hadits, keempat terma itu dianggap sinonim
(mutaradif), sehingga dalam pemakaiannya dapat dipertukarkan satu sama lain.
Dan ada juga beberapa orang menganggap keempat terma itu memiliki makna
yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar
2. Struktur Pembentuk Hadits (Sanad dan Matan)
3. Urgensi Hadits Dalam Studi Islam

C. Tujuan
1. Mengetahui defini dari Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar
2. Memahami struktur pembentuk Hadits (Sanad dan Matan)
3. Mengetahui urgensi Hadits dalam Studi Islam

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar


1. Hadits
Kata hadits berasal dari bahasa Arab, Al-Hadits; Dari segi bahasa, kata ini
memiliki banyak arti, diantaranya, Al-Jadid (yang baru), lawan dari al-qadim
(yang lama), Al-khabar (kabar atau berita), Al-qarib (dekat) 1
Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Muhammad ‘Ajjaj al Khathib.
Beliau mengatakan hadits berarti sesuatu yang baru.2 Kemudian arti hadits adalah
“qarib” (yang dekat), yang belum lama terjadi seperti dalam ungkapan (baru
masuk Islam), khabar (warta) atau sesuatu yang diperbincangkan dan dipindahkan
dari seseorang kepada orang lain. Dari makna inilah diambil ungkapan “hadits
Rasulullah”. Hadits yang bermakna khabar ini diambil dari kata haddatsa,
yuhadditsu, tahdiits, yang bermakna riwayat atau ikhbar (mengabarkan). Maka
jika ada ungkapan “ia mengabarkan sesuatu khabar kepada kita”.
Menurut ahli hadis, pengertian hadis adalah:

‫أقوال النىب صلى اهلل عليه وسلم وأفعاله وأحواله‬


"Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya."
Yang dimaksud dengan "hal ihwal" ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi
SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan
kebiasaan-kebiasaannya. Hadits menurut pengertian ahli hadits dibagi menjadi
dua yaitu pengertian hadits yang terbatas dan pengertian hadits yang luas.
Pengertian hadits yang terbatas adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang
1
Ismail Syuhudi, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hlm. 26
2
Muhammad Subhi Al Salih, ‘Ulumul Al Hadits Wa Mustalahuhu (Beirut: Dar Al Fikr, 1989),
hlm 4-5.

5
sebagainya/semisalnya. Ta’rif ini mengandung empat unsur yakni perkataan,
perbuatan, pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan nabi Muhammad SAW yang
lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau, tidak termasuk hal-hal
yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in.
Sementara menurut pengertian hadits yang luas, hadits tidak hanya
disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, tetapi juga mencakup perkataan,
perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, sehingga
dalam hadits ada istilah “marfu’ (yang disandarkan kepada nabi), manqul (yang
disandarkan kepada sahabat) dan maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).
Hadits menurut pengertian ahli usul yaitu segala perkataan, perbuatan dan
ketetapan nabi yang bersangkut paut dengan hukum. Maka menurut mereka, tidak
termasuk hadits sesuatu yang tidak bersangkut paut dengan hukum, seperti
masalah kebiasaan sehari-hari atau adat istiadat.
Jadi hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi SAW, baik
ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau
ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia.
Awal terjadinya hadits menimbulkan kontroversi dikalangan ulama’,
diantaranya ada yang berpendapat bahwa hadits nabi mulai terjadi pada masa
kenabian (An-Nubuwah), termasuk sifat-sifat luhur nabi yang terlihat sebelum
masa kenabian juga menjadi panutan, tapi kegiatan nabi sebelum masa kenabian
yang tidak dicontohkan lagi pada masa kenabian tidak menjadi panutan. Misal
kegiatan nabi menyepi di gua hiro’. Sebagian ulama’ lagi mengatakan bahwa
hadits nabi teleh terjadi sebelum dan dalam masa kenabian.
Kemudian dari kedua pendapat tersebut dapat dilihat bahwa pendapat yang
satulah yang lebih kuat yaitu terjadinya hadits nabi mulai dari masa kenabian
dengan alasan perintah Allah kepada orang-orang yang beriman untuk meneladani
dan menaati Muhammad sebagai rosul Allah, yakni ketika Muhammad dalam
masa kenabian.

2. Sunnah

6
Sunnah menurut bahasa adalah jalan yang ditempuh baik itu terpuji/ tidak
terpuji. Suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamakan sunnah walaupun tidak
baik. Secara etimologi, sunnah berarti tata cara.3 Menurut pengarang kitab Lisan
Al ‘Arab pada mulanya berarti cara atau jalan yaitu jalan yang dilalui orang-orang
dahulu kemudian diikuti oleh orang-orang belakangan.

Menurut ahli hadits sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, perangi, budi pekerti,
maupun perjalanan hidup, baik sebelum diangkat Rasul maupun sesudahnya. Dari
definisi tersebut, dapat diambil kepemahaman bahwa para ahli hadits membawa
masuk semua bentuk kebiasaan Nabi SAW, baik yang melahirkan hukum syara’
maupun tidak kedalam pengertian sunnah dan memiliki makna sama dengan
pengertian hadits. Karna itu dari cakupan tradisi Nabi SAW yang dilakukan
sebelum maupun sesudah beliau terutus sebagai utusan, sehingga kandungan kata
sunnah dapat dijadikan sebagai dalil hukum syara’ meliputi semua bentuk
perkataan, perbuatan, penetapan, dan kebiasaan Nabi SAW. Akibatnya kandungan
arti sunnah lebih luas dari pada hadits, sebab sunnah melihatnya pada keberadaan
beliau SAW sebagai uswatun hasanah, sehingga yang melekat pada diri beliau
secara utuh harus diterima tanpa membedakan apakah yang telah diberitakan itu
berhubungan dengan hukum syara’ maupun tidak.

Menurut ahli Ushul, sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi SAW selain al-Quran baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan
yang memang layak untuk dijadikan sebagai dalil bagi hukum syara’. Dari definisi
tersebut, sunnah diartikan sebagai sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW,
tetapi hanya yang berhubungan dengan hukum syara’ baik, yang berupa
perkataan, perbuatan maupun ketetapanya. Sedang sifat-sifat yang melekat pada
beliau, yaitu perilaku perbuatan dan perjalanan hidup beliau serta semua yang
bersumber dari beliau, yang tidak berhubungan dengan hukum syara’ serta
terjadinya sebelum beliau diangkat sebagai Rosul tidak masuk dalam kategori
pengertian sunnah. Dengan demikian, maka yang termasuk ke dalam kategori

3
Al Qamus Al Muhit Dan Lisan Al ‘Arab; kata “sunan”.

7
pengertian sunnah hanya terbatas pada segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
SAW saja. Sedangkan yang bersumber dari sahabat dan tabi’in tidak termasuk
sunnah.

Menurut ahli Fiqih, sunnah adalah semua ketetapan yang berasal dari Nabi
SAW selain yang difardlukan, diwajibkan dan termasuk kelompok hukum yang
lima. Definisi ini menunjukan bahwa objek pembahasan para ahli fiqih Islam
hanya terbatas pada pribadi dan perilau Nabi SAW sebagai landasan hukum syara’
untuk diterapkan pada perbuatan manusia pada umumnya baik yang wajib, haram,
makruh, mubah maupun sunat. Karenanya jika dikatakan perkara ini sunnah,
maka yang dikehendaki adalah pekerjaan itu memiliki nilai hukum yang
dibebankan oleh Allah kepada setiap orang yang sudah dewasa, berakal sehat
dengan tuntutan.

Guna menghindari kerancuan pengertian hadits dan sunnah perlu


ditegaskan perbedaannya. Hadits ialah segala peristiwa yang disandarkan kepada
Nabi SAW, walaupun selama hayat beliau hanya sekali terjadi, atau hanya
diriwayatkan oleh seseorang. Adapun sunnah adalah amaliah Nabi SAW yang
mutawatir dan sampai kepada kita dengan cara mutawatir pula. Nabi
melaksanakannya bersama para sahabat, lalu para sahabat melaksanakannya.
Kemudian diteruskan oleh para tabi’in, walaupun lafadz penyampaiannya tidak
mutawatir namun cara penyampaiaannya mutawatir. Mungkin terjadi perbedaan
lafadz dalam meriwayatkan suatu kejadian, sehingga dalam segi sanad dia tidak
mutawatir, akan tetapi dalam segi amaliahnya dia mutawatir. Proses yang
mutawatir itulah yang disebut sunnah. Oleh karena itu dalam kehidupan kita
sehari-hari sering para ulama menjelaskan bahwa amalan ini telah sesuai dengsan
sunnah Rasul.

3. Khabar
Khabar menurut bahasa ialah “warta berita yang disampaikan dari
seseorang kepada orang lain”, atau memberitakan, mengabarkan”.4 Maksudnya
sesuatu yang diberitakan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain atau
4
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, 180

8
sesuatu yang disandarkan kepada nabi dan para sahabat, dilihat dari sudut
pendekatan bahasa ini kata khabar sama artinya dengan hadits. Jadi setiap hadits
termasuk khabar, tetapi tidak setiap khabar adalah hadits.
Menurut pengertian istilah, para ahli berbeda-beda dalam memberikan
definisi sesuai dengan latar belakang dan disiplin keilmuan masing-masing,
diantaranya adalah: sebagian ulama mengatakan bahwa khabar ialah sesuatu yang
datangnya selain dari nabi SAW, sedangkan yang dari nabi SAW disebut hadits.
Ulama lain mengatakan bahwa hadits lebih luas dari pada khabar, sebab setiap
hadits dikatakan khabar dan tidak setiap khabar adalah hadits. Ahli hadits
memberikan definisi sama antara hadits dengan khabar, yaitu segala sesuatu yang
datangnya dari nabi SAW, sahabat, dan tabi’in, baik perkataan, perbuatan maupun
ketetapanya.

4. Atsar
Dari sisi kebahasaan, atsar mengandung arti sisa dari sesuatu, atau sisa dari
gambaran sesuatu, dan hasil dari peninggalan. Menurut Ibn Faris (w. 395 H.), ada
tiga makna dasar dari atsar; mendahulukan sesuatu, penyebutan sesuatu, dan
gambaran sisa sesuatu. Selain itu, kata atsar dapat juga berarti khabar. Secara
terminologis, atsar juga dianggap sinonim dengan hadis, sunnah, dan khabar.
Mayoritas ulama hadis mengartikan atsar sebagai sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW, sahabat, ataupun tabi’in. Sementara al-Nawawi (w. 676 H.),
menyebutkan bahwa atsar dalam terminologi ulama salaf dan mayoritas ulama
khalaf, adalah sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi SAW (marfu’) maupun dari
sahabat (mawquf). Menurut ulama Fiqih Khurasan, sesuatu yang bersumber dari
Nabi SAW, disebut sebagai khabar, dan yang berasal dari sahabat sebagai atsar.
Jadi, pengertian atsar hanya terbatas pada sesuatu yang disandarkan kepada
sahabat (mawquf) dan bukan tabi’in. Namun, secara tidak langsung, pendapat
tentang distingsi hadis dan atsar tersebut, telah disanggah oleh beberapa sarjana
hadis kontemporer. 5

5
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2016), hlm.51

9
B. Struktur Pembentuk Hadits
Sanad, matan, dan rawi merupakan unsur-unsur penting dalam sebuah
hadits. Ketiganya saling berkaitan satu sama lain. Sanad adalah pengantar matan.
Matan adalah isi/substitusi yang diriwayatkan rawi, sedangkan rawi adalah
periwayat hadits jika dilihat dari posisinya, maka sanad berada di awal hadits,
matan ada di tengah di hadits, sedangkan rawi ada di akhir hadits.

1. Sanad
Sanad menurut bahasa adalah al-sanad (sandaran tempat, bersadar).
Sedangkan sanad menurut istilah adalah (jalan yang menyampaikan kepada jalan
hadits). Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits
tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Dilihat dari
fungsinya, sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Sebuah hadits
dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam
lapisan-lapisan sanad disebut dengan “Ihaqabah”. Signifikan jumlah sanad dan
penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat atau kualitas hadits.
Jadi, yang perlu dicermati dalam memahami Al-hadits terkait dengan sanadnya
ialah menyangkut :
a. Keutuhan sanadnya
b. Jumlahnya perawinya
Dalam periwayatan hadits, sanad hadits dinyatakan kedudukan yang
sangat penting. Hadits yang dapat dijadikan hujah (hujjah) hanyalah hadis yang
sanadnya sahih. Untuk kepentingan penelitian sanad hadis, ulama telah menyusun
bernagai ilmu, dalam arti pengetahuan, dan kaidah berkenaan dengan sanad
hadits. Salah satu kaidah yang telah diciptakan oleh ulama adalah kaidah
kesahihan sanad hadits, yakni patokan atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu
sanad yang berkualitas shahih. Contoh haditsnya sebagai berikut.

10
Hadis ini dilihat dari segi sanad, yaitu jalan yang menyampaikan kita kepada
matan hadis, maka urutannya adalah sebagai berikut:
a. Muhammad Ibn al-Mustanna sebagai sanad pertama atau awwal sanad
b. ‘Abd al-Wahhab al-Tsaqafi sebagai sanad kedua
c. Ayyub sebagai sanad ketiga
d. Abi Qilabah sebagai sanad keempat
e. Anas r.a. sebagai sanad kelima atau akhir sanad
Ada beberapa istilah yang erat hubungannya denga sanad, yaitu isnad, musnad
dan musnid.
a. Isnad secara etimologi berarti menyandarkan sesuatu kepada yang lain.
Sedangkan menurut istilah isnad berarti menjelaskan jalan matan dengan
meriwayatkan hadits secara musnad. Bisa disebut juga menceritakan
jalannya matan.
b. Musnad adalah bentuk isim maf’ul dari kata kerja asnada, yang berarti
sesuatu yang disandarkan kepada yang lain. Hadis marfu’ (yang
disandarkan kepada Rasulullah SAW), Mawquf (yang disandarkan kepada
sahabat), dan Maqthu’ (yang disandarkan kepada Tabi’in).
c. Musnid Kata Musnid adalah isim fa’il dari asnada yusnidu, yang berarti
“orang yang menyandarkan sesuatu kepada lainnya.” Sedangkan
pengertiannya dalam istilah adalah setiap perawi hadits yang
meriwayatkan hadits dengan menyebutkan sanadnya dan hanya sekedar
meriwayatkannya saja.6

2. Matan

6
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: PT.Mutiara Sumber Widya,1998) hlm.150-154.

11
Kata “ matan” atau “al-Matn” menurut bahasa berarti ma irtafa’a
min al-ardi (tanah yang meninggi). Sedangkan menurut istilah adalah kalimat
tempat berakhirnya sanad. Atau dengan redaksi lain adalah lafadz-lafadz hadits
yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu. Jadi berdasarkan beberapa
pengertian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan matan adalah materi
atau lafadz hadis itu sendiri. Berkenaan dengan matan tau redaksi hadits, maka
yang perlu akan dicermati dalam memahami hadits adalah :
a. Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada nabi
Muhammad atau bukan.
b. Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan dengan hadits
lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau
menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al-quran (apakah
ada yang bertolak belakang).7
Contoh dari matan dapat dilihat dari hadis ini.

Maka lafadz :

Merupakan matan dari hadis tersebut.8

3. Perawi

7
Asep Herdi, Memahami llmu Hadis (Bandung: Tafakur, 2014) hlm. 50-51.
8
Nawir, Ulumul (Jakarta: PT.Mutiara Sumber Widya, 1998) hlm. 164-165.

12
Kata Mukharrij/rawi merupakan bentuk Isim Fa’il (bentuk pelaku) dari
kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan; menampakkan,
mengeluarkan dan menarik. Sedangkan menurut istilah mukharrij ialah orang
yang mengeluarkan, menyampaikan atau menuliskan kedalam suatu kitab apa-apa
yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (gurunya). Didalam suatu
hadits biasanya disebutkan pada bagian terakhir nama dari orang yang telah
mengeluarkan hadits tersebut, semisal mukharrij terakhir yang termaksud dalam
Shahih Bukhari atau dalam Shahih Muslim, ialah Imam Bukhari atau Imam
Muslim dan begitu seterusnya.
Ada dua hal yang harus diteliti pada diri periwayat Hadits untuk dapat
diketahui apakah riwayat yang dikemukakannya dapat diterima sebagai sebuah
Hadits yang dapat dijadikan hujjah atau ditolak, yaitu : Adil, keadilan memiliki
empat kriteria atau empat unsur yakni beragama Islam, mukalaf, melaksanakan
ketentuan agama dan menjaga muru’ah. Kriteria tersebut berbeda di saat
menerima dan menyampaikan hadits. Yang kedua yaitu Dhabith, yaitu kuat
hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan.

C. Urgensi Hadits dalam Studi Islam


Urgensi berasal dari bahasa latin (urgere) yang artinya mendorong.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keharusan yang
mendesak atau hal yang penting. Para ulama telah sepakat menetapkan bahwa
“Hadits adalah pokok kedua dari agama Islam.” Disamping Al-Qur’an sebagai
pokok pertama. Al-Qur’an dan hadits memiliki kaitan yang erat karena hadits
merupakan penjelasan terhadap Al-Qur’an. Sebaliknya Al-Qur’an sebagai pokok
pertama sehingga Al-Qur’an dan hadits tidak dapat dipisahkan. 9 Beberapa
kepentingan mempelajari hadits :
1. Menambah wawasan tentang hadits
2. Dapat menerapkan hadits dalam kehidupan sehari-hari
3. Menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat mujmal (umum).

9
Hasbi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 21

13
4. Memberikan suri tauladan yang baik
5. Dapat menetapkan suatu hukum dan menguatkan hukum-hukum yang
telah disebutkan dalam Al-Qur’an
Mempelajari hadits Nabi SAW mempunyai keistimewaan tersendiri
sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya bahwa orang yang
mempelajari dan menghafal hadits-haditsnya akan dianugerahi oleh Allah SWT
wajah yang bercahaya, penuh dengan pancaran nur keimanan yang menandakan
ketenangan hati dan keteduhan batin.

BAB III
PENUTUP

14
A. Kesimpulan
Hadits, sunnah, khabar dan atsar memiliki yang sama (sinonim) yang
merupakan pemberitaan tentang diri Nabi Muhammad SAW yang diperluas
melalui beberapa pendapat ulama.
Sanad adalah pengantar matan. Matan adalah isi/substitusi yang
diriwayatkan rawi, sedangkan rawi adalah periwayat hadits jika dilihat dari
posisinya, maka sanad berada di awal hadits, matan ada di tengah di hadits,
sedangkan rawi ada di akhir hadits.
Urgensi hadits dalam studi Islam sebagai salah satu fondasi dan intisari
hukum Islam. Banyak sekali penelitian-penelitian hadits yang dilakukan, dan
bukan hanya umat muslim saja yang melakukan penelitian tetapi non muslim juga
ikut melakukan penelitian. Dan sudah terbukti telah menghasilkan berbagai karya
berbobot dari belahan dunia.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini mungkin masih terdapat kesalahan
atau kekurangan, baik dalam hal materi referensi atau penulisan. Oleh
karena itu, penyusun meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada
pembaca serta meminta kritik dan saran agar penyusunan makalah
berikutnya bisa lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

15
Subhi Al Salih, Muhammad, ‘Ulumul Al Hadits Wa Mustalahuhu. Beirut: Dar Al
Fikr, 1989.
Al Qamus Al Muhit Dan Lisan Al ‘Arab
Syuhudi, Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis. Jakarta: Bulan Bintang,
1976.
Al-Qaththan, Manna’, Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2016.
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis. Jakarta: PT.Mutiara Sumber Widya, 1998.
Herdi, Asep, Memahami llmu Hadis. Bandung: Tafakur, 2014.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hida Karya Agung, 1990.

http://berkaryaasepsm.blogspot.com/2010/05/pengertian-hadis-dan-sunnah.html
Diakses tanggal 16 Desember 2019 pukul 21.00 WIB

http://santri-ppmu.blogspot.com/2011/03/struktur-hadis-sanad-matan-dan.html
Diakses tanggal 16 Desember 2019 pukul 21.15 WIB

16

Anda mungkin juga menyukai