AJARAN ISLAM
Oleh :
Anwar Jaelani
Andika Bayu N
Kiki Oktafia
Rifa Millati
TOPIC
As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhammad SAW dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat
tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi
ummat Islam.
• Ijtihad
Ijtihad berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i
dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad, merupakan sumber hukum
ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang
hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad
dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER
UTAMA AJARAN ISLAM
Asbabun
Pengertian Nuzul
Al-Quran
Al-Quran
Fungsi &
Isi & Pesan Tujuan
Al-Quran
Al-Quran
Pengertian
Al-Quran
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari kata “qara’a, yaqra’u, qira’atan,
qur’anan” yang berarti mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf serta
kata-kata dari satu bagian ke bagian lain secara teratur. Ada juga sumber
lain mengatakan bahwa Al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan
sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat,
karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal baca tulis yang
dapat menandingi Al-Qur’an al-Karim.
Alqur’an diturunkan kepada nabi Muhammad kurang lebih selama 23
tahun, dalam dua fase yaitu 13 tahun pada fase sebelum beliau hijrah ke
Madinah (Makiyah) dan 10 tahun pada fase sesudah hijrah ke Madinah
(Madaniyah). Isi Al-Qur’an terdiri dari 114 surat, 6236 ayat, 74437 kalimat,
dan 325345 huruf. Proporsi masing-masing fase tersebuut adalah 86 surat
untuk ayat-ayat Makiyah dan 28 surat untuk ayat-ayat Madaniyah.
Asbabun Nuzul
Al-Quran
• Pengertian
Asbābun Nuzūl adalah ilmu Al-Quran yang membahas mengenai latar
belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat Al-
Quran diturunkan. Pada umumnya, Asbabun Nuzul memudahkan
para Mufassir untuk menemukan tafsir dan pemahaman suatu ayat dari
balik kisah diturunkannya ayat itu. Selain itu, ada juga yang memahami ilmu
ini untuk menetapkan hukum dari hikmah di balik kisah diturunkannya suatu
ayat. Ibnu Taimiyyah mengemukakan bahwa mengetahui Asbabun Nuzul
suatu ayat dapat membantu Mufassir memahami makna ayat.
Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul suatu ayat dapat memberikan dasar
yang kukuh untuk menyelami makna suatu ayat Al-Qur’an.
• Kegunaan Asbābun Nuzūl
Untuk menjelaskan hikmah tentang pensyariatan terhadap hukum
Untuk mengkhususkan hukum yang bersifat umum
• Dilihat dari segi sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat
asbabun nuzul. Ada dua jenis redaksi yang dipergunakan oleh perawi dalam
mengungkapkan riwayat asbabun nuzul yaitu:
Sharih (visionable/jelas). Artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbabun
nuzul dan tidak mungkin pula menunjukkan yang lainnya.
Muhtamilah (kemungkinan). Artinya riwayat yang belum jelas menunjukkan
asbabun nuzul dan masih memungkinkan pula menunjukkan arti lain.
• Dilihat dari sudut pandang berbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau
berbilangnya ayat untuk asbabun nuzul.
1. Berbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat. Pada kenyataannya tidak setiap ayat
memiliki riwayat asbabun nuzul dalam satu versi. Ada kalanya satu ayat memiliki
beberapa versi riwayat asbabun nuzul. Bentuk variasi itu terkadang dalam redaksinya
dan terkadang pula dalam kualitasnya. Untuk mengatasi variasi riwayat asbabun
nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama’ mengemukakan cara-cara
berikut.
Tidak mempermasalahkannya
Mengambil versi riwayat asbabun nuzul yang menggunakan sharih
Melakukan studi selektif (tarjih)
Yaitu langit yang pertama yang tampak ketika dilihat di dunia ini namun tidak
diketahui letak persisnya. Adapun jumlahnya adalah semuanya pada waktu
Lailatul Qadr. Namun tanggalnya tidak diketahui, dan pada bulan Ramadhan.
Al-Qurtubi telah menukil dari Muqtil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan
bahwa turunnya Al-Qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izza di langit di
dunia. Sebetulnya tidak hanya Al-Qur’an saja yang diturunkan pada bulan
Ramadhan, tetapi ada juga
• Taurat : 6 Ramadhan
• Suhuf Ibrahim : 1 Ramadhan
• Injil : 13 Ramadhan
• Zabur : 12 Ramadhan
Tahapan ketiga atau yang terakhir adalah Al-Qur’an diturunkan dari Baitul ‘Izza
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril. Penurunannya
tidak secara langsung sekaligus, namun diangsur-angsur selama dua puluh tiga
tahun berdasarkan kebutuhan, peristiwa atau bahkan melalui permintaan malaikat
jibril. Adapun kitab-kitab lain seperti tauraut, zabur dan injil diturunkan oleh Allah
SWT dengan cara sekaligus tidak secara berangsur-angsur.
Isi dan Pesan-pesan
dalam Al-Quran
1. Aspek Keagamaan
Isi Al-Qur’an pada dasarnya mengandung pesan-pesan sebagai berikut;
• tauhid, termasuk didalamnya kepercayaaan pada yang gaib, ibadah, kegiatan dan
perbuatan yang diwujudkan dan dihidupkan didalam hati dan jiwa
• Janji dan ancaman, yaitu janji balasan baik bagi mereka yang berbuat baik dan
sebaliknya ancaman siksa bagi mereka yang berbuat jahat, jalan menuju kebahagiaan
dunia akhirat, dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk mencapai keridhaan Allah SWT
• cerita sejarah para terdahulu baik sejarah suatu kaum, tokoh maupun Nabi dan Rosul.
Abdul Wahab Khalaf lebih memerinci pokok-pokok kandungan Al-Qur’an ke dalam 3
ktegori, yaitu:
• Masalah kepercayaan (I’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman kepada
Allah, malaikat, kitabullah, rasulullah, hari kebangkitan dan taqdir.
• Masalah etika (khuluqiyah) berkaitan dengan hal-hal yang dijadikan perhisan bagi
seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan.
• Masalah perbuatan dan ucapan (‘amaliyah) yang terbagi dalam dua macam yaitu
ibadah dan muamalah. Ibadah berkaitan dengan rukun Islam, nazar, sumpah dan
ibadah-ibadah yang lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT.
Mu’amalah berkaitan dengan akad, pembelanjaan, hukuman, jual-beli dan lainnnya
yang mengtur hubungan manusia dengan sesama.
2. Dimensi keilmuan
Menurut Dr. Muhammad Ijazul Khatib dari Universitas Damaskus, tak ada yang lebih
menekankan pentingnya sains dari pada kenyataan bahwa: berbeda dengan bagian
legislatif yang hanya 250 ayat saja, sedangkan 750 ayat Al-Qur’an –hampir
seperdelapannya- menegur orang-orang mukmin untuk mempelajari alam semesta,
untuk berfikir, untuk menggunakan penalaran yang sebaik-baiknya, untuk menjadikan
kegiatan ilmiah ini sebagai bagian dari kehidupan umat. Sekarang banyak ditemukan
orang yang mencoba menafsirkan beberapa ayat Al-Qur’andalam sorotan ilmiah
modern. Dengan tujuan untuk menunjukkan mu’jizat Al-Qur’an dalam lapangan
keilmuan untuk meyakinkan orang-orang non-muslim akan keagungan dan keunikan Al-
Qur’an, dan untuk menjadikan kaum muslimin bangga memiliki kitab seperti itu.
Pandangan mengenai Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan bukanlah
merupakan sesuatu yang baru, karena banyak ulama besar kaum muslimin yang
berpandangan demikian. Dari keterangan diatas, para ulama berkeyakinan bahwa Al-
Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi kemajuan manusia, dan mencakup apa yang
diperlukan manusia dalam wilayah iman dan amal. Al-Quran juga mengandung
rujukan-rujukan pada sebagian fenomena alam.
Fungsi dan Tujuan
Al-Quran
• Al-Huda (petunjuk), bahwa al-qur’an adalah petunjuk bagi kehidupan manusia disamping
sunnah Rasul yang merupakan yang kedua yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia.
• Al-Furqan (pembeda). Sebagaimana firman Allah “Bulan Ramadhan adalah bulan yang
diturunkannya al-qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yan batil)..(QS. Al-Baqarah : 185).
• Al-Syifa (obat). Sebagaimana firman Allah “Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada….(QS. Yunus : 57).
• Al-Mau’izhah (nasihat). Sebagaiman firman Allah “Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi
seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi yang bertaqwa”. (QS. Ali Imran : 38).
Al-Qur’an terdiri dari 30 Juz, 114 surat dan 6666 ayat. Selain Al-Qur’an, wahyu Allah ini diberi
nama-nama lain oleh Allah, yaitu :
• Al-Kitab, berarti sesuatu yang ditulis (terkandung isyarat perintah agar firman Allah itu ditulis
nabi serta mengandung prediksi bahwa Al-Qur’an akan menjadi kitab abadi yang dapat
dibaca manusia)
• Al-Kalam, berarti ucapan (Al-Qur’an seluruhnya ucapan Allah. Dalam kaitan ini terkandung
jaminan bahwa Al-Qur’an itu suci dan seluruh ayatnya datang dari Allah yang Maha Suci dan
Maha Benar)
• Az-Zikra, berarti peringatan (motivator amal, yaitu agar manusia beramal baik dan konsisten
dengan kebajikan lantaran amal perbuatan manusia akan diminta pertanggungjawaban
kelak di hari pembalasan)
• Al-Qasas, berarti cerita-cerita (Al-Qur’an membawa cerita nyata tentang masyarakat masa
silam bahkan sejak kejadian pertama kali. Kenyataan ini membenarkan pernyataan bahwa
Al-Qur’an adalah kitab suci tertua)
• Al-Huda, berarti petunjuk (Al-Qur’an sebagai petunjuk yang hanya dengannya manusia
dapat mencapai keridaan Allah)
• Al-Furqan, berarti pemisah/pembeda (Sebagai pedoman hidup dan kehidupan manusia, Al-
Qur’an menyajikan norma dan etika secara jelas, tegas, dan tuntas terutama soal kebaikan
dan keburukan)
• Al-Mau’izah, berarti nasihat
• As-Syifa, berarti obat atau penawar jiwa (Sesungguhya akar problematika manusia terletak di
dalam dadanya. Dan Al-Qur’an memberi solusi atas problematika manusia itu melalui
akarnya.Ia menembus dada manusia dan menghujam hatinya)
• An-Nur, berarti cahaya (Al-Qur’an sebagai cermin yang mewadahi sinar yang terpancar dari
Sang Sumber Cahaya, Allah SWT. Al-Qur’an memantulkan cahaya-Nya dan karenanya ia
mampu menembus hati manusia)
• Ar-Rahman, berarti karunia (Segala pemberian Allah akan menjadi rahmat di dunia dan
akhirat, ketika pemberian itu diterima, dijalani, dan dikembangkan dengan landasan Al-
Qur’an)
• Al Muthahharah: Kitab yang Disucikan (Isi Al-Qur’an mencakup dan menyempurnakan pokok-
pokok ajaran dari kitab-kitab Allah SWT yang terdahulu (Taurot, Injil, dan Zabur))
AS-SUNNAH (HADIST) SEBAGAI SUMBER
HUKUM ISLAM
Pengertian As-
Sunnah
Perbedaan Al-
Quran Fungsi
dengan As- As-Sunnah
Sunnah
Hubungan As-
Macam-Macam
Sunnah dengan
As-Sunnah
Al-Quran
PENGERTIAN AS-SUNNAH
Kata Sunnah adalah salah satu kosa kata bahasa Arab (سنةsunnah). Secara bahasa, kata
(السنةAs-Sunnah) berarti perjalanan hidup yang baik atau yang buruk. Pengertian di atas
didasarkan kepada Hadîts Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:
ُُْل ِب َه بَعْ ََد َ ْسنَةْ فَلَ ْهُ ْأ َْج ُُ ََ َوأَْج ُُْ َمن
َْ ع ِم ُ اْلسالَ ِْم
َ سنةْ َح ِ سنْ فِي َ َْمن
ْسنةُ ِ ِ ْ
م َ ال س اْل ي ف
ِ ن
ْ س ن
ْ
َ َ َ ْ
م و ،ء
ْ َي ش م
ْ َ
ِ ُو ُ
ِ ُ ص ِمنْ أ
ْج َْ ُِمنْ غَيُ أَنْ يَنق
ْل ِب َه ِمنْ بَع َِدُِْ ِمنْ غَي ُِْ أَن َ ْعلَي ِْه ِوز ُُ ََ َو ِوز ُُْ َمن
َْ ع ِم َ ن َْ س ِيِّئَةْ َك
َ
ْص ِمنْ أَوزَ ِاُ َِمْ شَيء َْ ُيَنق
Artinya: “Barang siapa membuat sunnah yang baik maka dia akan memperoleh
pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa
mengurangi pahalanya sedikitpun. Barang siapa membuat sunnah yang buruk maka
dia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya
tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”
Apabila disimpulkan tentang fungsi As-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu
adalah sebagai berikut :
1. Bayan Tafsir
Yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits :
ص ِلِّي
َ ُ أ ي ن
ِ و م
ُ ُ تيَ أ ُ م
َ َ َ
ك واُّ صل
َ
“Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat)
adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu :“Aqimush-shalah”
(Kerjakan shalat).Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku
perbuatan hajiku) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah
hajimu).
2. Bayan Taqrir
Yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an.
Seperti hadits yang berbunyi:
Dalam kaitan ini, hadist berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat Al-qur’an yang bersifat
global, sebagai pengecuali terhadap isyarat Al-qur’an yang bersifat umum, sebagai
pembatas terhadap ayat Alquran yang bersifat mutlak dan sebagai pemberi informasi
terhadap suatu kasus yang tidak di jumpai dalam Al-qur’an.
MACAM-MACAM
AS-SUNNAH
A. Ucapan
B. Perbuatan
Arti Taqriri ialah menetapkan, mendiamkan, yakni tidak mengadakan sanggahan atau
menyetujui apa yang telah dilakukan atau dikatakan oleh para sahabat dihadapan Nabi
Muhammad. Contoh Taqrir Nabi Muhammad SAW tentang perbuatan sahabat yang
dilakukan dihadapannya dalam salah satu jamuan makan dirumah Khalid Bin Walid yang
menyajikan daging biawak. Nabi Muhammad menyaksikan dan tidak menyanggahnya
tetapi beliau enggan memakannya karena jijik.
Sifat dan Keadaan beliau yang termasuk unsur Al – Sunnah “Rasulullah SAW itu adalah
sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan
orang tinggi dan bukan pula orang pendek” HR. Bukhari dan Muslim
Silsilah, Nama dan tahun Kelahiran Nabi Muhammad SAW telah ditetapkan oleh para
sahabat dan ahli tarikh
“ Islam didirikan atas 5 perkara : Persaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada
bulan ramadhan dan naik haji ke Baitullah” HR Bukhari Muslim
• As-Sunnah memberikan rincian terhadap pernyataaan Al-Quran yang bersifat
umum. Misalnya, Al-Quran menyatakan perintah shalat dalam firman-Nya :
Al-Quran yang bersifat global, banyak hal yang tidak ditetapkan hukumnya secara pasti oleh Al-
Quran. Dalam hal iniAs-Sunnah berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran,
seperti sabda Nabi SAW :
“Rasulullah SAW melarang semua mempunyai taring dari binatang dan semua burung yang
bercakar. (HR. Muslim)
PERBEDAAN AL-QURAN
DENGAN AS-SUNNAH
Sekalipun al-Qur’an dan As-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun
diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain
sebagai berikut :
Al-Qur’an ;
• Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada
Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif
Dasar-dasar Ijtihad
Mujtahid
Fungsi Ijtihad
Jenis-jenis Ijtihad
PENGERTIAN
IJTIHAD
• Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau
bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala
kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu
Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran
dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak
terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan
menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
• Kata ijtihad menurut bahasa berarti ‘daya upaya” atau “usaha keras”. Dengan
demikian ijtihad berarti “berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu”.
Dalam istilah fikih, ijtihad berarti “berusaha keras untuk mengetahui hukum sesuatu
melalui dalil-dalil agama : Al-Qur’an dan hadis”. Ijtihad dalam istilah fikih inilah yang
banyak dikenal dan digunakan di Indonesia.
DASAR-DASAR
IJTIHAD
Adapun yang menjadi dasar hukum ijtihad dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut
Sementara sunnah yang menjadi dasar ijtihad di antarannya hadis ‘Amr bin al-‘Ash
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang menyebutkan
bahwa Nabi Muhammad bersabda :
1. Al-waqi’, yaitu adanya kasus yang terjadi atau diduga akan terjadi yang tidak
diterangkan nas.
2. Mujtahid, ialah orang yang melakukan ijtihad yang mempunyai kemampuan untuk
berijtihad dengan syarat-syarat tertentu.
4. Dalil syara untuk menentukan suatu hukum bagi mujtahid fih (nadiyah syafari al-umari,
t.th:199-200)
MUJTAHID
Mujtahid ialah orang yang mampu melakukan ijtihad melalui cara istiinbath (mengeluarkan
hukum dari sumber hukum syariat) dan tathbiq (penerapan hukum).
• Mujtahid takhrij.
Menurut Fakkhr Al-Din Muhammad bin Umar bin Al-Husain al-Razi (1988:496-7), syarat-syarat
mujtahid adalah:
1. Mukalaf, karena hanya mukalaflah yang mungkin dapat melakukan penetapan hukum.
3. Mengetahui keadaan mukhathab yang merupakan sebab pertama terjadinya perintah atau
larangan.
Berbeda degan syarat-syarat terdahulu, Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Syaukani
menyodorkan syarat-syarat mujtahid sebagai berikut :
1. Mengetahui Al-Qur’an dan al-Sunnah yang bertalian dengan masalah-masalah hukum. Jumlah
ayat-ayat hukum di dalam Al-Qur’an sekitar 500 ayat.
2. Mengetahui ijmak sehingga tidak berfatwa atu berpendapat yang menyalahi ijmak ulama.
3. Mengetahui bahasa Arab karena Al-Qur’an dan al-sunnah disusun dalam bahasa Arab.
4. Mengetahui ilmu Ushul Fiqh. Ilmu ini merupakan ilmu terpenting bagi mujtahid karena membahas
dasar-dasar serta hal-hal yang berkaitan dengan ijtihad.
FUNGSI IJTIHAD
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal
dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain
itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern.
Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-
aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-
hari. Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau
di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang
dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist.
Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada
sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan
tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al
Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad.
Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran
dan Al Hadist.
JENIS-JENIS
1. Ijma'
IJTIHAD
Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam
agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama
yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil
dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk
diikuti seluruh umat.
2. Qiyâs
Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang
baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya
dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas
sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa
sebelumnya
3. Istihsân
Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau
mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat
diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan.
4. Maslahah murshalah
adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran
maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan
tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
5. Sududz Dzariah
adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.
Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum
seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum
banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
6. Istishab
Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada
dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah
berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum
berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
7. Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat
selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.
SEKIAN
TERIMA KASIH