Anda di halaman 1dari 35

SUMBER – SUMBER

AJARAN ISLAM

Oleh :

Anwar Jaelani
Andika Bayu N
Kiki Oktafia
Rifa Millati
TOPIC

MACAM-MACAM SUMBER AJARAN ISLAM

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER UTAMA


AJARAN ISLAM

AS-SUNNAH (HADIST) SEBAGAI SUMBER


HUKUM ISLAM

IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM


SETELAH AL-QUR’AN & HADIST
MACAM-MACAM SUMBER
• Al-Quran AJARAN ISLAM
Kitab suci Al-Quran merupakan Sumber Utama Ajaran Islam yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan dan 22
hari.
• As-Sunnah

As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhammad SAW dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat
tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi
ummat Islam.
• Ijtihad

Ijtihad berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i
dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad, merupakan sumber hukum
ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang
hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad
dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER
UTAMA AJARAN ISLAM

Asbabun
Pengertian Nuzul
Al-Quran
Al-Quran

Fungsi &
Isi & Pesan Tujuan
Al-Quran
Al-Quran
Pengertian
Al-Quran
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari kata “qara’a, yaqra’u, qira’atan,
qur’anan” yang berarti mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf serta
kata-kata dari satu bagian ke bagian lain secara teratur. Ada juga sumber
lain mengatakan bahwa Al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan
sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat,
karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal baca tulis yang
dapat menandingi Al-Qur’an al-Karim.
Alqur’an diturunkan kepada nabi Muhammad kurang lebih selama 23
tahun, dalam dua fase yaitu 13 tahun pada fase sebelum beliau hijrah ke
Madinah (Makiyah) dan 10 tahun pada fase sesudah hijrah ke Madinah
(Madaniyah). Isi Al-Qur’an terdiri dari 114 surat, 6236 ayat, 74437 kalimat,
dan 325345 huruf. Proporsi masing-masing fase tersebuut adalah 86 surat
untuk ayat-ayat Makiyah dan 28 surat untuk ayat-ayat Madaniyah.
Asbabun Nuzul
Al-Quran
• Pengertian
Asbābun Nuzūl adalah ilmu Al-Quran yang membahas mengenai latar
belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat Al-
Quran diturunkan. Pada umumnya, Asbabun Nuzul memudahkan
para Mufassir untuk menemukan tafsir dan pemahaman suatu ayat dari
balik kisah diturunkannya ayat itu. Selain itu, ada juga yang memahami ilmu
ini untuk menetapkan hukum dari hikmah di balik kisah diturunkannya suatu
ayat. Ibnu Taimiyyah mengemukakan bahwa mengetahui Asbabun Nuzul
suatu ayat dapat membantu Mufassir memahami makna ayat.
Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul suatu ayat dapat memberikan dasar
yang kukuh untuk menyelami makna suatu ayat Al-Qur’an.
• Kegunaan Asbābun Nuzūl
 Untuk menjelaskan hikmah tentang pensyariatan terhadap hukum
 Untuk mengkhususkan hukum yang bersifat umum
• Dilihat dari segi sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat
asbabun nuzul. Ada dua jenis redaksi yang dipergunakan oleh perawi dalam
mengungkapkan riwayat asbabun nuzul yaitu:
Sharih (visionable/jelas). Artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbabun
nuzul dan tidak mungkin pula menunjukkan yang lainnya.
Muhtamilah (kemungkinan). Artinya riwayat yang belum jelas menunjukkan
asbabun nuzul dan masih memungkinkan pula menunjukkan arti lain.
• Dilihat dari sudut pandang berbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau
berbilangnya ayat untuk asbabun nuzul.
1. Berbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat. Pada kenyataannya tidak setiap ayat
memiliki riwayat asbabun nuzul dalam satu versi. Ada kalanya satu ayat memiliki
beberapa versi riwayat asbabun nuzul. Bentuk variasi itu terkadang dalam redaksinya
dan terkadang pula dalam kualitasnya. Untuk mengatasi variasi riwayat asbabun
nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama’ mengemukakan cara-cara
berikut.
 Tidak mempermasalahkannya
 Mengambil versi riwayat asbabun nuzul yang menggunakan sharih
 Melakukan studi selektif (tarjih)

2. Variasi ayat untuk satu sebab


Terkadang suatu kejadian menjadi sebab bagi turunnya dua ayat atau lebih.
Tahapan Turunnya
Al-Quran
Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan
kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi. Turunnya Al-Qur’an yang
pertama kali pada malam lailatul qadar merupakan pemberitahuan
kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari malaikat-malaikat akan
kemuliaan nabi Muhammad SAW dan umatnya dengan risalah baru agar
menjadi umat paling baik yang dikeluarkan bagi manusia. Allah
menurunkan kepada manusia melalui 3 tahap yaitu:

1. Al-Qur’an diturunkan Allah dari Lauhul Mahfudz


Al-arqani tidak menyinggung lebih jauh tentang kapan penurunan Al-
Qur’an di Lauhul Mahfudz ini. Beliau hanya menyatakan tidak ada yang
tahu persis kapan Al-Qur’an diturunkan di Lauhul Mahfudz kecuali Allah
sendiri.
2. Dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izza

Yaitu langit yang pertama yang tampak ketika dilihat di dunia ini namun tidak
diketahui letak persisnya. Adapun jumlahnya adalah semuanya pada waktu
Lailatul Qadr. Namun tanggalnya tidak diketahui, dan pada bulan Ramadhan.
Al-Qurtubi telah menukil dari Muqtil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan
bahwa turunnya Al-Qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izza di langit di
dunia. Sebetulnya tidak hanya Al-Qur’an saja yang diturunkan pada bulan
Ramadhan, tetapi ada juga
• Taurat : 6 Ramadhan
• Suhuf Ibrahim : 1 Ramadhan
• Injil : 13 Ramadhan
• Zabur : 12 Ramadhan

3. Dari Baitul ‘Izza ke Rasulullah

Tahapan ketiga atau yang terakhir adalah Al-Qur’an diturunkan dari Baitul ‘Izza
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril. Penurunannya
tidak secara langsung sekaligus, namun diangsur-angsur selama dua puluh tiga
tahun berdasarkan kebutuhan, peristiwa atau bahkan melalui permintaan malaikat
jibril. Adapun kitab-kitab lain seperti tauraut, zabur dan injil diturunkan oleh Allah
SWT dengan cara sekaligus tidak secara berangsur-angsur.
Isi dan Pesan-pesan
dalam Al-Quran
1. Aspek Keagamaan
Isi Al-Qur’an pada dasarnya mengandung pesan-pesan sebagai berikut;
• tauhid, termasuk didalamnya kepercayaaan pada yang gaib, ibadah, kegiatan dan
perbuatan yang diwujudkan dan dihidupkan didalam hati dan jiwa
• Janji dan ancaman, yaitu janji balasan baik bagi mereka yang berbuat baik dan
sebaliknya ancaman siksa bagi mereka yang berbuat jahat, jalan menuju kebahagiaan
dunia akhirat, dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk mencapai keridhaan Allah SWT
• cerita sejarah para terdahulu baik sejarah suatu kaum, tokoh maupun Nabi dan Rosul.
Abdul Wahab Khalaf lebih memerinci pokok-pokok kandungan Al-Qur’an ke dalam 3
ktegori, yaitu:
• Masalah kepercayaan (I’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman kepada
Allah, malaikat, kitabullah, rasulullah, hari kebangkitan dan taqdir.
• Masalah etika (khuluqiyah) berkaitan dengan hal-hal yang dijadikan perhisan bagi
seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan.
• Masalah perbuatan dan ucapan (‘amaliyah) yang terbagi dalam dua macam yaitu
ibadah dan muamalah. Ibadah berkaitan dengan rukun Islam, nazar, sumpah dan
ibadah-ibadah yang lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT.
Mu’amalah berkaitan dengan akad, pembelanjaan, hukuman, jual-beli dan lainnnya
yang mengtur hubungan manusia dengan sesama.
2. Dimensi keilmuan

Al-Qur’an adalah sumber segala pelajaran dan pengetahuan, didalamnya


pembicaraan-pembicaraan dan kandungan isinya tidak semata-mata terbatas pada
bidang-bidang keagamaan, ia meliputi berbagai aspek hidup dan kehidupan manusia.

Menurut Dr. Muhammad Ijazul Khatib dari Universitas Damaskus, tak ada yang lebih
menekankan pentingnya sains dari pada kenyataan bahwa: berbeda dengan bagian
legislatif yang hanya 250 ayat saja, sedangkan 750 ayat Al-Qur’an –hampir
seperdelapannya- menegur orang-orang mukmin untuk mempelajari alam semesta,
untuk berfikir, untuk menggunakan penalaran yang sebaik-baiknya, untuk menjadikan
kegiatan ilmiah ini sebagai bagian dari kehidupan umat. Sekarang banyak ditemukan
orang yang mencoba menafsirkan beberapa ayat Al-Qur’andalam sorotan ilmiah
modern. Dengan tujuan untuk menunjukkan mu’jizat Al-Qur’an dalam lapangan
keilmuan untuk meyakinkan orang-orang non-muslim akan keagungan dan keunikan Al-
Qur’an, dan untuk menjadikan kaum muslimin bangga memiliki kitab seperti itu.
Pandangan mengenai Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan bukanlah
merupakan sesuatu yang baru, karena banyak ulama besar kaum muslimin yang
berpandangan demikian. Dari keterangan diatas, para ulama berkeyakinan bahwa Al-
Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi kemajuan manusia, dan mencakup apa yang
diperlukan manusia dalam wilayah iman dan amal. Al-Quran juga mengandung
rujukan-rujukan pada sebagian fenomena alam.
Fungsi dan Tujuan
Al-Quran
• Al-Huda (petunjuk), bahwa al-qur’an adalah petunjuk bagi kehidupan manusia disamping
sunnah Rasul yang merupakan yang kedua yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia.
• Al-Furqan (pembeda). Sebagaimana firman Allah “Bulan Ramadhan adalah bulan yang
diturunkannya al-qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yan batil)..(QS. Al-Baqarah : 185).
• Al-Syifa (obat). Sebagaimana firman Allah “Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada….(QS. Yunus : 57).
• Al-Mau’izhah (nasihat). Sebagaiman firman Allah “Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi
seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi yang bertaqwa”. (QS. Ali Imran : 38).
Al-Qur’an terdiri dari 30 Juz, 114 surat dan 6666 ayat. Selain Al-Qur’an, wahyu Allah ini diberi
nama-nama lain oleh Allah, yaitu :
• Al-Kitab, berarti sesuatu yang ditulis (terkandung isyarat perintah agar firman Allah itu ditulis
nabi serta mengandung prediksi bahwa Al-Qur’an akan menjadi kitab abadi yang dapat
dibaca manusia)
• Al-Kalam, berarti ucapan (Al-Qur’an seluruhnya ucapan Allah. Dalam kaitan ini terkandung
jaminan bahwa Al-Qur’an itu suci dan seluruh ayatnya datang dari Allah yang Maha Suci dan
Maha Benar)
• Az-Zikra, berarti peringatan (motivator amal, yaitu agar manusia beramal baik dan konsisten
dengan kebajikan lantaran amal perbuatan manusia akan diminta pertanggungjawaban
kelak di hari pembalasan)
• Al-Qasas, berarti cerita-cerita (Al-Qur’an membawa cerita nyata tentang masyarakat masa
silam bahkan sejak kejadian pertama kali. Kenyataan ini membenarkan pernyataan bahwa
Al-Qur’an adalah kitab suci tertua)
• Al-Huda, berarti petunjuk (Al-Qur’an sebagai petunjuk yang hanya dengannya manusia
dapat mencapai keridaan Allah)
• Al-Furqan, berarti pemisah/pembeda (Sebagai pedoman hidup dan kehidupan manusia, Al-
Qur’an menyajikan norma dan etika secara jelas, tegas, dan tuntas terutama soal kebaikan
dan keburukan)
• Al-Mau’izah, berarti nasihat
• As-Syifa, berarti obat atau penawar jiwa (Sesungguhya akar problematika manusia terletak di
dalam dadanya. Dan Al-Qur’an memberi solusi atas problematika manusia itu melalui
akarnya.Ia menembus dada manusia dan menghujam hatinya)
• An-Nur, berarti cahaya (Al-Qur’an sebagai cermin yang mewadahi sinar yang terpancar dari
Sang Sumber Cahaya, Allah SWT. Al-Qur’an memantulkan cahaya-Nya dan karenanya ia
mampu menembus hati manusia)
• Ar-Rahman, berarti karunia (Segala pemberian Allah akan menjadi rahmat di dunia dan
akhirat, ketika pemberian itu diterima, dijalani, dan dikembangkan dengan landasan Al-
Qur’an)
• Al Muthahharah: Kitab yang Disucikan (Isi Al-Qur’an mencakup dan menyempurnakan pokok-
pokok ajaran dari kitab-kitab Allah SWT yang terdahulu (Taurot, Injil, dan Zabur))
AS-SUNNAH (HADIST) SEBAGAI SUMBER
HUKUM ISLAM
Pengertian As-
Sunnah

Perbedaan Al-
Quran Fungsi
dengan As- As-Sunnah
Sunnah

Hubungan As-
Macam-Macam
Sunnah dengan
As-Sunnah
Al-Quran
PENGERTIAN AS-SUNNAH
Kata Sunnah adalah salah satu kosa kata bahasa Arab ‫(سنة‬sunnah). Secara bahasa, kata
‫(السنة‬As-Sunnah) berarti perjalanan hidup yang baik atau yang buruk. Pengertian di atas
didasarkan kepada Hadîts Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:

ُُْ‫ل ِب َه بَعْ ََد‬ َ ْ‫سنَةْ فَلَ ْهُ ْأ َْج ُُ ََ َوأَْج ُُْ َمن‬
َْ ‫ع ِم‬ ُ ‫اْلسالَ ِْم‬
َ ‫سنةْ َح‬ ِ ‫سنْ فِي‬ َ ْ‫َمن‬
ْ‫سنة‬ُ ِ ِ ْ
‫م‬ َ ‫ال‬ ‫س‬ ‫اْل‬ ‫ي‬ ‫ف‬
ِ ‫ن‬
ْ ‫س‬ ‫ن‬
ْ
َ َ َ ْ
‫م‬ ‫و‬ ،‫ء‬
ْ ‫َي‬ ‫ش‬ ‫م‬
ْ َ
ِ ُ‫و‬ ُ
ِ ُ ‫ص ِمنْ أ‬
‫ْج‬ َْ ُ‫ِمنْ غَيُ أَنْ يَنق‬
ْ‫ل ِب َه ِمنْ بَع َِدُِْ ِمنْ غَي ُِْ أَن‬ َ ْ‫علَي ِْه ِوز ُُ ََ َو ِوز ُُْ َمن‬
َْ ‫ع ِم‬ َ ‫ن‬ َْ ‫س ِيِّئَةْ َك‬
َ
ْ‫ص ِمنْ أَوزَ ِاُ َِمْ شَيء‬ َْ ُ‫يَنق‬
Artinya: “Barang siapa membuat sunnah yang baik maka dia akan memperoleh
pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa
mengurangi pahalanya sedikitpun. Barang siapa membuat sunnah yang buruk maka
dia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya
tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”
Apabila disimpulkan tentang fungsi As-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu
adalah sebagai berikut :
1. Bayan Tafsir
Yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits :

‫ص ِلِّي‬
َ ُ ‫أ‬ ‫ي‬ ‫ن‬
ِ ‫و‬ ‫م‬
ُ ُ ‫ت‬‫ي‬َ ‫أ‬ ُ ‫م‬
َ َ َ
‫ك‬ ‫وا‬ُّ ‫صل‬
َ
“Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat)
adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu :“Aqimush-shalah”
(Kerjakan shalat).Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku
perbuatan hajiku) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah
hajimu).

2. Bayan Taqrir
Yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an.
Seperti hadits yang berbunyi:

ْ‫ِل ُُؤيَتِ ِه َوأَف ِط ُُوا ِل ُُؤيَتِ ِه‬


“Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah
karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
3. Bayan Taudhih
Yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan
Nabi :
“Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang
sudah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat
at-Taubah: 34, yang artinya sebagai berikut : “Dan orang-orang yang menyimpan
mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka
gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Pada waktu ayat ini turun
banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka
mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
FUNGSI AS-SUNNAH
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, As-Sunnah memiliki fungsi yang
diantaranya adalah :

• Untuk memperkuat Al-qur’an

• Menjelaskan isi Al-qur’an (bayan tafsir)

Dalam kaitan ini, hadist berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat Al-qur’an yang bersifat
global, sebagai pengecuali terhadap isyarat Al-qur’an yang bersifat umum, sebagai
pembatas terhadap ayat Alquran yang bersifat mutlak dan sebagai pemberi informasi
terhadap suatu kasus yang tidak di jumpai dalam Al-qur’an.
MACAM-MACAM
AS-SUNNAH
A. Ucapan

Al Hadist Qauliyah adalah perkataan Nabi Muhammad SAW dalam


berbagai bidang seperti, hukum, akhlak, dan lain-lain.

Contohnya : “Bahwasanya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan


hanya bagi setiap orang itu memperoleh apa yang ia niatkan dan
seterusnya” HR. Bukhari dan Muslim

B. Perbuatan

Al Hadist Fi’liyah adalah perbutan Nabi Muhammad SAW yang mrupakan


penjelasan dari peraturan syari’ah yang belum jelas pelaksanaannya. Cara
bersembahyang dan cara menghadap kiblat dalam sembahyang sunat.
C. Penetapan dan Pembiaran

Arti Taqriri ialah menetapkan, mendiamkan, yakni tidak mengadakan sanggahan atau
menyetujui apa yang telah dilakukan atau dikatakan oleh para sahabat dihadapan Nabi
Muhammad. Contoh Taqrir Nabi Muhammad SAW tentang perbuatan sahabat yang
dilakukan dihadapannya dalam salah satu jamuan makan dirumah Khalid Bin Walid yang
menyajikan daging biawak. Nabi Muhammad menyaksikan dan tidak menyanggahnya
tetapi beliau enggan memakannya karena jijik.

D. Sifat, keadaan, dan Himmah Rasulullah

Sifat dan Keadaan beliau yang termasuk unsur Al – Sunnah “Rasulullah SAW itu adalah
sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan
orang tinggi dan bukan pula orang pendek” HR. Bukhari dan Muslim

Silsilah, Nama dan tahun Kelahiran Nabi Muhammad SAW telah ditetapkan oleh para
sahabat dan ahli tarikh

Himmah (hasrat/cita-cita) beliau yang belum sempat direalisasikan. Misalnya hasrat


beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura.
HUBUNGAN AS-SUNNAH
DENGAN AL-QURAN
• As-Sunnah menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Quran.

As-Sunnah memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-Quran, misalnya Al-Quran


menetapkan hukum puasa dalam firman-Nya :

ِِّْ ‫يَ أَيُّ َه ال ِذينَآ َمنُوا ُكتِبَعَلَي ُك ُم‬


َ ُ‫لصيَ ُم َك َم ُكتِبَعَلَل ل ِذين َِْمنقَب ِل ُكملَعَل ُكمتَتق‬
ْ‫ون‬
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah
ayat 183)

Ayat al-quran tersebut dikuatkan oleh As Sunnah yakni :

“ Islam didirikan atas 5 perkara : Persaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada
bulan ramadhan dan naik haji ke Baitullah” HR Bukhari Muslim
• As-Sunnah memberikan rincian terhadap pernyataaan Al-Quran yang bersifat
umum. Misalnya, Al-Quran menyatakan perintah shalat dalam firman-Nya :

ِ ‫َوأ َ ِقي ُمواالص َالة ََوآَتُواالز َك ة ََو َم تُقَ ِ َِّْد ُم‬


ِ ‫واِلَنفُ ِس ُكم ِمنخَي ٍُْت َ ِْجَدُو َُ ِعن ََد‬
ْ‫ّللا‬
ٌُْ‫صي‬ ِ َ‫ِإن لل َه ِب َم تَع َملُونَب‬
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Baqoroh :
110)

Shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum.As-Sunnah merincinya secara


operasional misalnya shalat mana saja yang hukumnya wajib dan yang mana yang
sunnat.
• As-Sunnah memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran yang bersifat umum.

Misalnya Al-Quran mengharamkan memakan bangkai dan darah dalam firman-Nya :

ِْ ُِْ ‫يُ َو َم أ ُ َِلْ ِلغَي‬


ُ‫ّللا ِب ِْه َْوال ُمن َخنِقَ ْة‬ ِْ ‫علَي ُك ُْم ال َميت َ ْةُ َوالَد ُْم َولَح ُْم ال ِخنْ ِز‬ َ ْ‫ُح ِ ُِّ َمت‬
‫علَى‬ َ ‫ح‬ َْ ‫ل السبُ ُْع ِإّلْ َم ذَكيتُمْ َو َْم ذُ ِب‬ َْ ‫َوال َموقُوذَْة ُ َوال ُمت َ َُ ِ َِّديَ ْةُ َوالن ِطي َح ْةُ َو َم أ َ َْك‬
ِْ ‫ص‬
‫ب‬ ُ ُّ‫الن‬
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama
selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan
pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagian kefasikan.” (QS. Al-Maidah
ayat 3).

• As-Sunnah menetapkan hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran.

Al-Quran yang bersifat global, banyak hal yang tidak ditetapkan hukumnya secara pasti oleh Al-
Quran. Dalam hal iniAs-Sunnah berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran,
seperti sabda Nabi SAW :

“Rasulullah SAW melarang semua mempunyai taring dari binatang dan semua burung yang
bercakar. (HR. Muslim)
PERBEDAAN AL-QURAN
DENGAN AS-SUNNAH
Sekalipun al-Qur’an dan As-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun
diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain
sebagai berikut :

Al-Qur’an ;

• Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya

• Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup

• Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya

• Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang


ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya.
As-Sunnah ;

• As-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.

• Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada
Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif

• Al-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.

• Apabila al-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang


ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya
mengimani al-Qur’an.
Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :

Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada


keyakinan yang kuat, sedangkan; Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah
harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan
berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari
Nabi atau tidak karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup
memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan terhadap al-
Qur’an.
IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM
SETELAH AL-QUR’AN & HADIST
Pengertian Ijtihad

Dasar-dasar Ijtihad

Mujtahid

Fungsi Ijtihad

Jenis-jenis Ijtihad
PENGERTIAN
IJTIHAD
• Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau
bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala
kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu
Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran
dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak
terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan
menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.

• Kata ijtihad menurut bahasa berarti ‘daya upaya” atau “usaha keras”. Dengan
demikian ijtihad berarti “berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu”.
Dalam istilah fikih, ijtihad berarti “berusaha keras untuk mengetahui hukum sesuatu
melalui dalil-dalil agama : Al-Qur’an dan hadis”. Ijtihad dalam istilah fikih inilah yang
banyak dikenal dan digunakan di Indonesia.
DASAR-DASAR
IJTIHAD
Adapun yang menjadi dasar hukum ijtihad dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa


kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan Kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang tidak
bersalah),karena (membela)orang-orang yang khianat.” (Q.S. Al-Nisa(4):105)

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi


kaum yang berpikir.”(Q.S Al-Rum (30):21).

Sementara sunnah yang menjadi dasar ijtihad di antarannya hadis ‘Amr bin al-‘Ash
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang menyebutkan
bahwa Nabi Muhammad bersabda :

“Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad,kemudian dia benar


maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam
ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala” (Muslim,II,t.th:62)
Rukun ijtihad:

1. Al-waqi’, yaitu adanya kasus yang terjadi atau diduga akan terjadi yang tidak
diterangkan nas.

2. Mujtahid, ialah orang yang melakukan ijtihad yang mempunyai kemampuan untuk
berijtihad dengan syarat-syarat tertentu.

3. Mujtahid fih, ialah hukum-hukum syariah yang bersifat amali (takhlifi)

4. Dalil syara untuk menentukan suatu hukum bagi mujtahid fih (nadiyah syafari al-umari,
t.th:199-200)
MUJTAHID
Mujtahid ialah orang yang mampu melakukan ijtihad melalui cara istiinbath (mengeluarkan
hukum dari sumber hukum syariat) dan tathbiq (penerapan hukum).

Kelompok mujtahid ini terbagi dua :

• Mujtahid takhrij.

• Mujtahid tarjih atau bisa disebut dengan mujtahid fatwa.

Menurut Fakkhr Al-Din Muhammad bin Umar bin Al-Husain al-Razi (1988:496-7), syarat-syarat
mujtahid adalah:

1. Mukalaf, karena hanya mukalaflah yang mungkin dapat melakukan penetapan hukum.

2. Mengetahui makna-makna lafad dan rahasianya.

3. Mengetahui keadaan mukhathab yang merupakan sebab pertama terjadinya perintah atau
larangan.

4. Mengetahui keadaan lafad; apakah memiliki qarinah atau tidak.


Menurut Abu Ishaq bin Musa al-Syatibi (1341 H: 90-1), syarat-syarat mujtahid ada tiga.
1. Memahami tujuan-tujuan syara’ (maqashid al-syari’ah), yaitu dlaruriyyat yang mencakup
pemeliharaan agama (hifzh al-din), pemeliharaan jiwa (hifzh al-nafs), pemeliharaan akal (hifzh
al-aql), pemeliharaan keturunan (hifzh al-nasl), dan pemeliharaan harta (hifzh al-mal);hajiyyat,
dan tahsiniyyat.
2. Mampu melakukan penetapan hukum.
3. Memahami bahasa arab dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengannya.

Berbeda degan syarat-syarat terdahulu, Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Syaukani
menyodorkan syarat-syarat mujtahid sebagai berikut :
1. Mengetahui Al-Qur’an dan al-Sunnah yang bertalian dengan masalah-masalah hukum. Jumlah
ayat-ayat hukum di dalam Al-Qur’an sekitar 500 ayat.
2. Mengetahui ijmak sehingga tidak berfatwa atu berpendapat yang menyalahi ijmak ulama.
3. Mengetahui bahasa Arab karena Al-Qur’an dan al-sunnah disusun dalam bahasa Arab.
4. Mengetahui ilmu Ushul Fiqh. Ilmu ini merupakan ilmu terpenting bagi mujtahid karena membahas
dasar-dasar serta hal-hal yang berkaitan dengan ijtihad.
FUNGSI IJTIHAD
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal
dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain
itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern.
Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-
aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-
hari. Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau
di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang
dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist.
Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada
sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan
tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al
Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad.
Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran
dan Al Hadist.
JENIS-JENIS
1. Ijma'
IJTIHAD
Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam
agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama
yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil
dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk
diikuti seluruh umat.

2. Qiyâs

Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang
baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya
dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas
sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa
sebelumnya

3. Istihsân

Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau
mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat
diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan.
4. Maslahah murshalah

adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran
maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan
tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.

5. Sududz Dzariah

adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.
Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum
seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum
banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.

6. Istishab

Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada
dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah
berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum
berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.

7. Urf

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat
selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.
SEKIAN

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai