Rabbaniyyah
Rabbaniyyah adalah konsep yang berasal dari wahyu
Allah, tanpa mengambil sumber lain.
Istiqomah
Istiqomah adalah dimana konsep yang karena Islam bukan
produk pemikiran manusia, bukanproduk lingkungan atau
masa tertentu, juga bukan produk faktor-faktor dunia
Syumuliyyah
Syumuliyyah adalah konsep yang membicarakan
tentang seluruh yang ada di dunia dan di luar dunia ini
secara rinci.
Tawazuniyyah
Tawazuniyyah adalah konsep keseimbangan dalam
segala sendi dan dalam pengungkapan-
pengungkapannya.
Ta’amuliyyah
Ta’amuliyyah adalah keaktivan dalam hubungan Allah
SWT dengan alam dan manusia serta keaktivan
manusia itu sendiri dalam berbagai bidang kegiatannya.
Waqi’iyyah
Waqi’iyyah adalah konsep Islam yang berhubungan
dengan realitas objektif yang memiliki wujud nyata dan
meyakinkan serta jejak bekas yang realitas pula.
Asas Syariah
At-tadarruj fi At-
At-taysir wa raf'ul Taqlilu at-takalif tasyri'(bertahap dalam
haraj menetapkan syariat)
sedikit pembebanan. Pada
hakikatnya, syariat Islam dalam penciptaan
memberikan
sendiri cenderung tidak manusia kita mengetahui
kemudahan dan membebankan umat ada beberapa tahap
menghilangkan dengan perintah – penciptaan yang dialami
kesulitan perintah maupun larangan seorang bayi sebelum ia
– larangan yang banyak lahir ke muka bumi
Ruang Lingkup Syariah
MUAMALAH
(HABLU MIN
IBADAH ANNAS)
(HABLU MIN ALLAH)
IBADAH
Ibadah merupakan tugas utama manusia
dalam rangka berhubungan dengan
Tuhannya, di samping tugasnya sebagai
khalifah-Nya.
Manusia yang juga disebut ‘abdun atau ‘abid
(dalam bahasa Arab) sebagai hamba
(penyembah) memiliki kaitan langsung
dengan Allah sebagai Al-Ma’bud (Yang
Disembah).
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S. Adz-
Dzariyat, 51: 56)
Ibadah merupakan sarana untuk menjadikan
manusia sebagai hamba Allah (‘abdullah), yang
merupakan salah satu tugas atau fungsi
kehadirannya di muka bumi ini.
Ibadah merupakan penghambaan atau pengabdian
manusia kepada yang berhak mendapatkannya.
Sebagai Dzat yang Maha Sempurna, Allah Swt. sama
sekali tidak memiliki ketergantungan kepada
manusia sebagai ‘abid, tetapi sebaliknya justeru
manusialah yang sangat tergantung kepada al-
Ma’bud (Allah Swt.).
Pengertian Ibadah
Secara etimologis kata ‘ibadah’ berasal dari bahasa
Arab al-‘ibadah, yang berarti taat, menurut,
mengikut, tunduk (Shiddieqy, 1985: 1).
badah juga berarti menyembah atau mengabdi
(Munawwir, 1997: 886).
Sedang secara terminologis ibadah diartikan segala
sesuatu yang dikerjakan untuk mencapai keridhoan
Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat
(Shiddieqy, 1985: 4).
Ibnu Taymiyah menyatakan bahwa ibadah merupakan nama
yang digunakan untuk menyebut apa saja yang dicintai dan
diridoi Allah, baik berupa perkataan, amaliah batin, maupun
amaliah zhahir (Az-Zuhaili, 1985: I/81).
Ibadah yang dimaksud Ibnu Taymiyah ini adalah ibadah
umum yang meliputi salat, zakat, puasa, haji, berbicara
benar, menyampaikan amanah, berbakti kepada kedua orang
tua, menyambung shilaturrahim, memenuhi janji, amar
makruf nahi munkar, jihad melawan orang-orang kafir dan
munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, fakir
miskin, ibnu sabil, dan binatang, berdoa, berzikir, membaca
Alquran, dan yang semisalnya (Az-Zuhaili, 1985: I/82).
Para ulama membagi ibadah menjadi dua macam,
yaitu ibadah mahdlah (ibadah khusus) dan ibadah
ghairu mahdlah (ibadah umum):
Ibadah mahdlah/khusus adalah ibadah langsung kepada Allah yang tata
cara pelaksanaannya telah diatur dan ditetapkan oleh Allah atau
dicontohkan oleh Rasulullah.
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan pedoman atau cara yang harus
ditaati dalam beribadah, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi.
Penambahan atau pengurangan dari ketentuan-ketentuan ibadah yang
ada dinamakan bid’ah dan berakibat pada batalnya ibadah yang
dilakukan. Dalam masalah ibadah ini berlaku ketentuan: “Pada prinsipnya
ibadah itu batal (dilarang) kecuali ada dalil yang memerintahkannya”
(Shiddieqy, 1981: II/91).
Ibadah ghairu mahdlah (ibadah umum)
adalah ibadah yang tata cara pelaksanaannya
tidak diatur secara rinci oleh Allah dan
Rasulullah.
Ibadah umum ini tidak menyangkut
hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi
justeru berupa hubungan antara manusia
dengan manusia lain atau dengan alam yang
memiliki nilai ibadah.
Thaharah
Bahasan tentang thaharah dimasukkan dalam
bahasan ibadah mahdlah karena aturan dalam
thaharah cukup rinci penyebutannya dalam
Alquran dan hadis Nabi. Di samping itu,
masalah thaharah sangat terkait erat dengan
masalah salat. Para ahli fikih memasukkan
bahasan thaharah dalam bahasan salat karena
thaharah merupakan pembuka salat dan
syarat sahnya salat (Az-Zuhaily, 1985: I/87).
Secara etimologis, kata thaharah berasal dari
bahasa Arab al-thaharah yang berarti bersih
dan ikhlas dari kotoran dan noda, baik yang
bersifat indrawi seperti najis dari air kencing
dan yang semisalnya, maupun yang bersifat
maknawi seperti perbuatan tercela dan
maksiat (Az-Zuhaily, 1985: I/88).
Secara istilah (syar’iy) thaharah adalah
bersuci dari najis dan hadas.
Dengan demikian, suci adalah kondisi seseorang yang
bersih dari hadas dan najis sehingga layak melakukan
kegiatan ibadah seperti salat maupun ibadah lainnya.
Thaharah bertujuan membersihkan badan dari hadas
dan najis. Najis adalah kotoran yang mewajibkan
seorang muslim untuk menyucikan diri dari dan kepada
apa yang dikenainya.
Sedang hadas adalah suatu kondisi yang menyebabkan
seseorang yang memilikinya wajib berwudu (untuk
hadas kecil) atau mandi junub (untuk hadas besar), dan
tayamum jika tidak ada air untuk wudu dan mandi
junub.
Hadas kecil adalah hadas yang disebabkan oleh
keluarnya sesuatu dari dua jalan keluar manusia
(qubul/jalan depan dan dubur/jalan belakang,
seperti kentut, berak, dan kencing), hilang akal,
bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang
bukan muhrim, dan menyentuh kemaluan manusia
dengan telapak tangan.
hadas besar adalah hadas yang disebabkan karena
seseorang melakukan hubungan suami isteri
(bersetubuh), keluar air mani bagi laki-laki, atau
setelah bersih dari haid atau nifas serta sehabis
melahirkan bagi perempuan.
Untuk bersuci dari hadas kecil, seseorang dapat
melakukannya dengan wudu, yakni bersuci dengan memakai
air yang suci dan mensucikan.
Jika tidak ditemukan air maka wudu dapat diganti dengan
tayamum dengan menggunakan debu (tanah) yang suci,
yakni dengan mengusap muka dan dua tangan.
Untuk bersuci dari hadas besar, seseorang dapat
melakukannya dengan mandi besar (mandi junub/janabat).
Jika tidak ada air, seseorang boleh mengganti mandi besar
dengan tayamum.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); usaplah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya
kamu bersyukur (Q.S. Al-Maidah, 5: 6).
Salat
Salat berasal dari kata bahasa Arab al-shalah
yang berarti doa (Munawwir, 1997: 792).
Secara syar’iy salat merupakan rangkaian
perkataan dan perbuatan khusus yang
dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri
dengan salam (Az-Zuhaily, 1985: I/497).
Salat (lima waktu) bagi setiap muslim
hukumnya wajib ‘ain.