Anda di halaman 1dari 21

TEORI KONSUMSI ISLAM, KEPUASAN DAN RASIONALITAS

KONSUMEN MUSLIM, FUNGSI DAN PENINGKATAN UTILITAS

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Ekonomi Mikro Syari’ah
Dosen Pengampu : Johan Afandi, M.E

Disusun oleh : Kelompok 2


1. Khissiya Lutfi Auladiyyah (2020610110)
2. Ismi Nur Febriana (2020610133)
3. Farih Mustafida (2020610132)
Kelas : D2-Akuntansi Syari’ah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita ucapkan.
Atas rahmat dan karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Shawalat serta salam tercurah pada Rasulullah SAW. Semoga
syafaatnya mengalir pada kita kelak. Makalah dengan judul “Teori Konsumsi Islami, Kepuasan
dan Rasionalitas Konsumen Muslim, Fungsi dan Peningkatan Utilitas” dibuat untuk melengkapi
tugas mata kuliah Ekonomi Mikro Syari’ah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu
penyelesaian makalah ini. Besar harapan kami agar makalah ini bisa menjadi referensi dan sudut
pandang untuk ilmu pengetahuan dan kepustakaan. Selanjutnya kami juga berharap agar isi
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan kerendahan hati, kami memohon maaf apabila ada kesalahan penulisan. Kritik
yang terbuka dan membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaan makalah. Demikian
kata pengantar ini kami sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang membantu penyusunan
dan membaca makalah ini.
Wassalamualaikum wr.wb.

Kudus, 17 Maret 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................
C. Tujuan................................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Teori Konsumsi Islam........................................................................................


B. Kepuasan Konsumen.........................................................................................
C. Rasionalitas Konsumen Muslim........................................................................
D. Fungsi dan Peningkatan Utilitas........................................................................

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................................
B. Saran..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah telah melimpahkan untuk manusia karunia kenikmatan yang melimpah di


bumi. Bersama itu pula amanah juga dibebankan kepada manusia untuk mengelolanya.
Karunia dan amanah atas sumber daya tersebut pada intinya memunculkan tiga masalah
utama dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat, yaitu apa dan berapa banyak
barang/jasa yang diperlukan (what), bagaimana cara menghasilkannya (how) dan
bagaimana mendistribusikan kepada masyarakat secara adil (for whom), sehingga tercipta
suatu keadilan dan kesejahteraan yang luas. Keinginan manusia agar terpenuhi
kebutuhannya telah melahirkan konsep teori konsumsi. Perilaku konsumsi manusia biasa
bersumber pada dualitas yaitu economic rasionalism dan utilitarianism yang menekankan
keduanya lebih menekankan kepentingan individu (self interest) dengan mengorbankan
kepentingan pihak
lain. Konsep self interest rationality menurut Edgeworth, meskipun secara ekonomi
terkesan baik, tetap mengandung konsekuensi terhadap perilaku konsumsi yang lebih
longgar karena ukuran rasional adalah selama memenuhi self interest tersebut. Sedangkan
utilitarianisme yang menekankan bagaimana manfaat terbesar dapat diperoleh meski
harus mengorbankan kepentingan/hak pihak lain.

Perbedaan kebutuhan fisiologis dipengaruhi oleh perbedaan faktor psikologis,


sehingga melahirkan berbagai bentuk konkrit kebutuhan hedonistik, materialistik dan
wasteful seperti cita rasa seni, kesombongan atau kemewahan. Pada akhirnya konsumsi
tersebut mengabaikan keharmonisan dan keseimbangan sosial akibat sikap yang
individualistik sebagai konsekuensi kelebihan kekayaan dan untuk mencapai kepuasan
maksimum.

1
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang teori konsumsi Islam!
2. Jelaskan tentang kepuasan konsumen!
3. Jelaskan tentang rasionalitas konsumen muslim!
4. Jelaskan mengenai fungsi dan peningkatan utilitas!
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang teori konsumen Islam
2. Untuk menjelaskan tentang kepuasan konsumen
3. Untuk mengetahui tetang rasionalitas konsumen muslim
4. Untuk mengetahui tentang fungsi dan peningkatan utilitas

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Teori Konsumsi Islam


1. Pengertian Konsumsi Islam

Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi juga memiliki pengertian
yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam setiap yang melingkupinya. Perbedaan
mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan pencapaian dari
konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus memenuhi kaidah pedoman syariah
islamiyyah.

Islam sebagai rahinatan lil alamin menjamin agar sumber daya dapat terdistribusi
secara adil. Salah satu upaya untuk menjamin keadilan distribusi sumber daya adalah
mengatur bagaimana pola konsumsi sesuai dengan syariah islamiyah yang telah
ditetapkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah. Konsep keberhasilan dan kesuksesan seorang
muslim bukan diukur dari seberapa besar harta kekayaan yang diperoleh dan dimiliki.
Kesuksesan seorang muslim diukur berdasarkan seberapa besar ketakwaan seseorang
akan membawa konsekuensi terhadap berapapun besar dan banyaknya harta yang dapat
dia peroleh dan bagaimana menggunakannya. Dia akan selalu bersyukur meskipun harta
yang dimiliki secara kuantitas relatif sedikit. Apalagi jika yang diperoleh lebih banyak,
akan semakin memperbesar rasa syukur dan semakin besar bagian yang akan diberikan
kepada yang tidak mampu. Demikian pula saat kekurangan harta, dia akan tetap bersabar
atas ujian yang telah menimpanya dan tidak mengambil jalan pintas untuk
mendapatkannya apalagi sampai melanggar ketentuan syariat islam.

Harta dari segi hak-haknya terbagi menjadi tiga, yaitu milik Allah, milik pribadi
dan milik umum (Abdullah Muslih, 2004: ). Ketiga konsep tentang kepemilikan harta
inilah dalam islam dinamakan multiple ownerships. Pertama, harta milik Allah, yang
pada dasarnya harta adalah mutlak milik Allah, manusia hanya diberi kesempatan
sementara untuk memiliki dan menggunakannya. "Dan berikanlah

3
kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu" (An-
Nuur:33). "Dan najkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya" (Al-Hadid:7). Konsekuensi dari harta milik Allah adalah manusia wajib
mengoperasikannya sesuai dengan syariat dan mengeluarkan sebagiannya kepada yang
membutuhkan melalui zakat, infak dan shodagoh.
Kedua, harta milik pribadi, yang tidak boleh disentuh atau diganggu kecuali dengan seijin
pemiliknya. Terjadinya kepemilikan harta ini pada asalnya mubah ketika belum ada
pemilik sebelumnya. Perpindahan kepemilikan dapat terjadi melalui akad jual beli, hibah
maupun warisan. Ketiga, harta milik bersama/umum. Konsekuensi harta milik bersama
adalah dengan lebih mendahulukan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan
pribadi ketika terjadi perselisihan/bentrokan kepentingan, dengan tetap memberikan
kompensasi kepada pemilik harta tersebut sehingga tidak merugikan hak-hak pribadi
mereka.
Harta dari segi kepemilikannya terbagi menjadi tiga (Abdullah Muslih, 2004).
Pertama, tidak boleh dimiliki dan tidak boleh dipindahkan. Kebanyakan harta jenis ini
adalah berbentuk fasilitas umum, seperti jalan, jembatan dan sebagainya. Kedua, tidak
mungkin dimiliki atau dipindahkan kepemilikannya kecuali jika secara syariat boleh
dipindahkan. Diantara jenis harta ini adalah wakaf yang oleh pewakafnya boleh
dipindahkan, atau tanah yang terikat dengan baitul maal. Ketiga, boleh dimiliki dan
dipindahkan kepemilikannya. Harta jenis ini misalnya adalah harta pribadi yang
dilakukan akan jualbeli.

2. Urgensi dan Tujuan Konsumsi Islam


Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian, karena
tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh sebab itu, sebagian besar konsumsi
akan diarahkan kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia. Pengabaian terhadap
konsumsi berarti mengabaikan kehidupan manusia dan tugasnya dalam kehidupan.
Manusia diperintahkan untuk mengkonsusmsi pada tingkat yang layak bagi dirinya,
keluarganya dan orang paling dekat di sekitarnya. Bahkan ketika manusia lebih
mementingkan ibadah secara mutlak dengan tujuan ibadah (hadits puasa dahr dan 3 orang

4
beribadah), telah dilarang dan diperintahkan untuk makan/berbuka. Meski demikian
konsumsi Islam tidak mengharuskan seseorang melampaui batas untuk kepentingan
konsumsi dasarnya, seperti mencuri atau merampok. Tapi dalam kondisi darurat dan
dikhawatirkan bisa menimbulkan kematian, maka seseorang diperbolehkan untuk
mengkonsusmsi sesuatu yang haram dengan syarat sampai masa darurat itu hilang, tidak
berlebihan dan pada dasarnya memang dia tidak suka (ayat).

Tujuan utama konsumsi seoarang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk
beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsusmsi sesuatu dengan niat untuk
meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan menjadikan
konsusmsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan pahala. Konsusmsi
dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai sebagai tujuan terbesar dalam kehidupan
dan segala bentuk kegiatan ekonomi. Bahkan ukuran kebahagiaan seseorang diukur
dengan tingkat kemampuannya dalam mengkonsumsi. Konsep konsumen adalah raja'
menjadi arah bahwa aktifitas ekonomi khususnya produksi untuk memenuhi kebutuhan
konsumen sesuai dengan kadar relatifitas dari keinginan konsumen, dimana Al-Qur 'an
telah mengungkapkan hakekat tersebut dalam firman-Nya : "Dan orang-orang kafir itu
bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang"
(Muhammad:2).

Dalam konsumsi, seorang muslim harus memperhatikan kebaikan (kehalalan)


sesuatu yang akan di konsumsinya. Para fuqaha' menjadikan memakan hal-hal yang baik
ke dalam empat titigkatan (Ibnu Muflih, 3:197-204). Pertama, wajib yaitu
mengkonsumsi sesuatu yang dapat menghindarkan diri dari kebinasaan dan tidak
mengkonsumsi kadar ini padahal mampu yang berdampak pada dosa. Kedua, sunnah
yaitu mengkonsumsi yang lebih dari kadar yang menghindarkan diri dari kebinasaan dan
menjadikan seoarang muslim mampu shalat dengan berdiri dan mudah berpuasa. Ketiga,
mubah, yaitu sesuatu yang lebih dari yang sunnah sampai batas kenyang. Keempat,
konsusmsi yang melebihi batas kenyang, yang dalam hal ini terdapat dua pendapat, ada
yang mengatakan makruh yang satunya mengatakan haram.

Konsumsi bagi seorang muslim hanya sekedar perantara untuk menambah


kekuatan dalam mentaati Allah, yang ini memiliki indikasi positif dalam

5
kehidupannya (AI-Haritsi, 2006:140). Seoarang muslim tidak Akan merugikan dirinya di
dunia dan akhirat, karena memberikan kesempatan pada dirinya untuk mendapatkan dan
memenuhi konsumsinya pada tingkat melampaui batas, membuatnya sibuk mengejar dan
menikmati kesenangan dunia sehingga melalaikan tugas utamanya dalam kehidupan ini.
"Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniawi (saja) dan kamu
telah bersenang-senang dengannya" (Al-Ahge.20). Maksud rizki yang baik di sini adalah
melupakan syukur dan mengabaikan orang lain. Oleh sebab itu, konsumsi islam harus
menjadikannya ingat kepada Yang Maha Memberi rizki, tidak boros, tidak kikir, tidak
memasukkan ke dalam mulutnya dari sesuatu yang haram dan tidak melakukan pekerjaan
haram untuk memenuhi konsumsinya.

Konsumsi Islam akan menjauhkan seseorang dan sifat egois, sehingga seoarang
muslim akan menafkahkan hartanya untuk kerabat terdekat (sebaik-baik infak), fakir
miskin dan orang-orang yang mumbutuhkan dalam rangka mendekatkan diri kepada
penciptanya.

3. Prinsip-prinsip Dasar dalam Konsumsi Menurut Islam

Konsumsi islam senantiasa memperhatikan halal haram, komitmen dan


konsekuen dengan kaidah-kaidah dan hukum-hukum syariat yang mengatur konsumsi
agar mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal mungkin dan mencegah penyelewengan
dari jalan kebenaran dan dampak mudharat baik bagi dirinya maupun orang lain. Adapun
kaidah/prinsip dasar konsumsi islami adalah :
1. Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam
melakukan konsumsi di mana terdiri dari:

a. Prinsip akidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk


ketaatan/beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai makhluk yang
mendapatkan beban khalifah dan amanah di bumi yang nantinya diminta
pertanggungjawaban oleh penciptanya.

6
b. Prinsip ilmu, yaitu seorang ketika akan mengkonsumsi harus tahu ilmu tentang
barang yang akan dikonsumsi dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya
apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau dari zat, proses,
maupun tujuannya.

c. Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui
tentang konsumsi islami tersebut. Seseorang ketika sudah berakidah yang lurus dan
berilmu, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang halal atau
syubhat.

2. Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan
dalam syariat islam, di antaranya :

a. Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah-tengah antara


menghamburkan harta dengan pelit, tidak bermewah-mewah, tidak mubadzir, hemat.

b. Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam mengkonsumsi


harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan besar pasak daripada
tiang.

c. Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan untuk


konsumsi tapi juga disimpan untuk kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri.

3. Prinsip prioritas, di mana memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan


agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu :

a. primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat hidup
dan menegakkan kemaslahatan dirinya, dunia dan agamanya serta orang
terdekatnya, seperti makanan pokok.

b. sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah/meningkatkan tingkat kualitas


hidup yang lebih balk, misalnya konsumsi madu, susu dan sebagainya.

7
c. tertier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang jauh lebih
membatuhkan.

4. Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga tercipta


keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya:

a. Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong sebagaimana


bersatunya suatu badan yang apabila sakit pada salah satu anggotanya, maka anggota
badan yang lain juga akan merasakan sakitnya.

b. Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam berkonsumsi apalagi


jika dia adalah seorang tokoh atau pejabat yang banyak mendapat sorotan
di masyarakatnya.

c. Tidak membahayakan orang yaitu dalam mengkonsumsi justru tidak


merugikan dan memberikan madharat ke orang lain seperti merokok.

5. Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan kondisi


potensi daya dukung sumber daya alam dan keberlanjutannya atau tidak merusak
lingkungan.

6. Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak mencerminkan etika
konsusmsi Islami seperti suka menjamu dengan tujuan bersenang-senang atau
memamerkan kemewahan dan menghambur-hamburkan harta.

Prinsip-prinsip dasar konsumsi Islami ini akan memiliki konsekuensi bagi


pelakunya :

Pertama, seseorang yang melakukan konsumsi harus beriman kepada kehidupan


Allah dan akhirat di mana setiap konsumsi akan berakibat bagi kehidupannya di akhirat.
Di antara prinsip utarna keimanan adalah beriman dengan hari akhirat, yaitu beriman
kepada semua yang diberitakan oleh Allah dan Rasul-Nya tentang apa yang akan dialami
manusia setelah mati, baik fitnah kubur berupa nikmat dan siksanya atau hari kiamat dan
setelah itu berupa surga dan neraka beserta penghuni, segala kenikmatan dan siksaan
yang ada di dalamnya sebagai akibat dari perbuatan di dunia. Dalam Islam konsumsi

8
dibagi menjadi tiga, untuk memenuhi kebutuhan pribadi, memenuhi kebutuhan keluarga
yang menjadi tanggungannya dan dalam rangka fi sabilillah. Ketiga. jenis konsumsi
inilah yang menjadi pilihan dan prioritas manusia untuk mendahulukan atau
mengakhirkannya. Masing-masing jenis konsumsi akan memberi makna dan nilai sangat
tergantung kepada niat. Konsumsi pribadi jika diniatkan dalam rangka ketakwaan, supaya
badan kuat dalam menjalankan ketaatan, maka konsumsi tersebut memiliki dimensi
akhirat. Sebaliknya, jika konsumsi fi sabilillah tidak diniatkan ikhlas untuk mendapatkan
ridho Allah, misal demi riya' atau sum'ah, maka justru konsumsi itu menjadi tidak
bernilai dan bahkan berdampak dosa/siksa di akhirat.

Kedua, pada hakikatnya semua anugerah dan kenikmatan dari segala sumber daya
yang diterima manusia merupakan ciptaan dan milik Allah secara mutlak dan akan
kembali kepada-Nya. Manusia hanya sebagai pengemban amanah atas bumi untuk
memakmurkannya. Konsekuensinya adalah manusia harus menggunakan amanah harta
yang telah dianugerahkan kepadanya pada jalan yang disyariatkan. Syariat islamiyyah
dengan segala peraturan dan tatanan tentang konsumsi yang termaktub dalam Al-Quran
maupun AS-Sunnah, keduanya merupakan sumber pijakan utama dalam akhlak perilaku
berkonsumsi. Syariat islamiyyah telah menjelaskan mana yang halal dan mana yang
haram. Agama Islam telah sempurna dan diridhoi, sehingga tidak ada suatu perkara yang
menyangkut agama Islam kecuali telah dijelaskan. Manusia sebagai hamba ciptaan Allah
hanya tinggal menjalankan segala aturan yang telah ditetapkan.

Ketiga, tingkat pengetahuan dan ketakwaan akan mempengaruhi perilaku


konsumsi seseorang. Seseorang itu dinilai berdasarkan ketakwaanya. "Sesungguhnya.
yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa". Seseorang
tidaklah menjadi tinggi di sisi Allah hanya karna banyaknya harta kekayaan yang
dimilikinya. Bahkan seseorang yang kaya tapi sombong dengan kekayaan yang
dimilikinya justru rendah kedudukannya. Seseorang yang bertakwa tahu bagaimana
mensikapi harta. Pada saat memiliki keluasan rizki, dia tahu bahwa pada hartanya
terdapat bagian untuk orang lain melalui zakat, infak dan shodaqoh. Sebaliknya, ketika
Allah menetapkan sedikit atau kurang harta, dia tetap sabar, qanaah (merasa cukup) dan
tetap bersyukur dengan sedikit atau kurangnya harta. Dia tetap istiqomah di atas

9
keislamannya, meskipun kekurangan. Dia sadar bahwa harta adalah ujian. Ujian
kedermawanan bagi yang diberi keluasan harta dan ujian kesabaran bagi yang
kekurangan harta.

4. Etika Konsumsi Islam

Adapun etika konsumsi Islam harus memperhatikan beberapa hal, di antaranya


adalah :

1. Jenis barang yang dikonsumsi adalah barang yang baik dan halal (halalan
thoyyiban, yaitu
a. Zat, artinya secara materi barang tersebut telah disebutkan dalam hukum
syariah

- Halah, dimana asal hukum makanan adalah boleh kecuali yang


dilarang.
- Haram, di mana hanya beberapa jenis makanan yang dilarang seperti
babi, darah.
b. Proses artinya, dalam prosesnya telah memenuhi kaidah syariah, misalnya
- Sebelum makan basmalah, selesai hamdalah, menggunakan tangan
kanan, bersih.
- Cara mendapatkannya tidak dilarang, misal : riba, merampas, judi,
menipu, mengurangi timbangan, tidak menyebut nama Allah ketika
disembelih, proses tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk kecuali yang
sempat disembelih sebelum matinya.
2. Kemanfaatan/kegunaan barang yang dikonsumsi, artinya lebih memberikan
manfaat dan jauh dari merugikan baik dirinya maupun orang lain.
3. Kuantitas barang yang dikonsumsi tidak berlebihan dan tidak terlalu sedikit
atau kikir/bakhil, tapi pertengahan, serta ketika memiliki kekayaan
berlebih harus mau berbagi melalui zakat, infak, sedekah maupun wakaf dan
ketika kekurangan harus sabar dan merasa cukup dengan apa yang
dimilikinya.

10
B. Kepuasan Konsumen Muslim

Konsumsi merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia karena


untuk bisa bertahan hidup. Manusia harus makan untuk hidup, berpakaian untuk
melindungi tubuhnya dari berbagai perubahan suhu, mempunyai rumah untuk
berteduh, berkumpul dengan keluarga dan berlindung dari hal yang menganggu
dirinya. Dan juga kebutuhan lain untuk melengkapi atau faktor pendukung
memenuhi kebutuhannya. Menurut Islam konsumsi ialah suatu aktivitas ekonomi
yang memenuhi kebutuhan manusia dengan tujuan ibadah dan meningkatkan
ketakwaan kepada Allah Swt dalam rangka mendapatkan kemaslahatan dunia dan
akhirat.
Teori kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa
merupakan teori pokok dalam analisis mikro ekonomi. Kepuasan konsumsi
merupakan bagian dari teori perilaku konsumen. Seorang konsumen akan
mengkonsumsi barang/jasa untuk memperoleh kepuasan selalu menggunakan
kerangka rasionalitas. Sehingga manusia rasional adalah manusia yang berusaha
mencapai kepuasan maksimum dalam kegiatan konsumsinya. Rasionalitas
konsumsi pada teori mikro ekonomi konvensional dikembangkan berdasarkan
asumsi-asumsi berikut:
1. Setiap orang yang rasional akan memilih barang yang disenangi karena barang
yang lebih diminati menyuguhkan kepuasan yang lebih besar dari barang yang
kurang diminati.
2. Menguasai barang lebih banyak lebih baik daripada barang lebih sedikit.
3. Orang akan memperoleh kepuasan maksimum apabila seluruh
uangnya /pendapatannya telah habis dibelanjakan.
Di saat mengkonsumsi suatu barang seorang konsumen akan mendapatkan
nilai guna secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya kita menonton film
favorit di bioskop secara langsung kita akan puas bisa melihatnya. Mendapatkan
laba dalam berbisnis karena secara tidak langsung seorang pebisnis dapat
menambahkan modal dari laba tersebut.

11
Ada beberapa asumsi yang dapat dijadikan pegangan dalam menghitung
besar kecilnya kepuasan yang diperoleh konsumen. Menurut teori mikro
ekonomi konvensional, asumsi-asumsi tersebut adalah:
1. Tingkat utilitas total yang dicapai oleh sesorang konsumen merupakan fungsi
dari kuantitas berbagai barang yang dikonsumsi.
2. Konsumen akan memlilh barang-barang yang akan memaksimalkan
utilitasnya sesuai dengan anggaran mereka.
3. Utilitas dapat diukur dengan pendekatan kardinal.
4. Marginal Utility (MU) dari setiap unit tambahan barang yang dikonsumsi akan
menurun. MU adalah perubahan total utility (TU) yang disebabkan oleh
tambahan satu unit barang yang dikonsumsi
Dari asumsi tersebut kepuasan dalam mengkonsumsi barang ternyata
dilihat dari kuantitas barang yang dikonsumsi dan sesuai dengan pendapatan
yang dimiliki tetapi tetap memenuhi kepuasan konsumen tersebut. Namun
dalam memenuhi kepuasan akan menurun apabila konsumen mengkonsumsi
suatu barang lebih dari satu unit.
C. Rasionalitas konsumen muslim
Rasional dalam teori ekonomi konvensional adalah bila konsumen dapat
memperoleh kebutuhan barang sebanyak mungkin sesuai dengan anggarannya. Apabila
seorang konsumen mempunyai anggaran pendapatan Rp.5.000.000,- per bulan, hanya
mendapatkan kebutuhan pokok semata, dianggap kurang rasional dibanding dengan
konsumen yang sama dan penghasilan yang sama, tapi dapat memenuhi kebutuhan
pokoknya serta hiburan seperti televisi1.
Namun, konsep rasionalitas dalam teori ekonomi islam itu, seorang konsumen
harus mempertimbangkan nilai moral yang menurut ekonomi konvensional berada diluar
ekonomi. Konsumen muslim dengan penghasilan tersebut, wajib bayar zakat, maka yang
dipikirkan konsumen muslim juga pertimbangan akhirat dan kepeduliannya terhadap
masyarakat di lingkungannya.
Apabila dilihat dari kaca mata konvensional membayar zakat bukan urusan
ekonomi, tetapi menurut islam kepuasan batin setelah menunaikan zakat termasuk
kebutuhan hidup. Dan zakat itu sendiri dilihat dari segi tujuannya sebagai sarana
pemberantasan kemiskinan dan meningkatkan silaturahmi.
1
Drs. Darwin, SH. Kepuasan dan Rasionalitas Konsumen Muslim, diakses dari
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/kepuasan-dan-rasionalitas-konsumen-muslim-oleh-
drs-darwin-sh-264 pada tanggal 19 maret 2021 pukul 09.34

12
Di Indonesia zakat diatur oleh Undang-undang dengan harapan dapat menjadi
solusi pemerataan kesejahteraan, maka dalam hal ini pemeriintah meninggalkan teori
ekonomi konvensional.

D. Fungsi dan Peningkatan Utilitas


Utility function atau fungsi utilitas adalah ekspresi matematis yang memberikan
nilai pada semua kemungkinan pilihan. Dalam teori portofolio, fungsi utilitas
mengungkapkan preferensi entitas ekonomi sehubungan dengan risiko yang dirasakan
dan pengembalian yang diharapkan. Dalam mikroekonomi, ini adalah fungsi konsumsi
individu atas berbagai barang barang dan jasa.
Fungsi utilitas sangat penting untuk menjelaskan perilaku manusia. Ekonomi
menggunakannya dalam menjelaskan dasar teori pilihan konsumen. Teori ini
menjelaskan pilihan konsumen ketika berhadapan dengan sumber daya yang terbatas dan
kebutuhan yang tidak terbatas.
Fungsi utilitas digambarkan oleh kurva indefference. Fungsi utilitas juga
menggambarkan adanya tingkat kepuasan mengkonsumsi sejumlah barang/jasa pada
jumlah tertentu. Semakin banyak jumlah yang dikonsumsi, maka akan semakin besar
pula tingkat kepuasan yang didapatnya. Namun hal ini tidaklah berlaku seterusnya.
Dalam teori utilitas dikenal juga konsep penurunan utilitas marjinal (diminishing
marginal utiliity) yang menjelaskan adanya penurunan kepuasan (utilitas) pada setiap
tambahan yang diberikan. Hal ini juga berimplikasi akan adanya suatu kepuasan total
yang maksimal terhadap konsumsi suatu barang/jasa.
Fungsi dan Peningkatan Utilitas Penerapan ilmu ekonomi, tingkat kepuasan
(utility function) digambarkan oleh kurva indiferen (indifference curve)2. Dalam fungsi
utilitas yang biasa digambarkan adalah utility function antara dua barang (atau jasa)
yang diminati oleh konsumen. Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga
aksioma pilihan rasional:

a. Completeness (Lengkap)
Dalam aksioma ini dijelaskan bahwa setiap individu akan menentukan
sebuah keadaan yang lebih diminatinya diantar dua keadaan. Apabila A dan B
adalah dua keadaan yang berbeda, maka individu akan menentukan secara tepat
satu diantara tiga kemungkinan ini:
a) A lebih disukai daripada B
b) B lebih disukai daripada A
c) A dan B sama menariknya
b. Transivity (Konsisten)
Pada aksioma ini mengatakan bahwa apabila seorang individu mengatakan
“A lebih diminati daripada B,” dan “B lebih diminati daripada C,” maka ia pasti
2
Kurva indiferensi adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara dua bundel barang dimana konsumen
mendapatkan kepuasaan yang sama pada tiap-tiap titik kombinasi kuantitas (Q) kedua bundle tersebut.

13
akan mengatakan bahwa “A lebih diminati daripada C.” Sebenarnya aksioma
ini hanya memastikan konsisten internal seorang individu dalam mengambil
keputusan.
c. Continuity (Keberlanjutan)
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A
lebih diminati daripada B,” maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih
diminati daripada B3.

5 D

4 E

3 A

2 B

1 C

1 2 3 4 5

Berdasarkan ketiga aksioma diatas, penjelasan tersebut berkaitan dengan kurva


indiferen. Kurva indifferen adalah kurva yang menggambarkan gabungan dari dua barang
yang akan memberikan kepuasan sama besar.

Dari kurva indiferen di atas kombinasi titik memiliki tingkat kepuasan yang sama.
Titik A,B,C memiliki tingkat kepuasan yang sama sedangkan titik D dan E memiliki
tingkat kepuasan yang sama yang lebih tinggi dari titik A,B, dan C.

Semakin tinggi kurva indiferen maka semakin banyak barang yang dikonsumsi,
sehingga semakin tinggi kepuasan konsumen. Utilitas dikatakan tinggi apabila utility
function berada di sebelah kanan atas. Semakin ke kanan atas utility function semakin
baik. Misalnya, kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi dua atau tiga tusuk sate
lebih tinggi rasa kepuasannya dari pada mengkonsumsi setusuk sate.

Nilai guna maksimum adalah bersumber dari harga-harga suatu barang. Di mana
harga tiap barang tersebut akan mencapai tingkat yang memaksimumkan apabila nilai
guna marjinal dari setiap barang tersebut sama.

3
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 64-65.

14
Dalam mengukur kepuasan komsumsi seorang konsumen, pendekatan utilitas
memiliki suatu kelemahan, maka Nicholson (1991) menawarkan pendekatan indifference.
Kelemahan pada pendekatan utilitas adalah “tidak adanya alat yang bisa digunakan untuk
mengukur utilitas tersebut dan adanya kesulitan menerapkan asumsi ceteris paribus
dalam analisis”. Untuk itu, kepuasan dapat diukur dengan menggunakan skala preferensi.
Berdasarkan pendekatan ini, Samuelson (1995) menawarkan ukuran kepuasan dengan
kurva indifference. Kurva indifference adalah kurva yang menunjukkan konsumsi atau
pembelian barang-barang yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama pada setiap
titiknya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

15
1. Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi juga memiliki
pengertian yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam setiap yang melingkupinya.
2. Tujuan utama konsumsi seoarang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk
beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsusmsi sesuatu dengan niat
untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan
menjadikan konsusmsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan
pahala.
3. prinsip dasar konsumsi islami adalah :
a) prinsip syariah
b) prinsip kuantitas
c) prinsip prioritas
d) prinsip sosial
e) kaidah lingkungan
f) tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak
mencerminkan etika
4. Adapun etika konsumsi Islam harus memperhatikan beberapa hal, di antaranya
adalah
a) Jenis barang yang dikonsumsi adalah barang yang baik dan halal.
b) Kemanfaatan/kegunaan barang yang dikonsumsi.
c) Kuantitas barang yang dikonsumsi tidak berlebih
5. Kepuasan konsumen muslim
Teori kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa merupakan teori
pokok dalam analisis mikro ekonomi. Kepuasan konsumsi merupakan bagian dari
teori perilaku konsumen. Seorang konsumen akan
mengkonsumsi barang/jasa untuk memperoleh kepuasan selalu menggunakan
kerangka rasionalitas.
6. Rasionalitas konsumen muslim
Rasional dalam teori ekonomi konvensional adalah bila konsumen dapat
memperoleh kebutuhan barang sebanyak mungkin sesuai dengan anggarannya.
7. Fungsi dan Peningkatan Utilitas
Utility function atau fungsi utilitas adalah ekspresi matematis yang memberikan
nilai pada semua kemungkinan pilihan. Dalam teori portofolio, fungsi utilitas
mengungkapkan preferensi entitas ekonomi sehubungan dengan risiko yang
dirasakan dan pengembalian yang diharapkan. Dalam mikroekonomi, ini adalah
fungsi konsumsi individu atas berbagai barang barang dan jasa.
Fungsi dan Peningkatan Utilitas Penerapan ilmu ekonomi, tingkat kepuasan
(utility function) digambarkan oleh kurva indiferen (indifference curve). Dalam
fungsi utilitas yang biasa digambarkan adalah utility function antara dua barang
(atau jasa) yang diminati oleh konsumen. Dalam membangun teori utility
function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional:
16
a) Completeness (Lengkap)
b) Transivity (Konsisten)
c) Continuity (Keberlanjutan)
B. Saran
Kami penyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan
baik dari segi isi maupun penulisannya. Maka dari itu kami menerima semua saran dan
tanggapan yang teman-teman semua berikan.
Atas saran dan tanggapannya, kami sebagai penyaji makalah mengucapkan terima kasih,
semoga apa yang ada didalam makalah ini dapat kita ambil manfaatnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Darwin, SH. Kepuasan dan Rasionalitas Konsumen Muslim, diakses dari
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/kepuasan-dan-rasionalitas-
konsumen-muslim-oleh-drs-darwin-sh-264 pada tanggal 19 maret 2021 pukul 09.34

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), hal. 64-65.

18

Anda mungkin juga menyukai