Disusun oleh
Kelompok I
Nama NPM
Muhammad Arsyad 20.15.0209
Muhammad Syarif Hidayat 20.15.0219
Kelompok I
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
A. Kesimpulan .......................................................................................... 10
B. Saran ..................................................................................................... 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keuangan Islam dewasa ini menjadi perbincangan yang meluas dan terkenal baik di
negara yang bermayoritas muslim maupun non muslim bahkan di barat. Ajaran Islam
mengakui adanya perbedaan pendapat dari kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa
perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap individu mempunyai perbedaan keterampilan,
inisiatif, kemampuan fisik, usaha dan resiko. Namun perbedaan itu tidak diperkenankan
melahirkan jurang kesenjangan yang terlalu jauh antara yang kaya dengan yang miskin.
Pemerataan pendistribusian akan menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan saja karunia
dari Allah bagi semua manusia, melainkan juga merupakan suatu amanah. Oleh karena itu,
manusia berkewajiban mengelolanya secara adil dan tidak ada alasan untu memusatkan sumber
daya hanya pada segelintir individu dan golongan saja.
B. Rumusan Masalah
1. Apa parameter yang digunakan untuk menentukan satu produk bisnis yang sesuai
dengan keungan syariah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui parameter yang digunakan untuk menentukan satu produk bisnis
yang sesuai dengen keungan syariah .
1
BAB II
PEMBAHASAN
Ada tiga parameter yang digunakan untuk menentukan satu kebijakan atau
produk ekonomi syariah itu sesuai atau comply dengan syariah. Pertama, terbebas dari
transaksi yang dilarang. Transaksi yang dilarang itu meliputi riba, garar, ihtikar
(rekayasa dalam supply), bai' an-najasy (rekayasa dalam demand), two-in-one, maisir
(judi), risywah (suap), bai' ad-dain bi ad-dain (jual beli piutang), dan objek akadnya
tidak halal.
Praktik bisnis terlarang tersebut itu merugikan dan menzalimi setiap pihak yang
terlibat dalam transaksi tersebut dan pasar secara umum. Riba, misalnya, adalah
manfaat (yang dipersyaratkan) yang diterima kreditur atas jasa pinjamannya kepada
debitur. Kreditur mendapatkan keutungan tanpa ada risiko sedikit pun, sehingga
seorang debitur dalam kondisi apa pun harus membayar jasa (bunga) atas pinjamannya.
Di samping itu, transaksi ini telah memperlakukan uang sebagai komoditas dan
bukan alat tukar yang menghasilkan barang dan jasa. Transaksi ini dilarang dalam
Islam sesuai dengan firman Allah SWT, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.” (QS al-Baqarah: 275).
Firman Allah lainnya terkait hal ini adalah, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Ali Imran: 130). Kemudian, firman
Allah, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS al-Baqarah:
278).
2
Kedua, produk tersebut sesuai dengan akad atau transaksi syariah. Transaksi
syariah menjadi penting untuk memperjelas hak dan kewajiban seluruh pihak yang
terlibat dalam akad atau produk bisnis dan keuangan. Ketentuan tentang akad atau
transaksi ini sudah diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI dan regulasi
terkait. Beberapa fatwa DSN MUI tersebut adalah Fatwa DSN MUI Nomor 01/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Giro, Fatwa DSN MUI Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Deposito, Fatwa DSN MUI Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam,
Fatwa DSN MUI Nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’, Fatwa
DSN MUI Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah, dan
Fatwa DSN MUI Nomor 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-
Tamlik.
Jika substansi suatu produk adalah jual beli jasa atau manfaat maka berlaku
seluruh ketentuan transaksi ijarah. Keuntungan yang didapatkan penjual jasa adalah fee
yang harus ditentukan di awal transaksi. Berbeda halnya jika substansi produknya
adalah bagi hasil, maka berlaku ketentuan mudharabah atau musyarakah. Kaidah yang
berlaku, yaitu sama-sama untung dan sama-sama rugi. Salah satu konsekuensinya
adalah keuntungan berbentuk persentase sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,
“Keuntungan adalah imbalan atas kerugian.” (HR Abu Daud, An Nasai , Tirmidzi, dan
Ahmad).
Selain itu, harus amanah dalam menjalankan bisnis dengan berkomitmen sesuai
janji dan kesepakatan. Hal ini sesuai firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah akad-akad itu.” (QS al-Maidah: 1 ).
3
Di antara adab-adab tersebut juga adalah berlaku adil, seperti halnya memenuhi
hak karyawan dan mitra kerja, produk yang berkualitas, pendapatan yang tinggi,
menjaga citra (sum'ah) yang baik, menjaga kepercayaan mitra dan nasabah, setiap
transaksi dilakukan atas dasar kesepakatan, komitmen dengan kesepakatan, serta
komitmen berbagi dan sosial. Diharapkan dengan tiga parameter itu, menjadi ikhtiar
agar produk sesuai dengan syariah.
• Wadi’ah (simpanan). Akad wadi’ah adalah murni titipan, yaitu perjanjian atau
kesepakatan yang didasari atas kepercayaan untuk menjaga barang titipan.5 Imam
Hanafi mendefinisikan sebagai pemberian kuasa dari seseorang kepada orang lain
untuk menjaga hartanya, baik dengan lafaz yang tegas atau dengan isyarat.6 Maka
penulis menarik garis besar bahwa wadi’ah adalah pemberian kuasa baik perorangan
maupun badan hukum kepada pihak lain berupa titipan murni yang merupakan
perjanjian bersifat percaya – mempercayai untuk menjaga hartanya.
4
• Musyarakah (kerja sama).
Musyarakah merupakan aad kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih dalam
menjalankan usaha, masing-masing pihak menyertakan modalnya sesuai dengan
kesepakatan, dan bagi hasil atas usaha bersama diberikan sesuai dengan kontribusi
dana atau sesuai dengan kesepakatan bersama. Menurut Latifa M. Algaoud dan Mervyn
K. Lewis, musyarakah adalah kegiatan kemitraan antara dua orang atau lebih dalam
suatu usaha produktif. Dalam hal ini antara modal dan usaha kerja digabungkan dan
ditanggung secara berasama sehingga semuanya menikmati hak dan tanggung jawab
yang sama begitu juda dalam pembagian keuntungan.
• Murabahah. Murabahah adalah akad jual beli yang disepakati oleh kedua pihak dari
harga awal, margin, dan harga akumulasi. Menurut Syafi’i Antonio, Murabahah adalah
keuntungan yang disepakati dari jual beli suatu barang. Murabahah dapat disimpulkan
bahwa adalah akad kesepakatan antara pembeli dan penjual mengenai harga suatu
benda secara transparan. • Istishna’. Jumhur fuqaha berpendapat bahawa Istishna’ dan
Salam mempunyai definis yang sama. Hanafiyah lebih spesisifik dan membedakannya
dari salam, yaitu suatu akad terhadap seorang pembuat atau pengrajin untuk
mengerjakan atau membuat suatu barang tertentu yang ditangguhkan13. Makna
Istishna’ lebih jelasnya adalah akad jual beli barang pesanan barang yang belum
diproduksi atau tidak tersedia di pasar. Diawal akad sepesifikasi barang sudah
disepakati, sedangan pembayaran bisa secara tunai atau angsuran/cicilan.
• Salam.
Salam adalah akad jual beli dengan penyerahan barang ditunda, sedangkan
pembayaran di awal akad. Pada prinsipnya dalam jual beli ini barang yang akan
diserahkan sudah diketahaui harga, spesifikasi, jenis, kualitas dan jumlah barang.
Barang yang di jual belikan dengan akad salam harus dapat diukur dengan timbangan
atau neraca.
5
Akad Pola Sewa.
• Ijarah. Akad Ijarah dapat didefinisikan sebagai akad sewa atau pemindahan manfaat
atas suatu barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu sesuai kesepakatan diawal
akad dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa adanya pemindahan hak
kepemilikan.
Tiga Parameter yang digunakan untuk menentukan satu kebijakan atau produk
keuangan syariah, sesuai atau comply dengan syariah.
Seperti halnya transaksi riba. Riba adalah manfaat yang diterima kreditor atas
jasa yang diberikan debitur. Kreditor mendapat benefit tanpa ada resiko sedikit pun
sehingga seorang debitur dalam kondisi apa pun harus membayar jasa pinjamannya.
6
Selain itu, transaksi ini telah memperlakukan uang sebagai komoditas, tidak
lagi sebagai alat tukar yang menghasilkan barang dan jasa dan Allah SWT, telah
mengharamkannya sebagaimana dengan firman-Nya didalam Al-Qur'an
"...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS.
Al-Baqarah: 275)
َالربَا إِّن هكنتهم ُّمؤْ ِّمنِّين َ يَا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َمنهواْ اتَّقهواْ ّللاَ َوذَ هرواْ َما بَ ِّق
ِّ َي ِّمن
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman" (QS. Al-Baqarah: 278)
َضا َعفَةً َواتَّقهواْ ّللاَ لَ َعلَّ هك ْم ت ه ْف ِّلحهون ِّ ْيَا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َمنهواْ الَ ت َأ ْ هكلهوا
ْ َ الربَا أ
َ ض َعافا ً ُّم
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda. Dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan...."
(QS. Ali Imran: 130)
Parameter yang kedua ini digunakan untukm memperjelas hak dan kewajiban
seluruh pihak yang terlibat dalam akad atau produk, khususnya perbankan syariah.
Salah satu contoh, misalnya jika produk melibatkan pihak transaksi ijarah maka
berlaku seluruh ketentuan sewa manfaat atau jual jasa. Benefit yang didapatkan penjual
jasa adalah upah yang harus ditentukan diawal transaksi.
7
C. Menjaga adab-adab islam
b. Profesional (sesuai dengan hadits Rasullah saw, Innallaha yuhibbu idza amila
ahadukum amalan ayyutkinahu. Allah suka jika di antara kita mampu melakukan yg
terbaik)
c. Amanah (sesuai dengan firman Allah "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu")
d. Berlaku adil dan tidak zalim (seperti halnya memenuhi hak karyawan dan memenuhi
hak mitra kerja)
Setiap kebijakan produk, termasuk visi dan misi harus dipastikan tidak bertentangan
dengan aspek dan prinsip syariah.
Setiap kebijakan, visi dan misi harus memilih opsi yang paling prioritas seperti halnya
sektor riil. Sesuai dengan hadits tentang skala prioritas.
3. Profesional
Setiap SDM dilembaga keuangan syariah harus menghasilkan kinerja dan produktivitas
sesuai dengan hadits:"Sesungguhnya, Allah SWT menyukai bila kalian melakukan
sesuatu pekerjaan dengan rapi" (HR. Baihaqi)
8
4. Income yang tinggi
Karena citra dan sum'ah lembaga keuangan syariah adalah bagian dari muwaqadis
syariah. Islam melarang melakukan tindakan yang merusak citra lembaga keuangan
syariah.
Tidak boleh ada kebijakan yang menzalimi karyawan sebagaimana hadits dari Abu
Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
Diupayakan setiap kebijakan dan transaksi dibangun atas dasar ridha sama ridha
sebagaimana hadits, yang artinya:
"...dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." (HR. Tirmidzi)
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...." (QS. al-Ma'idah : 1).
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada tiga parameter yang digunakan untuk menentukan satu kebijakan atau
produk ekonomi syariah itu sesuai atau comply dengan syariah. Pertama, terbebas dari
transaksi yang dilarang. Transaksi yang dilarang itu meliputi riba, garar, ihtikar
(rekayasa dalam supply), bai' an-najasy (rekayasa dalam demand), two-in-one, maisir
(judi), risywah (suap), bai' ad-dain bi ad-dain (jual beli piutang), dan objek akadnya
tidak halal.
B. Saran
makalah selanjutnya.
karena itu, kami mengharapkan kritikan yang membangun bagi kami dalam
10
DAFTAR PUSTAKA
(Bedah Fikih Muamalah & Pengelolaan Keuangan Syariah) DR. H. Oni Syahroni,
MA. (Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia)
Al Fikr, 1992.
11