Anda di halaman 1dari 27

“ISU DAN TANTANGAN AUDIT SYARIAH DI LEMBAGA

KEUANGAN SYARIAH”

(Mata Kuliah Audit dan Lembaga Keuangan Syariah)

Dosen Pengampuh:

MUHAMMAD SATAR, S.E., S.Pd.i., M.M.

Oleh: Kelompok 11

Riska Febrianthy 19.2300.071


Rahmadani 19.2300.090
Muhammad Amri 19.2300.078
Achmad Idham.M 19.2300.097

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PAREPARE

2021
KATA PENGATAR

Assalamuailaikum, Wr, Wb.


Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah Swt. Berkat-Nya lah kami dapat
menyelesaikan penulisan makalah tentang “Isu dan Tantangan Audit Syari’ah
Pada Lembaga Keuangan Syariah” ini, dandengan Ridho dan Hidayah-Nya
kami membuat makalah ini dengan penuh semangat. Kami sangat bersyukur atas
semua ini,dimana kami telah menyelesaikan ini dengan waktu yang telah
ditentukan.
Dalam pembuatan makalah ini, kami mereferensikan dari buku penunjang
dan internet untuk pembahas ini, yang memberikan informasi yang baik untuk kita
pelajari.Mudah-mudahan dalam makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua.
Makalah kami tentu ada yang kurang dan masih banyak sekali yang harus
di lengkapi,demi sebuah pencapaian yang sempurna, dari sini kami membutuhkan
kritik dan sarannya bagi para pembaca untuk memberikan masukan yang lebih
baik dari ini.
Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya dalam hal peningkatan
pembuatanmakalah ini.
Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Parepare, 14 Desember 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

PEMBAHASAN

A. Standar Pengatur Auditing Islam

B. Tantangan Audit syariah

C. Tata Kelola Lembaga Keuangan Islam Modern (IFI)

D. Tanggung Jawab Seorang Auditor Syariah

E. Agenda Masa Depan Audit Syari’ah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga Keuangan Syari’ah merupakan lembaga keuangan yang

prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari’ah . Operasional

lembaga keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar dan maisir Di

indonesia sendiri sudah sangat banyak lembaga keuangan syariah Seperti

lahirnya bank bank syariah, lembaga zakat dan lembaga keungan syariah

lainnya. Meningkatnya jumlah lembaga keuangan syariah di indonesia ini

menyebabkan beberapa lembaga keuangan syariah yang ada berlomba

lomba untuk menjadi LKS terbaik. Hal ini tidak terlepas dari bagaimana

sebuah lembaga kauangan syariah ini agar terbebas dari unsur riba,maisir

dan gharar atau sesuai dengan prinsip syariah. Lembaga Keuangan Syariah

mempunyai sifat yang berbeda dengan Lembaga Keuangan Konvensional

(LKK). LKS harus mampu mematuhi segala ketentuan syariah (sharia

compliance) dalam menjalankan kegiatan usaha dan produknyaP


Perbedaan karakteristik ini mempengaruhi bentuk dan standard

pengawasan dan audit terhadap LKS. Untuk memastikan terjaganya

lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah ini menimbulkan

fungsi baru sebagai seorang pemeriksa laporan keuangan atau auditor yang

berfungsi sebagai auditor syariah. Dalam hal ini, auditor syariah memiliki

fungsi yang sangat penting untuk menjaga akuntabilitas laporan keuangan

dan pemenuhan terhadap aspek syariah. Audit yang ada saat ini adalah

bagian dari sistem keuangan konvensional yang hanya berfungsi untuk

menilai aspek laporan kauanganP Perbedaan praktik audit syariah dan

audit konvensional terletak pada tujuan utama yaitu audit syariah yang

1
betujuan untuk memastikan internal kontrol sudah baik dan efektif dalam

menjalankan kepatuhan Syariah.1

Audit syariah merupakan salah satu cara untuk menjaga dan

memastikan integritas lembaga keuangan syariah dalam menjalankan

prinsip syariah. Tujuan audit syariah adalah untuk memastikan kepatuhan

seluruh operasional bank terhadap prinsip dan aturan syariah .(Minarni,

2013)2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana standar pengatur auditing?
2. Apa sajakah masalah dan tantangan pada audit syari’ah?
3. Apa sajakah tata kelola lembaga keuangan islam modern?
4. Apa sajakah tanggung jawab auditor syari’ah?
5. Bagaimana agenda masa depan audit syari’ah?

C. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui standar pengatur auditing


2. Mengetahui masalah dan tantangan pada audit syari’ah
3. Mengetahui tata kelola lembaga keuangan islam modern
4. Mengetahui tanggung jawab auditor syari’ah
5. Mengetahui agenda masa depan audit syari’ah.

1
https://pilarkota.com/pentingnya-audit-terhadap-lembaga-keuangan-syariah
2
Minarni, M. (2013). Audit Syariah, Dan Tata Kelola Lembaga Keuangan Syariah. La_Riba,
7(1), 29–40. https://doi.org/10.20885/lariba.vol7.iss1.art3

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Standar Pengatur Auditing Islam

Saat ini ada dua standar yang independen terhadap lembaga

organisasi yang terlibat dalam keuangan industri Islam, yaituIslamic

Financial Services Board(IFSB) atau Dewan Pengawas Syariah dan

AAOIFI. Keduanya telah mengeluarkan standar akuntansi dan

pelaporan dan juga audit serta tata kelola perusahaan.

a. Islamic Financial Services Board (IFSB) atau Dewan Pengawas

Syariah

Pada bulan Desember 2006, IFSB/DSN mengeluarkan surat

prinsip panduan yang komprehensif tentang tata kelola

perusahaan. Publikasi dimaksudkan untuk membantu mencapai

pembentukan IFI dan meningkatkan kerangka kerja tata kelola


perusahaan juga untuk membantu regulasi IFI. IFSB/DPS

mengambil posisi bahwa tidak ada satu Model sesuai dengan

semuaIFI yang umum dan efektivitas dan kesehatan dari tata kelola

perusahaan tergantung pada kekhususan individu IFI.

b. AAOIFI

Accounting and Auditing Organization for Islamic

Financial Institutions atau AAOFI merupakan sebuah organisasi

yang di bentuk di Bahrain pada tahun 90an. Organisasi ini dibentuk

untuk membuat standar atau aturan terkait praktik akuntansi

3
syariah. Dimana dalam artikel Karim (2011), disebutkan bahwa

AAOFI telah membuat pernyataan terkait standar syariah.

Pernyataan tersebut salah satunya mengatur mengenai audit

syariah. (Araujo, 2017)3

AAOIFI diterbitkan pada tahun 2010, tujuan dari audit

dalam IFI adalah untuk memungkinkan auditor untuk menyatakan

pendapat atas laporan keuangan, apakah mereka siap, dalam semua

aspek material menurut dan sesuai dengan fatwa, keputusan dan

pedoman yang dikeluarkan oleh dewan pengawas syari'ah IFI.

AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for

Islamic Financial Institutions) sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya mengeluarkan dan mensahkan standar audit yang

berlaku pada lembaga keuangan syariah termasuk bank yang

kemudian banyak diacu di berbagai negara. Standar Auditing

AAOIFI untuk audit pada lembaga keuangan syariah sendiri

mencakup lima standar, yaitu tujuan dan prinsip (objective and

principles of auditing), laporan auditor (auditor’s report), ketentuan

keterlibatan audit (terms of audit engagement), lembaga pengawas

syariah (shari’a supervisory board), tinjauan syariah (shari’a

review).Adapun penjelasan singkat dari kelima standar tersebut

adalah sebagai berikut: Pertama terkait tujuan dan prinsip. Tujuan

dari sebuah audit laporan keuangan yaitu untuk memungkinkan

auditor menyampaikan opini atas laporan keuangan tertentu dalam

semua hal yang material dan sesuai dengan aturan dan prinsip

3
Araujo, 2010. (2017). REVIEW AUDIT DENGAN PERSPEKTIF SYARIAH. Jurnal
Ilmiah Akuntansi Indonesia, 6(2), 5–9.

4
Islam, AAOIFI, standar akuntansi nasional yang relevan, serta

praktek di negeri yang mengoperasikan lembaga keuangan.

Adapun prinsip etika profesi meliputi, kebenaran, integritas, dapat

dipercaya, keadilan dan kewajaran, kejujuran, independen,

objekivitas, kemampuan professional, bekerja hati-hati,menjaga

kerahasiaan, perilaku professional dan menguasai standar teknis.

Kedua terkait laporan auditor. Elemen dasar dari laporan auditor

(judul, alamat, paragraf pembukaan atau pengenalan, cakupan

paragraf (gambaran dari audit), acuan ASIFI dan standar nasional

yang relevan atau praktek, Uraian pekerjaan yang dilakukan

auditor, Paragraf opini berisi sebuah ungkapan opini tentang

laporan keuangan, Tanggal Laporan, Alamat Auditor dan Tanda

Tangan Auditor). Terkait ruang lingkup paragraf,laporan auditor

harus menggambarkan cakupan audit dengan menyatakan bahwa

audit telah dilaksanakan sesuai ASIFI dan standar nasional yang

relevan atau praktek telah sesuai dan tidak melanggar aturan dan

prinsip Syariah. Ruang lingkup mengacu pada kemampuan auditor

untuk melaksanakan prosedur audit yang dianggap penting dalam

hal itu. Hal ini meyakinkan para pembaca bahwa audit telah

berjalan sesuai ketetapan standar maupun praktek.

Disamping itu juga telah sesuai dengan standar auditing

nasional atau praktek mengikuti negara tempat auditor berada, hal

ini terlihat dalam alamat auditor.Laporan itu termasuk sebuah

pernyataan bahwa audit telah direncanakan dan dilaksanakan untuk

memperoleh jaminan layak mengenai apakah laporan keuangan

5
bebas dari pernyataan salah yang material.

Laporan auditor harus menggambarkan, antara lain:

a. pengujian, pada sebuah uji dasar, bukti yang mendukung

sejumlah laporan keuangan dan pengungkapan.

b. menilai/menaksir prinsip akuntansi yang digunakan dalam

persiapan laporan keuangan.

c. menilai perkiraan signifikan yang dibuat oleh manajemen

dalam persiapan laporan keuangan.

d. mengevaluasi presentasi laporan keuangan secara

keseluruhan.

Ketiga terkait ketentuan keterlibatan audit. Auditor dan

klien harus menyetujui ketentuan perjanjian. Istilah setuju perlu

disampaikan dalam surat penugasan audit sesuai kontrak. Isi dasar

surat perjanjian adalah dokumen surat penunjukan dan menegaskan

tanggung jawab auditor untuk klien dan bentuk setiap laporan yang

akan diberikan oleh auditor.

Keempat berkaitan dengan shari’a supervisory board yang

intinya berisi penunjukan, komposisi dan laporan DPS.

Kelima berkaitan dengan tinjauan Syariah (shari’a

review). Shari'ah review merupakan sebuah pengujian yang luas

dari kepatuhan Syariah sebuah LKS, dalam seluruh kegiatannya.

Pengujian ini meliputi penunjukan, persetujuan, kebijakan, produk,

transaksi, memorandum (surat peringatan), dan anggaran dasar dari

perserikatan, laporan keuangan, laporan (khususnya audit internal

dan pengawasan bank central), sirkulasi,dll.Tujuan dari sebuah

shari'a review adalah untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas

6
yang diselenggarakan dalam LKS tidak bertentangan dengan

Syariah.DPS bertanggung jawab untuk membuat dan

mengungkapkan sebuah opini dari suatu Lembaga Keuangan

Syariah terhadap kepatuhannya pada Syariah. Di indonesia sendiri,

yang berperan sebagai pengendali di Lembaga Keuangan Syatiah

adalah Dewan Pengawas Syariah yang berpegang pada fatwa DSN

MUI. (Minarni, 2013)

B. Tantangan Audit syariah

Isu-isu dalam audit syari’ah adalah:

1. Integritas kebebasan

Auditor syari’ah perlu dianggap cukup mandiri oleh


stakeholder keuangan Islam. Praktik untuk auditor syari’ah sangat
bergantung atau mengikuti saran dari penasihat syari’ah atau SSB atau
DPS. Oleh karena itu, fungsi DPS harus dinyatakan dengan jelas dan
tidak mengganggu syariat Islam akan audit dan IFI hanya bisa
outsourcing audit syari’ah untuk akuntan profesional di luar dan
auditor yang berpengalaman dalam syariat dan akuntansi.

Karim menyatakan bahwa literature tentang kebebasan audit


internal signifikan berkontribusi pada tingkat independensi auditor,
yaitu:

a. Kejelasan definisi tanggung jawab auditor


b. Posisi auditor internal dalam struktur organisasi lembaga
c. Struktur pelaporan

Disarankan bahwa IFI memberikan kewenangan yang jelas dan


instruksi dengan kekuatan ke internal auditor, pelaporan kepada
Komite Audit dan syari’ah dewan IFI. Selanjutnya, Audit dan Komite

7
Syari’ah harus melaporkan kepada pemegang saham untuk
memperkuat kemandirian DPS.

2. Inspektur Kepatuhan Syari’ah

Lembaga Hisbah dan Muhtasib (hakim) IFI harus memahami


bahwa kepentingan utama bagi auditor adalah memastikan kepatuhan
dari semua produk yang akan ditawarkan. DPS memainkan peran
penting dalam memastikan kepatuhan anggota DPS.

Beberapa akademisi mengharapkan lembaga Hisbah yang


mengelola di bawah otoritas Negara. Muhtasib dibayar melalui kas
Negara dan mereka diharapkan sepenuhnya independen untuk pasar.
IFI harus membentuk semacam lembaga Hisbah yang para anggotanya
adalah auditor syari’ah.

3. Kurangnya Kompetensi Auditor Syari’ah

Auditor syari’ah bertanggung jawab untuk memastikan bahwa


IFI mengikuti semua pedoman syariat dan prinsip, jika tidak mereka
telah melakukan ketidakadilan kepada umat yang telah memercayakan
untuk mengaudit dan memastikan IFI tetap mematuhi syariat Islam.
Kurangnya akuntabilitas auditor syari’ah, audit syari’ah dapat
dilakukan oleh auditor internal atau auditor eksternal asalkan mereka
harus memiliki pengetahuan dan pelatihan syariat yang memadai.
Selanjutnya, laporan tersebut diteruskan ke komite IFI. Komite
Syari’ah dapat memberikan pendapat mereka hanya pada hal-hal
syariat ke Direksi, yang akan memutuskan atau membuat keputusan
akhir.

Auditor Syari’ah seharusnya lebih bertanggung jawab karena


mereka harus bertanggung jawab kepada para pemangku
kepentingan, yang meliputi pemegang saham, dan masyarakat.
Selanjutnya, mereka bertanggung jawab kepada Allah untuk setiap
tindakan. Dalam hal isu-isu sekaligus tantangan dalam mengaudit

8
laporan keuangan tahunan syari’ah, auditor harus memahami fiqh
muamalah dan akuntansi.4

Sementara tantangan terbesar dalam menerapkan audit

syariah saat ini adalah kurangnya keahlian dan sumber ekonomi saja.

Hal yang dibutuhkan oleh auditor syariah mempunyai lingkup yang

cukup luas, yaitu selain memeriksa laporan keuangan, auditor syariah

juga harus memastikan bahwa laporan tersebut sudah sesuai dengan

prinsip syariah, termasuk didalamnya laporan keuangan, produk yang

dilaksanakan, penggunaan IT, proses operasi, pihak-pihak yang

terlibat dalam aktivitas bisnis LKS, dokumentasi dan kontrak,

kebijakan dan prosedur serta aktvitas lainnya yang memerlukan

ketaatan terhadap prinsip syariah.

Dalam pelaksanaanya sebagai audit, auditor syariah sangat

perlu untuk memenuhi dua kriteria, yaitu mampu dalam bidang

keuangan dan perbankan syariah. Bidang syariah yaang dimaksud

disini adalah mengenai fiqih muamalah. Lebih baik lagi jika menguasi

ilmu akuntansi ataupun auditing syariah karena lebih komprehensif

bagi seorang auditor syariah, sebab baik aspek syariah maupun aspek

keuangan dipelajari keduanya. Sehingga auditor dapat langsung

menguasai keduanya kualifikasi tersebut. Jika kedua hal tersebut dapat

dipenuhi maka proses proses audit syariah dapat terlaksana secara

tepat dan sesuai dengan prinsip syariah.

Hasil dari seorang auditor dapat dilihat dengan

memberikan opini apakah Bank Syariah yang diaudit dinyatakan

sesuai dengan prinsip syariah atau tidak. Apabila ditemukan kesalahan

4
Hidayah hirzy. 2021. “Isu dan Tantangan Audit Syariah di Masa Depan”.
https://id.scribd.com/document/435630507/Isu-dan-tantangan-Audit-syariah-di-masa-depan.

9
dan pelanggaran dalam kegiatan audit di lembaga keuangan syariah

maka pihak yang harus bertanggung jawab ialah manajemen dari bank

Syariah tersebut, sedangkan tanggung jawab auditor terletak pada

opini yang diberikan.

Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan proses

pengawasan yang sesuai dengan tata kelola perusahaan yang

dilakukan sesuai dengan kode etik seorang auditor. Seluruh kegiatan

ini dilakukan dengan tujuan utama yaitu menjaga kepercayaan

masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah (perbankan syariah)

dalam melaksanakan prinsip dan aturan syariah pada produk dan

operasional usahanya.

C. Tata Kelola Lembaga Keuangan Islam Modern (IFI)

Lembaga keuangan (finansial institution) adalah suatu

perusahaan yang usahanya bergerak dibidang jasa keuangan (Mardani,

2017). Artinya, kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini akan selalu

berkaitan dengan bidang keuangan, apakah penghimpunan dana

masyarakat dan jasa-jasa keuangan lainnya. Berdasarkan UU No. 14

Tahun 1967 tentang pokok- pokok Perbankan, pasal 1.b menyebutkan

bahwa Lembaga keuangan adalah semua badan yang melalui

kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan menarik uang dari

masyarakat dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.(Afrianty et al.,

2019) 5

5
Afrianty, N., Isnaini, D., & Oktarina, A. (2019). Lembaga Keuangan Syariah. In Penerbit
CV Zigie Utama.

10
1) Perbankan dan Lembaga-lembaga Keuangan Islam Modern (IFI)

Perbankan dan lembaga-lembaga keuangan Islam modern (IFI)

telah ada selama lebih dari empat puluh tahun. Lembaga keuangan

pertama yaitu Mit Ghamr Bank di Mesir, didirikan pada tahun 1962.

Bank ini kemudian diserap oleh Nasr Sosial Bank pada tahun 1972.

Kemudian Pilgrims Lembaga Tabungan Dana dibentuk di Malaysia di

1963 yang masih berdiri sampai hari ini. Industri keuangan Islam

langsung berkembang selama beberapa dekade terakhir. Pada tahun

2011, perbankan dan keuangan Islam adalah salah satu sektor

ekonomi yang tumbuh paling cepat di dunia pada saat ini.

Namun, dibandingkan dengan perbankan konvensional dan

keuangan, perbankan Islam dan sistem keuangan masih dalam tahap

yang sangat awal. Perbankan dan sistem keuangan konvensional

pertama kali dimulai pada tanggal 16 abad ketika pedagang di Venesia

mendirikan Banco Della Pizza di Rialto di Venice, Italia.

Saat ini, diperkirakan aset manajemen oleh perbankan syariah

dan lembaga keuangan melebihi US $ 1 trilyun (US $ 1.000 miliar).

Ini lebih dari 400 lembaga di seluruh dunia terutama di empat benua

besar, Timur Tengah, Asia Tenggara, Eropa dan Amerika. Sejumlah

besar aset dijamin IFI dengan baik dan aset yang dikelola dan diaudit

menjaga bunga stakeholder. Di sinilah audit syariah hadir ke dalam

lembaga kuangan syariah. Karena setiap lembaga pasti tidak ingin

kesalahan dan kegagalan dalam setiap usaha yang dijalankan.

IFI adalah pelopor kelembagaan ekonomi Islam. Abdullah dan

Pillai telah menyatakan bahwa "IFI memiliki tugas yang lebih besar

11
dan tanggung jawab untuk pemangku kepentingan dari lembaga

konvensional ". Menurut Nahar dan Yaacob, IFI harus mematuhi

Shari'ah dalam semua aspek operasi dan manajemen. Tata kelola

perusahaan dan syari'at dapat didefinisikan sebagai sistem formal

akuntabilitas oleh IFI atas manajemen kepada para pemangku

kepentingan dan juga kepada Tuhan.

2) Tata Kelola Perusahaan Islam

Dalam merumuskan kerangka social reporting dalam

perspektif Islam ada tiga dimensi penting, yaitu: (a) mencari rida

Allah, (b) memberikan keuntungan kepada masyarakat, (c) mencari

kekayaan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam praktiknya, pedoman

tata kelola syari’ah berperan untuk memastikan bahwa industri

bersangkutan memenuhi tujuan industri keuangan syari’ah.

Menurut AAOIFI, Dewan Pengawas Syari’ah merupakan

badan independen dari ahli hokum khusus dalam fiqh al- mu’amalat

(hukum komersil Islam). DPS harus ahli dalam bidang lembaga

keuangan Islam (IFI) dengan pengetahuan tentang muamalat fiqh.

Tanggung jawab utamanya adalah untuk memberikan pengarahan,

bimbingan, dan pengawasan yang terkait dengan kegiatan lembaga

keuangan Islam.

Tujuannya adalah untuk memastikan Lembaga Keuangan

Islam yang sesuai dengan peraturan dan prinsip-prinsip syariat.

Anggota lembaga syari’ah ditunjuk oleh pemegang saham dalam rapat

umum tahunan atas rekomendasi dari dewan direksi. Pemegang saham

juga dapat mengizinkan dewan direksi untuk memperbaiki remunerasi

12
DPS. Surat penunjukan harus memiliki bukti perjanjian keterlibatan

DPS oleh IFI.

3) Pendekatan Umum Sistem Tata Kelola Syari’ah

Tata kelola syari’ah harus memiliki sistem pengawasan,

akuntabilitas, tanggung jawab, kebebasan, kompetensi, kerahasiaan,

kepatuhan syariat, dan fungsi penelitian. Lembaga utama dalam

kerangka tata syari’ah adalah dewan komite syari’ah, manajemen dan

kepatuhan syari’ah, dan fungsi penelitian. Menurut kerangka tata

kelola BNM syari’ah, IFI bertanggung jawab untuk membangun suara

dan kerangka tata kelola syari’ah yang kuat dengan penekanan pada

peran fungsi kunci dalam memastikan pelaksanaan yang efektif dari

kerangka kelola syari’ah.

4) Pengawasan Akuntabilitas

Mengenai pengawasan, akuntabilitas, dan tanggung jawab, IFI

wajib menyebutkan akuntabilitas dan tanggung jawab setiap pejabat

kunci yang terlibat dalam pelaksanaan kerangka tata kelola syari’ah.

Untuk menjaga independensi komite syari’ah, IFI harus memastikan

pengambilan keputusan dan penekanan pada peran dewan direksi

dalam mengenali independensi komite syari’ah.

5) Fungsi Audit Syari’ah

Audit Syariah adalah pemeriksaan suatu kepatuhan IFI dengan

syari'at, dalam semua kegiatan, khususnya laporan keuangan dan

komponen operasional lainnya dari IFI yang dikenai risiko kepatuhan

namun tidak terbatas pada produk, teknologi yang mendukung

13
operasi, proses operasional, orang-orang yang terlibat dalam bidang

risiko, dokumentasi dan kontrak, kebijakan dan prosedur dan kegiatan

lain yang membutuhkan kepatuhan terhadap prinsip syariah.

Audit syariah harus memastikan bahwa IFI memiliki sistem

pengendalian intern yang baik dan efektif untuk mematuhi syari'at.

Audit syari'at adalah untuk memastikan produk, jasa dan semua

kegiatan IFI tidak melanggar syariat Islam. Ada beberapa lingkup

audit syari'at, yang meliputi audit atas laporan keuangan, operasional

audit, struktur audit dan akhirnya audit teknologi informasi. Ini dapat

dipahami bahwa standar Auditing Internasional (IAS) tidak dapat

sepenuhnya mengatasi audit syari'ah. Oleh karena itu, Auditor syari'at

(eksternal atau internal) harus memastikan bahwa semua peraturan

syari'ah dan pedoman diikuti oleh IFI. Menurut Shafii, Salleh dan

Shahwan penasihat syariah bertanggung jawab untuk memastikan

bahwa semua produk IFI dan jasa, kebijakan dan kontrak mematuhi

peraturan syariat Islam.6

D. Tanggung Jawab Seorang Auditor Syariah

Tanggung jawab akuntan adalah melaksanakan

pemeriksaan sesuai dengan norma profesi dan melaporkannya

temuannya, atau dengan kata lain bahwa auditor/ akuntan tidak dapat

memastikan untuk menemukan kesalahan (terutama kesalahan yang

tidak disengaja) dan fraud (kecurangan).

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang

diterbitkan oleh IAI dalam SPAP ( Standard Auditing Seksi 110)

menyatakan : “auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan

6
Rusdiana, 2018, Auditing Syariah, Bandung, CV Pustaka Setia, hal 375-379.

14
melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang

apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang

disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.

“Menurut SPA 700 tentang perumusan suatu opini dan

pelaporan atas laporan keuangan berbunyi demikian: “Tanggung

jawab auditor adalah untuk menyatakan suatu opini atas laporan

keuangan tersebut berdasarkan auditnya. Auditor melaksanakan

auditnya berdasarkan Standar Perikatan Audit.Standar tersebut

mengharuskan Auditor mematuhi etika serta merencanakan dan

melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa

laporan keuangan tersebut bebas dari kesalahan penyajian material.”

Dalam SPAP seksi 300, bahwa tanggung jawab dalam kode etik

adalah seperti tanggung jawab terhadap klien, tanggung jawab kepada

rekan seprofesi, dan tanggung jawab praktik lain.(Jesika et al., 2015) 7

Independensi dan tanggung jawab auditor harus memiliki

rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya dan mampu

mempertanggungjawabkan opini yang dikeluarkannya apakah dapat

menjamin laporan keuangan klien bebas dari salah saji material atau

tidak. Sebagaimana dalam SA 240 dinyatakan bahwa auditor memiliki

tanggung jawab untuk memperoleh keyakinan yang memadai apakah

laporan keuangan secara keseluruhan telah bebas dari salah saji

material, yang disebabkan oleh kesalahan penyajian material, baik

kecurangan ataupun kekeliruan. Tanggung jawab auditor mempunyai

peran terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Semakin tinggi tanggungjawab seorang auditor maka semakin tinggi


7
Jesika, M. L., Simanjuntak, R. P., & Sihombing, S. (2015). Independensi dan Tanggung Jawab
Auditor dan Pengaruhnya Terhadap Opini Auditor (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik di
Wilayah Jakarta Selatan). Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi, 19(3), 1–10.

15
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. (Hutabarat, 2015)

(Pujahanty et al., 2015)8

Selain tanggung jawab yang harus dimiliki oleh auditor

untuk dapat medeteksi dan mengungkapkan sebuah kecurangan,

seorang auditor juga harus mempunyai pengetahuan mengenai

kecurangan, jenis-jenis kecurangan dan cara atau metode

mendeteksinya. Terdapat beberapa metode, pendekatan dan teknik -

teknik yang dapat dilakukan oleh auditor untuk mendeteksi

kecurangan dalam laporan keuangan, mulai dari Critical Point

Auditing (CPA),Job Sensitivity Analysis (JSA), analisis vertikal,

analisis horizontal, analisis rasio, red flags, dan sebagainya.

Menurut Mulyadi ( 2002 :55) ada beberapa tanggung

jawab auditor, yaitu :

a) Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan

kekeliruan dan ketidakberesan, meliputi mendeteksi dan

melaporkan adanya suatu tindak kesalahan dan kecurangan.

b) Tanggung jawab untuk menemukan pelanggaran hukum oleh

klien, meliputi mendeteksi adanya tindakan kekeliruan dan

kecurangan.

c) Tanggung jawab mempertahankan sikap independen, meliputi

mempertahankan sikap mental independen.

d) Tanggung jawab untuk memberikan pertimbangan atas

kemampuan entitas dalam mempertahakan kelangsungan

hidupnya, meliputi mengevaluasi tentang kesangsian dalam


8
Pujahanty, N. D. S., Purnamasari, P., & Maemunah, M. (2015). Pengaruh Tanggung Jawab
Auditor dan Red Flags terhadap Pendeteksian Kecurangan ( Survey pada Kantor Akuntan
Publik di Kota Bandung ). 55–68.

16
kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan

hidup perusahaan.Pengaruh Tanggung Jawab Auditor dan Red

Flags terhadap Pendeteksian Kecurangan.

Dalam penerapannya, audit syari'ah memiliki tantangan tersendiri

diantaranya yakni pada keterbatasan kekuasaan dalam

mempengaruhi keputusan Dewan Pengawas Syari'ah oleh auditor

Syariah yang menunjukkan bahwa auditor seperti tidak memiliki

akuntabilitas; praktisi audit di Indonesia masih mencari pedoman

aturan yang tepat bagi regulasi spesifik, kualifikasi; kerangka audit

syariah yang dinilai belum berkembang disebabkan lemahnya

dorongan dari pemerintah; kompetensi akuntansi dan syariah tidak

seimbang hampir ditemukan baik itu pada auditor internal, auditor

eksternal hingga dewan pengawas Syariah, dapat diartikan bahwa

semakin tinggi orang yang menguasai akuntansi semakin rendah

penguasaannya terhadap syariah, begitupun sebaliknya.9

E. Agenda Masa Depan Audit Syari’ah.


1. Kestabilan Sistem Keuangan

Menjaga kestabilan keuangan merupakan salah satu fungsi pokok


bank sentral modern, yang tidak kalah pentingnya dari memelihara
stabilitas moneter. Stabilitas keuangan bergantung pada lima elemen
terkait yaitu :

a. Lingkungan makro-ekonomi yang stabil


b. Lembaga finansial yang dikelola baik
c. Pasar finansial yang efisien
d. Kerangka pengawasan prudensial yang sehat
e. Sistem pembayaran yang aman dan andal
9
https://bakuii.com/article-item/46

17
Upaya mengatasi krisis perbankan pada masa itu dianggap perlu
ditempuh dua pendekatan:

a. Mem-back-up sistem perbankan nasional agar tidak collaps


b. Membantu penyelesaian krisis keuangan yang dihadapi sektor
korporasi untuk memulihkan sektor perbankan dan perekonomian
nasional.

Terkait dengan penyelesaian krisis masa lalu, terdapat dua hal yang
perlu dirumuskan sebagai politik hukum atas upaya yang telah diambil
Bank Indonesia dan pemerintahan dalam penyelamatan sistem
perbankan nasional pada masa krisis.

2. Rancangan Baru Manajemen Krisis untuk Menjaga Stabilitas Sistem


Keuangan

Untuk meminimalkan terulangnya systemic risk pada sektor


keuangan khususnya sistem perbankan, sistem perbankan nasional
perlu disempurnakan yang meliputi penyempurnaan berikut :

f. Penyempurnaan cetak biru sistem perbankan nasional


g. Penyempurnaan sistem perbankan nasional
h. Otoritas pengawasan bank
i. Pembentukan lembaga penjamin simpanan (LPS)
3. Kerangka Teori dan Sistem Sosial Belum Islami
a. Kerangka Teori

Dalam elemen filosofi dasar ini, sumber kebenaran dari


nilai akuntansi syari’ah adalah dari Allah SWT. sesuai dengan
paham tauhid. Allah menjadi sumber kebenaran, pedoman hidup dan
sumber hidayah yang akan membimbing dalam semua aspek
kehidupan manusia.

Semua falsafah spiritual akuntansi syari’ah bermula dari


kejernihan iman yang kemudian mampu menyalakan akal.

18
Kolaborasi keduanya disertai gelora nurani dan ketajaman mata hati,
secara utuh melahirkan insan yang tak dilalaikan oleh jual beli dari
Rabb-nya Yang Maha Mendengar.

Nilai pertanggungjawaban, keadilan, dan kebenaran selalu


melekat dalam sistem akuntansi syari’ah. Ketiga nilai tersebut tentu
sudah menjadi prinsip dasar yang operasional dalam prinsip
akuntansi syari’ah. Makna tiga prinsip tersebut terdapat dalam Q.S.
Al-Baqarah ayat 282.

Prinsip pertanggungjawaban berkaitan dengan konsep


amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil
transaksi manusai dengan Allah SWT. mulai dari alam kandungan
manusia dibebani oleh Allah untuk menjalankan fungsi kekhalifahan
di muka bumi. Prinsip keadilan ini tidak hanya nilai penting dalam
etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai
inheren yang melekat dalam fitrah manusia.

Dan prinsip kebenaran tidak dapat dilepaskan dengan


prinsip keadilan. Sebagai contoh, dalam akuntansi kita akan selalu
dihadapkan pada pengakuan, dan pengukuran laporan. Aktivitas ini
akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai
kebenaran. Kebenaran ini dapat menciptakan nilai keadilan dalam
mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi dalam
ekonomi. Dengan demikian, pengembangan akuntansi Islam, nilai-
nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam
praktik akuntansi.

b. Persamaan dan perbedaan akuntansi konvensional dengan


akuntansi syari’ah
Persamaan kaidah akuntansi syari’ah dengan akuntansi
konvensional terdapat pada:
1) Pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi

19
2) Penahunan dengan prinsip periode waktu atau tahun
pembukuan keuangan
3) Pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal
4) Kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan
barang
5) Perbandingan (Muqabalah) dengan prinsip perbandingan
Income dengan cost (biaya)
6) Kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan
perusahaan
7) Keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan

Adapun perbedaannya, menurut Husein Syahatah, antara lain:

1) Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara


menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan
pengertian modal pokok belum ditentukan. Adapun konsep Islam
menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku,
dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan
produksi pada masa yang akan dating dalam ruang lingkup
perusahaan yang kontinuitas.
2) Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi
menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang
beredar (aktiva lancer), sedangkan di dalam konsep Islam, barang-
barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang dan harta berupa
barang, selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang
dagang. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan
barang lain yang sama kedudukannya bukan tujuan dari segalanya,
melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan
penentuan nilai atau harga, atau sebagai sumber harga atau nilai.
3) Konsep konvensional mempraktikkan teori pencadangan
dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan,
serta mengesampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan

20
konsep Islam sangat memerhatikan hal itu dengan cara penentuan
nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta
membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan risiko.
4) Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal,
mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan uang dari
sumber yang haram. Adapun konsep Islam membedakan antara laba
dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari modal pokok dengan
berasal dari transaksi.
5) Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba
hanya ada ketika ada jual beli, sedangkan konsep Islam memakai
kaidah bahwa laba aka nada ketika ada perkembangan dan
pertambahan pada nilai barang.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

21
Lembaga Keuangan Syari’ah merupakan lembaga keuangan yang

prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari’ah . Standar

Auditing AAOIFI untuk audit pada lembaga keuangan syariah sendiri

mencakup lima standar, yaitu tujuan dan prinsip (objective and principles of

auditing), laporan auditor (auditor’s report), ketentuan keterlibatan audit

(terms of audit engagement), lembaga pengawas syariah (shari’a

supervisory board), tinjauan syariah (shari’a review).

Standar Profesional Akuntan Publik menyatakan : “auditor

bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk

memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas

dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau

kecurangan.

B. Saran
Demikian makalah yang telah dibuat oleh kelompok kami, makalah
yang disusun masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah yang telah
disusun dapat menjadi referensi atau sebagai pembelajaran bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Rusdiana, 2018, Auditing Syariah, Bandung, CV Pustaka Setia, hal 375-379.


Afrianty, N., Isnaini, D., & Oktarina, A. (2019). Lembaga Keuangan Syariah. In
Penerbit CV Zigie Utama.

22
Araujo, 2010. (2017). REVIEW AUDIT DENGAN PERSPEKTIF SYARIAH.
Jurnal Ilmiah Akuntansi Indonesia, 6(2), 5–9.
Jesika, M. L., Simanjuntak, R. P., & Sihombing, S. (2015). Independensi dan
Tanggung Jawab Auditor dan Pengaruhnya Terhadap Opini Auditor (Studi
Kasus pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta Selatan). Jurnal
Ilmiah Buletin Ekonomi, 19(3), 1–10.
Minarni, M. (2013). Audit Syariah, Dan Tata Kelola Lembaga Keuangan Syariah.
La_Riba, 7(1), 29–40. https://doi.org/10.20885/lariba.vol7.iss1.art3
Pujahanty, N. D. S., Purnamasari, P., & Maemunah, M. (2015). Pengaruh
Tanggung Jawab Auditor dan Red Flags terhadap Pendeteksian Kecurangan
( Survey pada Kantor Akuntan Publik di Kota Bandung ). 55–68.
https://pilarkota.com/pentingnya-audit-terhadap-lembaga-keuangan-syariah
Hidayah hirzy. 2021. “Isu dan Tantangan Audit Syariah di Masa Depan”.
https://id.scribd.com/document/435630507/Isu-dan-tantangan-Audit-
syariah-di-masa-depan.

23

Anda mungkin juga menyukai