Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Etika Bisnis Islam M. Arif Budiman, SE.I,M.Sy

ETIKA KONSUMSI PERSPEKTIF ISLAM

Disusun oleh
Kelompok III
Nama NPM
Muhammad Arsyad 20.15.0209
Muhammad Luthfi 20.15.0211

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
MARTAPURA
2022M/1444H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya, sehingga
makalah ini dapat tersusun. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
menyempurnakan makalah ini.

Martapura, 13 Oktober 2022

Kelompok III

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3

A. Pengertian Konsumsi Islam.................................................................. 3


B. Tujuan Konsumsi Islam ....................................................................... 4
C. Prinsip Dasar Konsumsi Islam ............................................................. 5
D. Etika Konsumsi Islam .......................................................................... 7

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 9

A. Kesimpulan .......................................................................................... 9
B. Saran ..................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumsi berperan sebagai elan vital atau pilar dalam kegiatan ekonomi
seseorang (individu). Perusahaan maupun negara. Konsumsi adalah bagian akhir dari
kegiatan ekonomi, setelah produksi dan distribusi, karena barang dan jasa yang
diproduksi hanya untuk dikonsumsi.

Kajian Islam tentang konsumsi sangat penting, agar seseorang berhati-hati


dalam menggunakan kekayaan atau berbelanja. Suatu negara mungkin memiliki
kekayaan melimpa, tetapi apabila kekayaan tersebut tidak diatur pemanfaatannya
dengan baikdan ukuran maslahah, maka kesejahteraan (welfare) akan mengalami
kegagalan. Jadi yang terpenting dalam hal ini adalah cara penggunaan yang harus
diarahkan pada pilihan-pilihan (preferensi) yang menhandun maslahah (baik dan
bermanfaat), agar kekayaan tersebut dimanfaatkan pada jalan yang sebaik-baiknya
untuk kemakmurandan kemaslahatan rakyat segara menyeluruh. Demikian juga halnya
dalam ekonomi individu yang perlu diperhatikan adalah cara pemanfaatan kekayaan,
barang dan jasa serta membuat pilihan-pilihan (preferensi) dalam menhkonsumsi
barang dan jasa sesesuatu.

Al-quran dan hadits memberikan petuntuk-petunjuk yang sangat jelas tentang


konsumsi, supaya perilaku konsumsi manusia menjadi terarah dan agar manusia
dijauhkan dari sifat yang hina karena perilaku konsumsinya. Perilaku konsumsi yang
sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasulnya akan menjamin kehiduan manusia yang
adil dan sejahtera di dunia dan akhirat.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konsumsi islam ?

2. Bagaiamana tujuan konsumsi islam ?

3. Bagaimana prinsip dasar konsumsi islam?

4. Bagaimana etika konsumsi islam?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengertian konsumsi islam.

2. Untuk mengetahui tujuan konsumsi islam.

3. Untuk mengetahui prinsip dasar konsumsi islam.

4. Untuk mengetahui etika konsumsi islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsumsi Islam

1. Pengertian

Menurut Al-Ghazali konsumsi adalah (al-hajah) penggunaan barang atau jasa


dalam upaya pemenuhan kebutuhan melalui bekerja (al-iktisab) yang wajib dituntut
(fardu kifayah) berlandaskan etika (shariah) dalam rangka menuju kemaslahatan
(maslahah) menuju akhirah. Prinsip ekonomi dalam Islam yang disyariatkan adalah
agar tidak hidup bermewah-mewahan, tidak berusaha pada pekerjaan yang dilarang,
membayar zakat dan menjauhi riba, merupakan rangkuman dari akidah, akhlak dan
syariat Islam yang menjadi rujukan dalam pengembangan sistem ekonomi Islam. Nilai-
nilai moral tidak hanya bertumpu pada aktifitas individu tapi juga pada interaksi secara
kolektif. Individu dan kolektif menjadi keniscayaan nilai yang harus selalu hadir dalam
pengembangan sistem, terlebih lagi ada kecenderungan nilai moral dan praktek yang
mendahulukan kepentingan kolektif dibandingkan kepentingan individual.1

Preferensi ekonomi baik individu dan kolektif dari ekonomi Islam akhirnya
memiliki karakternya sendiri dengan bentuk aktifitasnya yang khas. Prinsip-prinsip
dasar ekonomi Islam, ada tiga aspek adalah sebagai berikut; Ketauhidan yaitu menjadi
landasan utama bagi setiap umat Muslim dalam menjalankan aktivitasnya termasuk
aktivitas ekonomi, penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT.
Kedua yaitu Khilafah (Khalifah) bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di
muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta
kelengkapan sumberdaya materi. Ini berarti bahwa, dengan potensi yang dimiliki,
manusia diminta untuk menggunakan sumberdaya yang ada dalam rangka
mengaktualisasikan kepentingan dirinya dan masyarakat sesuai dengan kemampuan
mereka dalam rangka mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Ketiga ‘Adalah
(keadilan) merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al Syariah).

1
(Halim, 2014:30)

3
Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya
yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan dengan tujuan syariah antara lain
yaitu; pemenuhan kebutuhan (need fullfillment), menghargai sumber pendapatan
(recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejahteraan yang merata
(equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth
and stability). Tiga prinsip tersebut tidak bisa dipisahkan, dikarenakan saling berkaitan
untuk terciptanya perekonomian yang baik dan stabil.2

Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa


untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi Islam konsumsi juga memiliki
pengertian yang sama, tetapi memiliki perbedaan di setiap yang melingkupinya.
Perbedaan mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan
pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus memenuhi kaidah
pedoman syariah Islamiyah.3

B. Tujuan Ekonomi Islam

Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk
beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat untuk
meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan menjadikan
konsusmsi itu bemilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan pahala.
Konsusmsi dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai sebagai tujuan terbesar
dalam kehidupan dan segala bentuk kegiatan ekonomi. Bahkan ukuran kebahagiaan
seseorang diukur dengan tingkat kemampuannya dalam mengkonsusmsi.4 Konsep
konsumen adalah raja menjadi arah bahwa aktifitas ekonomi khususnya produksi untuk
memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan kadar relatifitas dari keianginan
konsumen, dimana Al-Qur'an telah mengungkapkan hakekat tersebut dalam firman-

2
(Chapra, 2001:202-206)
3
(Pujiyono: 2006:197)
4
(Pujiyono, 2006:198)

4
Nya : "Dan orangorang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan
seperti makannya binatang" ( QS Muhammad ayat 2).

Konsumsi bagi seorang muslim hanya sekedar perantara untuk menambah


kekuatan dalam mentaati Allah, yang ini memiliki indikasi positif dalam
kehidupannya.5 Seorang muslim tidak akan merugikan dirinya di dunia dan akhirat,
karena memberikan kesempatan pada dirinya untuk mendapatkan dan memenuhi
konsusmsinya pada tingkat melampaui batas, membuatnya sibuk mengejar dan
menikmati kesenangan dunia sehingga melalaikan tugas utamanya dalam kehidupan
ini. "Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniawi (saja) dan
kamu telah bersenangsenang dengannya” ( QS Al-Ahqaf ayat 20). Maksud rizki yang
baik di sini adalah melupakan syukur dan mengabaikan orang lain. Oleh sebab itu,
konsumsi Islam harus menjadikannya ingat kepada Yang Maha memberi rizki, tidak
boros, tidak kikir, tidak memasukkan ke dalam mulutuya dari sesuatu yang haram dan
tidak melakukan pekerjaan haram untuk memenuhi konsumsinya. Konsumsi Islam
akan menjauhkan seseorang dari sifat egois, sehingga seorang muslim akan
menafkahkan hartanya untuk kerabat terdekat (sebaik-baik infak), fakir miskin dan
orang-orang yang mumbutuhkan dalam rangka mendekatkan diri kepada penciptanya.
6

C. Prinsip Dasar Konsumsi Islam

1. Prinsip Keadilan

Berkonsumsi tidak boleh menimbulkan kedzaliman, harus berada dalam


koridor aturan atau hukum agama serta menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan.
Islam memiliki berbagai ketentuan tentang benda ekonomi yang boleh dikonsumsi dan
yang tidak boleh dikonsumsi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surat
al-Baqarah: Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain

5
(AI-Haritsi, 2006:140)
6
(Pujiyono, 2006:198)

5
Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S al-Baqarah:173).

2. Prinsip Kebersihan Bersih

Dalam arti sempit adalah bebas dari kotoran atau penyakit yang dapat merusak
fisik dan mental manusia, sementara dalam arti luas adalah bebas dari segala sesuatu
yang diberkahi Allah. Tentu saja benda yang dikonsumsi memiliki manfaat bukan
kemubadziran atau bahkan merusak. Sunnah Nabi SAW juga menyatakan bahwa
kebersihan dalam segala hal adalah setengah dari “Iman”. Salman meriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW berkata: “Makanan diberkhi jika kita mencuci tangan sebelum
dan setelah memakannya” (HR. Tarmidzi). Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-
Qur’an Surat alBaqarah: Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik
dari apa yang terdapat dibumi (Q.S al-Baqarah: 168).

3. Prinsip Kesederhanaan

Sikap berlebih-lebihan (israf) sangat dibenci oleh Allah dan merupakan


pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi. Sikap berlebihlebihan ini mengandung
makna melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung memperturutkan hawa nafsu
atau sebaliknya terlampau kikir sehingga justru menyiksa diri sendiri. Islam
menghendaki suatu kuantitas dan kualitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan
manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efesien dan efektif secara individual
maupun sosial. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-A’raaf: Artinya:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan (Q.S al-A’raaf:31).

4. Prinsip Kemurahan Hati

Dengan mentaati ajaran Islam maka tidak ada bahaya atau dosa ketika
mengkonsumsi benda-benda ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena
kemurahan-Nya. Karena Islam adalah agama yang sangat mendukung nilai-nilai sosial,

6
Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan yang membawa
kemanfaatan bagi kehidupan dan peran manusia untuk meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah SWT, maka Allah akan memberikan anugerah-Nya bagi manusia.
Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Maidah: Artinya: Dihalalkan
bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan
yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan
atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan
bertakwalah kepada Allah Yang kepadaNya-lah kamu akan dikumpulkan (QS. al-
Maidah:96).

5. Prinsip Moralitas

Pada akhirnya konsumsi seorang muslim secara keseluruhan harus dibingkai


oleh moralitas yang dikandung dalam Islam sehingga tidak sematamata memenuhi
segala kebutuhan. Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah:
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir (Q.S al-Baqarah:219).

D. Etika Konsumsi Islam

Dalam mengkonsumsi dan menikmati apapun yang ada di dunia ini, Agama
Islam memiliki sebuat Etika tersendiri yang harus dipatuhi oleh umatnya. Aturan-
aturan tersebut bukanlah bertujuan untuk mengekang “kebebasan” manusia, justru
Allah SWT lebih mengetahui apa-apa saja yang baik untuk manusia sebagai
ciptaannya. Adapun Etika Islam dalam konsumsi adalah sebagai berikut:

7
1) Tauhid (unity/ kesatuan).
Dalam perspektif Islam, kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka beribadah
kepada Allah SWT sehingga senantiasa berada dalam hukum- hukum Allah. Karena
itu seorang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan menaati perintah-
perintahNya dan memuaskan dirinya sendiri dengan barang- barang dan anugrah yang
dicipta (Allah) untuk umat manusia.
2) Adil (eqiulibrium/keadilan)
Pemanfaatan atas karunia Allah tersebut harus dilakukan secara adil sesuai
syariah, sehingga disamping mendapatkan keuntungan material, ia juga sekaligus
merasakan kepuasan spiritual.
3) Free Will (kehendak bebas)
Alam semesta adalah milik Allah yang memiliki kemahakuasaan (kedaulatan)
sepenuhnya dan kesempurnaan atas makhluk- makhluk-Nya. Manusia diberi
kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak- banyaknya sesuai
dengan kemampuannya atas barang – barang ciptaan Allah.
4) Amanah (responsibility atau pertanggungjawaban)
Dalam melakukan konsumsi, manusia dapat berkehendak bebas, tetapi akan
mempertanggung jawabkan atas kebebasan tersebut, baik terhadap keseimbangan
alam, masyarakat, diri sendiri, maupun diakhirat kelak.
5) Halal
Dalam kerangka acuan Islam. barang- barang yang dapat dikonsumsi hanyalah
barang- barang yang menunjukan nilai kebaikan, kesucian, keindahan serta akan
menimbulkan kemaslahatan untuk umat, baik secara material maupun spritual.
Sebaliknya benda- benda yang buruk tidak suci (najis), tidak bernilai, tidak dapat
digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang- barang konsumsi dalam
Islam serta dapat menimbulkan kemudharatan apabila dikonsumsi akan dilarang.
6) Sederhana
Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas (israf) termasuk
pemborosan dan berlebih-lebihan yaitu membuang- buang harta dan menghambur-
hamburkannya tanpa faedah serta manfaat dan hanya memperturutkan nafsu semata.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi Islam konsumsi juga memiliki
pengertian yang sama, tetapi memiliki perbedaan di setiap yang melingkupinya.
Perbedaan mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan
pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus memenuhi kaidah
pedoman syariah Islamiyah.
Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk
beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat untuk
meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan menjadikan
konsusmsi itu bemilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan pahala.
Dalam mengkonsumsi dan menikmati apapun yang ada di dunia ini, Agama Islam
memiliki sebuat Etika tersendiri yang harus dipatuhi oleh umatnya. Aturan-aturan tersebut
bukanlah bertujuan untuk mengekang “kebebasan” manusia, justru Allah SWT lebih
mengetahui apa-apa saja yang baik untuk manusia sebagai ciptaannya.

B. Saran

1. Bagi institusi pendidikan, diharapkan dengan memberikan masukan tentang

hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai sebagai penyempurnaan penulisan

makalah selanjutnya.

2. Bagi mahasiswa/i mungkin makalah ini cukup banyak kesalahan dan

kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam materi pembahasan, oleh

karena itu, kami mengharapkan kritikan yang membangun bagi kami dalam

penulisan makalah, agar kedepannya lebih sempurna lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hoetoro, Arif. 2007. Ekonomi Islam Pengantar Analisis Kesejarahan dan Metodologi.
Malang: BPFE (Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya).

Huda, Nurul et.al. 2009. Ekonomi Makro Islami Pendekatan Teoritis. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Listiawati, 2012. Prinsip Dasar Ekonomi Islam. Palembang: Rafah Press.

Manan, Muhammad Abdul. 2012. Hukum Ekonomi Syari‟ah dalam Perspektif

Kewenangan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sujana dan Sigit, 2007. Kamus Besar Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

10

Anda mungkin juga menyukai