Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSUMSI DALAM ISLAM

Dosen pembimbing:
Rafikhein Novia Ayuanti SE., MM.

Kelompok 10:

Asri Oktaviani (19130210038)


Iva Fajar Yulianti (19130210076)

UNIVERSITAS ISLAM KADIRI


PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN
Jl. Sersan Suharmaji No.38, Manisrenggo, Kec Kota Kediri,
Kota Kediri, Jawa Timur 64128
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas
kelompok pada mata kuliah Ekonomi Bisnis Syariah dengan judul “Konsumsi
Dalam Islam”. Dalam penyusuna terdapat banyal rintangan baik datang dari
penyusun maupun dari luar, namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang terlibat dalam
penyusunan makalah ini, terutama kepada Ibu Rafikhein Novia Ayuanti SE., MM.
selaku dosen mata kuliah Ekonomi Bisnis Syariah yang telah membimbing.
Semoga makalah ini memberi wawasan yang luas kepada pembaca. Makalah ini
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun dalam kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 20 Desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan Penulisan............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsumsi Dalam Islam................................................................
B. Urgensi dan Tujuan Konsumsi Islam.............................................................
C. Dasar-dasar dan Prinsip Konsumsi Islam......................................................
D. Etika Konsumsi Dalam Islam........................................................................
E. Kaidah-kaidah Konsumsi...............................................................................
F. Dampak Konsumsi yang Haram....................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................
Daftar Pustaka............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KONSUMSI DALAM ISLAM


Konsumsi adalah perilaku seseorang dalam menggunakan atau
memanfaatkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Konsumsi dalam islam memiliki pengertian yang sama, hanya saja konsumsi
dalam islam, pencapaiannya harus memenuhi kaidah syariah islamiyyah.
Pelaku konsumsi atau seseorang yang menggunakan barang maupun jasa
untuk memenuhi kebutuhannya disebut konsumen. Konsumsi merupakan
salah satu dari 3 pokok kegiatan ekonomi yaitu produksi, distribusi dan
konsumsi itu sendiri. Konsumsi secara umum didefinisikan sebagai tidakan
untuk memakai atau mengurangi nilai guna suatu benda, seperti makan,
minum, berpakaian, mengendarai kendaraan dan lain-lain.
Konsumsi dalam islam berbeda dengan konsumsi secara konvensional.
Dalam ekonomi konvensional konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk
memperoleh kepuasan (utility)dalam kegiatan konsumsinya. Kepuasan berarti
berguna, bisa membantu dan menguntungkan. Oleh karena itu dalam ekonomi
konvensionl, konsumen diasumsikam selalu menginginkan tingkat kepuasan
yang tertinggi. Konsumen akan memilih mengkonsumsi barang A atau B
tergantung pada tingkat kepuasan yang diberukan oleh kedua barang tersebut.
Dalam teori ilmu ekonomi dinyatakan juga bahwa pengeluaran konsumsi
masyarakat sangat dipengaruhi dari pendapatan masyarat, tetapi sikap
masyarakat tidak kalah pentingnya mempengaruhi konsumsi masyakarat.
Masyarakat sebagai konsumen berupaya untuk mencapai nilai kepuasan
tertinggi. Menurut teori ekonomi ada dua nilai kepuasan, yaitu konsumtif,
yaitu kepuasan untuk mencapai nilai kepuasan yang lebih tinggi, dan kreatif,
yaitu kepuasan yang mempunyai landasan (agama Islam). Dala islam,
konsumsi tidak hanya bertujuan mencari kepuasan fisik, tetapi lebih
mempertimbangkan aspek mashlahah yang menjadi tujuan dari syariat Islam.

B. URGENSI DAN TUJUAN KONSUMSI ISLAM


Konsumsi merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah
perekonomian, karena tidak akan ada kehidupan bagi manusia tanpa
konsumsi. Oleh sebab itu, kegiatan ekonomi mengarah pada pemenuhan
tuntutan konsumsi bagi manusia. Adanya konsumsi akan mendorong
terjadinya produksi dan distribusi. Dengan demikian akan menggerakkan
roda-roda perekonomian.
Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong
untuk beribadah kepada Allah SWT. Mengkonsumsi sesuatu dengan niat
untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah SWT
menjadikan konsumsi sebagai ibadah, sehingga manusia akan mendapatkan
pahala. Sebab hal-hal yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat
pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah, seperti: makan, tidur dan bekerja,
jika dimaksudkan untuk menambah potensi dalam mengabdi kepada Ilahi. 
Dalam ekonomi islam, konsumsi dinilai sebagai sarana wajib yang seorang
muslim tidak bisa mengabaikannya dalam merealisasikan tujuan yang
dikehendaki Allah dalam penciptaan manusia, yaitu merealisasikan
pengabdian sepenuhnya hanya kepada-Nya, sesuai firman-Nya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menghamba kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56).
Karena itu tidak aneh, bila islam mewajibkan manusia mengkonsumsi apa
yang dapat menghindarkan dari kerusakan dirinya, dan mampu melaksanakan
kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya. 
Sedangkan, konsumsi dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai
sebagai tujuan terbesar dalam kehidupan dan segala bentuk kegiatan manusia
di dalamnya, baik kegiatan ekonomi maupun bukan. Berdasarkan konsep
inilah, maka beredar dalam ekonomi apa yang disebut dengan
teori: “Konsumen adalah raja”. Di mana teori ini mengatakan bahwa segala
keinginan konsumen adalah yang menjadi arah segala aktifitas perekonomian
untuk memenuhi kebutuhan mereka sesuai kadar relatifitas keinginan
tersebut. Bahkan teori tersebut berpendapat bahwa kebahagiaan manusia
tercermin dalam kemampuannya mengkonsumsi apa yang diinginkan.

C. DASAR-DASAR DAN PRINSIP KONSUMSI ISLAM


Dalam Al-Qur’an sudah menjelaskan secara jelas mengenai hal konsumsi.
Hendaklah kita menggunakan barang-barang yang baik (halal) dan
bermanfaat, melarang kita untuk boros dan bermewah-mewahan serta
melarang untuk melakukan kegiatan konsumsi untuk hal-hal yang tidak
penting. Sesuai dengan firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat
168 yang artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah hal yang halal lagi baik
dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkag-
langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu”.
Islam mengajarkan kepada kita dalam membelanjakan harta untuk tidak
berlebihan dan juga tidak kikir atau pelit. Karena sifat berlebih-lebihan
merupakan sifat yang dapat merusak jiwa, harta dan juga memberikan efek
negatif terhadap masyarakat. Sedangkangkan kikir atau pelit merupakan sifat
yang dapat menahan harta untuk tidak dikeluarkan meskipun untuk kebutuhan
yang pentig. Seperti dalam firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Furqon
ayat 67 yang artinya : “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.
Menurut Muhammad Abdul Mannan terdapat lima prisip konsumsi dalam
islam, yaitu:
1. Prinsip keadilan
Prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan
tidak dilarang hukum. Artinya, sesuatu yang dikonsumsi itu didapatkan
secara halal dan tidak bertentangan dengan hukum. Berkonsumsi tidak
boleh menimbulkan kedzaliman, berada dalam koridor aturan atau hukum
agama, serta menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Islam memiliki
berbagai ketentuan tentang benda ekonomi yang boleh dikonsumsi dan
yang tidak boleh dikonsumsi. “Hai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi” (Qs al-Baqarah,2 : 169).
Keadilan yang dimaksud adalah mengkonsumsi sesuatu yang halal (tidak
haram) dan baik (tidak membahayakan tubuh). Kelonggaran diberikan
bagi orang yang terpaksa, dan bagi orang yang suatu ketika tidak
mempunyai makanan untuk dimakan.  Ia boleh memakan makanan yang
terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu
saja.
2. Prinsip Kebersihan
Bersih dalam arti sempit adalah bebas dari kotoran atau penyakit yang
dapat merusak fisik dan mental manusia, misalnya: makanan harus baik
dan cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga
merusak selera. Sementara dalam arti luas adalah bebas dari segala sesuatu
yang diberkahi Allah. Tentu saja benda yang dikonsumsi memiliki
manfaat bukan kemubaziran atau bahkan merusak.
“Makanan diberkahi jika kita mencuci tangan sebelum dan setelah
memakannya” (HR Tarmidzi).  Prinsip kebersihan ini bermakna makanan
yang dimakan harus baik, tidak kotor dan menjijikkan sehingga merusak
selera.  Nabi juga mengajarkan agar tidak meniup makanan: ”Bila salah
seorang dari kalian minum, janganlah meniup ke dalam gelas” (HR
Bukhari).
3. Prinsip Kesederhanaan
Sikap berlebih-lebihan (israf) sangat dibenci oleh Allah dan merupakan
pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi. Sikap berlebih-lebihan ini
mengandung makna melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung
memperturutkan hawa nafsu atau sebaliknya terlampau kikir sehingga
justru menyiksa diri sendiri. Islam menghendaki suatu kuantitas dan
kualitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan manusia sehingga tercipta
pola konsumsi yang efesien dan efektif secara individual maupun sosial.
“Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan; Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Qs al-A’raf, 7: 31).
Arti penting ayat-ayat ini adalah bahwa kurang makan dapat
mempengaruhi jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi dengan
berlebih-lebihan tentu akan berpengaruh pada perut.
4. Prinsip Kemurahan hati
Allah dengan kemurahan hati-Nya menyediakan makanan dan minuman
untuk manusia  (Qs al-Maidah, 5: 96).  Maka sifat konsumsi manusia juga
harus dilandasi dengan kemurahan hati.  Maksudnya, jika memang masih
banyak orang yang kekurangan makanan dan minuman maka hendaklah
kita sisihkan makanan yang ada pada kita, kemudian kita berikan kepada
mereka yang sangat membutuhkannya. Dengan mentaati ajaran Islam
maka tidak ada bahaya atau dosa ketika mengkonsumsi benda-benda
ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena kemurahan-Nya.
Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan yang
membawa kemanfaatan bagi kehidupan dan peran manusia untuk
meningkatkan ketaqwaan kepada Allah maka Allah elah memberikan
anugrah-Nya bagi manusia.
5. Prinsip Moralitas
Pada akhirnya konsumsi seorang muslim secara keseluruhan harus
dibingkai oleh moralitas yang dikandung dalam Islam sehingga tidak
semata – mata memenuhi segala kebutuhan. Allah memberikan makanan
dan minuman untuk keberlangsungan hidup umat manusia agar dapat
meningkatkan nilai-nilai moral dan spiritual.  Seorang muslim diajarkan
untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terimakasih
setelah makan.
D. ETIKA KONSUMSI DALAM ISLAM
Menurut Yusuf Qardhawi etika konsumsi dalam islam meliputi:
1.  Membelanjakan harta dalam kebaikan dan menjauhi sifat kikir.
Harta diberikan Allah SWT kepada manusia bukan untuk disimpan,
ditimbun atau sekedar dihitung-hitung tetapi digunakan bagi kemaslahatan
manusia sendiri serta sarana beribadah kepada Allah. Konsekuensinya,
penimbunan harta dilarang keras oleh Islam dan memanfaatkannya adalah
diwajibkan.
2. Tidak melakukan kemubadziran.
Seorang muslim senantiasa membelanjakan hartanya untuk kebutuhan-
kebutuhan yang bermanfaat dan tidak berlebihan (boros/israf).
Sebagaimana seorang muslim tidak boleh memperoleh harta haram, ia juga
tidak akan membelanjakannya untuk hal yang haram. Beberapa sikap yang
harus diperhatikan adalah:
a. Menjauhi berhutang
Setiap muslim diperintahkan untuk menyeimbangkan pendapatan
dengan pengeluarannya. Jadi berhutang sangat tidak dianjurkan,
kecuali untuk keadaan yang sangat terpaksa.
b. Menjaga asset yang mapan dan pokok.
Menjaga asset yang mapan dan pokok. Tidak sepatutnya seorang
muslim memperbanyak belanjanya dengan cara menjual asset-aset
yang mapan dan pokok, misalnya tempat tinggal. Nabi mengingatkan,
jika terpaksa menjual asset maka hasilnya hendaknya digunakan untuk
membeli asset lain agar berkahnya tetap terjaga.
3.  Tidak hidup mewah dan boros.
Kemewahan dan pemborosan yaitu menenggelamkan diri dalam
kenikmatan dan bermegah-megahan sangat ditentang oleh ajaran Islam.
Sikap ini selain akan merusak pribadi-pribadi manusia juga akan merusak
tatanan masyarakat. Kemewahan dan pemborosan akan menenggelamkan
manusia dalam kesibukan memenuhi nafsu birahi dan kepuasan perut
sehingga seringkali melupakan norma dan etika agama karenanya
menjauhkan diri dari Allah. Kemegahan akan merusak masyarakat karena
biasanya terdapat golongan minoritas kaya yang menindas mayoritas
miskin.
4. Kesederhanaan.
Membelanjakan harta pada kuantitas dan kualitas secukupnya adalah sikap
terpuji bahkan penghematan merupakan salah satu langkah yang sangat
dianjurkan pada saat krisis ekonomi terjadi. Dalam situasi ini sikap
sederhana yang dilakukan untuk menjaga kemaslahatan masyarakat luas.
5. Mementingkan kehendak sosial dibandingkan dengan keinginan yang
benar-benar bersifat pribadi.
6.  Konsumen akan berkumpul untuk saling bekerjasama dengan masyarakat
dan pemerintah untuk mewujudkan semangat islam.
7.  Konsumen dilarang mengkonsumsi barang atau jasa yang penggunaannya
dilarang oleh agama islam. 

E. KAIDAH-KAIDAH KONSUMSI
Konsumen non muslim tidak mengenal istilah halal atau haram dalam
masalah konsumsi. Karena itu dia akan mengkonsumsi apa saja, kecuali jika
dia tidak bisa memperolehnya, atau tidak memiliki keinginan untuk
mengkonsumsinya.
Adapun konsumen muslim, maka dia komitmen dengan kaidah-kaidah dan
hukum-hukum yang disampaikan dalam syariat untuk mengatur konsumsi
agar mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal mungkin, dan mencegah
penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak madharatnya, baik bagi
konsumen sendiri maupun yang selainnya. Berikut ini merupakan kaidah-
kaidah terpenting dalam konsumsi:
1. Kaidah Syariah
Yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan
konsumsi di mana terdiri dari:
a.  Kaidah akidah yaitu mengetahui hakikat konsumsi adalah sebagai
sarana untuk ketaatan/ beribadah sebagai perwujudan keyakinan
manusia sebagai makhluk yang mendapatkan beban khalifah dan
amanah di bumi yang nantinya diminta pertanggungjawaban oleh
penciptanya. Jika seorang muslim menikmati rizki yang dikaruniakan
Allah kepadanya, maka demikian itu bertitik tolak dari akidahnya
bahwa ketika Allah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya,
maka Dia senang bila tanda nikmat-Nya terlihat pada hamba-hamba-
Nya.
b.  Kaidah ilmiah
yaitu seorang ketika akan mengkonsumsi harus tahu ilmu tentang
barang yang akan dikonsumsi dan hukam-hukum yang berkaitan
dengannya, apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram baik
ditinjau dari zat, proses, maupun tujuannya sesuai dengan Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
c. Kaidah amaliah
yaitu merupakan aplikasi dari kedua kaidah yang sebelumnya,
maksudnya memperhatikan bentuk barang konsumsi. Sebagai
konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui tentang konsumsi
islami tersebut, seseorang ketika sudah berakidah yang lurus dan
berilmu, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal serta
menjauhi yang halal atau syubhat.  
2. Kaidah Kuantitas
 

Yaitu tidak cukup bila barang yang dikonsumsi halal, tapi dalam sisi
kuantitas (jumlah) nya harus juga dalam batas-batas syariah, yang dalam
penentuan kuantitas ini memperhatikan beberapa faktor ekonomis, sebagai
berikut:
a. Sederhana
yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah-tengah antara
menghamburkan harta (boros) dengan pelit, tidak bermewah-mewah,
tidak mubadzir, hemat. Boros dan pelit adalah dua sifat tercela,
dimana masing-masing memiliki bahaya dalam ekonomi dan sosial.
Karena itu terdapat banyak Nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
mengecam kedua hal tersebut, dan karena masing-masing keluar dari
garis kebenaran ekonomi yang memiliki dampak-dampak yang buruk.
b. Kesesuaian antara konsumsi dan pemasukan
artinya dalam mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan
yang dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang.
c. Penyimpanan (menabung) dan pengembangan (investasi)
artinya tidak semua kekayaan digunakan untuk konsumsi tapi juga
disimpan untuk kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri.
3. Kaidah Memperhatikan Prioritas Konsumsi
 

Yaitu di mana konsumen harus memperhatikan urutan kepentingan yang


harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:
a. Primer
yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat hidup
dan menegakkan kemaslahatan dirinya, dunia dan agamanya serta
orang terdekatnya, yakni nafkah-nafkah pokok bagi manusia yang
dapat mewujudkan lima tujuan syariat (yakni memelihara jiwa, akal,
agama, keturunan dan kehormatan). Tanpa kebutuhan primer
kehidupan manusia tidak akan berlangsung. Kebutuhan ini meliputi
kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, kesehatan, rasa aman,
pengetahuan dan pernikahan.
b. Sekunder
yaitu konsumsi untuk menambah/meningkatkan tingkat kualitas hidup
yang lebih baik, yakni kebutuhan manusia untuk memudahkan
kehidupan, agar terhindar dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu
dipenuhi sebelum kebutuhan primer terpenuhi.
c. Tersier
yaitu kebutuhan yang dapat menciptakan kebaikan dan kesejahteraan
dalam kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan ini tergantung pada
bagaimana pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder.
4. Kaidah Sosial
Yaitu mengetahui faktor-faktor sosial yang berpengaruh dalam kuntitas
dan kualitas konsumsi, yakni memperhatikan lingkungan sosial di
sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di
antaranya:
a. Kepentingan Umat
yaitu saling menanggung dan menolong sebagaimana bersatunya suatu
badan yang apabila sakit pada salah satu anggotanya, maka anggota
badan yang lain juga akan merasakan sakitnya.
b. Keteladanan
yaitu memberikan contoh yang baik dalam berkonsumsi apalagi jika
dia adalah seorang tokoh atau pejabat yang banyak mendapat sorotan
di masyarakatnya.
c. Tidak membahayakan orang lain
yaitu dalam mengkonsumsi justru tidak merugikan dan memberikan
madharat ke orang lain.
5. Kaidah Lingkungan
Yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan kondisi potensi daya
dukung sumber daya alam yang ada di bumi dan keberlanjutannya (hasil
olahan dari sumber daya alam), serta tidak merusak lingkungan, baik
bersifat materi maupun non materi.
6. Kaidah Larangan mengikuti dan Meniru
Yaitu tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak
mencerminkan etika konsumsi islami, seperti mengikuti dan meniru pola
konsumsi masyarakat kafir dan larangan bersenang-senang (hedonis),
misalnya: suka menjamu dengan tujuan bersenang-senang atau
memamerkan kemewahan dan menghambur-hamburkan harta.

F. DAMPAK KONSUMSI YANG HARAM


1. Doa-doanya tidak dikabulkan
Sesorang yang mengkonsumsi makanan haram, doanya tidak didengar
dan dikabulkan oleh Allah SWT. Rasulullah bersabda :
“Seorang lelaki melakukan perjalanan jauh rambutnya kusut, mukanya
berdebu menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengatakan,
“Wahai Rabbku! Wahai Rabbku! Padahal makanannya haram dan
mulutnya disuapkan dengan yang harammaka bagaimanakah akan
diterimanya doa itu?” (HR Muslim)
2. Merusak hati dan akalnya
Makanan yang haram dapat mempengaruhi hati dan pikiran seseorang.
Jika seseorang memakan makanan yang baik atau makanan halal maka
hatinya juga dapat menjadi baik dan sebaliknya jika memakan makanan
haram hati seseorang dapat tercemari dan hal ini juga mempengaruhi
kekhusukan dalam beribadah termasuk dalam shalat. Makanan yang haram
juga dapat mengeraskan hati seseoarang sehingga tidak mampu melihat
kesudahan orang lain dan enggan membantunya.
3. Amalan tidak diterima
Siapapun umat islam yang memakan makanan yang haram maka amal
ibadahnya tidak diterima Allah SWT dalam waktu empat puluh hari
seperti yang disebutkan dalam hadits berikut ini: Ibnu Abbas berkata
bahwa Sa’ad bin Abi Waqash berkata kepada Nabi Muhammad SAW, “
Ya Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-
doanya oleh Allah”. Apa jawaban Rasulullah?, “Wahai Sa’ad perbaikilah
makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan
menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada
di tangan-Nya sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan
haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40
hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan
riba, maka neraka lebih layak untuknya.” (HR. At-Thabrani)
4. Makanan haram membawa ke neraka
Makanan haram yang dimakan oleh seseorang akan berubah menjadi
daging dan daging tersebut dapat membawa seseorang ke neraka
sebagaimana yang disebutkan dalam hadist Rasulullah SAW tentang
mereka yang memakan makanan haram berikut ini: “Tidaklah tumbuh
daging dari makanan haram kecuali neraka lebih utama untuknya”. (HR.
At Tirmidzi)
5. Mengurangi imam dalam hatinya
Mengkonsumsi makanan haram tidak hanya berdampak pada hati dan
akalnya tetapi juga pada keimanannya. Makanan dan minumam haram
dapat mengurangi imam seseorang dang menganggu ibadahnya
sebagaimana hadist tentang peminum khamr berikut ini: “Tidaklah
peminum khamr, ketika ia meminum khamr termasuk seorang
mukmin” (HR Bukhari dan Muslim)
6. Rusaknya keturunan
Seseorang yang memberi anaknya makan dengan makanan haram
tidakakan mendapat kebaikan, sebaliknya makanan haram tersebut dapat
merusak akhlak dan kebaikan yang ada pada diri anak. Inilah kenapa
orangtua yam memberikan makanan haram pada anaknya seingkali
memiliki anak yang susah diatur dan cenderung membangkang.
7. Mendzalimi diri sendiri
Makanan yang diharamkan oleh Allah SWT mengandung mudharat atau
keburukan bisa berdampak buruk bagi kesehatan manusia seperti
mengkonsumsi daging babi yang dapat menyebabkan penyakit cacing pita
maupun alkohol yang dapat merusak organ hati dan organ tubuh lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai