KONSEP KONSUMSI
EKONOMI ISLAM
DOSEN PENGAJAR
Disusun Oleh :
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami
mampu menyelesaikan tugas resume ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Ekonomi Islam.
Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat dan
edukasi mengenai Konsep Konsumsi di dalam Mata Kuliah Ekonomi Islam.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk kemudian makalah kami ini dapat kami
perbaiki dan menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya. Kami sadar bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk
itu, kepada dosen pengampu kami meminta masukannya demi perbaikan pe
mbuatan makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
Menurut Mannan (2012: 101) ada lima prinsip dalam melakukan kegiatan
konsumsi yang dideskripsikan sebagai berikut:
1. Prinsip Keadilan
Syariat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki
secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, yang
terlarang adalah darah, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi,
daging binatang yang ketika disembelih diserukan nama selain Allah. (QS. Al-
Baqarah: 173)
2. Prinsip Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun
Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor
ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang
diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua
yang diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.
3. Prinsip Kesederhanaan
1. Infaq
Istilah infaq itu sangat luas cakupannya, bukan hanya dalam masalah zakat
atau sedekah, tetapi termasuk juga membelanjakan harta, memberi nafkah bahkan
juga mendanai suatu hal, baik bersifat ibadah atau pun bukan ibadah. Termasuk
yang halal atau yang haram, asalkan membutuhkan dana dan dikeluarkan dana itu,
semua termasuk dalam istilah infaq. Jadi orang yang beli minuman keras yang
haram hukumnya bisa disebut mengifaqkan uangnya. Orang yang membayar
pelacur untuk berzina, juga bisa disebut menginfaqkan uangnya. Demikian juga
orang yang menyuap atau menyogok pejabat juga bisa disebut menginfaqkan
uangnya.
2. Israf
Kata infaq merupakan bentuk kata benda dari asrafa-yusrifu yang berarti
alkhuruj ‘an al-had (keluar dari batas). Kata israf dalam al-Qur’an disebut
sebanyak 23 kali dengan konteks yang berbeda-beda seperti tindakan berlebihan
berkait dengan makanan dan minuman, berlebihan terhadap diri sendiri,
bersedekah, berperang dan kekuasaan.
3. Qatr
Kata qatr ada bentuk kata benda dara qatara-yaqturu bermakna terlalu hemat
dalam membelanjakan harta. Kata ini adalah lawan dari kata israf yang juga dapat
mengandung maksud memberi kurang dari apa yang dapat diberikan sesuai
dengan keadaan pemberi dan penerima (Shihab, 2002: 533). Kata ini juga
disepadanakan dengan kata bukhl atau bakhil dalam bahasa Indonesia. Secara
lebih luas kedua kata ini bisa berarti menahan dari memperoleh atau
mengeluarkan dari apa yang sewajarnya dan mencukupi.
4. Qawam
Kata ini dalam tarkib ayat merupakan tanshish dara kalimat “apabila mereka
menafkahkan hartanya tidak berlebihan dan tidak pula kikir”. Maksud dari kata itu
adalah larangan sikap melampaui batas (ifrath wa tafrith), yaitu berlebihan dan
kikir dan sikap ini disebut tawassuth (pertengahan) atau ‘adl (adil).
Pengertian qawam menurut al-Qurtubi telah dijelaskan oleh al-Qur’an sendiri
dalam surat al-Isra’ ayat 29:
Qawam menjadi kata kunci dalam tulisan ini untuk membangun teori
tentang consumer equilibrium (keseimbangan konsumen) dalam ekonomi Islam
sebagai telah jamak dikenal dalam ekonomi konvensional. Sebagaimana telah
dijelaskan tentang alasan konsumen memilih suatu barang, maka dalam Islam
harus dilakukan modifikasi dan penambahan yaitu :
a) Barang yang digunakan berinfak harus dalam kategori halal dan thayib. Dalam
Islam konsumen dibatasi oleh aturan-aturan syariat, ada beberapa barang yang
di haramkan sehingga tidak bisa di konsumsi. Karenanya konsumen hanya
boleh mengonsumsi barang-barang halal baik proses maupun barangnya.
Barang-barang yang thayib juga harus di masukkan, sebab belum tentu barang
yang halal itu thayib. Contoh, mengonsumsi rokok. Manfaat yang di dapatkan
lebih kecil ketimbang kerugian yang di terima.
f) Konsumen muslim harus mempunyai prinsip lebih banyak tidak selalu lebih
baik (the more isn’t always better). Konsumen harus menyadari bahwa barang
yang sebenarnya halal dan thayib sekalipun, apabila di konsumsi dalam jumlah
yang besar selain mubazir, tentu akan mendatangkan kerugian bukannya
kepuasan. contoh, daging sapi adalah barang yang halal dan thayib, namun
daging sapi dapat mendatangkan kerugian berupa penyakit kolestrol apabila di
konsumsi secara berlebih-lebihan. Sebagaimana di jelaskan dalam surat al-
An’am ayat 141: “Dan Janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.“
1. Hukum Permintaan
Konsep permintaan dalam islam menilai suatu komoditi (barang atau jasa)
tidak semuanya bisa dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal
dengan yang haram .Oleh karena itu, dalam teori permintan Islami membahas
permintaan barang halal, sedangkan dalam permintaan konvensional, semua
komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi dan digunakan. QS. Al Maidah: 87-88
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang telah
dihalalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas“.Menurut Ibnu
Taimiyah, permintaan suatu barang adalah hasrat terhadap sesuatu, yang
digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai. Yang diartikan sebagai Jumlah
barang yang diminta.secara garis besar, permintaan dalam ekonomi Islam sama
dengan ekonomi konvensional, namun ada batasan batasan tertentu yang harus
diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya. Islam mengharuskan
untuk mengkonsumsi barang yang halal lagi thoyyib. Aturan Islam melarang
seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam keadaan darurat
dimana apabila barang tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh pada
kesehatan muslim tersebut.
2) Jumlah para peminat terhadap suatu barang. Jika jumlah masyarakat yang
menginginkan barang tersebut semakin banyak, maka harga barang
tersebut akan semakin meningkat.
2. Hukum Permintaan
Penawaran (supply) dalam ilmu ekonomi adalah banyaknya barang atau jasa
yang tersedia dan dapat ditawarkan oleh produsen kepada konsumen pada setiap
waktu tertentu. Hukum penawaran menerangkan apabila harga sesuatu barang
meningkat, kuantitas barang ditawar akan meningkat dan apabila harga sesuatu
barang menurun, kuantitas barang yang ditawar akan menurun.
2) Biaya dan teknologi adalah dua konsep yang sangat erat berkaitan satu sama
lain. Yang dimaksud dengan biaya adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi barang dan jasa mencakup baiaya tenaga kerja, biaya bahan
baku, jika sistem ekonomi konvensional dalam dalam operasionalnya.
7) Kondisi alam.