Dosen pengampu:
Disusun oleh:
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya, Shalawat serta salam tak lupa senantiasa kita sanjungkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang kita harapkan syafa’atnya di yaumulqiyamah nanti, amin.
Penyusunan makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah “Mikro
Ekonomi Islam”. Makalah ini berjudul “Teori Konsumsi Islami”.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan juga
wawasan bagi pembaca dan untuk kedepannya kami akan memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi dan bisa bermanfaat
bagi kita semua.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas ekonomi yang paling utama adalah konsumsi. Setelah
adanya konsumsi dan konsumen baru ada kegiatan lainnya seperti
produksi/produsen, distribusi/distributor dll. Konsumsi dalam ekonomi Islam
adalah upaya memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga
mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaanya sebagai hamba Allah SWT
untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat
(falah). Dalam melakukan konsumsi maka perilaku konsumen terutama
Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariat Islam. Kajian Islam tentang
konsumsi sangat penting, agar seseorang berhati-hati dalam menggunakan
kekayaan atau berbelanja. Dalam masalah konsumsi, Islam mengatur
bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang
membawa manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan
Islam mengenai aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah
ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan
hidupnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu konsumsi dalam islam?
2. Apa tujuan dan prinsip konsumsi dalam islam ?
3. Apa yang dimaksud fungsi kesejahteraan, maximizer dan utilitas?
4. Apa itu fungsi utility?
5.
C. Tujuan Pembahasan
1. Agar kita mengetahui apa yang dimaksud dengan konsumsi dalam islam.
2. Untuk mengetahui fungsi kesejahteraan, maximize, dan utilitas.
3. Agar kita mengetahui apa yang dimaksud fungsi utility
4. Agar kita mengetahui Prinsip konsumsi dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
1
Pusat Pengkajian dan pembangunan Ekonomi Islam (P3EI) UII, Ekonomi Islam (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2008)
kematian, maka seseorang diperbolehkan untuk mengkonsusmsi sesuatau yang
haram dengan syarat sampai masa darurat itu hilang, tidak berlebihan dan pada
dasarnya memang dia tidak suka. Tujuan utama konsumsi seoarang muslim
adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya
mengkonsusmsi sesuatu dengan niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan
pengamdian kepada Allah akan menjadikan konsusmsi itu bemilai ibadah yang
dengannya manusia mendapatkan pahala.2 Dalam konsumsi, seorang muslim
harus memperhatikan kebaikan (kehalalan) sesuatu yang akan di konsumsinya.
Konsumsi bagi seorang muslim hanya sekedar perantara untuk menambah
kekuatan dalam mentaati Allah, yang ini memiliki indikasi positifdalam
kehidupannya. Seoarang muslim tidak Akan merugikan dirinya di dunia dan
akhirat, karena memberikan kesempatan pada dirinya untuk mendapatkan dan
memenuhi konsusmsinya pada tingkat melampaui batas, membuatnya sibuk
mengejar dan menikmati kesenangan dunia sehingga melalaikan tugas utamanya
dalam kehidupan ini.3 Oleh sebab itu, konsumsi islam harus menjadikannya ingat
kepada Yang Maha Memberi rizki, tidak boros, tidak kikir, tidak memasukkan ke
dal= mulutuya dari sesuatu yang haram clan tidak melakukan pekerjaan haram
untukmemenuhi konsumsinya. Konsumsi islam akan menjauhkart seseorang dan
sifat egois, sehingga seoarang muslim akan menafkankan hartanya untuk kerabat
terdekat (sebaik-baik infak), fakir miskin dan orang-orang yang mumbutuhkan
dalam rangka m.endekatican diri kepada penciptanya. Adapun kaidah/prinsip
dasar konsumsi islami :4
1. Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam
melakukan konsumsi di mana terdiri dari:
a. Prinsip akidah, yaitu hakikat konsusmsi adalah sebagai sarana untuk
ketaatan/ beribadah sebagai perwujudan keya.kinan man.usia sebagai
2
Adiwarman Karim, 2007, Ekonomi Mikro Islami, Edisi Ketiga, Rajawali Pers H.102
3
Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad, 2006, Al-Fiqh AI-Iqtishadi Li Amiril mukminin Umar Ibn Al-Khaththab,
diterjemahkan oleh Asmuni Solihan Zamalchsyari: Fikih Ekonomi Umar bin AI-Kathab, Jakarta: Khalifa
H.140
4
Ibid H.141
makhluk yang mendapatican beban khalifah dan amanah di bumi
yang nantinya diminta pertanggungjawaban oteh penciptanya.
b. Prinsip ilmu, yaitu. seorang ketika akan mengkonsumsi hams tabu
ilmu tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukam-hokum yang
berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu yang halal atau
haram balk ditinjau dari zat, proses, maupun tujuannya.
c. Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah
diketahui tentang konsumsi islami tersebut. Seseorang ketika sudah
berakidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan mengkonsumsi
hanya yang halal serta menjauhi yang halal atau syubhat.
2. Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah
dijelaskan dalam syariat islam, di antaranya:
a. Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah-tengah antara
menghamburkan harta dengan pelit, tidakbermewah-mewah,
tidakmubadzir, hemat.
b. Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam
mengkonsumsi hams disesuaikan dengan kemampuan yang
dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang.
c. Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan
untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk kepentingan pengembangan
kekayaan itu sendiri.
3. Prinsip prioritas, di mana memperhatikan urutan kepentingan yang harus
diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu
a. primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat
hidup dan menegakkan kemaslahatan dirinya dunia dan agamanya
serta orang terdekatnya, seperti makanan pokok.
b. sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah/meningkatkan tingkat
kualitas hidup yang lebih balk, misalnya konsumsi madu, susu dan
sebagainya.
c. tertier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang jauh lebih
membatuhkan.
4. Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga
tercipta kehaxmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya:
a. Kepentingan umat, yaitu sating menanggung dan menolong
sebagaimana bersatunya suatu badan yang apabila sakit pada salah
satu anggotanya, maka anggota badan yang lain juga akan merasakan
sakitnya.
b. Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baikdalam berkonsumsi
apalagi jika dia adalah seorang tokoh atau pejabat yang banyak
mendapat sorotan di masyarakatnya.
c. Tidak membahayakan orang yaitu dalam mengkonsumsi justru tidak
merugikan dan memberikan madharat ke orang lain seperti merokok.
5. Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi hams sesuai dengan kondisi
potensi daya dukung sumber daya atam dan kebertanjutannya atau tidak
merusak lingkungan.
6. Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak emcerminknn
etika konsusmsi islami seperti sutra menjamu dengan tujuan bersenang-
senang atau memaraerka kemewahan dan menghambur-hamburkan harta.5
5
Ibid H.142
Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat
tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar:
1. Agama (al-dien)
2. Hidup atau jiwa (nafs)
3. Keluarga atau keturunan (nasl)
4. Harta atau kekayaan (maal)
5. Intelek atau akal (aql)
Ia mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya
dalam kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartit
meliputi: kebutuhan (daruriat); kesenangan atau kenyamanan (hajaat); dan
kemewahan (tahsinaat)-sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian,
yang disebut “kebutuhan ordinal” (kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap
barang-barang “eksternal” dan terhadap barang-barang psikis). Kunci
pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan
pertama, yaitu kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Namun
demikian, Al-Ghazali menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar demikian
cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan dapat mencakup bahkan
kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis. Kelompok kebutuhan kedua “terdiri
dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut,
tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam
hidup”. Kelompok ketiga “mencakup kegiatan-kegiatan dan hal-hal yang
lebih jauh dari sekedar kenyamanan saja; meliputi hal-hal yang melengkapi,
menerangi atau menghiasi hidup.”
Walaupun keselamatan dunia tujuan akhir, Al-Ghazali tidak ingin bila
pencarian keselamatan ini sampai mengabaikan kewajiban-kewajiban duniawi
seseorang. Bahkan pencaharian kegiatan-kegiatan ekonomi bukan saja
diinginkan, tetapi keharusan bila ingin mencapai keselamatan. Ia
menitikberatkan “jalan tengah” dan “ kebenaran” niat seseorang dalam setiap
tindakan. Bila niatnya sesuai dengaan ibadah-bagian dari panggilan
seseorang.
Al-Ghazali juga memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian dari
tugas-tugas kewajiban sosial (fard al-kifayah) yang sudah ditetapkan Allah:
jika hal-hal inin tidak dipenuhi, kehidupan dunia akan runtuh dan
kemanusiaan akan binasa. Dan ia bersikeras bahwa pencaharian hal-hal ini
harus dilakukan secara efisien, karena perbuatan demikian merupakan bagian
dari pemenuhan tugas keagamaan seseorang. Ada tiga alasan mengapa
seseorang harus melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi:
1. mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan;
2. mnsejahterakan keluarga;
3. membantu orang lain yang membutuhkan.
Walaupun Ghazali memandang manusia sebagai maximizers dan selalu
ingin lebih,ia tidak melihat kecenderungan tersebut sebagai sesuatu yang
harus dikutuk agama. Jelaslah bahwa Ghazali tidak hanya menyadari
keinginan manusia untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi juga untuk
persiapan masa depan. Namun demikian, ia memperingatkan bahwa jika
semangat “selalu ingin lebih” ini menjurus pada keserakahan dan pengejaran
nafsu pribadi, maka hal ini pantas dikutuk.
GRAFIK 4.1
D. Fungsi Utility
1. Completeness
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat
menentukan keadaan mana yang lebih disukainya di antara dua
keadaan. Bila A dan B adalah dua keadaan yang berbeda, maka
individu selalu dapat menentukan secara tepat satu diantara tiga
kemungkinan ini:
A lebih disukai daripada B
B lebih disukai daripada A
A dan B sama menariknya
2. Transitivity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan
“A lebih disukai daripada B,” dan “B lebih disukai daripada C,”
maka ia pasti akan mengatakan bahwa “A lebih disukai daripada
C”. aksioma ini sebenarnya untuk memastikan adanya konsistensi
internal di dalam diri individu dalam mengambil keputusan.
3. Continuity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan
“A lebih disukai daripada B,” maka keadaan yang mendekati A
pasti juga lebih disukai daripada B.
Ketiga asumsi ini dapat kita terjemahkan dalam bentuk geometris yang
selanjutnya lebih sering kita kenal dengan kurva indiferen (selanjutnya kita
tulis IC). IC adalah sebuah kurva yang melambangkan tingkat kepuasan
konstan, atau sebagai tempat kedudukan masing-masing titik yang
melambangkan kominasi dua macam komodias (atau berbagai macam
komoditas) yang memberikan tingkat kepuasan yang sama. Utility map untuk
dua barang inilah yang digambarkan dengan grafik dua dimensi dengan
sumbu X sebagai barang yang disukai dan sumbu Y sebagai barang lain yang
juga disukai
semua kombinasi titik pada kurva indifference yang sama memiliki tingkat
kepuasan yang sama. gambar 4.2. menunjukkan bahwa titik A, B dan C berada pada
tingkat indifference yang sama sehingga tingkat kepuasan pada titik A sama dengan
tingkat kepuasan pada titik B atau C yaitu pada ada U 1 sedangkan titik D dan E
memberikan tingkat kepuasan yang sama yaitu pada U2.
Kombinasi titik yang berada pada kurva indiference yang sama memberikan
tingkat kepuasan yang sama, sedangkan bila berada pada kurva indiference yang
berbeda maka memiliki tingkat kepuasan yang berbeda pula. dari gambar 4.2. dapat
diketahui bahwa titik A, B dan C memberikan tingkat kepuasan yang sama,
sedangkan titik D dan E memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dari pada
titik A, B, atau C.
c. increasing utility
E. Budget Constraint
Dalam teori kosumsi hadis tentang cita-cita dan segala macam hambatan ini
bisa kita gunakan untuk menerangkan tentang batasan seseorang dalam
memaksimalkan utility konsumsinya. Selain factor norma kosumsi dalam
islam,keinginan untuk memaksimalkan utility fuction ditentukan juga oleh
berapa dana yang tersedia untuk membeli kedua jenis barang tersebut, Batasan
ini disebut budget constraint. Secara matematis ditulis.
I=PX+PY
Dari persamaan di atas diketahui kombinasi jumlah barang X dan barang Y
yang dapat dikonsumsi. Dalam angka dapat digambarkan lebih jelas dengan
table berikut ini. Katakanlah harga barang X adalah $1 per unit dan harga
barang Y adalah $2 per unit.
F. Optimal solution
Harga x harga y
MU x = Px
MU y Py
Dengan demikian, kepuasan maksimum seorang konsumen terjadi yang
pada titik di mana terjadi persinggungan anatara kurva indifference dengan
budget line . konsumen akan memaksimalkan pilihannya dengan dua cara :
Untuk mengonsumsi 20X dan 30Y cukup diperlukan uang $80. Oleh
karenanya kombinasi B lebih baik dari pada kombinasi T, karena untuk
mendapatkan T ia harus membayar lebih mahal untuk jumlah barang yang
sama.Untuk mengonsumsi barang x dan y dengan tingkat kepuasan yang
sama,seorang konsumsi mempunyai beberapa alternative garis anggaran
yang dibutuhkan. Dengan demikian,optimalisasi konsumen akan terbentuk
berada budget line paling kecil untuk mendapatkan kepuasan yang sama.
Gambar 4.10 optimalisasi konsumsi dengan meminimalkan budget line
corner solution untuk pilihan halal-haram
Pilihan antara barang halal dan barang haram dapat digambarkan dengan
utility function yang mangkuknya terbuka kea rah kiri atas,bila kita
gambarkan sumbu x sebagai barang haram,dan sumbu y sebagai barang
halal,seperti gambar 4.11. dalam gambar 4.11 ini , pergerakan utility
function ke kiri atas menunjukkan semakin banyak barang hal yang
dikomsumsi. Semakin banyak barang yang halal berarti menambah utility
sedangkan semakin sedikit barang yang haram berarti mengurangi disutility.
Keadaan ini akan memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Bentuk utility function yang demikian tidak memungkinkan terjadinya
persinggungan (tangency) antara utilty function dengan budget line. Keadaan
ini terjadi karena marginal rate of sybstitution (MRS) Untuk barang halal
selalu lebih kecil dibandingkan slope budget line ,maka pilihan optimal bagi
konsumen adalah mengolasikan seluruh incomenya untuk kembali barang
hallal. Jadi berapa dengan bentuk indifference curve barang halal-halal yang
convex dan slope-nya negative,yaitu turun dari kiri atas bawah. Sedangkan
indifference curve barang halal-haram dengan sumbu X sebagai barang
haram dan sumbu Y sebagai barang halal, bentuknya convex dan slopenya
positif yaitu naik dari kiri bawah ke kanan atas.
Corner solution dapat juga terjadi pada pilihan pada barang halal X
dan barang halal Y jika MRS barang-barang halal tersebut selalu lebih kecil
atau selalu lebih besar dibandingkan slope budget linenya. Misalnya corner
solution terjadi untuk barang yang perfect subsitution. Bentuk utility
function untuk dua barang yang perfect subsitution adalah berupa garis lurus,
sehingga tidak ada kemungkinan terjadi persinggungan.
Corner solution dapat juga terjadi pada pilihan barang hal X dan
barang halal Y, jika MRS barang-barang halal tersebut selalu lebih kecil atau
selalu lebih besar dibandingkan slope budget linenya. Misalnya, corner
colution terjadi untuk barang yang perfect substitution. Bentuk utility function
untuk dua barang yang perfect subdtitution adalah berupa garis lurus,sehingga
tidak ada kemungkinan terjadi persinggungan.