Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KONSEP UTILITY DALAM TEORI KONSUMSI


Dosen : Dr. M. Kamal Zubair, M.Ag.

OLEH:

SAKINAH MUSTAFA
2020203860102003

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PAREPARE
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkah rahmat dan limpahannya sehingga kita

dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dan tak lupa pula kita kirimkan shalawat serta

salam atas junjungan nabi besar Muhammad SAW nabi yang telah menjadi surih tauladan

bagi kita semua.

Adapun proses pembuatan makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan

tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah

ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan

baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada

dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran

dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah sejarah pemikiran ekonomi ini

dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap

pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Parepare, 16 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR........................................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................... 2
D. Manfaat .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Prinsip Konsumsi dalam Islam................................................................ 5


B. Fungsi Utility dalam Konsumsi Menurut Islam...................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran ...................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 11

BIODATA PENULIS.........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu ataupun kelompok suatu masyarakat

tidak terlepas dari konsumsi, baik konsumsi suatu barang maupun jasa. Konsumsi pada

hakikatnya mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Selain untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, setiap individu ingin mencapai tingkat konsumsi yang

maksimal dan tanpa batas, sampai hasratnya terpenuhi selama anggarannya masih mencukupi

untuk pengeluarannya.

Dalam ekonomi konvensional perilaku konsumsi membentuk suatu perilaku konsumsi

yang materialistik, berlebih-lebihan, serta boros untuk memenuhi kepuasan konsumsinya,

namun teori tersebut tidak dapat diterima begitu saja dalam ekonomi islam, konsumsi yang

islami selalu berpedoman pada ajaran islam dan pencapaian mashlahah merupakan tujuan

dari syariat islam yang tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi.1

Dalam kerangka islam perlu dibedakan dua tipe pengeluaran. Pengeluaran tipe

pertama yaitu pengeluaran yang dilakukan seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan

duniawi dan keluarga (pengeluaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan duniawi namun

memiliki efek pada pahala akhirat.

Fungsi konsumsi dalam teori ekonomi islam hakekatnya sebagai pembatas dalam hal

yang dibolehkan atau yang tidak diperbolehkan, karena pada dasarnya untuk mengkonsumi

suatu barang atau jasa, setiap individu umat muslim dituntut dalam hal penggunaan tidak

boros, tidak bermegah-megah, dan lebih mengutamakan tujuan maslahahnya dari konsumsi

itu sendiri. Kerena di dalam konsep konsumsi dalam ekonomi islam tingkat kepuasan

konsumsi seseorang harus berdasarkan kebutuhan dan kemaslahahnya, bukan berdasrkan


1
Rusdi, M.A (2017). Mashlahat Sebagai Metode Ijtihad Dan Tujuan Utama Hukum Islam
keinginan untuk mengomsumsi suatu barang dengan kepuasan maksimal seperti dalam

konsep teori ekonomi konvensional. Dari hal tersebut pentingnya pembahasan mengenai

hukum utilitas dan maslahah dalam ekonomi islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman Prinsip Konsumsi Dalam Islam?

2. Bagaiman Fungsi Utility Dalam Konsumsi Menurut Islam?

C. Tujuan

Adapun Tujuan dari Makalah Ini, Adalah Sebagai Berikut:

1. Untuk Mengetahui Prinsip Konsumsi Dalam Islam

2. Untuk Mengetahui Utility Dalam Konsumsi Menurut Islam.


BAB II

PEMBAHASAN
A. Prinsip Konsumsi Dalam Islam

Konsumsi dalam islam adalah kegiatan menggunakan barang dan jasa untuk

memenuhi kebutuhan. Aktivitas ini tidak memerlukan konsep-konsep yang rumit sebab siapa

pun bisa melakukannya. Tetapi pada hakikatnya, tidak semudah itu kita memandang

permasalahan ini. Prinsip konsumsi juga memiliki peranan penting dalam membina

kesejahteraan dan ketentuan yang ada dalam sebuah sistem kemasyarakatan. Bahkan

fungsinya dalam perekonomian disejajarkan bersama produksi dan konsumsi tidak bisa

dipisahkan peranannya dalam perekonomian.

Semakin tinggi kita menaiki jenjang peradaban, semakin kita terkalahkan oleh

kebutuhan fisiologis yang dipengaruhi faktor-faktor psikologis, cita rasa keangkuhan, pamer,

pengakuan (aktualisasi) diri, egois, dan sifat materialistis lainnya telah menguasai pola pikir

konsumsi masyarakat. Dalam suatu masyarakat primitif, kebutuhan konsumsi masih sangat

sederhana sehingga pola konsumsinya pun masih sangat sederhana. Tetapi peradaban modern

telah mengubah pola kesederhanaan dengan sebuah kompleksitas kebutuhan yang menuntut

pemenuhan kebutuhan dengan pola konsumsi yang terkadang mengesampingkan

kesejahteraan hidup masyarakat yang seharusnya menjadi sasaran dari pengaturan pola

konsumsi itu sendiri. Pola materialistis sepertinya telah menempatkan pola semakin

kompleks, banyaknya kebutuhan sebagai tingkatan kepuasan yang lebih tinggi, atau

kesejahteraan seseorang hampir bisa diukur dengan kompleksitas dan besarnya kuantitas

kebutuhan manusia.

Hal ini menjadi sebuah perbedaan dari konsep ekonomi islam tentang konsumsi.

Islam berusaha membatasi pemuasan kebutuhan yang bersifat materil dengan

mentrasformasikan kebutuhan itu pada suatu pada sesuatu yang bersifat spiritual, kepuasan
yang bersifat batiniah dipandang oleh islam sebagai aspek kepuasan yang tinggi. Hal ini bisa

dibandingkan dengan kaum primitif yang membatasi keinginan yang bersifat materil dengan

merasa puas terhadap apa yang telah didapatkan. Kepuasan inilah yang kita sebut dengan

pemenuhan kebutuhan dengan aspek batiniah, walaupun dalam konsep islam kepuasan

batiniah itu lebih jauh ditujukan sebagai sebuah konsep ibadah kepada Allah Swt.2

Pengertian konsumsi menurut Abu Abdillah Muhammad Bin Al-Hasan Bin Farqad

Al-Syaibani menyatakan apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan

kemudian bergegas pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatiannya pada urusan

akhiratnya adalah lebih baik bagi mereka. Dalam hal ini diartikan bahwa seseorang muslim

berkonsumsi dalam kondisi yang cukup (kifayah), bukan dalam kondisi yang meminta-minta

(kafafah). Beliau menyerukan agar manusia hidup dalam kecukupan, baik untuk diri sendiri

maupun untuk keluarganya, beliau juga mengatahkan bahwa sifat-sifatnya berpotensi

membawa pemiliknya hidup dalam kemewahan. Disini tidak ada penentangan hidup lebih

cukup selama harta tersebut hanya digunakan untuk kebaikan.3

Pengertian konsumsi secara umum adalah pemakaian dan penggunaan barang-barang

dan jasa seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kendaraan, dan

lain-lain sebagainya.4

Dengan demikian perihal konsumsi bukan saja berkaitan makanan dan minum yang

dijadikan sebagai aktifitas sehari-hari akan tetapi konsumsi juga meliputi pemanfaatan dan

pendayagunaan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia.

Konsumsi yang islami selalu berpedoman pada ajaran islam. Diantara ajaran yang

paling berkaitan dengan konsumsi, misalnya perlunya memperhatikan orang lain. Dalam

2
Veihzal Rivai Zaina, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2018), hal.305
3
Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Hal. 260
4
Muhammad Hidayat, Pengantar Ekonomi Syariah, (Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2010), hal. 230
hadits disampaikan bahwa setiap muslim wajib membagi makanan yang dimasaknya kepada

tetangganya yang merasakan bau dari masakan tersebut, selanjutnya juga diharamkan bagi

seorang muslim hidup dalam keadaan serba berlebihan sementara ada tetangga yang

kelaparan.5

Dalam kehidupan manusia yang paling mendominasi adalah sifat-sifat materialistis.

Keinginan manusia adalah tidak terbatas, sehingga berbagai upaya manusia melakukan

cenderung hanya untuk dapat memenuhi dan memuaskan semua keinginan yang ada dalam

diri mereka. Faktanya, manusia memiliki kelemahan dan kekurangan, sehingga tidak semua

keinginannya dapat dipenuhi. Syariat islam memiliki batasan dalam upaya untuk memenuhi

keinginan dalam mengkonsumsi. Selanjutnya teori konsumsi islam akan mempertahankan

keberlanjutan kehidupan manusia melalui batasa-batasan dan kehati-hatian dalam konsumsi.

Dapat diambil kesimpulan bahwa teori konsumsi islam berbeda dengan teori konsumsi

konvensional dimana di dalam konsumsi konvensional mengenal maximum utility, tetapi

dalam teori islam dalam konsumsi ada batasan-batasan dengan melihat lebih banyak

maslahatnya atau mudharatnya.

Adapun beberapa prinsip dalam berkonsumsi bagi seorang muslim yang membedakan

dengan perilaku konsumsi non muslim (konvensioanl), karena pada dasarnya prinsip

berkonsumsi seorang muslim ialah berdaskan kebutuhan dan manfaat bagi dirinya ataupun

orang lain, berbeda dengan prinsip konvensional yang dalam berkonsumsi ingin

memaksimalkan kepuasannya tanpa memikirkan maslahahnya. Prinsip-prinsip tersebut

antara lain:

5
Arif Pujiono, Teori Konsumsi Islam, Dinamika Pembangunan, (Volume. 3 No.2 Desember 2006,) hal 196
a. Memperhatikan Tujuan Konsumsi

Perilaku konsumsi muslim dari segi tujuan tidak hanya mencapai kepuasan dari

konsumsi barang, melainkan berfungsi “ibadah” dalam rangka mendapatkan Ridha Allah

Swt. Berbeda dengan konsumsi konvensional hanya kepuasan yang diberi tanpa memikirkan

ada nilai ibadahnya dalam berkonsumsi.

b. Memperhatikan Kaidah Ilmiah

Dalam konsumsi seorang muslim harus memperhatikan prinsip kebersihan. Prinsip

kebersihan mengandung arti barang yang dikonsumsi harus bebas dari kotoran maupun

penyakit, demikian pula harus menyehatkan, bernilai gizi, dan memiliki manfaat tidak

mempunyai kemudharatan. Karena itu tidak semua diperkenankan boleh dimakan dan

diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah yang

bersih dan bermanfaat. Sedangkan dalam berkonsumsi konvensional selagi ada anggaran

apapun boleh dikonsumsi tidak ada pembeda barang halal maupun haram, semuanya boleh

dikonsumsi selama anggaran masih ada.

c. Memperhatikan bentuk konsumsi

Dalam konsep ini, fungsi konsumsi muslim berbeda dengan prinsip konvensional

yang bertujuan kepuasan maksimum (maksimum utility), terlepas dari keridhaan Allah Swt

atau tidak, karena pada hakekatnya teori konsumsi konvensional tidak mengenal Tuhan. Dari

bentuk konsumsi seseorang harus memperhatikan apapun yang dikonsumsinya. Hal ini tentu

berhubungan dengan adanya batasan-batasan orang muslim dalam mengkonsumsi daging

babi, bangkai, darah, minuman keras (khamr), narkotika, dan berjudi.


d. Sederhana, tidak bermewah-mewah

Prinsip kesederhanaan, maksudnya dalam konsumsi hendaklah menghindari sikap

berlebihan (israf) karena sifat ini sangat dibenci oleh Allah Swt, demikian pula menjauhi sifat

mubazzir.

e. Kesesuaian Antara Pemasukan Dengan Konsumsi

Kesesuaian antara pemasukan dengan konsumsi adalah hal yang sesuai dengan fitrah

manusia dan realita. Karena itu, salah satu aksiomatik ekonomi adalah pemasukan merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen individu, dimana permintaan

menjadi bertambah jika pemasukan bertambah, dan permintaan menjadi berkurang jika

pemasukan menurun.

f. Uruta Konsumsi Alokasi Harta Menurut Syariat Islam

g. Prinsip Moralitas

Perilaku konsumsi seorang muslim dalam berkonsumsi juga memperhatikan nilai

prinsip moralitas, dalam hal konsumsi sebagai seorang muslim harus memperhatikan prinsip

moralitas seperti: tidak boleh makan atau minum secara berlebih, sambil jalan, tidak

memperdulikan lingkungan sekitar, membuang sampah pada sembarangan, dan lain-lain.

B. Fungsi Utility Dalam Konsumsi Dalam Islam

Dalam konsep ekonomi konvensional, konsumen dalam mengeluarkan uangnya

siasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility) dalam kegiatan

konsumsinya. Utility secara bahasa berarti berguna (usefulness), membantu (helpfulness) atau

menguntungkan (advantage). Dalam konteks ekonomi, utilitas dimaknai sebagai kegunaan

barang yang dirasakan oleh seorang konsumen dalam mengonsumsi suatu barang. Karena

rasa inilah maka sering kali utilitas dimaknai juga sebagai rasa puas dan kepuasan yang

dirasakan oleh seorang konsumen dalam mengonsumsi suatu barang atau jasa. Jadi, kepuasan
dan utilitas dianggap sama, meskipun sebenarnya kepuasan adalah akibat yang ditimbulkan

oleh utilitas.6

Dalam ilmu ekonomi konvensional dikenal adanya hukum mengenai penurunan

utilitas marginal (law of diminishing marginal utility). Hukum ini mengatakan bahwa jika

seseorang mengonsumsi suatu barang dengan frekuensi yang berulang-ulang, maka nilai

tambahan kepuasan dari konsumsi berikutnya akan semakin menurun. Pengertian konsumsi

disini bisa dimaknai mengonsumsi apa saja termasuk mengonsumsi waktu luang (leisure).

Hal ini berlaku juga untuk setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang.

Teori fungsi utiliti menggunakan tiga aksioma pilihan rasional antara lain

a. Completness, yaitu setiap individu dapat menentukan yang disukainya dalam dua

pilihan

b. Transitivity, yaitu jika individu mengatakan a lebih disukai daripada b dan b lebih

disukai dari pada c, maka a lebih disukai daripada c.

c. Continuity, yaitu jika a lebih disukai daripada b, maka keadaan yang mendekati a

lebih disukai daripada b.

6
Fodebi Adesy, Ekonomi Dan Bisnis Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2016), Hal. 362
BAB III

A. KESIMPULAN

Konsumsi merupakan kegiatan ekonomi yang sangat penting dalam kehidupan

manusia dan terkadang dianggap paling penting, dalam ekonomi konvensional, perilaku

konsumsi dituntut oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utilitarianisme. Kedua nilai

dasar ini membentuk perilaku konsumsi yang hedonistik, meterialistik, dan boros.

Dalam pandangan islam, kegiatan ekonomi sebagai cara untuk menumpuk dan

meningkatkan pahala menuju falah (kebahagiaan duni dan akhirat, motif berkonsumsi dalam

islam pada dasarnya harus maslahah sebagai kebutuhan dan kewajiban. Pada konsep ini,

islam dan konvensional sepakat bahwa kebutuhan untuk mempertahankan hidup adalah motif

umum ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai