OLEH:
SAKINAH MUSTAFA
2020203860102003
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkah rahmat dan limpahannya sehingga kita
dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dan tak lupa pula kita kirimkan shalawat serta
salam atas junjungan nabi besar Muhammad SAW nabi yang telah menjadi surih tauladan
Adapun proses pembuatan makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran
dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah sejarah pemikiran ekonomi ini
dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap
pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................... 2
D. Manfaat .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran ...................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 11
BIODATA PENULIS.........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tidak terlepas dari konsumsi, baik konsumsi suatu barang maupun jasa. Konsumsi pada
memenuhi kebutuhan hidupnya, setiap individu ingin mencapai tingkat konsumsi yang
maksimal dan tanpa batas, sampai hasratnya terpenuhi selama anggarannya masih mencukupi
untuk pengeluarannya.
namun teori tersebut tidak dapat diterima begitu saja dalam ekonomi islam, konsumsi yang
islami selalu berpedoman pada ajaran islam dan pencapaian mashlahah merupakan tujuan
dari syariat islam yang tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi.1
Dalam kerangka islam perlu dibedakan dua tipe pengeluaran. Pengeluaran tipe
pertama yaitu pengeluaran yang dilakukan seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan
duniawi dan keluarga (pengeluaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan duniawi namun
Fungsi konsumsi dalam teori ekonomi islam hakekatnya sebagai pembatas dalam hal
yang dibolehkan atau yang tidak diperbolehkan, karena pada dasarnya untuk mengkonsumi
suatu barang atau jasa, setiap individu umat muslim dituntut dalam hal penggunaan tidak
boros, tidak bermegah-megah, dan lebih mengutamakan tujuan maslahahnya dari konsumsi
itu sendiri. Kerena di dalam konsep konsumsi dalam ekonomi islam tingkat kepuasan
konsep teori ekonomi konvensional. Dari hal tersebut pentingnya pembahasan mengenai
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Prinsip Konsumsi Dalam Islam
Konsumsi dalam islam adalah kegiatan menggunakan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan. Aktivitas ini tidak memerlukan konsep-konsep yang rumit sebab siapa
pun bisa melakukannya. Tetapi pada hakikatnya, tidak semudah itu kita memandang
permasalahan ini. Prinsip konsumsi juga memiliki peranan penting dalam membina
kesejahteraan dan ketentuan yang ada dalam sebuah sistem kemasyarakatan. Bahkan
fungsinya dalam perekonomian disejajarkan bersama produksi dan konsumsi tidak bisa
Semakin tinggi kita menaiki jenjang peradaban, semakin kita terkalahkan oleh
kebutuhan fisiologis yang dipengaruhi faktor-faktor psikologis, cita rasa keangkuhan, pamer,
pengakuan (aktualisasi) diri, egois, dan sifat materialistis lainnya telah menguasai pola pikir
konsumsi masyarakat. Dalam suatu masyarakat primitif, kebutuhan konsumsi masih sangat
sederhana sehingga pola konsumsinya pun masih sangat sederhana. Tetapi peradaban modern
telah mengubah pola kesederhanaan dengan sebuah kompleksitas kebutuhan yang menuntut
kesejahteraan hidup masyarakat yang seharusnya menjadi sasaran dari pengaturan pola
konsumsi itu sendiri. Pola materialistis sepertinya telah menempatkan pola semakin
kompleks, banyaknya kebutuhan sebagai tingkatan kepuasan yang lebih tinggi, atau
kesejahteraan seseorang hampir bisa diukur dengan kompleksitas dan besarnya kuantitas
kebutuhan manusia.
Hal ini menjadi sebuah perbedaan dari konsep ekonomi islam tentang konsumsi.
mentrasformasikan kebutuhan itu pada suatu pada sesuatu yang bersifat spiritual, kepuasan
yang bersifat batiniah dipandang oleh islam sebagai aspek kepuasan yang tinggi. Hal ini bisa
dibandingkan dengan kaum primitif yang membatasi keinginan yang bersifat materil dengan
merasa puas terhadap apa yang telah didapatkan. Kepuasan inilah yang kita sebut dengan
pemenuhan kebutuhan dengan aspek batiniah, walaupun dalam konsep islam kepuasan
batiniah itu lebih jauh ditujukan sebagai sebuah konsep ibadah kepada Allah Swt.2
Pengertian konsumsi menurut Abu Abdillah Muhammad Bin Al-Hasan Bin Farqad
Al-Syaibani menyatakan apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan
akhiratnya adalah lebih baik bagi mereka. Dalam hal ini diartikan bahwa seseorang muslim
berkonsumsi dalam kondisi yang cukup (kifayah), bukan dalam kondisi yang meminta-minta
(kafafah). Beliau menyerukan agar manusia hidup dalam kecukupan, baik untuk diri sendiri
membawa pemiliknya hidup dalam kemewahan. Disini tidak ada penentangan hidup lebih
dan jasa seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kendaraan, dan
lain-lain sebagainya.4
Dengan demikian perihal konsumsi bukan saja berkaitan makanan dan minum yang
dijadikan sebagai aktifitas sehari-hari akan tetapi konsumsi juga meliputi pemanfaatan dan
Konsumsi yang islami selalu berpedoman pada ajaran islam. Diantara ajaran yang
paling berkaitan dengan konsumsi, misalnya perlunya memperhatikan orang lain. Dalam
2
Veihzal Rivai Zaina, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2018), hal.305
3
Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Hal. 260
4
Muhammad Hidayat, Pengantar Ekonomi Syariah, (Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2010), hal. 230
hadits disampaikan bahwa setiap muslim wajib membagi makanan yang dimasaknya kepada
tetangganya yang merasakan bau dari masakan tersebut, selanjutnya juga diharamkan bagi
seorang muslim hidup dalam keadaan serba berlebihan sementara ada tetangga yang
kelaparan.5
Keinginan manusia adalah tidak terbatas, sehingga berbagai upaya manusia melakukan
cenderung hanya untuk dapat memenuhi dan memuaskan semua keinginan yang ada dalam
diri mereka. Faktanya, manusia memiliki kelemahan dan kekurangan, sehingga tidak semua
keinginannya dapat dipenuhi. Syariat islam memiliki batasan dalam upaya untuk memenuhi
Dapat diambil kesimpulan bahwa teori konsumsi islam berbeda dengan teori konsumsi
dalam teori islam dalam konsumsi ada batasan-batasan dengan melihat lebih banyak
Adapun beberapa prinsip dalam berkonsumsi bagi seorang muslim yang membedakan
dengan perilaku konsumsi non muslim (konvensioanl), karena pada dasarnya prinsip
berkonsumsi seorang muslim ialah berdaskan kebutuhan dan manfaat bagi dirinya ataupun
orang lain, berbeda dengan prinsip konvensional yang dalam berkonsumsi ingin
antara lain:
5
Arif Pujiono, Teori Konsumsi Islam, Dinamika Pembangunan, (Volume. 3 No.2 Desember 2006,) hal 196
a. Memperhatikan Tujuan Konsumsi
Perilaku konsumsi muslim dari segi tujuan tidak hanya mencapai kepuasan dari
konsumsi barang, melainkan berfungsi “ibadah” dalam rangka mendapatkan Ridha Allah
Swt. Berbeda dengan konsumsi konvensional hanya kepuasan yang diberi tanpa memikirkan
kebersihan mengandung arti barang yang dikonsumsi harus bebas dari kotoran maupun
penyakit, demikian pula harus menyehatkan, bernilai gizi, dan memiliki manfaat tidak
mempunyai kemudharatan. Karena itu tidak semua diperkenankan boleh dimakan dan
diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah yang
bersih dan bermanfaat. Sedangkan dalam berkonsumsi konvensional selagi ada anggaran
apapun boleh dikonsumsi tidak ada pembeda barang halal maupun haram, semuanya boleh
Dalam konsep ini, fungsi konsumsi muslim berbeda dengan prinsip konvensional
yang bertujuan kepuasan maksimum (maksimum utility), terlepas dari keridhaan Allah Swt
atau tidak, karena pada hakekatnya teori konsumsi konvensional tidak mengenal Tuhan. Dari
bentuk konsumsi seseorang harus memperhatikan apapun yang dikonsumsinya. Hal ini tentu
berlebihan (israf) karena sifat ini sangat dibenci oleh Allah Swt, demikian pula menjauhi sifat
mubazzir.
Kesesuaian antara pemasukan dengan konsumsi adalah hal yang sesuai dengan fitrah
manusia dan realita. Karena itu, salah satu aksiomatik ekonomi adalah pemasukan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen individu, dimana permintaan
menjadi bertambah jika pemasukan bertambah, dan permintaan menjadi berkurang jika
pemasukan menurun.
g. Prinsip Moralitas
prinsip moralitas, dalam hal konsumsi sebagai seorang muslim harus memperhatikan prinsip
moralitas seperti: tidak boleh makan atau minum secara berlebih, sambil jalan, tidak
konsumsinya. Utility secara bahasa berarti berguna (usefulness), membantu (helpfulness) atau
barang yang dirasakan oleh seorang konsumen dalam mengonsumsi suatu barang. Karena
rasa inilah maka sering kali utilitas dimaknai juga sebagai rasa puas dan kepuasan yang
dirasakan oleh seorang konsumen dalam mengonsumsi suatu barang atau jasa. Jadi, kepuasan
dan utilitas dianggap sama, meskipun sebenarnya kepuasan adalah akibat yang ditimbulkan
oleh utilitas.6
utilitas marginal (law of diminishing marginal utility). Hukum ini mengatakan bahwa jika
seseorang mengonsumsi suatu barang dengan frekuensi yang berulang-ulang, maka nilai
tambahan kepuasan dari konsumsi berikutnya akan semakin menurun. Pengertian konsumsi
disini bisa dimaknai mengonsumsi apa saja termasuk mengonsumsi waktu luang (leisure).
Hal ini berlaku juga untuk setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang.
Teori fungsi utiliti menggunakan tiga aksioma pilihan rasional antara lain
a. Completness, yaitu setiap individu dapat menentukan yang disukainya dalam dua
pilihan
b. Transitivity, yaitu jika individu mengatakan a lebih disukai daripada b dan b lebih
c. Continuity, yaitu jika a lebih disukai daripada b, maka keadaan yang mendekati a
6
Fodebi Adesy, Ekonomi Dan Bisnis Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2016), Hal. 362
BAB III
A. KESIMPULAN
manusia dan terkadang dianggap paling penting, dalam ekonomi konvensional, perilaku
konsumsi dituntut oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utilitarianisme. Kedua nilai
dasar ini membentuk perilaku konsumsi yang hedonistik, meterialistik, dan boros.
Dalam pandangan islam, kegiatan ekonomi sebagai cara untuk menumpuk dan
meningkatkan pahala menuju falah (kebahagiaan duni dan akhirat, motif berkonsumsi dalam
islam pada dasarnya harus maslahah sebagai kebutuhan dan kewajiban. Pada konsep ini,
islam dan konvensional sepakat bahwa kebutuhan untuk mempertahankan hidup adalah motif
umum ekonomi.