Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

TEORI KONSUMSI DAN KEBUTUHAN DALAM ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Ekonomi Mikro Islam”

Dosen Pengampu:
Fitra Rizal, M.E.

Disusun oleh:
Kelompok 4
1. Mila Dara Indriani (401220145)
2. Minhatul Hasna (401220146)
3. Mohammad Abdul Azis Khurniawan(401220147)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia, bimbingan dan kekuatan yang telah dilimpahkanNya,
sehingga penulis dapat menuntaskan Tugas Makalah yang berjudul “Teori
Konsumsi dan Kebutuhan dalam Islam”. Tugas Makalah ini di tulis dalam rangka
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Mikro Islam Jurusan Ekonomi
Syariah, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata kuliah


yaitu Bapak Fitra Rizal, M.E. yang telah memberi tugas ini kepada kami sehingga
kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami
tekuni. Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua masing-masing Penulis dan semua
pihak yang telah mengarahkan, membimbing dan memotivasi baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada penulis selama proses penyusunan
Tugas Makalah ini.

Kami menyadari bahwasannya Makalah yang kami susun ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan Makalah ini.

Ponorogo, 16 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan........................................................................................................... 2
D. Metode ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 4
A. Pengertian dan Konsep Dasar Konsumsi dalam Islam ................................. 4
B. Prinsip Dasar Konsumsi ................................................................................ 5
C. Norma dan Etika dalam Konsumsi Islam ...................................................... 7
D. Fungsi Konsumsi ........................................................................................... 9
E. Model Keseimbangan dalam Islam ............................................................ 11
F. Kebutuhan Manusia dan Motif Ekonomi ................................................... 14
G. Konsep Islam tentang Kebutuhan dan Keinginan ...................................... 16
H. Maslahah dan Utilitas ................................................................................ 19
I. Mengetahui Konsep Pemilihan dalam Konsumsi....................................... 24
J. Pengalokasian Sumber Daya untuk Memenuhi Kebutuhan ...................... 24
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 26
A. Simpulan..................................................................................................... 26
B. Saran........................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 28
LAMPIRAN ............................................................................................................. 30
A. Analisis Fenomena mengenai Teori Konsumsi dan Kebutuhan dalam Islam
30
B. Pembagian Job Description ........................................................................ 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan naluri
manusia. Sejak kecil, bahkan ketika baru lahir, manusia sudah
menyatakan keinginan untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai
cara, misalnya dengan menangis untuk menunjukkan bahwa seorang bayi
lapar dan ingin minum susu dari ibunya. Semakin besar dan akhirnya
dewasa, keinginan dan kebutuhan seorang manusia akan terus meningkat
dan mencapai puncaknya pada usia tertentu untuk seterusnya menurun
hingga seseorang meninggal dunia.1
Dalam ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan
maslahah. Menurut Imam Shatibi, istilah maslahah maknanya lebih luas
dari sekedar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi
konvensional. Maslahah merupakan tujuan hukum syara yang paling
utama. Maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang
mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia
dimuka bumi ini. Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari
peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena
keimanan memberikan cara pandang yang cenderung mempengaruhi
perilaku dan kepribadian manusia. Menurut Ahmed (1950) menyatakan
bahwa keimanan sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi
baik dalam bentuk kepuasan material maupun spiritual, yang kemudian
membentuk kecenderungan perilaku konsumsi di pasar.2
B. Rumusan Masalah

1
Nurul Huda, “Konsep Perilaku Konsumsi Dalam Ekonomi Islami,” Jurnal Ekonomi Yarsi 3, no. 3
(2006): 67.
2
Fauziah Nurdin, “Islam Dan Konsep Keseimbangan Dalam Lini Kehidupan,” PROCEEDINGS ICIS
2021 1, no. 1 (3 Januari 2022): 79, https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/icis/article/view/12702.

1
1. Apa Pengertian Dari Konsep Dasar Konsumsi Dalam Islam?
2. Apa Saja Prinsip Dasar Konsumsi ?
3. Bagaimana Norma Dan Etika Dalam Konsumsi Islam?
4. Apa Kaidah Dan Fungsi Konsumsi ?
5. Bagaimana Model Keseimbangan Konsumsi Dalam Islam?
6. Bagaimana Kebutuhan Manusia Dan Motif Ekonomi?
7. Bagaimana Konsep Islam Tentang Kebutuhan Dan Keinginan?
8. Bagaimana Perbedaan Antara Maslahah Dengan Utilitas
9. Bagaimana Konsep Pemilihan Dalam Konsumsi?
10. Bagaimana Pengalokasian Sumber Daya Untuk Memenuhi
Kebutuhan?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Dari Konsep Dasar Konsumsi Dalam Islam.
2. Mengetahui Saja Prinsip Dasar Konsumsi.
3. Mengetahui Norma Dan Etika Dalam Konsumsi Islam.
4. Mengetahui Kaidah Dan Fungsi Konsumsi.
5. Mengetahui Model Keseimbangan Dalam Islam.
6. Mengetahui Kebutuhan Manusia Dan Motif Ekonomi.
7. Mengetahui Konsep Islam Tentang Kebutuhan Dan Keinginan.
8. Mengetahui Perbedaan Antara Maslahah Dengan Utilitas.
9. Mengetahui Konsep Pemilihan Dalam Konsumsi.
10. Mengetahui Pengalokasian Sumber Daya Untuk Memenuhi
Kebutuhan.
11. Mengetahui Sajakah Data Dan Analisa Terkait Konsumsi Dan
Kebutuhan.
D. Metode
Dalam penulisan makalah ini, metode yang digunakan adalah
metode studi kepustakaan (library research). Metode studi pustaka
berkaitan dengan kajian teoritis dan beberapa referensi yang tidak akan

2
lepas dari literatur-literatur ilmiah.3 Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan normatif yuridis. Adapun
langkahlangkah penelitian kepustakaan yang akan dilakukan dalam
penelitian ini, meliputi: pengidentifikasian secara sistematik, analisis
dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan
masalah kajian.

3
Sugiyono, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2013), 17.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Konsep Dasar Konsumsi dalam Islam
Kata konsumsi berasal dari bahasa Inggris dan berarti consume/
consumption yang berarti menghabiskan, mengkonsumsi, menggunakan
nilai.4 Sedangkan menurut Samuelson, konsumsi adalah kegiatan
menghabiskan utility (nilai guna) barang dan jasa. Dari pengertian tentang
konsumsi tersebut, maka dapat dikembangkan menjadi sebuah
pengertian bahwa konsumsi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh seorang konsumen untuk menghabiskan atau memakai nilai guna /
utility suatu barang maupun jasa.5 Dalam ekonomi Islam, konsumsi tidak
hanya sekedar menghabiskan nilai guna dari suatu barang, namun ada
suatu nilai yang menjadi hal yang cukup penting dalam konsumsinya.
Teori tingkah laku konsumen yakni alasan para
pembeli/konsumen untuk membeli lebih banyak barang pada harga yang
lebih rendah dan mengurangi pembeliannya pada harga yang tinggi. Serta
bagaimana seorang konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari
barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya.
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam
pendekatan yang pertama pendekatan nilai guna (utiliti) kardinal dan
pendekatan nilai guna ordinal. Dalam pendekatan nilai guna kardinal
dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen
dapat dinyatakan secara kuantitatif. Berdasarkan kepada pemisalan ini,
dan dengan anggapan bahwa konsumen akan memaksimumkan
kepuasan yang dapat dicapainya, diterangkan bagaimana seseorang akan
menentukan konsumsinya ke atas berbagai jenis barang yang terdapat di

4
Imahda Khoiri Furqon, “TEORI KONSUMSI Dalam ISLAM,” Adzkiya : Jurnal Hukum Dan Ekonomi
Syariah 6, no. 1 (9 Mei 2018): 77, https://doi.org/10.32332/adzkiya.v6i1.1169.
5
Dewi Maharani dan Taufiq Hidayat, “Rasionalitas Muslim : Perilaku Konsumsi Dalam Prespektif
Ekonomi Islam,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 6, no. 3 (23 Oktober 2020): 409–12,
https://doi.org/10.29040/jiei.v6i3.1374.

4
pasar.6
Dalam pendekatan nilai guna ordinal, manfaat atau kenikmatan
yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak
dikuantifikasi. Tingkah laku seorang konsumen untuk memilih barang-
barang yang akan memaksimumkan kepuasannya ditunjukkan dengan
bantuan kurva kepuasan sama, yaitu kurva yang menggambarkan
gabungan barang yang akan memberikan nilai guna (kepuasan) yang
sama.
Sumber hukum ekonomi islam (termasuk di dalamnya terdapat
dasar hukum tentang prilaku konsumen) yaitu; al-Qur’an, as-Sunnah,
ijma’, serta qiyas dan ijtihad. Menurut Mannan,7 yang ditulis oleh
Muhammad dalam bukunya ”Ekonomi Mikro Islam”; konsumsi adalah
permintaan sedangkan produksi adalah penyediaan / penawaran.
Ekonom yang menunjukkan kemampuan untuk memahami dan
menjelaskan prinsip-prinsip produksi dan konsumsi dapat dianggap
memenuhi syarat untuk mengembangkan hukum nilai dan distribusi atau
hampir semua bidang subjek lainnya. Menurut Muhammad, perbedaan
antara ekonomi modern dan ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak
pada pendekatan pemenuhan kebutuhan seseorang. Islam tidak
mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi
modern.
B. Prinsip Dasar Konsumsi
Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip
dasar:
1. Prinsip keadilan
Syarat ini memiliki arti ganda, yaitu penting untuk mencari
nafkah secara Halal dan tidak dilarang oleh undang-undang.

6
Rizal Muttaqin, “Pertumbuhan Ekonomi Dalam Perspektif Islam,” Maro 1, no. 2 (2018): 173.
7
Husni Thamrin, “Relevansi Utility Dan Mashlahah Dalam Mikro Ekonomi Syariah,” Syarikat:
Jurnal Rumpun Ekonomi Syariah 4, no. 2 (2021): 8.

5
Adapun makanan dan minuman diharamkan adalah darah, daging
hewan yang mati dengan sendirinya, daging babi, daging hewan
yang disembelih tanpa menyebut nama Allah.
Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah : 173 yang artinya :
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa
(memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”8
2. Prinsip Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-
Qur’an maupun Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok
untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak
selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh
dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang
diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.
3. Prinsip kesederhanaan
Prinsip ini mengatur prilaku manusia mengenai makanan
dan minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti
janganlah makan secara berlebih. Allah berfirman dalam QS. Al
Maidah : 87 artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi
kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang
makan dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh,
demikian pula bila perut diisi secara berlebih-lebihan tentu akan

8
Veithzal Rival Zaini dkk., Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: Bumi aksara, 2018), 101.

6
ada pengaruhnya pada perut. Praktik memantangkan jenis
makanan tertentu dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.
4. Prinsip kemurahan hati
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun
dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang
disediakan Tuhan karena kemurahan hati-Nya. Maksudnya adalah
untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan
tujuan menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat
dalam tuntutan-Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang
menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya.
5. Prinsip moralitas
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung
tetapi dengan tujuan terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau
kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim
diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan
menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan.
Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi pada
waktu memenuhi keinginankeinginan fisiknya. Hal ini penting
artinya karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup
material dan spiritual yang berbahagia.9
C. Norma dan Etika dalam Konsumsi Islam
Konsumsi adalah salah satu kegiatan utama dalam ekonomi.
Konsumsi di dalam Islam tidak bisa lepas dari etika umum tentang norma
dan akhlaq dalam ekonomi Islam sebagai berikut.
1. Bercirikan ketuhanan.
Ekonomi Islam bersumber dari Allah SWT dan bertujuan
akhir kepada Allah SWT serta menggunakan sarana yang tidak
terpisahkan dari Syariah Allah SWT. Iman atau akidah merupakan

9
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: Rajawali Pers, 2016).

7
landasan utama ekonomi Islam, yang berarti bahwa kegiatan
ekonomi juga merupakan kegiatan untuk beribadah dan
memuliakan Allah SWT.
Jadi ketika orang melakukan kegiatan ekonomi, mereka
perlu menciptakan kesejahteraan, tetapi itu hanyalah batu
loncatan menuju kehidupan yang lebih tinggi akhirat.
Dalam norma Islam harta hanya merupakan titipan
(istikhlaf) karena memang pada hakekatnya seluruh makhluk yang
diciptakan Allah SWT adalah milik Allah SWT. Manusia hanya
menerima titipan yang diberikan Allah SWT dengan berbagai cara.
Dalam konsumsi prinsip ini mengarahkan setiap manusia
untuk melakukan kegiatan konsumsi hanya untuk niat dan tujuan
ibadah kepada Allah SWT, sehingga setiap kegiatan konsumsi
harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah SWT
dalam al-Quran dan Hadits.
2. Berlandaskan etika.
Islam tidak memisahkan ekonomi dan etika, sebagaimana
Islam tidak memisahkan ilmu dan akhlaq, politik dan etika. Oleh
karena itu, tidak ada kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi
yang tidak terikat oleh iman dan etika serta syariat Islam.
Begitu juga dalam hal konsumsi, prinsip Islam juga
mengatur mana yang baik dan mana yang tidak baik, sepanjang
menyangkut konsumsi untuk kepentingan masyarakat. dengan
etika, kegiatan konsumsi tidak melanggar hak orang lain.
3. Bercirikan kemanusiaan.
Sistem ekonomi Islam memiliki karakter kemanusiaan yang
berasal dari ketuhanan. Allah SWT memuliakan manusia dan
menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Tujuan
ketuhanan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari fitrah

8
manusia.
Tujuan ekonomi Islam adalah untuk menciptakan
kehidupan yang aman dan sejahtera. Sifat kemanusiaan dalam
ekonomi Islam adalah memberi manusia fasilitas yang baik berupa
barang-barang material dan spiritual, Juga dalam hal konsumsi.
4. Bersifat pertengahan (keseimbangan).
Islam tidak berlandaskan kapitalis yang berorientasi
kepada individualisme sama sekali tidak memperhatikan
kepentingan orang lain. Atau sebaliknya bukan berlandaskan
sosialisme yang berorientasi kepada penghilangan setiap hak
individu.
Asas dalam sistem Islam adalah keseimbangan yang adil,
yang terlihat jelas menghormati hak individu dan masyarakat.
Kedua hak tersebut diletakkan dalam neraca keseimbangan yang
adil (pertengahan) tentang dunia dan akhirat.
Menurut M.A Mannan ada lima prinsip dasar yang mengendalikan
kegiatan konsumsi agar sesuai dengan Islam, yaitu:
1. Prinsip keadilan.
2. Prinsip kebersihan.
3. Prinsip kesederhanaan.
4. Prinsip kemurahan hati.
5. Prinsip moralitas.
D. Fungsi Konsumsi
Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat
hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian
dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel) perekonomian
tersebut.10 Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan : i.
Fungsi konsumsi ialah : C = a + By. Dimana a adalah konsumsi rumah

10
Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami (Yogyakarta: Jalasutra, 2003), 177.

9
tangga ketika pendapatan nasional adalah 0, b adalah kecondongan
konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat
pendapatan nasional.
Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara
pendapatan disposebel dengan konsumsi dan pendapatan diposebel
dengan tabungan yaitu kosep kecondongan mengkonsumsi dan
kecondongan menabung. Kecondongan mengkonsumsi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu kecondongan mengkonsumsi marginal dan
kecondongan mengkonsumsi rata-rata.11
Kencondongan mengkonsumsi marginal dapat dinyatakan
sebagai MPC (berasal dari istilah inggrisnya Marginal Propensity to
Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara
pertambahan konsumsi (ΔC) yang dilakukan dengan pertambahan
pendapatan disposebel (ΔYd) yang diperoleh. Nilai MPC dapat dihitung
dengan menggunakan formula : MPC = Yd . CΔ Kencondongan
mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average Propensity to
Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara tingkat
pengeluaran konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan disposebel pada
ketika konsumen tersebut dilakukan (Yd). Nilai APC dapat dihitung
dengan menggunakan formula : APC =Yd.
Kecondongan menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kencondongan menabung marginal dan kecondongan menabung rata-
rata. Kecondongan menabung marginal dinyatakan dengan MPS
(Marginal Propensity to Save) adalah perbandingan di antara
pertambahan tabungan (ΔS) dengan pertambahan pendapatan
disposebel (ΔYd). Nilai MPS dapat dihitung dengan menggunakan formula
: MPS = Yd.SΔ. Kecondongan menabung rata-rata dinyatakan dengan APS

11
Nuzul Rahmayani, “Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terkait Pengawasan Perusahaan
Berbasis Financial Technology di Indonesia,” Pagaruyuang Law Journal 2, no. 1 (2018): 36.

10
(Average Propensity to Save), menunjukan perbandingan di antara
tabungan (S) dengan pendapatan disposebel (Yd). Nilai APS dapat
dihitung dengan menggunakan formula : APS = Yd. S
E. Model Keseimbangan dalam Islam
Kegiatan mengkonsumsi merupakan salah satu kegiatan yang
sangat penting dalam sendi-sendi kehidupan. Dalam hal ini, konsumsi
yang dimaksud terkadang tidak hanya terkait dengan kebutuhan
kebutuhan pokok, yaitu makanan dan minuman namun juga Konsumsi
yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sandang dan papan. Hal ini
haruslah dilaksanakan secara terencana sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran yang tersedia. Jangan sampai lebih besar pengeluaran daripada
pendapatan.12 Sehingga, konsumen dituntut menjadi konsumen yang
rasional dalam berkonsumsi, dan tidak menjadi konsumen yang
konsumtif.
Konsumsi adalah tindakan manusia untuk mengurangi atau
mengkonsumsi pemakaian suatu produk/jasa untuk memenuhi
kebutuhannya.13 Konsumen adalah setiap orang yang membeli atau
menggunakan suatu produk. Perilaku konsumen semua orang terkait
dengan sikap lingkungan dan gaya hidup serta pendapatan. Tujuan
konsumen adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, mengurangi nilai
guna barang/jasa, dan memperoleh kepuasan. Orang yang
mengkonsumsi secara rasional menyimpan sebagian hartanya untuk
konsumsi dan menggunakan sisanya untuk ditabung. Seseorang dianggap
bertindak rasional ketika mereka mempertimbangkan semua aspek dan
pilihan yang akan memberi mereka keuntungan terbesar.
Dalam konsep ekonomi konvensional perilaku konsumen adalah

12
Aldila Septiana, “Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam,” Dinar: Jurnal Ekonomi dan Keuangan
Islam 2, no. 1 (2015): 77.
13
Rahmat Gunawijaya, “Kebutuhan manusia dalam pandangan ekonomi kapitalis dan ekonomi
Islam,” Jurnal Al-Maslahah 13, no. 1 (2017): 149.

11
suatu tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengonsumsi, dan menghabiskan barang & jasa, termasuk keputusan
mendahului dan menyusuli tindakan ini. Setiap konsumen berusaha
mengalokasikan penghasilan yang terbatas jumlahnya untuk membeli
produk yang ada sehingga tingkat kepuasan yang diperoleh maksimum.
Teori perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari
bagaimana manusia memilih diantara berbagai pilihan yang dihadapinya
dengan memanfaatkan sumberdaya (resources) yang dimilikinya. Perilaku
konsumsi dalam ilmu ekonomi konvensional dilatarbelakangi oleh: a)
Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan, b) Konsumen mampu
membandingkan biaya dengan manfaat, c) Tidak selamanya konsumen
dapat memperkirakan manfaat dengan tepat. Saat membeli suatu
barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan harga yang
harus dibayarkan, d) Setiap produk dapat disubstitusi, sehingga
konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan alternatif berbagai cara,
serta e) Konsumen berpedoman pada hukum berkurangnya tambahan
kepuasan (the law of diminishing marginal utility). Semakin banyak
jumlah barang dikonsumsi, makin kecil tambahan.14
Dalam ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan
maslahah.15 Perilaku konsumsi dalam Islam dipengaruhi oleh: a) Nilai
guna (utility) barang dan jasa yang dikonsumsi, b) Kemampuan konsumen
untuk mendapatkan barang dan jasa; daya beli dari income konsumen
dan ketersediaan barang di pasar, serta c) Kecenderungan konsumen
dalam menentukan pilihan konsumsi menyangkut pengalaman masa lalu,
budaya, selera, serta nilai-nilai yang dianut seperti agama, dan adat-
istiadat.

14
N. Gregory Mankiw, Principles of Economics, Eighth edition (Australia ; Boston, MA, USA:
Cengage Learning, 2018), 211.
15
Abdul Hamid, “Teori konsumsi Islam dalam peningkatan ekonomi umat,” J-EBIS (Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Islam), 2018, 204–16.

12
Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan
keimanan. Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena
keimanan memberikan cara pandang dunia yang cenderung
memengaruhi kepribadian manusia. Keimanan sangat memengaruhi
kuantitas dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material
maupun spiritual. Batasan dalam konsumsi islam sangat memperhatikan
tentang sesuatu yang Halalan Tayyiban halal dilihat dari suatu barang
yang baik, bersih, dan tidak memjijikan, pengharaman suatu komoditi
karena zatnya, cara memperolehnya karena konsumsi dalam islam tidak
hanya memncakup kepuasan dunia tapi juga kesejahteraan hingga
akhirat.
Dalam membandingkan konsep kepuasan dengan pemenuhan
kebutuhan, maka perlu membandingkan tingkatan tujuan hukum syara’,
yakni daruriyyah (tujuan yang harus ada dan mendasar bagi penciptaan
kesejahteraan dunia dan akhirat), hajiyyah (bertujuan memudahkan
kehidupan), dan tahsiniyyah (menghendaki kehidupan indah dan
nyaman). Islam melarang hidup dengan berlebih-lebihan, tapi
mempertahankan keseimbangan yang adil. Maka dari itu konsumsi dalam
islam tidak hanya untuk materi saja akan tetapi termasuk juga konsumsi
sosial dalam bentuk zakat dan sedekah. Dalam Al-Qur’an dan Hadits
disebutkan bahwa pengeluaran zakat sedekah mendapat kedudukan
penting dalam Islam. Sebab hal ini dapat memperkuat sendi-sendi sosial
masyarakat. Firman Allah :
ُ َّ ‫ُخ ْذ م ْن َأ ْم َ َٰو له ْم َص َد َق ًة ُت َط ِّه ُر ُه ْم َو ُت َز ِّكيهم ب َها َو َص ِّل َع َل ْيه ْم ۖ إ َّن َص َل َٰو َت َك َس َك ٌن َّل ُه ْم ۗ َو‬
ٌ ‫ٱَّلل َسم‬
‫يع‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ
ٌ ‫َعل‬
‫يم‬ ِ

Artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi

13
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Dasar pemikiran pola konsumsi dalam Islam merupakan kehendak
untuk mengurangi kelebihan keinginan biologis yang tumbuh dari faktor
psikis buatan dengan tujuan untuk membiasakan energi manusia untuk
tujuan spiritual. Anjuran Islam mengenai perilaku konsumsi dituntun oleh
prinsip keadilan, kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati, dan
moralitas. Syariah Islam memiliki seperangkat etika dan norma yang
harus dipegang manakala seseorang berkonsumsi. Sehingga titik
tekannya terletak pada halal, haram, serta berkah tidaknya barang yang
akan dikonsumsi sehingga jika individu dihadapkan pada dua pilihan A
dan B maka diharapkan seorang Muslim akan memilih barang yang
mempunyai tingkat kehalalan dan keberkahan yang lebih tinggi,
walaupun barang yang lainnya secara fisik lebih disukai.16
F. Kebutuhan Manusia dan Motif Ekonomi
lmu ekonomi konvensional tampaknya tidak membedakan antara
kebutuhan dan keinginan. Karena keduanya memberikan efek yang sama
bila tidak terpenuhi, yakni kelangkaan. Dalam kaitan ini, Imam al-Ghazali
tampaknya telah membedakan dengan jelas antara keinginan (raghbah
dan syahwat) dan kebutuhan (hajat), sesuatu yang tampaknya agak
sepele tetapi memiliki konsekuensi yang amat besar dalam ilmu ekonomi.
Dari pemilahan antara keinginan dan kebutuhan, akan sangat terlihat
betapa bedanya ilmu ekonomi Islam dengan ilmu ekonomi konvensional.
Menurut Imam al-Ghazali kebutuhan (hajat) adalah keinginan manusia
untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya.
Kita melihat misalnya dalam hal kebutuhan akan makanan dan pakaian.
Kebutuhan makanan adalah untuk menolak kelaparan dan

16
Aisa Manilet, “Kedudukan Maslahah Dan Utility Dalam Konsumsi (Maslahah Versus Utility),”
Jurnal Tahkim 11, no. 1 (2015): 99.

14
melangsungkan kehidupan, kebutuhan pakaian untuk menolak panas dan
dingin. Namun manusia harus mengetahui bahwa tujuan utama
diciptakannya nafsu ingin makan adalah untuk menggerakkannya mencari
makanan dalam rangka menutup kelaparan, sehingga fisik manusia tetap
sehat dan mampu menjalankan fungsinya secara optimal sebagai hamba
Allah yang beribadah kepadaNya. Di sinilah letak perbedaan mendasar
antara filosofi yang melandasi teori permintaan Islami dan konvensional.
Islam selalu mengaitkan kegiatan memenuhi kebutuhan dengan tujuan
utama manusia diciptakan.
Dalam ekonomi konvensional sumber masalah ekonomi dimulai
dari adanya kebutuhan yang tak terbatas sementara alat pemuas
kebutuhan terbatas, atau timbulnya kelangkaan sumber daya, sehingga
timbullah kesenjangan antar manusia, dari hal tersebut timbullah
kegiatan ekonomi manusia yang bertujuan menciptakan alat pemuas
kebutuhan melalui produksi barang-barang dan jasa sesuai dengan
prinsip permintaan dan penawaran dan berkembang lebih luas lagi dalam
usaha manusia sebagai pelaku ekonomi yang mengoptimalkan tingkat
produksi dan konsumsi sekaligus berupaya melakukan efesiensi atau
upaya memperoleh hasil yang maksimal dengan pengorbanan sumber
daya dan biaya yang serendah-rendahnya.
Sedangkan dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari
peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena
keimanan memberikan cara pandang yang cenderung mempengaruhi
perilaku dan kepribadian manusia. Sebuah keimanan sangat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk
kepuasan material maupun spiritual, yang kemudian membentuk
kecenderungan perilaku konsumsi di pasar.
Tiga karakteristik perilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat
keimanan sebagai asumsi yaitu:

15
1. Ketika keimanan ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif
berkonsumsi atau berproduksi akan didominasi 3 motif utama;
maslahah, kebutuhan, dan kewajiban.
2. Ketika keimanan ada pada tingkat yang kurang baik, maka
motifnya tidak didominasi hanya 3 hal tadi tapi juga kemudian
akan dipengaruhi secara signifikan oleh ego, rasionalisme
(materialisme), dan keinganan yang bersifat individualistis.
3. Ketika keimanan ada pada tingkat yang buruk, maka motif
berekonomi tentu saja akan didominasi oleh nilai-nilai
individualistis (selfishness), ego, keinginan, dan rasionalisme.
G. Konsep Islam tentang Kebutuhan dan Keinginan
Kebutuhan manusia sangat beragam, tidak hanya berbeda, tetapi
terus berkembang seiring dengan perkembangan peradaban dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Anda telah memenuhi
suatu kebutuhan, tentu akan ada kebutuhan lainnya. Kebutuhan adalah
keinginan manusia akan barang dan jasa yang harus dipenuhi, dan bila
tidak terpenuhi akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya atau
berdampak buruk , misalnya minum obat untuk orang sakit, minum untuk
yang haus, berpakaian untuk menutupi diri dari panas dan dingin. Ini
dikatakan cukup karena jika tidak diisi dapat menimbulkan efek negatif
seperti Sakit yang semakin parah atau kondisi tubuh yang tidak nyaman
akibat lapar.
Keinginan manusia dapat dibedakan kepada dua bentuk yaitu
keinginan yang disertai kemampuan untuk membeli barang dan jasa yang
diinginkan dan keinginan yang tidak disertai kemampuan untuk membeli
barang dan jasa yang diinginkan. Tidak ada kehidupan manusia tanpa
konsumsi . Sifat dasar manusia ialah tidak merasa puas dengan
mendapatkan benda yang diperoleh dengan usaha dan prestasi yang
dicapai, apabila keinginan dan kebutuhan masa lalu sudah terpenuhi,

16
maka keinginan-keinginan yang baru akan muncul. Keinginan merupakan
suatu hal yang ingin kita miliki, namun apabila kita tidak berhasil
mendapatkannya maka kelangsungan hidup kita sebagai manusia tidak
akan terancam. Artinya kebutuhan bersifat utama sedangkan keinginan
bersifat tambahan atau pelengkap dari kebutuhan utama, hal ini bisa kita
ibaratkan sebagai berikut pakaian adalah kebutuhan pokok manusia,
dalam aktivitas sehari-hari manusia membutuhkan pakaian yang bersih
dan sopan, sedangkan satu kondisi lain manusia juga punya keinginan
terhadap pakaian yang dikenakannya itu misalnya pakaian bermerek.17
Kebutuhan bersifat utama sedangkan keinginan bersifat
tambahan atau pelengkap dari kebutuhan utama. Sesuai dengan fitrah
manusia, kebutuhan manusia itu tidak terbatas, baik jumlah maupun
macamnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini yaitu:
1. Karena Kodrat Manusia
Sudah menjadi kodrat bahwa manusia mempunyai sifat
yang selalu merasa kekurangan saja dan semakin meningkatnya
sarana yang di miliki semakin banyak pula kebutuhan yang di
rasakan belum terpenuhi.
2. Faktor Alam Dan Lingkungan
Struktur alam tempat manusia itu berada mendorong
manusia itu untuk bertindak atau berbuat menyesuaikan diri
dengan alam lingkungannya.
3. Faktor Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan faktor dominan. Dalam
hal ini sebagai mahluk sosial manusia cenderung ingin
menyesuaikan dengan lingkungannya, misalnya orang yang tinggal
di lingkungan pedesaan tentu berbeda gaya hidup dan
kebutuhannya dengan orang yang tinggal didaerah perkotaan.

17
Sadono Sukirno, Teori Pengantar Mikro Ekonomi (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2006), 148.

17
4. Faktor Perdagangan Internasional
Akibat dari pesatnya perdagangan luar negeri atau
internasional , maka semakin banyaknya barang-barang luar
negeri yang masuk ke negeri kita sendiri , yang menyebabkan
kebutuhan dalam negeri baik kebutuhan Negara maupun
kebutuhan masyarakatnya meningkat dengan pesat.
5. Faktor demonstracy effect
Sebagai akibat dari lancarnya perdagangan internasional ,
bukan hanya barang saja yang masuk ke dalam negeri namun
kebudayaannya pun ikut berperan ke dalamnya. Yang biasa di
sebut dengan demonstrasi effect yaitu sifat atau kebiasaan
meniru tingkah laku orang lain atau yang di lihatnya. Misalnya
mode pakaian , rambut dan lain-lain.
Quraiys Syihab mepaparkan konsep Wasathiyah oleh para pakar
Islam akhirnya dia menyimpulkan bahwa Keseimbangan yang bahasa
Arab disebut Wasathiyah adalah keseimbangan dalam segala persoalan
hidup duniawi dan ukhrawi yang harus disertai supaya menyesuaikan diri
dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan kondisi
objektif yang sedang dialami.18 Dengan demikian dia tidak hendak
menghilangkan dua kutub lalu memilih apa yang ditengahnya.
Wasathiayah adalah keseimbanagn yang disertai deangan prinsip tidak
berkurangan dan tidak berlebihan. Tuhan menciptakan alam dan manusia
penuh dengan keseimbangan. Ada malam tentunya ada siang, putih
hitam, laki-laki dan perempuan, jantan dan betina, sedih dan gembira,
hak dan kewajiban, langit dan bumi dan sebagainya. Semuanya itu
bertujuan agar hidup ini indah, harmonis, rapi dan serasi. Apabila hal ini

18
“Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat - M. Quraish Shihab - Google
Buku,” 79, diakses 11 Februari 2023,
https://books.google.co.id/books?id=TN5t2bXmqZ4C&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q
&f=false.

18
macet dan terlanggar maka struktur kehidupan akan hancur.
Berikut Ayat-Ayat al-Qur’an tentang Keseimbangan :
1. Keseimbangan Dalam Hukum Alam termaktub dalam al-Muluk
ayat 3 yang artinya “Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan
Tuhan Yang MahaPemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak
seimbang.”
2. Keseimbangan Dalam Bidang Hukum Alam yang Berpasang-
Pasangan. dalam AlQuran surat Yasin: ayat 36. Artinya: “Maha suci
Tuhan yang telah menciptakan berpasang–pasangan semuanya,
baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi maupun dari apa yang
tidak mereka ketahui.”
3. Keseimbangan Dalam Bidang Ekonomi, dalam al-Quran an-Nisak,
ayat: 5. Yang Artinya: “Kamu jangan boros terhadap harta-harta
kamu di mana Allah telah menghargainya. Berilah rizki dan
pakayan kepada mereka dan katakanlah kepada mereka dengan
perkataan yang baik.”
H. Maslahah dan Utilitas
Secara sederhana maslahah dapat diartikan sebagai segala bentuk
kedaan, baik material mau pun non material, yang mampu meningkatkan
kedudukan manusia sebagai mahkluk yang paling mulia. Dari segi tujuan
yang hendak dicapai, mashlahah dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
Mendatangkan manfaat kepada umat manusia, baik bermanfaat untuk
didunia maupun akhirat, Menghindarkan kemudaratan (bahaya) dalam
kehidupan manusia, baik kemudaratan di dunia maupun di akhirat.
Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa
konsumen cendrung untuk memilihi barang dan jasa yang memberikan
maslahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas islam bahwa
setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah yang

19
diperolehnya. Seorang muslim untuk mencapai tingkat kepuasan harus
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu barang yang dikonsumsi adalah
halal, baik secara zatnya maupun cara memperolehnya, tidak bersifat
israf dan tabzir. Oleh karena itu, kepuasan seorang muslim tidak
didasarkan banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi, tetapi didasarkan
atas berapa besar nilai ibadah yang didapatkan dari yang dikonsumsinya.
Islam mengajarkan agar manusia menjalani kehidupannya secara benar,
sebagaimana yang telah diatur oleh Allah swt. Bahkan usaha untuk hidup
secara benar dan menjalani hidup secara benar inilah yang menjadikan
hidup seseorang bernilai tinggi.
Teori nilai guna (utility) apabila dianalisis dari teori mashlahah,
kepuasan bukan didasarkan atas banyaknya barang yang dikonsumsi
tetapi didasarkan atas baik atau buruknya seseuatu itu terhadap diri dan
lingkungannya. Jika mengonsumsi sesuatu mendatangkan kemafsadatan
pada diri atau lingkungan maka tindakan itu harus ditinggalkan sesuai
dengan kaidah ushul fiqh : ‫ درءالمفاسد أوىل من جلب المفافع‬artinya Menolak
segala bentuk kemudaratan lebih diutamakan daripada menarik
manfaat. Jadi, perilaku konsumsi seorang muslim harus senantiasa
mengacu pada tujuan syariat, yaitu memelihara maslahat dan
menghindari mudarat.19
Dalam ekonomi konvensional, konsumsi diasumsikan selalu
bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility).20 Konsumsi dalam islam
tidak hanya bertujuan mencari kepuasan fisik, tetapi lebih
mempertimbangkan aspek mashlahah yang menjadi tujuan dari syariat
islam.
Ada beberapa perbedaan antara mashlahah dan utility
sebagaimana yang dikutip oleh Ika Yuliana fauzia, yaitu:

19
Fahmi Medias, Ekonomi Mikro Islam: Islamic Microeconomics (Magelang: UNIMMA Press,
2018), 190.
20
Manilet, “Kedudukan Maslahah Dan Utility Dalam Konsumsi (Maslahah Versus Utility),” 101.

20
1. Mashlahah individual akan relatif konsisten dengan mashlahah
sosial, sebaliknya utilitas individu mungkin saja berseberangan
dengan utilitas sosial. Hal ini terjadi karena dasar penentuannya
yang relatif objektif, sehingga lebih mudah diperbandingkan,
dianalisis dan disesuaikan antara satu orang dengan yang lainnya,
antara individu dan sosial.21
2. Jika mashlahah dijadikan tujuan bagi pelaku ekonomi (produsen,
distributor dan konsumen), maka arah pembangunan menuju ke
titik yang sama. Maka hal ini akan meningkatkan efektivitas tujuan
pembangunan yaitu kesejahteraan hidup. Konsep ini berbeda
dengan utilitas, dimana konsumen bertujuan memenuhi want-nya,
adapun produsen dan distributor memenuhi kelangsungan dan
keuntungan maksimal. Dengan demikian ada perbedaan arah
dalam tujuan aktivitas ekonomi yang ingin dicapai.22
3. Mashlahah merupakan konsep pemikiran yang terukur dan dapat
diperbandingkan, sehingga lebih mudah dibuatkan prioritas dan
pentahapan pemenuhannya. Hal ini akan mempermudah
perencanaan alokasi anggaran dan pembangunan ekonomi secara
keseluruhan. Sebaliknya akan tidak mudah mengukur tingkat
utilitas dan membandingkan antara satu orang dengan yang
lainnya, meskipun dalam mengonsumsi barang ekonomi yang
sama dalam kualitas dan kuantitasnya.
Penetapan standard of living secara keseluruhan memang terserah
pada kebijaksanaan dan kesadaran individu. Yang merupakan prinsip
dasar sistem ekonomi islam adalah bahwa setiap warga negara islam
harus mendapatkan paling tidak kebutuhan dasarnya. Jadi, dalam suatu

21
Baitul Hamdi, “Prinsip dan Etika Konsumsi Islam (Tinjauan Maqashid Syariah),” Islamadina:
Jurnal Pemikiran Islam 23, no. 1 (2022): 14.
22
Melis, “Prinsip Dan Batasan Konsumsi Islami,” Islamic Banking: Jurnal Pemikiran dan
Pengembangan Perbankan Syariah 1, no. 1 (2015): 13–20.

21
masyarakat yang di dalamnya tersebar kemiskinan, kesensaraan dan
kekurangan, tidak seorang pun yang diperkenankan menikmati hidup
nyaman sekalipun dia kaya, sehingga atau kecuali kalau semua orang lain
tercukupi kebutuhan dasarnya. Dalam bukunya Muhammad Muflih
diterangkan tentang perilaku konsumen muslim. Ditemukan beberapa
proposisi sebagai berikut:23
1. Konsep mashlahah membentuk persepsi kebutuhan manusia.
2. Konsep mashlahah membentuk persepsi tentang penolakan
terhadap kemudharatan.
3. Konsep mashlahah memanifestasikan persepsi individu tentang
upaya setiap pergerakan amalnya mardhatillah.
4. tentang penolakan terhadap kemudharatan membatasi
persepsinya hanya pada kebutuhan.
5. Upaya mardhatillah mendorong terbentuknya persepsi kebutuhan
islami.
6. Persepsi seorang konsumen dalam memenuhi kebutuhannya
menentukan keputusan konsumsi.
Setiap proposisi dari 1 sampai 6 tersebut membentuk sebuah teori
mashlahah. Dalam teori tersebut konsep mashlahah mempengaruhi
keputusan konsumen muslim.

23
Abdur Rohman, “Konsep Kebutuhan Dan Keinginan Imam Al-Ghazali,” Edu Islamika 4, no. 1
(2012): 151.

22
Persepsi Penolakan
terhadap
Kemudharatan

Persepsi Kebutuhan Keputusan


Konsep Maslahah
Islami Konsumen

Persepsi tentang
Mardhatillah

Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan


frekuensi kegiatan konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi
kegiatan yang bermashlahah,24 maka semakin besar pula berkah yang
akan diterima oleh pelaku konsumen.25 Dalam al-qur’an Allah
menjelaskan bahwa setiap amal perbuatan (kebaikan maupun keburukan
akan dibalas dengan imbalan (pahala maupun siksa) yang setimpal
meskipun amal perbuatan itu Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa
Mashlahah yang akan diterima merupakan perkalian antara pahala dan
frekuensi kegiatan tersebut. Demikian pula dalam hal konsumsi, besarnya
berkah yang diterima oleh konsumen tergantung frekuensi konsumsinya.
Semakin banyak barang halal yang dikonsumsi, maka semakin besar pula
berkah yang akan diterima. Selain itu, berkah bagi konsumen ini akan
berhubungan secara langsung dengan besarnya manfaat dari barang/jasa
yang dikonsumsi. Hubungan ini bersifat interaksional, yakni berkah akan
dirasakan besar untuk kegiatan yang menghasilkan manfaat yang besar
pula, begitu pula sebaliknya.

24
Atika Atika, “Ekonomi Mikro Islam,” 2020, 99.
25
Nur Fadilah, “Karakteristik Dan Rancang Bangun Ekonomi Islam,” Salimiya: Jurnal Studi Ilmu
Keagamaan Islam 2, no. 4 (2021): 15.

23
I. Mengetahui Konsep Pemilihan dalam Konsumsi
Preferensi konsumsi dan pemenuhannya dapat di jelaskan sebagai
berikut:
1. Utamakan Akhirat dari pada dunia, semakin besar konsumsi
akhirat / ibadah semakin besar menuenuju falah begitu juga
sebaliknya Seorang muslim yang rasional yaitu yang beriman
semestinya anggaran konsumsi ibadahnya harus lebih banyak
dibandingkan anggaran konsumsi duniawinya.
2. Konsisten dalam prioritas pemenuhannya, ulama telah membagi
prioritas pemenuhan kebutuhan dalam tiga bagian:
a. Daruriyyah, yaitu kebutuhan tingkat dasar atau kebutuhan
primer.
b. Hajjiyah, yaitu kebutuhan pelengkap/ penunjang atau
sekunder.
c. Tahsiniyyah, yaitu kebutuhan akan kemewahan atau
kebutuhan tersier
Memperhatikan etika dan norma, Islam memiliki seperangkat
etika dan norma dalam berkonsumsi. Diantaranya: kesederhanaan,
keadilan, kebersihan, halalan toyyiban, keseimbangan dan lain-lain.
J. Pengalokasian Sumber Daya untuk Memenuhi Kebutuhan
Alokasi sumber daya (resource allocation) mengacu pada
pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk penggunaan tertentu. Di
suatu negara, sistem ekonomi berkaitan dengan mekanisme untuk
mengalokasikan sumber daya. Ekonomi pasar tergantung pada
penawaran dan permintaan untuk mengalokasikan sumber daya, berbeda
dengan ekonomi terencana di mana alokasi direncanakan secara terpusat
oleh pemerintah.
Ada 4 cara mengalokasikan sumber daya, yaitu:26

26
Gunawijaya, “Kebutuhan manusia dalam pandangan ekonomi kapitalis dan ekonomi

24
1. Targeting, adalah menentukan segmen-segmen daerah yang
potensial bagi masyarakat sekitar.
2. Segmen Pasar, yaitu memastikan segmen tersebut merupakan
pasar yang bagus dan menguntungkan agar keuntungan yang akan
diperoleh dapat membuat lingkungan berkembang.
3. Pengamatan Potensi Pertumbuhan Pasar, Potensi ini harus bisa
diprediksi. Bila potensi pertumbuhannya cukup tinggi, itu akan
memudahkan untuk memasarkan suatu produk dan jasa.
4. Keunggulan Suatu Daerah, Dengan mengetahui keunggulan suatu
daerah maka kita dapat memaksimalkan potensi daerah
tersebut.27

Islam,”141.
27
Arif Pujiyono, “Teori Konsumsi Islami,” Dinamika Pembangunan 3 (2006): 201.

25
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Konsumsi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang
konsumen untuk menghabiskan atau memakai nilai guna / utility suatu
barang maupun jasa. Dalam ekonomi Islam, konsumsi tidak hanya
sekedar menghabiskan nilai guna dari suatu barang, namun ada suatu
nilai yang menjadi hal yang cukup penting dalam konsumsinya. Dalam
pendekatan nilai guna kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang
diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif.
Berdasarkan kepada pemisalan ini, dan dengan anggapan bahwa
konsumen akan memaksimumkan kepuasan yang dapat dicapainya,
diterangkan bagaimana seseorang akan menentukan konsumsinya ke
atas berbagai jenis barang yang terdapat di pasar. Dalam pendekatan nilai
guna ordinal, manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari
mengkonsumsikan barang-barang tidak dikuantifikasi.
Prinsip kesederhanaan Prinsip ini mengatur prilaku manusia
mengenai makanan dan minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan,
yang berarti janganlah makan secara berlebih. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. Bukan hanya mengenai
makanan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan terakhirnya, yakni
untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual.
Konsumsi di dalam Islam tidak bisa lepas dari etika umum tentang norma
dan akhlaq dalam ekonomi Islam sebagai berikut. Oleh karena itu, tidak
ada kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi yang tidak terikat oleh
iman dan etika serta syariat Islam. Begitu juga dalam hal konsumsi,
prinsip Islam juga mengatur mana yang baik dan mana yang tidak baik.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan

26
masih jauh dari kata sempurna kedepannya kami akan lebih berhati-hati
dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber-sumber lebih
banyak dan lebih bertanggung jawab maka kritik dan saran yang
mendukung dari pembaca sangat kami terima.

27
DAFTAR PUSTAKA
Anto, Hendrie. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Yogyakarta: Jalasutra, 2003.
Atika, Atika. “Ekonomi Mikro Islam,” 2020.
Fadilah, Nur. “Karakteristik Dan Rancang Bangun Ekonomi Islam.” Salimiya:
Jurnal Studi Ilmu Keagamaan Islam 2, no. 4 (2021): 1–20.
Furqon, Imahda Khoiri. “TEORI KONSUMSI Dalam ISLAM.” Adzkiya : Jurnal Hukum
Dan Ekonomi Syariah 6, no. 1 (9 Mei 2018).
https://doi.org/10.32332/adzkiya.v6i1.1169.
Gunawijaya, Rahmat. “Kebutuhan manusia dalam pandangan ekonomi kapitalis
dan ekonomi Islam.” Jurnal Al-Maslahah 13, no. 1 (2017): 131–50.
Hamdi, Baitul. “Prinsip dan Etika Konsumsi Islam (Tinjauan Maqashid Syariah).”
Islamadina: Jurnal Pemikiran Islam 23, no. 1 (2022): 1–15.
Hamid, Abdul. “Teori konsumsi Islam dalam peningkatan ekonomi umat.” J-EBIS
(Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam), 2018, 204–16.
Huda, Nurul. “Konsep Perilaku Konsumsi Dalam Ekonomi Islami.” Jurnal Ekonomi
Yarsi 3, no. 3 (2006): 67.
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Maharani, Dewi, dan Taufiq Hidayat. “Rasionalitas Muslim : Perilaku Konsumsi
Dalam Prespektif Ekonomi Islam.” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 6, no. 3
(23 Oktober 2020): 409–12. https://doi.org/10.29040/jiei.v6i3.1374.
Manilet, Aisa. “Kedudukan Maslahah Dan Utility Dalam Konsumsi (Maslahah
Versus Utility).” Jurnal Tahkim 11, no. 1 (2015).
Mankiw, N. Gregory. Principles of Economics. Eighth edition. Australia ; Boston,
MA, USA: Cengage Learning, 2018.
Medias, Fahmi. Ekonomi Mikro Islam: Islamic Microeconomics. Magelang:
UNIMMA Press, 2018.
Melis. “Prinsip Dan Batasan Konsumsi Islami.” Islamic Banking: Jurnal Pemikiran
dan Pengembangan Perbankan Syariah 1, no. 1 (2015): 13–20.
Muttaqin, Rizal. “Pertumbuhan Ekonomi Dalam Perspektif Islam.” Maro 1, no. 2
(2018): 117–22.
Nurdin, Fauziah. “ISLAM DAN KONSEP KESEIMBANGAN DALAM LINI
KEHIDUPAN.” PROCEEDINGS ICIS 2021 1, no. 1 (3 Januari 2022).
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/icis/article/view/12702.
Pujiyono, Arif. “Teori Konsumsi Islami.” Dinamika Pembangunan 3 (2006): 196–
207.
Rahmayani, Nuzul. “Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terkait
Pengawasan Perusahaan Berbasis Financial Technology di Indonesia.”
Pagaruyuang Law Journal 2, no. 1 (2018): 24–41.
Rohman, Abdur. “Konsep Kebutuhan Dan Keinginan Imam Al-Ghazali.” Edu
Islamika 4, no. 1 (2012): 149–67.
Septiana, Aldila. “Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam.” Dinar: Jurnal Ekonomi
dan Keuangan Islam 2, no. 1 (2015).
Sugiyono. Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan

28
R&D. Bandung: Alfabeta, 2013.
Sukirno, Sadono. Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo
persada, 2006.
Thamrin, Husni. “Relevansi Utility Dan Mashlahah Dalam Mikro Ekonomi
Syariah.” Syarikat: Jurnal Rumpun Ekonomi Syariah 4, no. 2 (2021): 1–9.
“Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat - M. Quraish
Shihab - Google Buku.” Diakses 11 Februari 2023.
https://books.google.co.id/books?id=TN5t2bXmqZ4C&printsec=frontcove
r&hl=id#v=onepage&q&f=false.
Zaini, Veithzal Rival, Nurul Huda, Ratna Ekawati, dan Sri Vandayuli Riorini.
Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Bumi aksara, 2018.

29
LAMPIRAN
A. Analisis Fenomena mengenai Teori Konsumsi dan Kebutuhan dalam
Islam

Pola Konsumsi pasca pandemi


B. Pembagian Job Description
NO NAMA NIM JOBDISC
1. Mila Dara 401220145 Point 1-4, Input materi ke ppt
2. Minhatul 401220146 Point 5-8, Membuat
kerangka makalah
3. M.Abdul Azis Khurniawan 401220147 Point 9-11, Mencari Berita

30

Anda mungkin juga menyukai