Anda di halaman 1dari 14

KONSUMSI DALAM ISLAM DAN ETIKA KONSUMSI ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis Islam

DISUSUN OLEH :
PRANDI UTAMA
2110402085
SANTIKA ALISA
2110402086

DOSEN PEMBIMBING :
RIRIN DWI ARYANTI, ME

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI KERINCI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hanturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang
“Konsumsi Dalam Islam dan Etika Konsumsi Islam” dengan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, semua isi ditulis berdasarkan buku-buku
dan jurnal referensi yang berkaitan dengan Etika Bisnis Islam. Apabila dalam isi
makalah ditemukan kekeliruan atau informasi yang kurang valid, tim penyusun
sangat terbuka dengan kritik dan saran yang membangun untuk diperbaiki
selanjutnya.
Akhir kata, tim penyusun makalah mengucapkan terima kasih.

Sungai Penuh,13 Mei 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3. Tujuan...............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Pengertian Konsumsi.......................................................................................3
2.2 Tujuan Konsumsi Dalam Islam.......................................................................3
2.3 Prinsip Konsumsi Dalam Islam.......................................................................6
2.4 Etika Konsumsi Dalam Islam..........................................................................7
BAB III...........................................................................................................................10
PENUTUP.......................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Konsumsi merupakan salah satu aspek yang tidak dapat kita hindari dalam
sebuah kegiatan ekonomi. Adapun pengertian dari konsumsi menurut KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia) ialah penggunaan barang hasil produksi
seperti bahan pakaian, makanan, dan sebagainya. Selain itu, KBBI juga
mendefinisikan konsumsi sebagai kegiatan langsung dalam rangka memenuhi
keperluan hidup kita.
Didalam teori etika konsumsi islam, perilaku konsumsi seorang muslim
harus memperhatikan beberapa hal yaitu salah satunya mengenai kehalalan
atas suatu produk yang dikosumsi. Hal ini merupakan nilai kepuasan bagi
seorang konsumen muslim.
Kegiatan konsumsi tentunya tidak pernah lepas dalam kehidupan sehari-hari
mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Apa yang kita makan? Apa
yang kita gunakan? Semua termasuk dalam kegiatan konsumsi. Konsumsi
yang dimaksudkan bukan hanya mengenai apa yang kita makan tetapi juga
tentang apa yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja dalam
penampilan, khususnya kaum hawa. Pola perilaku konsumsi seorang wanita
sangat berkaitan dengan penampilan. Wanita akan mengkonsumsi suatu
barang yang akan menunjang penampilannya.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Pengertian Konsumsi
1.2.2. Pola Konsumsi Dalam Ekonomi Islam
1.2.3. Etika Konsumsi Dalam Islam
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan
pembahasan ini adalah untuk mengetahui bagaimana Etika Konsumsi
Dalam Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konsumsi
Dalam mendefinisikan konsumsi terdapat perbedaan di antara para
pakar ekonom, namun konsumsi secara umum didefinisikan dengan
penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam
ekonomi islam konsumsi juga memiliki pengertian yang sama, tapi
memiliki perbedaan dalam setiap yang melingkupinya. Perbedaan yang
mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan
pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus memenuhi
kaidah pedoman syariah islamiyyah.
Pelaku konsumsi atau orang yang menggunakan barang atau jasa
untuk memenuhi kebutuhannya disebut konsumen. Perilaku konsumen
adalah kecenderungan konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk
memaksimalkan kepuasannya. Dengan kata lain, perilaku konsumen
adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat
mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi
dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Perilaku konsumen
(consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara
berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumberdaya
(resources) yang dimilikinya.
Secara luas, definisi konsumsi mengambil istilah dari dua bahasa
yang berbeda, yaitu Bahasa Belanda dan Bahasa Inggris. Dalam istilah
dari bahasa belanda, konsumsi berasal dari kata consumtie yaitu segala
kegiatan yang dipergunakan dengan tujuan untuk mengambil kegunaan
pada suatu produk dan jasa. Sedangkan dari bahasa inggris, konsumsi
berasal dari kata consumption yang berarti pemakaian, menggunakan,
pemanfaatan, dan atau pengeluaran. Seperti yang diketahui, cakupan
konsumsi ini sangat luas dan tidak terbatas hanya pada satu benda maupun
jasa tertentu.

2
2.2 Tujuan Konsumsi Dalam Islam
Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana
penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi
sesuatu dengan niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan
pengabdian kepada Allah akan menjadikan konsumsi itu bernilai ibadah
yang dengannya manusia mendapatkan pahala. Sebab halhal yang mubah
bisa menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan diri (taqarrub) kepada
Allah, seperti: makan, tidur dan bekerja, jika dimaksudkan untuk
menambah potensi dalam mengabdi kepada Ilahi. Dalam ekonomi islam,
konsumsi dinilai sebagai sarana wajib yang seorang muslim tidak bisa
mengabaikannya dalam merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah
dalam penciptaan manusia, yaitu merealisasikan pengabdian sepenuhnya
hanya kepada-Nya.
Dalam ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan
maslahah. Menurut Imam Syatibi, istilah maslahah maknanya lebih luas
dari sekedar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi
konvensional. Maslahah merupakan tujuan hukum syara yang paling
utama. Maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang
mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia
dimuka bumi ini (Machasin, 2003). Ada lima elemen dasar, yakni: agama,
kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al-mal),
keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-
nasl). Dengan kata lain, maslahah meliputi integrasi manfaat fisik dan
unsur-unsur keberkahan. Mencukupi kebutuhan dan bukan memenuhi
kepuasan/keinginan adalah tujuan dari aktivitas ekonomi Islam, dan usaha
pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam beragama.
Menurut Qardhawi (2001) menjelaskan bahwa adapun sifat-sifat
maslahah sebagai berikut: maslahah bersifat subjektif dalam arti bahwa
setiap individu menjadi hakim bagi masing-masing dalam menentukan
apakah suatu maslahah atau bukan bagi dirinya. Namun, berbeda dengan
konsep utility, kriteria maslahah telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya

3
mengikat bagi semua individu (Basyir, 1985).Maslahah orang per orang
akan konsisten dengan maslahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda
dengan konsep pareto optimum (Karim, 2000), yaitu keadaan optimal
dimana seseorang tidak dapat meningkatkan tingkat kepuasan atau
kesejahteraannya tanpa menyebabkan penurunan kepuasan atau
kesejahteraan orang lain.Konsep maslahah mendasari semua aktivitas
ekonomi dalam masyarakat, baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam
pertukaran dan distribusi (Rahman, 1975).
Tujuan Konsumsi secara garis besar :
a. Untuk mengharap Ridha Allah SWT Tercapainya kebaikan
dan tuntunan jiwa yang mulia harus direalisasikan untuk
mendapatkan pahala dari Allah SWT. Allah telah memberikan
tuntunan kepada para hamba-Nya agar menjadikan alokasi
dana sebagai bagian dari amal shaleh yang dapat mendekatkan
seorang muslim kepada Tuhan-Nya dan untuk mendapatkan
surga dan kenikmatan yang ada didalamnya.
b. Untuk mewujudkan kerja sama antar anggota dan tersedianya
jaminan sosial Takdir manusia hidup di dunia berbeda-beda,
ada yang ditakdirkan menjadi kaya dan sebaliknya. Di antara
mereka ada yang level pertengahan, sementara yang lain
adalah golongan atas. Ada juga sekelompok masyarakat yang
ditakdirkan untuk memperhatikan kehidupan kaum miskin.
c. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab individu terhadap
kemakmuran diri, keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari
aktivitas ekonomi.
d. Untuk meminimalisir pemerasan dengan menggali sumber-
sumber nafkah Media dan sumber nafkah sangat banyak dan
beragam. Negara mempunyai kewajiban untuk menjaganya,
baik dengan membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan
upah, dan juga dengan memenuhi kebutuhan orang-orang yang
masih kekurangan.

4
2.3 Prinsip Konsumsi Dalam Islam
Menurut Mannan (2012: 101) ada lima prinsip dalam melakukan
kegiatan konsumsi yang dideskripsikan sebagai berikut:
1. Prinsip Keadilan
Syariat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari
rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan
minuman, yang terlarang adalah darah, daging binatang yang telah
mati sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih
diserukan nama selain Allah. (QS. Al-Baqarah: 173)
2. Prinsip Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an
maupun Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk
dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan
diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan
makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.
3. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan
minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah
makan secara berlebihan.
4. Prinsip Kemurahan Hati
Dengan menaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa
ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan
Tuhan karena kemurahan hati-Nya. Selama maksudnya adalah untuk
kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan
menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam
tuntutan-Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang menjamin
persesuaian bagi semua perintah-Nya.
5. Prinsip Moralitas

5
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi
dengan tujuan terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan
nilai-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim diajarkan untuk
menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih
kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan
kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya.
2.4 Etika Konsumsi Dalam Islam
Dari beberapa referensi yang penulis himpun maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat lima hal pokok yang menjadi konsentarai
ekonomi islam terakit etika mengkonsumsi suatu barang atau jasa yaitu:
a. Memperhatikan prioritas dari kebutuhan
Secara mendasar kebutuhan manusia dikelompokan menjadi tiga
yaitu pertama, kebutuhan pokok, kedua, kebutuhan akan suatu barang
atau jasa karena kesenangan dan ketiga, kebutuhankan suatu barang
untuk kemewahan. Berdasarkan tiga kelompok kebutuhan tersebut,
maka agama islam mengutamakan prinsip prioritas dalam memenuhi
kebutuhan manusia tersebut. Prinsip prioritas tersebut sudah dijelaskan
dalam maqashid ssyariah yang dikenal dengan istilah ḍaruriyyah,
hajjiyah dan taḥsiniyyah (Al-Qardhawi 2001:352). Menurut
Muhammad Tarmizi dalam Mustafar dan Borhan (2013), ia
menjelaskan bahwa etika konsumsi dalam Islam harus diukur dari
kemampuan dalam memenuhi dan menjamin tiga kebutuhan pokok
kehidupan manusia yaitu daruriyyah, hajiyyah dan tahsiniyyah
tergantung pada tingkat kebutuhan mereka. Sederhananya daruriyyah
adalah sesuatu yang mutlak dan paling dasar diperlukan oleh manusia,
jika kebutuhan daruriyyah ini tidak terpenuhi, maka kehidupan
seseorang menjadi rusak, menyebabkan kekacauan bahkan kematian.
Sementara itu, hajiyyah adalah sesuatu yang tidak berhubungan
dengan kebutuhan pokok manusia, bila tidak terpenuhi, hidup
seseorang tidak akan terganggu. Namun, hal itu akan menimbulkan
kesusahan dan ketidaknyamanan bagi orang lain. Dan tahsiniyah

6
dianggap sebagai pelengkap hidup dengannya kehidupan manusia
akan lebih sempurnaan (Djallel dan Rahim 2020).
b. Mengkonsumsi produk yang halal
Dalam melakukan kegiatan konsumsi, secara tegas dan jelas agama
Islam telah melarang umatnya untuk mengkonsumsi yang haram.
Tujuan pengharaman tersebut adalah untuk menjaga addaruriyah al
khamsah, sebab apa saja yang kita konsumsi akan mengalir di dalam
darah dan tubuh yang pada akhirnya akan membentuk karakter
seseorang. Mengkonsumsi yang haram akan membentuk watak
manusia menjadi keras dan sebaliknya mengkonsumsi yang halal akan
membentuk watak seseorang menjadi lembut Dengan demikian
sebagai seorang muslim dituntut untuk mengkonsumsi segala sesutu
yang sudah jelas kehalalannya dan baik itu barang, jasa, serta cara
memperolehnya di antaranya harus terbebas dari riba, garar dan maisir
dan meninggal segala sesuatu yang bathil yang dilarang oleh Allah.
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan
baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata
bagimu” (QS.Al- Baqarah :168)”
c. Memperhatikan Kualitas Konsumsi
Dalam kegiatan konsumsi dan produksi Islam tidak saja
mengutamakan kehalalan dari suatu produk tetapi juga memperhatikan
kualitasnya. Kwaliatas yang dimaksud d isini adalah sebagai mana
yang dijelaskan Allah dalam Q.S AlBaqarah 168 yaitu halal dan
thoyyib (baik). Dua kata tersebut menjadi patokan kualitas konsumsi
dalam Islam, sebab sesuatu yang halal bisa menjadi tidak baik maka
itu dilarang dalam Islam, seperti makan daing kambing halal namun
bila dimakan oleh orang yang hyper tensi bisa menyebabkan mudharat
baginya maka itu dilarang karena tidak baik untuk kesehatannya.
Kemudian ada yang baik tapi tidak halal seperti meminjamkan harta
kepada orang namun dengan riba, kegiatannya baik namun karena

7
caranya salah ada riba maka menjadi haram. Maka standar kualitas
dalam islam halalan thoyyiban adalah satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan.
d. Mengutamakan Maslahah
Bila konsep dalam ekonomi konvesional tujuan konsumsi adalah
untuk memaksimalkan kepuasan yang dimaknai sebagai terpenuhinya
kebutuhan fisik. Ekonomi islam tidak mengenal konsep kepuasan
tetapi lebih mengenal konsep maslahah dengan makna terpenuhi dan
tercukupinya kebutuhan fisik dan spiritual. Dengan demikin tingkat
kepuasan konsumen muslim tidak dapat diukur dari seberapa banyak
barang yang dikonsumsi tetapi dari kegiatan konsumsi itu seberapa
besar nilai ibadah yang mampu dihasilkannya (Rozalinda 2014:97).
Maslahah adalah tujuan-tujuan yang tertuang dari maqasid syariah
yaitu mendatangkan manfaat dan menolak atau menghilangkan
mafsadah (kerusakan/ kerugian). Dalam aspek konsumsi, maslahah
adalah output yang sangat penting agar terciptanya hubungan yang
baik antara sesama individu atau masyarakat.
e. Sederhana dalam Konsumsi
Kesederhanan merupakan nilai utama dalam Islam. Sederhana,
bukan berati Islam melarang umatnya untuk mendapatkan kekayaan
tetapi dalam hal ini Allah mengingatkan untuk tidak berlebihan baik
dalam ibadah maupun dalam muamalah.
Konsep kesederhanaan ini merupakan bagian penting dalam etika
konsumsi Ekonomi Islam, menurut beberapa ahli dalam Jafari (2014)
menyatakan bahwa meningkatnya pendapatan seorang seharusnya
tidak berdampak besar kepada pola konsumsi seorang muslim. Sebab
Islam melarang umatnya untuk berlaku israf dan pemborosan dalam
membelanjakan harta dan mengatur gaya hidup sesuai dengan tingkat
ekonomi rata-rata masyarakat sekitar tujuannya agar yang miskin tidak
meras rendah diri dan kewajiban yang kaya membantunya.

8
Sikap berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta (israf),
menurut Afzalur Rahman (1985) terdapat tiga defenisi terkait dengan
israf yaitu menghamburkan harta pada perbuatan yang telah
diharamkan Allah, pengeluaran yang berlebihan tanpa memperhatikan
kemampuan, dan pengeluaram dengan dalih aksi sosial padahal hanya
untuk pamer atau ria. Biasanya konsusmi yang berlebih-lebihan akan
berujung dengan tabzir atau pemborosan dan Islam juga melarang hal
itu. Dengan demikian seorang muslim dituntut untuk memiliki prilaku
konsumsi yang sederhana tidak berlebihan, tidak boros, balance antara
pengeluaran dengan pendapatan. Sesuai dengan pepatah minang “ukua
bayang-bayang samo tinggi jo badan” (ukur bayang-bayang sama
tinggi dengan badan), maksudnya jangan sampai konsumsi lebih besar
dari pada pendapatan. Besar pasak daripada tiang (Rohman 1997).

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perilaku konsumsi adalah prilaku atau sikap keseharian dari
konsumen dalam membelanjakan atau memamfaatkan barang atau jasa
dalam rangka mencukup kebutuhan sehari-hari baik itu kebutuhan
jasmani,rohani, sandang, pangan, papan. Fenomena promo besar-besaran
market place di media online sering membuat masyarakat lupa diri dalam
membelanjakan harta mereka. Islam tidak melarang umatnya untuk
membelanajkan harta mereka namun harus memperhatikan dan
mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan. Kebutuhan harus dipenuhi
sesuai dengan prioritas mulai dari daruriyah (pokok), hajiiyah (sekunder)
dan tahsiniyah (tersier). Selain itu islam mlerang umantanya untuk
membelanjakan hartanya secara berlebihan (israf) dan mubazir serta juga
tidak kikir. Dalam konsumsi Islam juga harus mempertimbangkan aspek
social, sebab tujuan konsumsi Islam adalah mashlahah (kesejahteraan
dunia dan akhirat. Adapun prinsip konsumsi dalam Islam terdiri dari
prinsip kebolehan,tanggung jawab, keseimbangan (tidak kikir dan tidak
berlebihan dan prioritas. Sementara itu etika konsumsi dalam ekonomi
Islam adalah meperhatikan prioritas kebutuhan, mengkonusmi produk
yang halal, memperhatikan kualitas konsumsi (halal lagi baik), dan
mengutamakan maslahah serta kesederhanaan (tidak israf). Pada dasarnya
kegiatan konsusmi Islam harus memperhatikan dan sesuai dengan
maqahsid syariah agar tujuan konsumsi itu tercapai yaitu maslahah.

10
DAFTAR PUSTAKA
Lutfi, Mohammad. “ Konsumsi Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam”. Madani
Syari’ah, vol.2. (2019): 66.
Salwa, Dina Kurnia. “ Teori Konsumsi Dalam Ekonomi Islam dan
Implementasinya”. Ilmu Ekonomi Islam, vol.03 No.02 (2019). :54.
Nurbaeti, Ayi. “Konsumsi Dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal Perbankang
Syariah, vol.02 no.01(2022) : 18.
Melis.” Prinsip dan Batasan Konsumsi Islam “. Islamic Banking, vol.01 no. 01
(2016): 15-17.
Hamdi, Baitul. “Prinsip ddan Etika Konsumsi Islam (Tinjauan Maqashid
Syariah)”. Jurnal Pemikiran Islam, vol. 23 no.1 (2022) : 9-12

11

Anda mungkin juga menyukai