Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“TEORI KONSUMSI SYARIAH”


Diajukan untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ekonomi Mikro Syariah
dan Dipresentasikan di Kelas PS-E

DOSEN PENGAMPU :
SEPTRIA SUSANTI, S.Pd., M.E.

Oleh : KELOMPOK 4
FATRI CILIA 3321162
NUR MAIZAH 3321177

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
TA. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat,
taufik, hidayah dan inayah-Nya, makalah Ekonomi Mikro Syariah ini dapat
diselesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat dan seluruh orang yang senantiasa mengikuti
sunnah beliau.
Makalah Ekonomi Mikro Syariah ini dibuat berdasarkan kepada panduan
dan Garis-garis Besar Program Pengajaran yang diberikan oleh Universitas Islam
Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi.
Juga kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu
didalam penyusunan materi kuliah ini kami ucapkan terimakasih, karena tanpa
rahan, bimbingan dan motivasi yang diberikan, tentunya belum bisa tersaji kepada
para pembaca, walaupun tidak bisa kami sebutkan namanya satu persatu.
Akhir kata, sebagai karya Ekonomi Mikro Syariah yang baik tentunya
memerlukan sebuah celah untuk menyempurnakan materi kedepan, untuk itu kami
dengan segala kerendahan hati menerima masukan demi maksud diatas demi
peningkatan dan penyempurnaan dalam makalah dan pembelajan ini.

Bukittinggi, 7 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Teori Konsumsi Islami Imam al-Ghazali ..................................................... 3
B. Pendekatan Kardinal dan Pendekatan Ordinal ............................................. 5
1. Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach)............................................... 5
2. Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach) ................................................ 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 19
A. Kesimpulan ................................................................................................ 19
B. Saran ........................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori konsumsi syariah adalah sebuah konsep dalam ekonomi Islam
yang berfokus pada konsumsi yang dilakukan oleh individu atau keluarga
Muslim. Konsep ini dikembangkan sebagai upaya untuk mempromosikan
prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan sehari-hari dan mendorong
pengambilan keputusan konsumsi yang lebih bijak.
Dalam pengembangan teori konsumsi syariah, terdapat dua
pendekatan utama yang digunakan, yaitu pendekatan cardinal dan
pendekatan ordinal. Pendekatan cardinal merupakan pendekatan yang
mengukur konsumsi dengan menggunakan satuan ukuran tertentu, sedangkan
pendekatan ordinal lebih mengutamakan perbandingan preferensi konsumen.
Dalam makalah ini, akan dibahas lebih lanjut tentang kedua
pendekatan tersebut dan bagaimana penerapannya dalam teori konsumsi
syariah. Dengan memahami teori konsumsi syariah dan kedua pendekatannya,
diharapkan kita dapat mengambil keputusan konsumsi yang lebih bijak dan
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori konsumsi islam berbeda dengan teori konsumsi
konvensional?
2. Apa itu pendekatan cardinal dalam teori konsumsi?
3. Apa itu pendekatan ordinal dalam teori konsumsi?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perbedaan teori konsumsi islam dengan teori konsumsi
konvensional
2. Untuk mengetahui pendekatan cardinal dalam teori konsumsi
3. Untuk mengetahui pendekatan ordinal dalam teori konsumsi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Konsumsi Islami Imam al-Ghazali


Ilmu ekonomi konvensional tampaknya tidak membedakan antara
kebutuhan dan keinginan. Karena keduanya memberikan efek yang sama bila
tidak terpenuhi, yakni kelangkaan. Dalam kaitan ini, Imam al-Ghazali
tampaknya telah membedakan dengan jelas antara keinginan (raghbah dan
syahwat) dan kebutuhan (hajat), sesuatu yang tampaknya agak sepele tetapi
memiliki konsekuensi yang amat besar dalam ilmu ekonomi. Dari pemilahan
antara keinginan (wants) dan kebutuhan (needs), akan sangat terlihat betapa
bedanya ilmu ekonomi Islam dengan ilmu ekonomi konvensional.
Menurut Imam al-Ghazali kebutuhan (hajat) adalah keinginan manusia
untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya. Kita melihat misalnya
dalam hal kebutuhan akan makanan dan pakaian. Pada tahapan ini mungkin
tidak bisa dibedakan antara keinginan (syahwat) dan kebutuhan (hajat) dan
terjadi persamaan umum antara homo economicus dan homo Islamicus. Namun
manusia harus mengetahui bahwa tujuan utama diciptakannya nafsu ingin
makan adalah untuk menggerakkannya mencari makanan dalam rangka
menutup kelaparan, sehingga fisik manusia tetap sehat dan mampu menjalankan
fungsinya secara optimal sebagai hamba Allah yang beribadah kepadaNya.
Di sinilah letak perbedaan mendasar antara filosofi yang melandasi teori
konsumsi Islami dan konvensional. Islam selalu mengaitkan kegiatan
memenuhi kebutuhan dengan tujuan utama manusia diciptakan. Manakala
manusia lupa pada tujuan penciptaannya, maka esensinya pada saat itu tidak
berbeda dengan binatang ternak yang makan karena lapar saja.1

1
Fahmi Medias, Ekonomi Mikro Islam (Magelang: UNIMMA PRESS, 2018), 28-
29.

3
Menurut imam al-Ghazali Kesejahteraan (mashlahah) dari suatu
masyarakat tergantung pada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar,
yakni agama, hidup atau jiwa, keluarga atau keturunan, harta atau kekayaan,
dan akal. Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dan fungsi kesejahteraan
sosialnya dalam kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan social yang
tripartite, yakni kebutuahan pokok (dlaruriyat), kebutuahan kesenangan atau
kenyamanan (hajiyat), dan kebutuhan mewah (tahsiniyat). Hierarki tersebut
adalah klasifikasi dari peninggalan tradisi Aristotelian yang disebut sebagai
kebutuhan ordinal yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap
barang-barang eksternal dan kebutuhan terhadap barang-barang psikis.
Islam adalah agama yang memiliki keunikan tersendiri dalam hal
syari'ah, sangat komprehensif dan universal. Komprehensif berarti merangkum
seluruh aspek kehidupan baik ritual maupun social (muamalat). Universal
berarti dapat diterapkan setiap waktu dan tempat. Dalam hal konsumsi pun
Islam mengajarkan sangat moderat dan sederhana, tidak berlebihan, tidak boros,
dan tidak kekurangan karena pemborosan adalah saudara-saudara setan.
Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka
memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan
kemewahan. Kesenangan atau keindahan diperbolehkan asal tidak berlebihan,
yaitu tidak melempaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula
melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.2 Dijelaskan dalam ayat Al-
qur'an surat Al-Maidah ayat 87:

‫ّٰللاُ لَ ُك ْم َو ََل ت َ ْعتَد ُْوا ۗا َِّن‬


‫ت َما ٰٓ ا َ َح َّل ه‬ َ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل ت ُ َح ِر ُم ْوا‬
ِ ‫طيِ ٰب‬
َ‫ّٰللا ََل ي ُِحبُّ ْال ُم ْعت َ ِديْن‬
َ‫ه‬
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu

2
Ibid., hal. 30.

4
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas".

Konsumen muslim tidak akan melakukan permintaan terhadap barang


sama banyak dengan pendapatannya, sehingga pendapatannya habis. Karena
mereka memiliki kebutuhan jangka pendek (dunia) dan kebutuhan jangka
panjang (akherat). Dengan memperhatikan keterbatasan sumber pembiayaan,
sebuah rumah-tangga dalam memenuhi kebutuhannya dihadapkan dengan
berbagai pilihan. Pilihan- pilihan ini dapat berupa kombinasi tingkat konsumsi
antara barang pertanian dan industri, atau antara konsumsi saat ini dan saat
mendatang.

B. Pendekatan Kardinal dan Pendekatan Ordinal


1. Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach)
Pendekatan ini merupakan gabungan dari beberapa pendapat para
ahli ekonomi aliran subyektif dari Austria seperti: Chosen, Yeavon, dan
Wallras. Menurut pendekatan ini, daya guna dapat diukur dengan satuan
uang atau util, dan tinggi rendahnya nilai atau daya guna bergantung kepada
subyek yang menilai. Contohnya Raket akan lebih berdaya guna daripada
bola sepak bagi pemain bulu tangkis, namun bagi pemain sepak bola, bola
akan lebih berdaya guna daripada raket. Pendekatan ini juga mengandung
anggapan bahwa semakin berguna suatu barang maka akan semakin
diminati.3

Asumsi dari pendekatan ini adalah:

a. Rationality, konsumen adalah rasional. Artinya konsumen berusaha


melakukan maksimalisasi utiliti sampai dengan batas pendapatannya

3
Tati Suhartati Joesron, M. Fathorrazi, Teori Ekonomi Mikro (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2012), hlm. 53.

5
yang ditentukan. Di samping pendapatan konsumen juga dibatasi oleh
harga barang yang hendak dikonsumsi tersebut.
b. Cardinal Utility. Utiliti setiap orang dapat diukur, utiliti merupakan
suatu konsep kardinal. Ukuran yang paling mudah adalah uang. Utiliti
diukur dengan unit moneter yang siap dibayarkan konsumen untuk unit
komoditi yang lain.
c. Constant Marginal Utility of Money. Asumsi ini sangat perlu bila unit
moneter dipakai sebagai pengukur utiliti. Sebagai suatu ukuran yang
standar maka ia harus konstan. Jika marginal utility of money berubah
dengan perubahan pendapatan, maka ia tidak dapat menjadi ukuran.
d. Deminishing Marginal Utility. Utiliti yang diperoleh dari unit suatu
komoditi secara berturut-turut menurun. Marginal utility menurun
dengan semakin banyaknya konsumen memperoleh komoditi yang
bersangkutan. inilah yang biasa disebut dengan deminishing marginal
utility.
e. Total Utility adalah suatu himpunan barang tergantung pada jumlah
masing-masing komoditi.4

Menurut pendekatan kardinal, utilitas suatu barang dan jasa dapat


diukur dengan satuan utility. Contoh, sebuah raket akan lebih berguna bagi
pemain tenis dari pada pemain sepak bola. Namun bagi pemain sepak bola,
bola akan lebih berguna dari pada raket. Beberapa konsep mendasar yang
berkaitan perilaku konsumen melalui pendekatan kardinal adalah konsep
utilitas total (total utility) dan utilitas marjinal (marginal utility).
Utilitas total adalah kepuasan yang dinikmati konsumen dalam
mengonsumsi sejumlah barang atau jasa tertentu secara keseluruhan.
Adapun utilitas marjinal adalah pertambahan utilitas yang dinikmati oleh
konsumen dari setiap tambahan satu unit barang dan jasa yang dikonsumsi.

4
Syamri Syamsudin dan Detri Karya, Mikroekonomi Untuk Manajemen (Depok:
Rajawali Pers, 2018), 91-92.

6
Sampai pada titik tertentu, semakin banyak unit komoditas yang dikonsumsi
oleh individu, akan semakin besar kepuasan total yang diperoleh. Meskipun
utilitas total meningkat, namun tambahan (utility) yang diterima dari
mengonsumsi tiap unit tambahan komoditas tersebut biasanya semakin
menurun. Hal tersebut yang mendasari hukum utilitas marjinal yang
semakin berkurang (the law of diminishing marginal utility).

Hukum Gossen I
Jumlah tambahan utilitas yang diperoleh konsumen akan semakin
menurun dengan bertambahnya konsumsi dari barang atau jasa tersebut

Hukum tersebut diperkenalkan pertama kali oleh H. H. Gossen


(1810-1858), seorang ahli ekonomi dan matematika Jerman, dan
selanjutnya hukum ini dikenal dengan nama Hukum Gossen I. Sebagai
contoh, jika Anda dalam keadaan haus, segelas teh manis atau dingin akan
terasa sangat menyegarkan, gelas kedua masih terasa segar, sampai gelas
ketiga mungkin anda merasa kekenyangan bahkan mual. Contoh di atas
memperlihatkan turunnya utilitas total sampai pada tingkat tertentu.5

Tabel 2.1 Contoh perilaku konsumen menurut hukum gossen


Kuantitas Barang Total Utility Marginal Utility
yang dikonsumsi (unit) (unit)
(unit)
0 0 -
1 4 4
2 7 3
3 9 2
4 10 1

5
Fahmi Medias, Ekonomi Mikro Islam (Magelang: UNIMMA PRESS, 2018), 22.

7
Dari Tabel 2.1 terlihat bahwa utilitas total (TU) meningkat sejalan
dengan kenaikan konsumsi, akan tetapi dengan laju pertumbuhan yang
semakin menurun. Adapun utilitas marjinal (MU) semakin menurun sejalan
dengan adanya kenaikan konsumsi. Jika seseorang mengonsumsi dua unit
barang, utilitas marjinalnya adalah 7-4=3 utility, dan jika mengonsumsi tiga
unit barang, utilitas marjinalnya adalah 9-7=2 utility, begitu seterusnya.
Tabel di atas dapat dibentuk model kurva, seperti kurva 2.1 dibawah ini:

Gambar 2.1. Kurva hukum gossen (hubungan antara total


utility dan marginal utility)

Dari gambar 2.1 di atas terlihat bahwa utilitas total meningkat


seiring dengan bertambahnya konsumsi, akan tetapi dengan proporsi yang
semakin menurun. 6 Adapun utilitas marjinal dari setiap tambahan barang
akan menurun sejalan dengan meningkatnya konsumsi. Selanjutnya
kebutuhan manusia tidak hanya terdiri atas satu atau dua kebutuhan, tetapi
berbagai jenis kebutuhan.

6
Ibid., hal. 23.

8
Gossen menjelaskan bahwa konsumen akan memuaskan kebutuhan
yang beragam tersebut sampai memiliki tingkat intensitas yang sama.
Dengan tegas, Gossen menyatakan bahwa konsumen akan melakukan
konsumsi sedemikian rupa sehingga rasio antara utilitas marjinal dan harga
setiap barang atau jasa yang dikonsumsi besarnya sama. Selanjutnya,
pernyataan ini dikenal dengan Hukum Gossen II. Hukum Gossen II
menunjukkan adanya upaya setiap orang untuk memprioritaskan
pemenuhan kebutuhannya berbanding harga barang hingga memperoleh
tingkat optimalisasi konsumsinya. Dengan tingkat pendapatan tertentu
seorang konsumen akan berusaha mendapatkan kombinasi berbagai macam
kebutuhan hingga rasio antara utilitas marjinal (MU) dan harga sama untuk
semua barang dan jasa yang dikonsumsinya.

Tidak dapat dipungkiri, manusia memiliki kebutuhan yang tidak


terbatas. Manusia memiliki banyak kebutuhan, mulai kebutuhan yang
sangat penting sampai kebutuhan yang kurang atau tidak penting. Mulai dari
kebutuhan primer sampai kebutuhan yang bersifat tersier. Untuk itu, H.H.
Gossen mengemukakan lagi teorinya, yang dikenal dengan hukum Gossen
II, yang menyatakan:

"Jika konsumen melakukan pemenuhan kebutuhan akan berbagai


jenis barang dengan tingkat pendapatan dan harga barang tertentu,
konsumen tersebut akan mencapai tingkat optimisasi konsumsinya pada
saat rasio marginal utility (MU) berbanding harga sama untuk semua
barang yang dikonsumsinya." 7

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap konsumen selalu mencoba


mancapai utilitas maksimum dari berbagai jenis barang yang
dikonsumsinya. Seandainya harga setiap barang adalah sama, utilitas akan
mencapai maksimum pada saat utilitas marjinal dari setiap barang adalah
sama. Sebagai contoh, Fatimah mengonsumsi 3 jenis barang yaitu X, Y, dan

7
Ibid., hal. 24.

9
Z. Ternyata kuantitas X yang kedua, kuantitas Y yang ketiga, dan kuantitas
Z yang kelima, memberikan utilitas yang sama. Jadi, Fatimah akan
mencapai utilitas maksimum pada saat mengonsumsi dua unit barang X, tiga
unit barang Y, dan lima unit barang Z.

2. Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach)


Pendekatan ini diperkenalkan oleh J. Hicks dan R. J. Allen. Dalam
pendekatan ini daya guna suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk
diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya daya
guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang.8 Selanjutnya
konsumsi dipandang sebagai upaya optimalisasi dalam konsumsinya.
Pendekatan ordinal dapat dianalisis dengan menggunakan kurva indiferen
(indifference curve).
Setiap orang yang berlaku sebagai konsumen akan membutuhkan
beberapa jenis barang. Barang-barang kebutuhan inilah yang dinamakan
barang-barang konsumsi. Dalam mengonsumsikan beberapa jenis barang
tersebut akan mendapatkan kepuasan. Besarnya kepuasan yang diperoleh
konsumen inilah yang disebut “total utility”.
Kurva indiferen adalah kurva yang menunjukkan kombinasi dua
macam barang konsumsi yang memberikan tingkat utilitas yang sama.
Seorang konsumen membeli sejumlah barang, misalnya, makanan dan
pakaian dan berusaha mengombinasikan dua kebutuhan yang menghasilkan
utilitas yang sama, digambarkan dalam Tabel 2.2 yaitu:

Tabel 2.2. Kombinasi Dua Barang Konsumsi


Situasi Makanan Pakaian
A 4 2
B 3 4

8
Tati Suhartati Joesron, M. Fathorrazi, Teori Ekonomi Mikro (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2012), 58.

10
Apabila konsumen menyatakan bahwa:

a. A > B, berarti makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali


setahun lebih berdaya guna dan memuaskan konsumen dari pada makan
3 kali sehari dan membeli pakaian 4 kali setahun.
b. A < B, berarti makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali
setahun lebih berdaya guna dan memuaskan konsumen daripada makan
4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun.
c. A = B, berarti makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali
setahun dan makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali setahun
memberikan utilitas yang sama kepada konsumen.

Dengan ilustrasi di atas dapat dimengerti bahwa asumsi dari pendekatan


ini adalah: 9

a. Rationality. Konsumen diasumsikan senantiasa rasional. Artinya bahwa


konsumen berusaha memaksimumkan kepuasannya (memaksimalisasi
utiliti) dengan sejumlah pendapatan dan harga juga mempunyai
pengetahuan yang lengkap (kepastian) mengenai seluruh informasi yang
relevan. Konsumen yang rasional juga berarti bahwa konsumsi barang
yang lebih banyak akan memberikan kepuasan yang lebih besar.
Misalnya mengonsumsi dua unit barang, kepuasannya, lebih besar
daripada mengonsumsi satu unit. Untuk mengonsumsikan barang-
barang tersebut tentu saja akan menggunakan sejumlah uang tertentu
untuk membayarnya. Uang inilah yang sering dinamakan anggaran.
b. Utility is Ordinal. Konsumen mampu menilai preferensinya dengan
membuat urutan tingkat bermacam basket barang sesuai kepuasan yang
diberikan setiap basket. Konsumen menyatakan preferensinya untuk
berbagai macam bundel komoditi. Utiliti tidak perlu diukur secara
kardinal. Hanya ukuran ordinal diperlukan.

9
Syamri Syamsudin dan Detri Karya, Mikroekonomi Untuk Manajemen (Depok:
Rajawali Pers, 2018), 107.

11
c. Deminishing Marginal Rate of Substitution. Preferensi diurut tingkat
nilainya dengan kurva kepuasan yang sama, yang diasumsikan convex
to the origin.
d. Total Utility yang diperoleh oleh konsumen tergantung pada jumlah
barang yang dikonsumsi.
U-f (X1, X2, ....., Xn)
e. Consistency and Transitivity of Choice. Konsumen diasumsikan
konsisten dengan pilihannya. Artinya jika dalam satu saat dia lebih suka
memih himpunan "K" dan para himpunan "L", dia tidak akan lebih suka
memilih himpunan "L" daripada himpunan "K" pada saat yang lain.
Asumsi konsistensi dapat ditulis sebagai berikut.
Jika K > L tentu tidak mungkin lagi L > K

Pilihan konsumen diasumsikan menunjukkan sifat transitif: jika


himpunan "K" lebih disukai dari pada himpunan "L", dan himpunan "L"
lebih disukai daripada himpunan "M", maka himpunan "K" lebih disukai
daripada himpunan "M", secara simbolis dapat ditulis sebagai berikut.
Jika K> L dan L > M, maka K > M

Contoh situasi tersebut dapat digambarkan dalam kurva indiferen


sebagaimana ditunjukkan dalam kurva.10 Sebagai berikut:

10
Fahmi Medias, Ekonomi Mikro Islam (Magelang: UNIMMA PRESS, 2018),
25.

12
Gambar 2.2. Kurva Kombinasi Dua Jenis Barang Konsumsi

Dari gambar 2.2 di atas, terlihat bahwa dengan memperoleh lebih


banyak barang yang satu akan menyebabkan kehilangan sebagian barang
yang lain. Kombinasi makanan dan pakaian yang memberikan utilitas sama
digambarkan sebagai kurva indiferen.

Sifat-sifat Indifference Curve:

a. Kurva kepuasan sama mempunyai kemiringan negatif. Jika jumlah satu


komoditi (Y) berkurang, maka jumlah komoditi lain (X) harus
bertambah, karena mempertahankan tetap pada kondisi indifference.
b. Kurva kepuasan sama (indifference curve) makin jauh dari origin
menggambarkan tingkat kepuasan atau utiliti yang semakin tinggi.
Kombinasi barang-barang pada kepuasan sama yang lebih tinggi lebih
disukai oleh konsumen rasional.11

11
Syamri Syamsudin dan Detri Karya, Mikroekonomi Untuk Manajemen (Depok:
Rajawali Pers, 2018), 112.

13
Gambar 4.3 Indifference Mop

Dari Gambar indifference map menunjukkan bahwa titik-titik


kombinasi barang x dan barang y yang memiliki kepuasan sama, pada
Indifference Curve ke 3 (IC3) kepuasannya lebih tinggi dibandingkan
dengan titik kombinasi kepuasan sama pada IC2 dan IC1. Posisi
kombinasi pada IC2 lebih tinggi kepuasannya dibandingkan dengan IC1
tetapi lebih rendah dari IC3. Dengan demikian, titik kombinasi barang X
dan barang Y dengan kepuasan sama pada IC1 yang memiliki kepuasan
terendah dibandingkan dengan pada IC2 dan IC3
c. Kurva kepuasan sama tidak saling berpotongan. Jika berpotongan, maka
titik pada perpotongan tersebut menunjukkan dua tingkat kepuasan yang
berbeda. Suatu hal yang tidak mungkin. Untuk membuktikan bahwa dua
atau lebih kurva indifference tidak saling berpotongan, maka kita buat
dengan sengaja menggunakan asumsi dua kurva indifference
berpotongan di titik A.12
- Kepuasan konsumen pada titik A sama dengan kepuasan pada titik
B, karena masih berada pada indifference curve yang sama yaitu IC2.
Pada titik A jumlah barang X = X3 dan barang Y = Y1, sedangkan

12
Ibid., hal. 113.

14
pada titik B dengan jumlah barang X = X0 dan barang Y = Y0. ( A =
B).
- Kepuasan konsumen pada titik A sama dengan kepuasan pada titik
C, karena masih berada pada indifference curve yang sama yaitu IC1,
di mana pada titik C jumlah barang X = X1 dan barang Y = Y0. (A =
C).

Dari penjelasan di atas berarti kepuasan pada titik A = pada titik B =


kepuasan pada titik C. Kenyataannya kepuasan pada titik B tidak sama
dengan kepuasan pada titik C (≠≠) karena X1 > X0.

d. Kurva kepuasan sama convex to the origin. Asumsi ini menyatakan


secara implisit bahwa komoditi bisa menjadi substitusi satu sama lain.
Jika komoditi adalah perfect substitutes, maka kurva kepuasan sama
menjadi garis lurus dengan kemiringan negatif. Jika komoditi adalah
complements, maka kurva kepuasan sama membentuk sudut 90 derajat
atau berbentuk L.13
e. Preferensi konsumen, peta kurva indiferen (Indifference Map)
menginformasikan semua yang perlu diketahui tentang preferensi

13
Ibid., hal. 114.

15
seseorang atau konsumen terhadap dua macam barang. Untuk
menjelaskan berbagai cara pemanfaatan peta kurva indiferen sebagai
gambaran preferensi, dapat digunakan Gambar 4.4

Gambar 4.4 Preferensi Khusus Konsumen

Barang tak Berguna (A Unless Goods) pada panel (a) Gambar 4.4
mengilustrasikan peta kurva indiferen seseorang (konsumen) untuk barang
x (sumbu horizontal) dan barang y (sumbu vertikal). Barang Y tergolong
barang tidak berguna oleh konsumen, maka penambahan barang tersebut
tidak akan kepuasan (utility) konsumen. Bila konsumen ingin menambah
perolehan utiliti maka dia harus menambah konsumsi barang X. Hanya
dengan menambah barang x konsumen dapat mencapai kepuasan (utility)
tertinggi.14 Kurva indiferen vertikal menunjukkan bahwa berapa pun

14
Ibid., hal. 115.

16
banyaknya unit barang y yang dikonsumsi tidak akan menambah utiliti
konsumen, tanpa konsumen menambah konsumsi barang X.
Barang Buruk (Economic Bads). Secara implisit barang tak
berguna (a unless goods) yang diilustrasikan pada panel (a) tidak
merugikan. Bisa saja seseorang (konsumen) tidak mempermasalahkan
penambahan barang tersebut, karena dapat dibuang atau dimusnahkan.
Namun dalam beberapa pembuangan yang tak semena-mena tidak mungkin
dilakukan dan penambahan unit barang tersebut dapat merugikan. Panel (b)
gambar 4.4 menunjukkan peta kurva indiferen barang x dan barang y yang
konstan Karena penambahan barang y akan mengurangi utilitas, sehingga
konsumen bersedia mengorbankan sebagian barang x dan sebagiannya
digunakan untuk membeli pemusnah barang y sebagai penukar untuk
mengurang barang Y.
Substitusi Sempurna (Perfect Substitution). Secara umum kurva
indiferen cembung ke titik 0,0 (titik asal), mencerminkan asumsi bahwa
keragaman (diversity) konsumsi lebih disukai. Tetapi bila dua barang yang
dijadikan fokus untuk dikonsumsi dianggap sama misalnya memiliki fungsi
yang identik, maka kurva indiferen tidak lagi cembung ke titik asal (0,0).
Panel (c) Gambar 4.4 menggambarkan kurva indiferen seseorang untuk
barang X dan barang y meski dengan berbagai pengaruh yang ada, namun
konsumen tetap menyatakan barang x identik dengan barang y makanya
konsumen bersedia menukarkan satu unit barang y dengan satu unit barang
X, sehingga MRS = 1,0 yang ditunjukkan oleh kurva indiferen membentuk
sudut 45° terhadap sumbu datar maupun sumbu tegak karena bersubstitusi
secara sempurna.15
Pelengkap Sempurna (Perfect Complements). Panel (d) Gambar
4.4 mengilustrasikan suatu situasi dua barang digunakan secara bersamaan
(komplemen), seperti penggunaan semen dengan pasir, penggunaan sepatu
kiri dengan sepatu kanan. Misalnya sepatu kiri (sumbu datar) dan sepatu

15
Ibid., hal. 115-116.

17
kanan (sumbu tegak) secara bersama-sama (berpasangan). Jika konsumen
memiliki tiga pasang sepatu, tambahan sepatu kanan tidak menambah
utilitas bagi konsumen, demikian juga dengan tambahan sepatu kiri saja
tidak berpengaruh pada penambahan utilitas konsumen. Oleh karena itu,
untuk menambah utilitas konsumen, maka penambahan sepatu tersebut
harus sepasang (sepatu kiri dan sepatu kanan).16

16
Ibid., hal. 116.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
• Ilmu ekonomi konvensional tampaknya tidak membedakan antara
kebutuhan dan keinginan. Karena keduanya memberikan efek yang sama
bila tidak terpenuhi, yakni kelangkaan. Dalam kaitan ini, Imam al-Ghazali
tampaknya telah membedakan dengan jelas antara keinginan (raghbah dan
syahwat) dan kebutuhan (hajat).
• Menurut Imam al-Ghazali kebutuhan (hajat) adalah keinginan manusia
untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya.
• Menurut imam al-Ghazali Kesejahteraan (mashlahah) dari suatu masyarakat
tergantung pada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yakni
agama, hidup atau jiwa, keluarga atau keturunan, harta atau kekayaan, dan
akal.
• Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka
memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan
kemewahan. Kesenangan atau keindahan diperbolehkan asal tidak
berlebihan, yaitu tidak melempaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan
tidak pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan
• Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach). Menurut pendekatan ini, daya
guna dapat diukur dengan satuan uang atau util, dan tinggi rendahnya nilai
atau daya guna bergantung kepada subyek yang menilai.
• Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach). Dalam pendekatan ini daya guna
suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen
mampu membuat urutan tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari
mengkonsumsi sekelompok barang.

19
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan dan sumber yang didapat, untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca agar kedepannya makalah ini jauh lebih sempurna.

20
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi Medias. 2018. Ekonomi Mikro Islam. Magelang: UNIMMA PRESS.


Joesron, Tati Suhartati, dan M. Fathorrazi. 2012. Teori Ekonomi Mikro.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syamsudin, Syamri, dan Detri Karya. 2018. Mikroekonomi Untuk Manajemen.
Depok: Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai