DOSEN PENGAMPU :
SEPTRIA SUSANTI, S.Pd., M.E.
Oleh : KELOMPOK 4
FATRI CILIA 3321162
NUR MAIZAH 3321177
Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat,
taufik, hidayah dan inayah-Nya, makalah Ekonomi Mikro Syariah ini dapat
diselesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat dan seluruh orang yang senantiasa mengikuti
sunnah beliau.
Makalah Ekonomi Mikro Syariah ini dibuat berdasarkan kepada panduan
dan Garis-garis Besar Program Pengajaran yang diberikan oleh Universitas Islam
Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi.
Juga kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu
didalam penyusunan materi kuliah ini kami ucapkan terimakasih, karena tanpa
rahan, bimbingan dan motivasi yang diberikan, tentunya belum bisa tersaji kepada
para pembaca, walaupun tidak bisa kami sebutkan namanya satu persatu.
Akhir kata, sebagai karya Ekonomi Mikro Syariah yang baik tentunya
memerlukan sebuah celah untuk menyempurnakan materi kedepan, untuk itu kami
dengan segala kerendahan hati menerima masukan demi maksud diatas demi
peningkatan dan penyempurnaan dalam makalah dan pembelajan ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori konsumsi syariah adalah sebuah konsep dalam ekonomi Islam
yang berfokus pada konsumsi yang dilakukan oleh individu atau keluarga
Muslim. Konsep ini dikembangkan sebagai upaya untuk mempromosikan
prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan sehari-hari dan mendorong
pengambilan keputusan konsumsi yang lebih bijak.
Dalam pengembangan teori konsumsi syariah, terdapat dua
pendekatan utama yang digunakan, yaitu pendekatan cardinal dan
pendekatan ordinal. Pendekatan cardinal merupakan pendekatan yang
mengukur konsumsi dengan menggunakan satuan ukuran tertentu, sedangkan
pendekatan ordinal lebih mengutamakan perbandingan preferensi konsumen.
Dalam makalah ini, akan dibahas lebih lanjut tentang kedua
pendekatan tersebut dan bagaimana penerapannya dalam teori konsumsi
syariah. Dengan memahami teori konsumsi syariah dan kedua pendekatannya,
diharapkan kita dapat mengambil keputusan konsumsi yang lebih bijak dan
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori konsumsi islam berbeda dengan teori konsumsi
konvensional?
2. Apa itu pendekatan cardinal dalam teori konsumsi?
3. Apa itu pendekatan ordinal dalam teori konsumsi?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perbedaan teori konsumsi islam dengan teori konsumsi
konvensional
2. Untuk mengetahui pendekatan cardinal dalam teori konsumsi
3. Untuk mengetahui pendekatan ordinal dalam teori konsumsi
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Fahmi Medias, Ekonomi Mikro Islam (Magelang: UNIMMA PRESS, 2018), 28-
29.
3
Menurut imam al-Ghazali Kesejahteraan (mashlahah) dari suatu
masyarakat tergantung pada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar,
yakni agama, hidup atau jiwa, keluarga atau keturunan, harta atau kekayaan,
dan akal. Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dan fungsi kesejahteraan
sosialnya dalam kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan social yang
tripartite, yakni kebutuahan pokok (dlaruriyat), kebutuahan kesenangan atau
kenyamanan (hajiyat), dan kebutuhan mewah (tahsiniyat). Hierarki tersebut
adalah klasifikasi dari peninggalan tradisi Aristotelian yang disebut sebagai
kebutuhan ordinal yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap
barang-barang eksternal dan kebutuhan terhadap barang-barang psikis.
Islam adalah agama yang memiliki keunikan tersendiri dalam hal
syari'ah, sangat komprehensif dan universal. Komprehensif berarti merangkum
seluruh aspek kehidupan baik ritual maupun social (muamalat). Universal
berarti dapat diterapkan setiap waktu dan tempat. Dalam hal konsumsi pun
Islam mengajarkan sangat moderat dan sederhana, tidak berlebihan, tidak boros,
dan tidak kekurangan karena pemborosan adalah saudara-saudara setan.
Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka
memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan
kemewahan. Kesenangan atau keindahan diperbolehkan asal tidak berlebihan,
yaitu tidak melempaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula
melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.2 Dijelaskan dalam ayat Al-
qur'an surat Al-Maidah ayat 87:
2
Ibid., hal. 30.
4
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas".
3
Tati Suhartati Joesron, M. Fathorrazi, Teori Ekonomi Mikro (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2012), hlm. 53.
5
yang ditentukan. Di samping pendapatan konsumen juga dibatasi oleh
harga barang yang hendak dikonsumsi tersebut.
b. Cardinal Utility. Utiliti setiap orang dapat diukur, utiliti merupakan
suatu konsep kardinal. Ukuran yang paling mudah adalah uang. Utiliti
diukur dengan unit moneter yang siap dibayarkan konsumen untuk unit
komoditi yang lain.
c. Constant Marginal Utility of Money. Asumsi ini sangat perlu bila unit
moneter dipakai sebagai pengukur utiliti. Sebagai suatu ukuran yang
standar maka ia harus konstan. Jika marginal utility of money berubah
dengan perubahan pendapatan, maka ia tidak dapat menjadi ukuran.
d. Deminishing Marginal Utility. Utiliti yang diperoleh dari unit suatu
komoditi secara berturut-turut menurun. Marginal utility menurun
dengan semakin banyaknya konsumen memperoleh komoditi yang
bersangkutan. inilah yang biasa disebut dengan deminishing marginal
utility.
e. Total Utility adalah suatu himpunan barang tergantung pada jumlah
masing-masing komoditi.4
4
Syamri Syamsudin dan Detri Karya, Mikroekonomi Untuk Manajemen (Depok:
Rajawali Pers, 2018), 91-92.
6
Sampai pada titik tertentu, semakin banyak unit komoditas yang dikonsumsi
oleh individu, akan semakin besar kepuasan total yang diperoleh. Meskipun
utilitas total meningkat, namun tambahan (utility) yang diterima dari
mengonsumsi tiap unit tambahan komoditas tersebut biasanya semakin
menurun. Hal tersebut yang mendasari hukum utilitas marjinal yang
semakin berkurang (the law of diminishing marginal utility).
Hukum Gossen I
Jumlah tambahan utilitas yang diperoleh konsumen akan semakin
menurun dengan bertambahnya konsumsi dari barang atau jasa tersebut
5
Fahmi Medias, Ekonomi Mikro Islam (Magelang: UNIMMA PRESS, 2018), 22.
7
Dari Tabel 2.1 terlihat bahwa utilitas total (TU) meningkat sejalan
dengan kenaikan konsumsi, akan tetapi dengan laju pertumbuhan yang
semakin menurun. Adapun utilitas marjinal (MU) semakin menurun sejalan
dengan adanya kenaikan konsumsi. Jika seseorang mengonsumsi dua unit
barang, utilitas marjinalnya adalah 7-4=3 utility, dan jika mengonsumsi tiga
unit barang, utilitas marjinalnya adalah 9-7=2 utility, begitu seterusnya.
Tabel di atas dapat dibentuk model kurva, seperti kurva 2.1 dibawah ini:
6
Ibid., hal. 23.
8
Gossen menjelaskan bahwa konsumen akan memuaskan kebutuhan
yang beragam tersebut sampai memiliki tingkat intensitas yang sama.
Dengan tegas, Gossen menyatakan bahwa konsumen akan melakukan
konsumsi sedemikian rupa sehingga rasio antara utilitas marjinal dan harga
setiap barang atau jasa yang dikonsumsi besarnya sama. Selanjutnya,
pernyataan ini dikenal dengan Hukum Gossen II. Hukum Gossen II
menunjukkan adanya upaya setiap orang untuk memprioritaskan
pemenuhan kebutuhannya berbanding harga barang hingga memperoleh
tingkat optimalisasi konsumsinya. Dengan tingkat pendapatan tertentu
seorang konsumen akan berusaha mendapatkan kombinasi berbagai macam
kebutuhan hingga rasio antara utilitas marjinal (MU) dan harga sama untuk
semua barang dan jasa yang dikonsumsinya.
7
Ibid., hal. 24.
9
Z. Ternyata kuantitas X yang kedua, kuantitas Y yang ketiga, dan kuantitas
Z yang kelima, memberikan utilitas yang sama. Jadi, Fatimah akan
mencapai utilitas maksimum pada saat mengonsumsi dua unit barang X, tiga
unit barang Y, dan lima unit barang Z.
8
Tati Suhartati Joesron, M. Fathorrazi, Teori Ekonomi Mikro (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2012), 58.
10
Apabila konsumen menyatakan bahwa:
9
Syamri Syamsudin dan Detri Karya, Mikroekonomi Untuk Manajemen (Depok:
Rajawali Pers, 2018), 107.
11
c. Deminishing Marginal Rate of Substitution. Preferensi diurut tingkat
nilainya dengan kurva kepuasan yang sama, yang diasumsikan convex
to the origin.
d. Total Utility yang diperoleh oleh konsumen tergantung pada jumlah
barang yang dikonsumsi.
U-f (X1, X2, ....., Xn)
e. Consistency and Transitivity of Choice. Konsumen diasumsikan
konsisten dengan pilihannya. Artinya jika dalam satu saat dia lebih suka
memih himpunan "K" dan para himpunan "L", dia tidak akan lebih suka
memilih himpunan "L" daripada himpunan "K" pada saat yang lain.
Asumsi konsistensi dapat ditulis sebagai berikut.
Jika K > L tentu tidak mungkin lagi L > K
10
Fahmi Medias, Ekonomi Mikro Islam (Magelang: UNIMMA PRESS, 2018),
25.
12
Gambar 2.2. Kurva Kombinasi Dua Jenis Barang Konsumsi
11
Syamri Syamsudin dan Detri Karya, Mikroekonomi Untuk Manajemen (Depok:
Rajawali Pers, 2018), 112.
13
Gambar 4.3 Indifference Mop
12
Ibid., hal. 113.
14
pada titik B dengan jumlah barang X = X0 dan barang Y = Y0. ( A =
B).
- Kepuasan konsumen pada titik A sama dengan kepuasan pada titik
C, karena masih berada pada indifference curve yang sama yaitu IC1,
di mana pada titik C jumlah barang X = X1 dan barang Y = Y0. (A =
C).
13
Ibid., hal. 114.
15
seseorang atau konsumen terhadap dua macam barang. Untuk
menjelaskan berbagai cara pemanfaatan peta kurva indiferen sebagai
gambaran preferensi, dapat digunakan Gambar 4.4
Barang tak Berguna (A Unless Goods) pada panel (a) Gambar 4.4
mengilustrasikan peta kurva indiferen seseorang (konsumen) untuk barang
x (sumbu horizontal) dan barang y (sumbu vertikal). Barang Y tergolong
barang tidak berguna oleh konsumen, maka penambahan barang tersebut
tidak akan kepuasan (utility) konsumen. Bila konsumen ingin menambah
perolehan utiliti maka dia harus menambah konsumsi barang X. Hanya
dengan menambah barang x konsumen dapat mencapai kepuasan (utility)
tertinggi.14 Kurva indiferen vertikal menunjukkan bahwa berapa pun
14
Ibid., hal. 115.
16
banyaknya unit barang y yang dikonsumsi tidak akan menambah utiliti
konsumen, tanpa konsumen menambah konsumsi barang X.
Barang Buruk (Economic Bads). Secara implisit barang tak
berguna (a unless goods) yang diilustrasikan pada panel (a) tidak
merugikan. Bisa saja seseorang (konsumen) tidak mempermasalahkan
penambahan barang tersebut, karena dapat dibuang atau dimusnahkan.
Namun dalam beberapa pembuangan yang tak semena-mena tidak mungkin
dilakukan dan penambahan unit barang tersebut dapat merugikan. Panel (b)
gambar 4.4 menunjukkan peta kurva indiferen barang x dan barang y yang
konstan Karena penambahan barang y akan mengurangi utilitas, sehingga
konsumen bersedia mengorbankan sebagian barang x dan sebagiannya
digunakan untuk membeli pemusnah barang y sebagai penukar untuk
mengurang barang Y.
Substitusi Sempurna (Perfect Substitution). Secara umum kurva
indiferen cembung ke titik 0,0 (titik asal), mencerminkan asumsi bahwa
keragaman (diversity) konsumsi lebih disukai. Tetapi bila dua barang yang
dijadikan fokus untuk dikonsumsi dianggap sama misalnya memiliki fungsi
yang identik, maka kurva indiferen tidak lagi cembung ke titik asal (0,0).
Panel (c) Gambar 4.4 menggambarkan kurva indiferen seseorang untuk
barang X dan barang y meski dengan berbagai pengaruh yang ada, namun
konsumen tetap menyatakan barang x identik dengan barang y makanya
konsumen bersedia menukarkan satu unit barang y dengan satu unit barang
X, sehingga MRS = 1,0 yang ditunjukkan oleh kurva indiferen membentuk
sudut 45° terhadap sumbu datar maupun sumbu tegak karena bersubstitusi
secara sempurna.15
Pelengkap Sempurna (Perfect Complements). Panel (d) Gambar
4.4 mengilustrasikan suatu situasi dua barang digunakan secara bersamaan
(komplemen), seperti penggunaan semen dengan pasir, penggunaan sepatu
kiri dengan sepatu kanan. Misalnya sepatu kiri (sumbu datar) dan sepatu
15
Ibid., hal. 115-116.
17
kanan (sumbu tegak) secara bersama-sama (berpasangan). Jika konsumen
memiliki tiga pasang sepatu, tambahan sepatu kanan tidak menambah
utilitas bagi konsumen, demikian juga dengan tambahan sepatu kiri saja
tidak berpengaruh pada penambahan utilitas konsumen. Oleh karena itu,
untuk menambah utilitas konsumen, maka penambahan sepatu tersebut
harus sepasang (sepatu kiri dan sepatu kanan).16
16
Ibid., hal. 116.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
• Ilmu ekonomi konvensional tampaknya tidak membedakan antara
kebutuhan dan keinginan. Karena keduanya memberikan efek yang sama
bila tidak terpenuhi, yakni kelangkaan. Dalam kaitan ini, Imam al-Ghazali
tampaknya telah membedakan dengan jelas antara keinginan (raghbah dan
syahwat) dan kebutuhan (hajat).
• Menurut Imam al-Ghazali kebutuhan (hajat) adalah keinginan manusia
untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya.
• Menurut imam al-Ghazali Kesejahteraan (mashlahah) dari suatu masyarakat
tergantung pada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yakni
agama, hidup atau jiwa, keluarga atau keturunan, harta atau kekayaan, dan
akal.
• Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka
memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan
kemewahan. Kesenangan atau keindahan diperbolehkan asal tidak
berlebihan, yaitu tidak melempaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan
tidak pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan
• Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach). Menurut pendekatan ini, daya
guna dapat diukur dengan satuan uang atau util, dan tinggi rendahnya nilai
atau daya guna bergantung kepada subyek yang menilai.
• Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach). Dalam pendekatan ini daya guna
suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen
mampu membuat urutan tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari
mengkonsumsi sekelompok barang.
19
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan dan sumber yang didapat, untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca agar kedepannya makalah ini jauh lebih sempurna.
20
DAFTAR PUSTAKA