Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“Prinsip etika bisnis dalam produksi, distribusi dan konsumsi”


Diajukan untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Etika Bisnis dan
Perbankan Syariah dan dipresentasikan di kelas PS-5 G

OLEH

KEVIN AFRIZAL SAPUTRA

NIM: 3319267

DOSEN PEMBIMBING:

SABRI., SE., MM., CRBD., MM., M.TR

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH S1


FAKULTAS EKOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
Rahmat serta taufik-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan judul “Perilaku
Konsumen Islami” ini untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis dan
Perbankan Syariah, Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Agung
Muhammad SAW yang akan menjadi shafa’atul uthma bagi kita semua di akhirat
kelak. Aamiin ya rabbal'alamiin
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu pada mata kuliah
Etika Bisnis dan Perbankan Syariah ini yang telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk menyusun makalah ini dan yang senantiasa membimbing dan
memberikan ilmunya kepada kami Kepada teman-teman yang telah memberikan
masukan atas kesempurnaan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kebaikan makalah kami selanjutnya dan semoga apa yang sedikit ini bisa bermanfaat
bagi kita semua.

Bukittinggi, 28 September 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Prinsip Produksi, Distribusi, dan Konsumsi (Tawhid,, Etika, Hukum).........3
B. Etika Bisnis Dalam Produksi..........................................................................6
C. Etika Bisnis Dalam Distribusi........................................................................9
D. Etika Bisnis Dalam Konsumsi........................................................................13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................17
B. Saran...............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam memiliki aturan (syari’ah) pada semua aspek kehidupan. Termasuk
didalamnya aturan bermuamalah (usaha dan bisnis) yang merupakan jalan dalam
rangka mencari kehidupan. Pada hakikatnya tujuan penerapan aturan (syari’ah)
dalam ajaran islam di bidang muamalah tersebut khususnya perilaku bisnis
adalah agar terciptanya pendapatan (rizki) yang berkah dan mulia, sehingga akan
mewujudkan pembangunan manusia yang berkeadilan untuk mencapai
pemenuhan kebutuhan, kesempatan kerja penuh dan distribusi pendapatan yang
merata tanpa harus mengalami ketidakseimbangan yang terus menerus di
masyarakat.
Dalam perekonomian terdapat 3 (tiga) komponen yang saling berkaitan,
yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi. Berdasarkan urutannya, produksi adalah
langkah paling awal yang dikerjakan dalam suatu bisnis, karena dengan adanya
produksi, maka distribusi dan konsimsi pun akan mengiringi setelahnya.
Aturan bisnis islam menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan oleh
para pembisnis muslim dan diharapkan bisnis tersebut akan maju dan
berkembang pesat lantaran selalu mendapatkan berkah dari Allah SWT. Etika
bisnis islam menjamin, baik pembisnis maupun konsumen, masing-masing akan
saling mendapatkan keuntungan.
Aktifitas ekonomi dan bisnis selalu menjadi relasi dengan etika dan karena
itu pula bisnis tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya masyarakat di mana etika
itu dipraktikkan. Sebagaimana halnya aspek-aspek lain dalam kehidupan manusia
yang melibatkan etika, ekonomi dan bisnispun selalu dikaitkan dengan etika
sehingga muncullah apa yang disebut etika dalam bisnis dan bisnis yang etis.
Pada hakikatnya tujuan penerapan aturan syariah dalam ajaran di bidang
mualamah khususnya perilaku bisnis adalah agar terciptanya pendapatan rizki

1
yang berkah dan mulia, sehingga akan mewujudkan pembangunan manusia yang
berkeadilan untuk mencapai pemenuhan kebutuhan, kesempatan kerja penuh dan
distribusi pendapatan yang merata tanpa harus mengalami ketidakseimbangan
yang bekepanjangan di masyarakat.
Dengan semakin besarnya kesadaran etika dalam berbisnis, orang mulai
menekankan pentingnya keterkaitan faktor-faktor etika dalam dunia bisnis.
Sesungguhnya dalam segala hal kehidupan telah diatur dalam pandangan ajaran
agama islam untuk mengatur seluruh kehidupan manusia termasuk dalam
kaitannya pelaksanaanya perekonomian dan bisnis. Dalam ajaran islam
memberikan kewajiban bagi setiap muslim untuk berusaha semaksimal mungkin
untuk melakukan syariah (aturan).
Penerapan etika bisnis islam tersebut juga harus mampu dilakukan dalam
setiap aspek perekonomian termasuk dalam penyelenggaraan produksi, konsumsi
maupun distribusi, tetapi disini saya lebih memfokuskan penerapan etika bisnis
islam dalam kegiatan produksi.
B. Rumusan Masalah
1. Prinsip Produksi, Distribusi, dan Konsumsi (Tawhid, Etika, Hukum)
2. Bagaimana Etika Bisnis Dalam Produksi
3. Bagaimana Etika Bisnis Dalam Distribusi
4. Bagaimana Etika Bisnis Dalam Konsumsi
C. Tujuan penulisan
1. Untuk Mengetahui Prinsip Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi (Tawhid,
Etika, Hukum)
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Etika Bisnis Dalam Produksi
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Etika Bisnis Dalam Distribusi
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Etika Bisnis Dalam Konsumsi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Produksi, Distribusi, dan Konsumsi (Tawhid,, Etika, Hukum)


Pondasi utama seluruh ajaran Islam adalah tauhid. Tauhid menjadi dasar
seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik ekonomi, politik, sosial maupun
budaya. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa tauhid merupakan filsafat
fundamental dari ekonomi Islam. Hakikat tauhid adalah penyerahan diri yang
bulat kepada kehendak Ilahi, baik menyangkut ibadah maupun muamalah, dalam
rangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah.
Dalam konteks ini Ismail Al- Faruqi mengatakan, “Tauhidlah sebagai
prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “ negara sejahtera” pertama, dan
Islamlah yang melembagakan sosialis pertama dan melakukan lebih banyak
keadilan sosial. Islam juga yang pertama merehabilitasi (martabat) manusia.
pengertian (konsep) yang ideal ini tidak ditemukan dalam masyarakat barat masa
kini.
Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran
utama dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di alam ini
merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki). Manusia
hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk mengelola sumberdaya itu
dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia
secara adil.1
Dalam mengelola sumberdaya itu manusia harus mengikuti aturan Allah
dalam bentuk syari’ah. Firman Allah, “Kemudian kami jadikan bagi kamu
syari’ah dalam berbagai urusan, maka ikutilah syariah itu, Jangan ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tak mengetahui” (QS:1Al-Jatsiyah 18). Dengan
demikian, setiap pengelolaan sumber daya dan setiap cara dan usaha mencari

1
M. Shaluddin, Azas-Azas Ekonomi Islam, (Jakarta: CV.Raja Grafindo Persada, 2007), hal.
204

3
rezeki harus sesuai dengan aturan Allah. Demikian pula membelanjakannya
seperti spending, investasi dan tabungan harus sesuai dengan syari’ah Allah.
Inilah implikasi dari konsep tauhid atau teologi ekonomi Islam.
Bunga (interest) yang memastikan usaha harus berhasil (untung)
bertentangan dengan tawhid. Firman Allah, “Seseorang tidak bisa memastikan
berapa keuntungannya besok”,(Ar-Rum : 41) Padahal setiap usaha mengandung
tiga kemungkinan, yaitu untung, impas atau rugi. Lebih dari itu, tingkat
keuntungan pun bisa berbeda-beda, bisa besar, sedang atau kecil. Jadi, konsep
bunga benar-benar tidak sesuai dengan syari’ah, karena bertentangan dengan
prinsip tawhid.
Kedua, Allah menyediakan sumber daya alam sangat banyak untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Manusia yang berperan sebagai khalifah, dapat
memanfaatkan sumber daya yang banyak itu untuk kebutuhan hidupnya. Dalam
perspektif teologi Islam, sumber daya – sumber daya itu, merupakan nikmat
Allah yang tak terhitung ( tak terbatas ) banyaknya, sebagaimana dalam
firmannya “ Dan jika kamu menghitung – hitung nikmat Allah, niscaya kamu
tidak bisa menghitungnya”. ( QS. 14: 34 )
Berbeda dengan pandangan di atas, para ahli ekonomi konvensional selalu
mengemukakan jargon bahwa sumber daya alam terbatas ( limited ). Sedangkan
dalam ekonomi Islam, sumberdaya alam banyak dan melimpah. Karena itu
menurut ekonomi Islam, krisis ekonomi yang dialami suatu negara, bukan karena
terbatasnya sumber daya alam, melainkan karena tidak meratanya distribusi
(maldistribution), sehingga terwujud ketidakadilan sumber daya (ekonomi).
Banyak sekali ayat Al- qu’an menunjukkan bahwa pertanian, perdagangan,
industri baik barang maupun jasa dan berbagai bentuk kegiatan produktif
dimaksudkan untuk kehidupan manusia.
Selanjutnya konsep tauhid ini mengajarkan bahwa segala sesuatu bertitik
tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, menggunakan sarana dan sumber
daya sesuai syariat Allah. Aktivitas ekonomi, seperti produksi, distribusi,

4
konsumsi, ekspor – impor bertitik tolak dari tauhid ( keilahian ) dan dalam
koridor syariah yang bertujuan untuk menciptakan falah guna mencapai ridha
Allah. Kalau seorang muslim bekerja dalam bidang produksi, maka itu tidak lain
karena memenuhi perintah Allah. “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi
kamu. Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-
Nya dan hanya kepada-Nya kami dikembalikan”. (QS. Al-Mulk: 15).
Ketika memproduksi sumber daya pertanian, misalnya, seorang muslim
menganggap bahwa pekerjaannya itu adalah ibadah kepada Allah. Demikian pula
ketika berdagang, bekerja di pabrik atau perusahaan. Semuanya dalam bingkai
ibadah kepada Allah. Makin tekun ia bekerja, makin tinggi nilai ibadah dan
takwanya kepada Allah. Tauhid dalam produksi juga mengajarkan bahwa
barang-barang yang diproduksi adalah barang yang baik dan halal. Pelaku
ekonomi yang bertauhid, tidak akan mau memproduksi rokok, miras apalagi
narkoba serta barang-barang haram lainnya. Dalam bidang jasa, pelaku ekonomi
yang bertauhid tidak akan membuka perhotelan yang penuh maksiat, hiburan
(diskotik) dan wisata yang sarat kemungkaran, lokasi perjudian, pelacuran, dsb.
Semua itu harus dihindarkan karena bertentangan dengan syariat Allah.2
Ketika seorang muslim hendak membeli, menjual, dan meminjam, ia selalu
tunduk pada aturan-aturan syariah. Ia tidak membeli atau menjual produk dan
jasa-jasa haram, memakan uang haram (riba), memonopoli milik rakyat, korupsi,
ataupun melakukan suap menyuap. Ketika seorang muslim memiliki harta dan
ingin menginvestasikannya agar produktif, ia tidak akan menginvestasikannya
secara ribawi di lembaga-lembaga finansial yang berbasis bunga. Ia juga tidak
akan menggunakannya untuk bisnis spekulasi di pasar modal atau pasar uang
(money changer dan bank devisa). Seorang muslim akan menginvestasikannya
berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah seperti skim mudhabarah, musyarakah. Dan
bentuk investasi syariah lainnya.

2
Agung Zulkarnain Alang, Produksi, Konsumsi dan Distribusi Dalam Islam, Journal Of
Institution And Sharia Finance l Vol. 2 No. 1, Juni, 2019, hal. 11-16

5
Ketika seseorang mengkonsumsi sesuatu, ia tidak berlebih-lebihan, israf
dan mubazzir, karena perilaku tersebut dilarang dalam agama Islam. (QS.17:36)
Meskipun sumber daya yang tersedia cukup banyak, manusia sebagai khalifah
Allah tidak boleh boros dan serakah dalam menggunakannya. Boros adalah
perbuatan setan ( QS.17:27 ) dan serakah adalah perilaku binatang. Karena itu,
dalam memanfaatkan sumber daya, harus efisien dan memikirkan kepentingan
generasi mendatang serta memperhatikan lingkungan.
Ketika seorang muslim mempunyai sejumlah harta, ia tidak memakannya
sendiri, karena dalam Islam setiap muslim yang mendapat harta diwajibkan
untuk mendistribusikan kekayaan pribadinya itu kepada masyarakat sesuai
dengan aturan syariah. Masyarakat berhak untuk menerima distribusi itu.
Kekayaan etika (akhlak) ekonomi Islam dalam kegiatan ekonomi seperti yang
digambarkan di atas sama sekali tidak diajarkan dalam ekonomi kapitalisme.
Karena menurut faham ini, memasukkan gatra nilai etis dalam ekonomi dinilai
tidak relevan. Tawhid memiliki hubungan yang kuat dengan prinsip-prnsip
ekonomi Islam yang lain, seperti keadilan, persamaan, distribusi dan hak milik
sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.

B. Etika Bisnis Dalam Produksi


1. Penngertian Produksi
Produksi merupakan sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini
semenjak manusia menghuni planet ini. Menurut Dr. Muhammad Rawwas
Qalahji kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-Intaj yang secara
harfiah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewjudkan atau mengadakan sesuatu)
atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj
dhamina itharu zamanin muhaddadin(pelayanan jasa yang jelas dengan
menuntut adanya bantuan pengabungan unsurnsur produksi yang terbingkai
dalam waktu yang terbatas). Produksi menurut Kahf mendefenisikan kegiatan
produksi dalam prespektif Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki

6
tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana
untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam,
yaitu kebahagian di dunia dan akhirat.3 Produksi sangat prinsip bagi
kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya
produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.
Dari pengertian di atas produksi adalah setiap bentuk aktivitas yang
dilakukan mansia dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang
disediakan Allah Swt untuk mewujudkan suatu barang dan jasa yang
digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk
mencapai maslahah bukan hanya menciptakan materi.
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi.
Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian
dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi
akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa
kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Fungsi produksi
menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan output yang dapat
dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu.4
2. Prinsip-prinsip Produksi
Beberapa prinsip yang diperhatikan dalam prduksi, antara lain
dikemukakan Muhammad al- Mubarak, sebagai berikut:
a. Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang tercela
karena bertentangan dengan syariah.
b. Dilarang melakukan kegiatan produksi yang mengarah kepada kedzaliman.
c. Larangan melakukan ikhtikar (penimbunan barang).

3
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), 2007,
hal.102
4
Arthur Thompson and John, Formby, Economics of the Firm : Theory and practice, (New
Jersey : Prentice Hall, 1993), hal. 59-60

7
d. Memelihara lingkungan.5
Di bawah ini ada beberapa implikasi mendasar bagi kegiatan produksi
dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain:
a. Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal
yang Islam.
b. Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan
c. Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih
kompleks.6
3. Tujuan Produksi
Menurut Nejatullah ash-Shiddiqi, tujuan produksi sebagai berikut:
a. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar.
b. Pemenuhan kebtuhan keluarga c. Bekal untuk generasi mendatang.
c. Bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.
d. Menurut Ibnu Khaldun dan beberapa ulama lainnya berpendapat kebutuhan
manusia dapat digologkan kepada tiga kategori,yaitu dharuriyah, hajjiyat,
tahsinyat.
4. Faktor-faktor Produksi
a. Tanah dan segala potensi ekonomi di anjurkan al-Qur’an untuk di olah dan
tidak dapat dipisahkan dari proses produksi.
b. Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntutan hak milik melalui produksi.
c. Modal, manajemen dan tekhnologi.
5. Etika dalam Produksi
Etika dalam berproduksi yaitu sebagai berikut:
a. Peringatan Allah akan kekayaan alam.
b. Berproduksi dalam lingkaran yang Halal. Sendi utamanya dalam
berproduksi adalah bekerja, berusaha bahkan dalam proses yang

5
Mawardi, M.Si, Ekonomi Islam, (Pekanbaru: Alaf Riau: 2007), hal. 65.
6
Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, (Yogyakarta : Jalasutra), 2003, hal. 156

8
memproduk barang dan jasa yang toyyib, termasuk dalam menentukan
target yang harus dihasilkan dalam berproduksi.
c. Etika mengelola sumber daya alam dalam berproduksi dimaknai sebagai
proses menciptakan kekayaan dengan memanfaatkan sumber daya alam
harus bersandarkan visi penciptaan alam ini dan seiring dengan visi
penciptaan manusia yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam.
d. Etika dalam berproduksi memanfaatkan kekayaan alam juga sangat
tergantung dari nilai-nilai sikap manusia, nilai pengetahuan, dan
keterampilan. Dan bekerja sebagai sendi utama produksi yang harus
dilandasi dengan ilmu dan syari’ah islam.
e. Khalifah di muka bumi tidak hanya berdasarkan pada aktivitas
menghasilkan daya guna suatu barang saja melainkan Bekerja dilakukan
dengan motif kemaslahatan untuk mencari keridhaan Allah Swt.
f. Namun secara umum etika dalam islam tentang muamalah Islam, maka
tampak jelas dihadapan kita empat nilai utama, yaitu rabbaniyah, akhlak,
kemanusiaan dan pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan
(keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya
merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada
segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai
pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh
segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa produksi,
konsumsi, sirkulasi, dan distribusi.7

C. Etika Bisnis Dalam Distribusi


Sistem ekonomi yang berbasis Islam menghandaki bahwa dalam hal
pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan
kepemilikan. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di
bingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman kaum
7
H. Muh. Said, Pengantar Ekonomi Islam, (Pekanbaru: Suska Press, 2008), hal. 81

9
kapitalis yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk
berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai
keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang
dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu
masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Teori distribusi diharapkan dapat mengatasi masalah distribusi pendapatan
antara berbagai kelas dalam masyarakat. Teori ekonomi modern tentang
distribusi merupakan suatu teori yang menetapkan harga jasa produksi.8
Muhammad Anas Zarqa mengatakan ada beberapa factor yang menjadi
dasar distribusi, yaitu: tukar menukar (exchange), kebutuhan (needs), kekuasaan
(power), sistem sosial dan nilai etika (social system and ethical values). Sejalan
dengan sistem pertukaran antara lain, seseorang memperoleh pendapatan yang
wajar dan adil sesuai dengan kinerja dan kontribusi yang diberikan. Distribusi
juga didasarkan atas kebutuhan seseorang memperoleh upah karena pekerjaannya
dibutuhkan oleh pihak lain. Satu pihak membutuhkan materi untuk dapat
memenuhi kebutuhan keluarga dan pihak lain membutuhkan tenaga kerja sebagai
factor produksi. Kekuasaan juga berperan penting, di mana seseorang yang
memiliki kekuasaan atau otoritas cenderung mendapatkan lebih banyak karena
ada kemudahan akses.
Beberapa prinsip distribusi dalam ekonomi Islam yang dikemukakan oleh
Muhammad Anas Zarqa adalah sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan bagi semua mahkluk.
2. Menimbulkan efek positif bagi pemberi dan penerima.
3. Menciptakan kebaikan di antara semua orang, antara kaya dan miskin.
4. Mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan.
5. Memanfaatan lebih baik terhadap sumber daya alam.

8
M.A. Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,
1995) hal. 113.

10
Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al-
qur’an agar supaya harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan
yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat
memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
Hal ini diungkapkan dalam Al-Qur’an Surah al-Hasyr 59:7

‫ َو ْال َم ٰس ِكي ِْن َواب ِْن‬Y‫ل َولِ ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى‬Yِ ْ‫َمٓا اَفَ ۤا َء هّٰللا ُ ع َٰلى َرسُوْ لِ ٖه ِم ْن اَ ْه ِل ْالقُ ٰرى فَلِ ٰلّ ِه َولِل َّرسُو‬
‫ال َّسبِ ْي ۙ ِل َك ْي اَل يَ ُكوْ نَ ُدوْ لَةً ۢ بَ ْينَ ااْل َ ْغنِيَ ۤا ِء ِم ْن ُك ۗ ْم َو َمٓا ٰا ٰتى ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َما ن َٰهى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوْ ۚا‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ۘ ‫َواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬
“Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-
Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul,
kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang
yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-
orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.”9
Ayat di atas memberikan isyarat bahwa tujuan pendistribusian harta adalah
lebih menitik beratkan kepada orang yang sangat membutuhkan secara adil,
seperti untuk kepentingan perjuangan Allah dan Rasul, untuk orang yatim, orang
miskin dan kaum kerabat. Jangan hendaknya dimonopoli oleh orang-orang
berkuasa lagi kaya.
Dalam system ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan
dengan cara menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional
(national income) adalah teori yang tidak dapat dibenarkan dan bahkan
kemiskinan menjadi salah satu produk dari sistem ekonomi kapitalistik yang
melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil. Fakta empirik

9
https://www.merdeka.com/quran/al-hasyr/ayat-7

11
menunjukkan, bahwa bukan karena tidak ada makanan yang membuat rakyat
menderita kelaparan melainkan buruknya distribusi makanan
1. Urgensi dan Tujuan Distribusi
Islam sangat mendukung pertukaran barang dan menganggapnya
produktif dan mendukung para pedangang yangg berjaln di muka bumi
mencari sebagian dari karunia Allah, dan membolehkan orang memiliki modal
untuk berdagang, tapi ia tetap berusaha agar pertukaran barang itu berjalan
atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Tetap mengumpulkan antara kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat.
b. Antara dua penyelenggara muamalat tetap ada keadilan dan harus tetap ada
kebebasan ijab kabul dalam akad-akad.
c. Tetap berpengaruhnya rasa cinta dan lemah lembut.
d. Jelas dan jauh dari perselisihan.
2. Tujuan Distribusi dalam Ekonomi Islam
a. Tujuan Dakwah, yakni dakwah kepada Islam dan menyatukan hati
kepadanya.
b. Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan dalam distribusi adalah seperti
dalam surah at- Taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang
berakhlak karimah.
c. Tujuan sosial, yakni memenuhi kebutuhan masyarakat serta keadilan dalam
distribusi sehingga tidak terjadi kerusuhan dan perkelahian.
d. Tujuan Ekonomi, yakni pengembangan harta dan pembersihannya,
memberdayakan SDM, kesejahteraan ekonomi dan penggunaan terbaik
dalam menempatkan sesuatu.
3. Etika Distribusi
a. Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
b. Transfaran, dan barangnya halal serta tidak membahayakan.
c. Adil, dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang di dalam Islam.

12
d. Tolong menolong, toleransi dan sedekah.
e. Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.
f. Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.
g. Larangan Ikhtikar, ikhtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan
harga.
h. Mencari keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari
keuntungan yang semaksimal mugkin yang biasanya hanya mementingkan
pribadi sendiri tanpa memikirkan orang lain.
i. Distribusi kekayaan yang meluas, Islam mencegah penumpukan kekayaan
pada kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh
lapisan masyarakat.
j. Kesamaan Sosial, maksudnya dalam pendistribusian tidak ada diskriminasi
atau berkasta-kasta, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi.10

D. Etika Bisnis Dalam Konsumsi


1. Pengertian Konsumsi
Salah satu persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam ialah masalah
konsumsi. Konsumsi berperan sebagai pilar dalam kegiatan ekonomi
seseorang (individu), perusahaan maupun negara. konsumsi secara umum
diformulasikan dengan: ”Pemakaian dan penggunaan barang-barang dan jasa,
seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga,
kenderaan, alat-alat hiburan, media cetak dan elektronik, jasa telephon, jasa
konsultasi hukum, belajar/ kursus, dsb”.
Berangkat dari pengertian ini, maka dapat dipahami bahwa konsumsi
sebenarnya tidak identik dengan makan dan minum dalam istilah teknis
sehari-hari; akan tetapi juga meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala
sesuatu yang dibutuhkan manusia. Namun, karena yang paling penting dan
umum dikenal masyarakat luas tentang aktivitas konsumsi adalah makan dan
10
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam , hal. 29-30

13
minum, maka tidaklah mengherankan jika konsumsi sering diidentikkan
dengan makan dan minum.
2. Tujuan Konsumsi
Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mewujudkan maslahah
duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi ialah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan,
pendidikan (akal). Kemaslahatan akhirat ialah terlaksanaya kewajiban agama
seperti shalat dan haji. Artinya, manusia makan dan minum agar bisa
beribadah kepada Allah. Manusia berpakaian untuk menutup aurat agar bisa
shalat, haji, bergaul sosial dan terhindar dari perbuatan mesum (nasab).
Sebagaimana disebut di atas, banyak ayat dan hadits yang berbicara
tentang konsumsi, di antaranya Surat al A’raf ayat 31.
  ُّ‫ا اِنَّهٗ اَل ي ُِحب‬Yۚ ْ‫ْرفُو‬ ٰ
ِ ‫ٰيبَنِ ْٓي ا َد َم ُخ ُذوْ ا ِز ْينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َّو ُكلُوْ ا َوا ْش َربُوْ ا َواَل تُس‬
ِ ‫ْال ُمس‬
َ‫ْرفِيْن‬
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”11
3. Prinsip-prinsip Konsumsi
Menurut Abdul Mannan bahwa perintah Islam mengenai konsumsi
dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu:
a. Prinsip Keadilan
b. Prinsip Kebersihan
c. Prinsip Kesederhanaan
d. Prinsip Kemurahan Hati
e. Prinsip Moralitas.
f. Etika Konsumsi12

11
https://www.merdeka.com/quran/al-araf/ayat-31
12
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Empat: 2011), hal.
140

14
4. Etika konsumsi menurut Naqvi adalah sebagai berikut:
a. Tauhid (Unity/ Kesatuan)
Karakteristik utama dan pokok dalam Islam adalah “tauhid” yang menurut
Qardhawi dibagi menjadi dua kriteria, yaitu rubaniyyah gayah (tujuan)
danwijhah (sudut pandang). Kriteria pertama menunjukkan maksud bahwa
tujuan akhir dan sasaran Islam adalah menjaga hubungan baik dan
mencapai ridha-Nya. Sehingga pengabdian kepada Allah merupakan tujuan
akhir, sasaran, puncak cita-cita, usaha dan kerja keras manusia dalam
kehidupan yang fana ini. Kriteria kedua adalah rabbani yang masdar
(sumber hukum) dan manhaj (sistem). Kriteria ini merupakan suatu sistem
yang ditetapkan untuk mencapai sasaran dan tujuan puncak (kriteria
pertama) yang bersumber al-Qur’an dan Hadits Rasul.
b. Adil (Equilibrium/ Keadilan)
Khursid Ahmad mengatakan, kata ‘adl dapat diartikan seimbang
(balance)dan setimbang (equlibrium). Atas sebab dasar itu ia menyebutkan
konsepal-‘adl dalam prespektif Islam adalah keadilan Ilahi. Salah satu
manifestasi keadilan menurut al- Qur’an adalah kesejahteraan. Keadilan
akan mengantarkan manusia kepada ketaqwaan, dan ketaqwaan akan
menghasilkan kesejahteraan bagi manusia itu sendiri.
c. Free Will (Kehendak Bebas)
Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas namun kebebasan
ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang
merupakan hukum sebab- akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan
kehendak Tuhan.
d. Amanah (Responsibility/ Pertanggungjawaban)
Etika dari kehendak bebas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata lain,
setelah manusia melakukan perbuatan maka ia harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan demikian prinsip

15
tanggung jawab merupakan suatu hubungan logis dengan adanya prinsip
kehendak bebas.
e. Halal
Kehalalan adalah salah satu kendala untuk memperoleh maksimalisasi
kegunaan konsumsi salam kerangka Ekonomi Islam. Kehalalan suatu
barang konsumsi merupakan antisipasi dari adanya keburukan yang
ditimbulkan oleh barang tersebut.
f. Sederhana.
Sederhana dalam konsumsi mempunyai arti jalan tengah dalam
berkomunikasi. Diantara dua cara hidup yang ekstrim antara paham
materilialistis dan zuhud. Ajaran al-Qur’an menegaskan bahwa dalam
berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir.13
Dengan demikian dapat dipahami bahwa syarat utama etika konsumsi
dalam Islam adalah harus berdasarkan Tauhid, adil, kehendak bebas, harus
teramanah Responsibility/ ada pertanggungjawaban, halal dan sederhana.

BAB III
PENUTUP
13
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam 2, (Pekanbaru, Mujtahadah Press: 2010), hal. 21

16
A. Kesimpulan
Produksi adalah setiap bentuk aktivitas yang dilakukan mansia dengan cara
mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan Allah Swt untuk
mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan
fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain
produksi dimaksudkan untuk mencapai maslahah bukan hanya menciptakan
materi. Etika produksi menurut islam berproduksi dalam lingkaran yang halal,
etika mengelola sumber daya alam dalam berproduksi, namun secara umum etika
dalam islam tentang muamalah Islam, maka tampak jelas dihadapan kita empat
nilai utama, yaitu rabbaniyah, akhlak, kemanusiaan dan pertengahan. Nilai-nilai
ini menggambarkan kekhasan (keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam,
bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang
tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran islam.
Teori distribusi diharapkan dapat mengatasi masalah distribusi pendapatan
antara berbagai kelas dalam masyarakat. Teori ekonomi modern tentang
distribusi merupakan suatu teori yang menetapkan harga jasa produksi. Islam
sangat mendukung pertukaran barang dan menganggapnya produktif dan
mendukung para pedangang yangg berjaln di muka bumi mencari sebagian dari
karunia Allah, dan membolehkan orang memiliki modal untuk berdagang.
Konsumsi berperan sebagai pilar dalam kegiatan ekonomi seseorang
(individu), perusahaan maupun negara. konsumsi secara umum diformulasikan
dengan: ”Pemakaian dan penggunaan barang-barang dan jasa, seperti pakaian,
makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kenderaan, alat-alat
hiburan, media cetak dan elektronik, jasa telephon, jasa konsultasi hukum,
belajar/ kursus, dsb.
Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mewujudkan maslahah
duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi ialah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan

17
(akal). Kemaslahatan akhirat ialah terlaksanaya kewajiban agama seperti shalat
dan haji. Artinya, manusia makan dan minum agar bisa beribadah kepada Allah.
Manusia berpakaian untuk menutup aurat agar bisa shalat, haji, bergaul sosial
dan terhindar dari perbuatan mesum (nasab).
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga menambah wawasan kita
semua baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca dari pemaparan materi
yang telah disampaikan penulis diatas, hendaklah menjadi pembelajaran bagi kita
semua.Didalam mempelajari suatu materi tentunya membutuhkan kesabaran
untuk memahami arti yang terkandung didalamnya. Untuk itu rasa optimis untuk
mencapai segala sesuatu harus kita tanamkan pada diri kita supaya kita yakin
bahwa sebenarnya kita itu mampu.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangannya, baik dari segi isi maupun dari segi penulisannya. Untuk itu kami
sebagai penyusun meminta kritik dan saran kepada pembaca tentang makalah
kami agar kami dapat memperbaiki makalah kami supaya lebih baik lagi
kedepannya. Kekurangan dari penyusunan dan penulisan makalah ini hendaklah
menjadi pemacu bagi teman-teman yang lain untuk lebih membuka ide,
wawasan, dan menggali lebih dalam akan konsep kafalah itu yang sesungguhnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anto, Hendrie. 2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Yogyakarta: Jalasutra.


Harahap Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta: Salemba
Empat.
Karim, Adiwarman. 2007. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
M. Shaluddin. 2007. Azas-Azas Ekonomi Islam. Jakarta: CV.Raja Grafindo Persada.
Mawardi, M.Si. 2007. Ekonomi Islam. Pekanbaru: Alaf Riau.
Mannan, M.A. 1995. Teori dan Praktik Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf
Mujahidin, Akhmad. 2010. Ekonomi Islam 2. Pekanbaru, Mujtahadah Press.
Said, H. Muh. 2008. Pengantar Ekonomi Islam. Pekanbaru: Suska Press.
Thompson , Arthur and John Formby. 1993. Economics of the Firm : Theory and
practice. New Jersey: Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai