Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI SYARIAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Desain
Kontrak Perjanjian Syariah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam, Program Studi
Perbankan Syariah

DOSEN MATA KULIAH :


RAHMAENI NUR, S.Pd.,M.E

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

AINAYAH (612062019064)
RESKI WIRA IRIANTI RAZAK (612062019069)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE


TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Segala puji bagi Allah Subahana wa ta’ala yang teleh memberikan kesempatan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Tak lupa pula kita kirimkan solawat dan salam kepada Nabi
Muhammad Shallahu ‘alaihi wasallam yang telah membawa manusia dari masa
jahilia kemasa intelektual seperti saat ini. Makalah yang kami buat ini
memaparkan tentang “PRINSIP-PRINSIP EKONOMI SYARIAH”. Makalah ini
kami buat dengan maksud untuk memenuhi tugas kelompok yang diberikan oleh
dosen “RAHMAENI NUR, S.Pd.,M.E” pada semester tiga ini dengan mata kuliah
bank dan lembaga keungan non bank.
Kami berharap makalah ini dapat memberi sumbansi kepada para pembaca
dalam proses pembelajaran, dapat menambah pengetahuan pembaca maupun
penulis itu sendiri serta dapat menjadi bahan referensi bagi kawan mahasiswa.

Kami selaku penyusun makalah sangat sadar akan kekurangan dalam


pembuatan makalah ini, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari kawan
mahasiswa terlebih kepada dosen mata kuliah kuliah bank dan lembaga keungan
non bank sendiri agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.

Sekian dan terimaksih

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BAB II

PEMBAHASAN

1. PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN (BISNIS) BERDASARKAN AL-


QUR’AN DAN HADITS NABI MUHAMMAD SAW

Menurut Imaddudin (2007 : 156), ada lima dasar prinsip dalam etika Islam
berdasarkan Al-quran dan hadits yaitu : kesatuan (unity), keseimbangan
(equilibrium), kehendak bebas (free will), taggung jawab (responsibility),
kebenaran, kebajikan, dan kejujuran (truth, goodness, honesty):

a. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam
konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan
muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi
keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi
dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka Islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi
membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan
bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu
persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
b. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan
melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah
untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang
berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau
menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis
pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis
adalah kepercayaan dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan
sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan
timbangan.
Dalam surah al Isra ayat 35 Allah SWT berfirman yang artinya :
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya. Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam
mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak
disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-
Maidah ayat 8 yang artinya : 32 Hai orang-orang beriman, hendaklah
kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah SWT, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa
c. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam,
tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.
Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan
bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja
dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia
untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas
dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap
masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
d. Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh
manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan
akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan,
manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis
prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan
batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
e. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran (truth, goodness, honesty)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran
lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan
kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat,
sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses
mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam
proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip
kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak
yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis1
f. Prinsip manfaat
Tujuan dilakukannya suatu transaksi dan bisnis adalah untuk
memperoleh manfaat sesuai dengan kebutuhan yang menunjang keber-
langsungan aktivitas dan kehidupan dunia akhirat. Tidaklah logis suatu
usaha dan bisnis dilakukan tanpa bermaksud memperoleh manfaat
(mashlahah). Pemenuhan manfaat (mashlahah) ini menjadi dasar
disyariat- kannya sejumlah aturan dalam Islam, termasuk aturan
ekonomi agar dalam menjalankannya tidak melenceng atau keluar dari
tujuan prinsip tersebut. Prinsip ini memperingatkan bahwa sesuatu
bentuk transaksi dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan
manfaat (maslahah) dan menghindari bahaya (mudarat) dalam hidup
bermasyarakat. Dalam suatu kontak, objek dari apa yang diakadkan
haruslah mengandung manfaat bagi kedua pihak bahkan masyarakat
sekitarnya.2
2. RUMUSAN PRINSIP-PRINSIP BISNIS MENURUT FUKAHA
(Pendapat ahli)
Menurut Faturrahman Djamil, dalam bisnis syariah terdapat
beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan yaitu :
Pertama , kaidah fikh atau hukum islam yang menyatakan pada dasarnya
segala bentyuk muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya. Kedua, muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan

1
HJ.Darmawati1, etika bisnis dalam persepektif islam: eksplorasi prinsip etis dan sunnah (2013), .
hal.65-66
2
Abdullahana,kaidah-kaidah keabsahan multi akad dan desain konrak ekonomi syariah (april
2020) hal.20
mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudarat atau yang biasa
disebut kemaslahatan. Ketiga muamalah dilakukan dengan memelihara
nilai keseimbangan (tawazun) dalam pembangunan.
Menurut M.Quraish Sihab ,prinsip bisnis syariah dalam konteks
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Al-Qur’an dan konteks berbisnis
paling tidak dikelompokkan dalam tiga kelompok besar.
Pertama : berkaitan dengan hati dan kepercayaan bisnis
Kedua : berkaitan dengan moral dan perilaku bisnis
Ketiga : berkaitan dengan pengembangan harta/perolehan dan
keuntungan
Sementara itu, Ali Fikri (1997:114) menyebutkan beberapa prinsip
(asas) dalam ekonomi Islam :
1. Mengakui hak milik baik secara individual maupun secara umum
2. Kebebasan ekonomi
3. Kebersamaan dalam menanggung kebaikan (al takaful al ijtimai) Dalam
prinsip ini mencakup
a. Guna mewujudkan kebahagiaan baik pribadi maupun masyarakat
b. Kepentingan pribadi tidak boleh merugikan kepentingan jemaah (orang
banyak)
c. Kebersamaan dalam rangka menjaga kesatuan (ukhuwah), keakraban,
ta‟awun, dan saling amanah
d. Berlaku objektif dan tidak diskriminatif

Zainul Arifin mengutip pendapat Metwally, bahwa prinsip-prinsip


ekonomi Islam adalah: 1) prinsip keimanan, 2) prinsip tanggungjawab sosial,
3) prinsip kerja sama dengan suka rela, 4) prinsip pemerataan, 5) prinsip
kepentingan umum, 6) prinsip kejujuran, 7) prinsip zakat, dan 8) prinsip
larangan riba.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa banyak prinsip-prinsip yang


disepakati oleh para fukaha (ulama) sebagai prinsip yang fundamental dalam
berbisnis. Ada pendapat yang menyebutkan jumlah prinsip yang lebih banyak
dan ada pula yang sedikit. Namun demikian, pada dasarnya pendapat fukaha
yang menyebutkan lebih sedikit itu dapat meliputi tambahan prinsip yang
disebutkan oleh fukaha lain. Oleh karena ada prinsip yang sifatnya lebih
pokok (fundamental), yakni maknanya dapat mencakup beberapa prinsip.
Misalnya prinsip kejujuran, dalam prinsip ini cakupan maknanya dapat
meliputi; prinsip kebenaran, prinsip transparan (terbuka), prinsip menghindari
spekulasi, dan prinsip kepercayaan. Sebab pedagang yang jujur adalah
pedagang yang benar, terbuka, tidak melakukan spekulasi, dan dapat
dipercaya. Prinsip tauhid merupakan prinsip yang paling fundamental (pokok).

Prinsip inilah yang melahirkan semua prinsip yang lain. Sekiranya prinsip-
prinsip tersebut mau dipadatkan, maka akan mengkristal menjadi satu prinsip
saja, yaitu prinsip tauhid. Oleh karena, adanya keyakinan kepada Allah Swt
sebagai satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, maka berimplikasi pada
kewajiban menjalankan syariat-Nya (perintah dan larangan), termasuk
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam bidang bisnis (muamalah),
misalnya ketentuan tentang wajibnya berlaku jujur dalam berbisnis, dan
demikianlah seterusnya atas prinsip-prinsip yang lain3

3
Dr.Mardani.,hukum bisnis syariah.,hal 32-33
3. SKEMA PEMBAGIAN PRINSIP BISNIS DALAM ISLAM
Prinsip-prinsip bisnis yang telah diuraikan dapat dibagi ke dalam
dua kelompok, yaitu (1) prinsip pokok (asliy atau asasiy) dan (2) prinsip
ikutan Prinsip pokok/asas merupakan prinsip yang paling penting dan
menjadi dasar untuk dapat terealisasinya prinsip lain yang bersifat ikutan/
bawaan. Prinsip ikutan merupakan prinsip yang diperlukan dan harus ada
ketika prinsip pokok akan diterapkan. Artinya, prinsip pokok tidak akan
sempurna pelaksanaannya apabila tidak dibarengi dengan prinsip-prinsip
ikutan yang diperlukan sebagai konsekuensi logis dari prinsip pokok. Satu
prinsip pokok akan melahirkan beberapa prinsip ikutan sebagai
konsekuensi fungsionalnya. Dengen demikian, skema pembagian prinsip-
prinsip bisnis yang telah digariskan dalam syariat Islam dapat dipetakan
sebagai berikut :

Prinsip Tauhid

Prinsip amanah Prinsip fatmah

Prinsip sidiq Prinsip ridha Prinsip tabliq Prinsip ikhtiar


sidiq tTabliqh

Jika prinsip-prinsip tersebut diamalkan dalam suatu kegiatan bisnis, maka


bisnis tersebut akan mendatangkan maslahah dan sekaligus terhindar dari tiga
Prinsip Mas’ulun Prinsip adil Prinsip zakat Prinsip ihsan
prinsip pokok/fundamental yang dilarang dalam bisnis yaitu; 1) riba, 2) garar dan,
3) maisir (spekulasi). Oleh karena, ketiga prinsip pokok bisnis yang dilarang
tersebut jika dipraktikkan, maka akan mendatangkan; kezaliman, kemudaratan,
pemerasan, penipuan, dan lain-lain.4

4. PRINSIP-PRINSIP BISNIS YANG DILARANG DALAM SYARIAT


ISLAM

Adapun prinsip-prinsip bisnis /jual beli yang dilarang dalam islam yaitu:

a. Riba
Riba menurut bahasa berarti al ziyadah (tambahan). Yang dimaksud
disini adalah tambahan atas modal, baik penambahan itu sedikit
ataupun banyak (Sabiq, 1998: 89). Banyak ayat dan hadis yang
melarang tentang riba ini
b. Gharar
Secara bahasa gharar adalah bahaya (al mukhatarah), cenderung pada
kerusakan (al ta‟ridh li al halak), penipuan (alkhida‟), ketidakjelasan
(jahalah) atau sesuatu yang lahirnya disukai tetapi bathinnya dibenci
(Djamil, 2013: 159). Secara terminologi, gharar adalah
semua jenis jual beli yang mengandung ketidakjelasan (jahalah),
spekulasi, atau mengandung taruhan (Sabiq, 1998: 54- 55 dan Zuhaili,
1984: 3411). Para fuqaha melakukan kategorisasi terhadap sesuatu
yang dianggap gharar; gharar atau jahalah yang besar, yang sedikit,
dan yang pertengahan. Gharar yang dianggap besar adalah benda yang
diperjualbelikan belum atau tidak dimiliki seperti burung yang terbang
di udara. Gharar kecil adalah benda yang sifatnya belum jelas kecuali
setelah dilihat. Gharar kecil ini bagi sebagian ulama (Hanafiyah)
dibolehkan. Adapaun gharar menengah adalah diikutkan kepada mana
yang paling condong sedikit ghararnya atau banyak. Terhadap gharar
besar, ulama sepakat mengharamkannya (Zuhaili, 1996: 3414)
c. Tadlis Penipuan

4
Abdullahana,kaidah-kaidah keabsahan multi akad dan desain konrak ekonomi syariah (april
2020)hal.28-29
Ketiga, tadlis (penipuan) yakni penipuan atas adanya kecacatan barang
yang diperjualbelikan. Tadlis ada kalanya dari penjual dan ada kalanya
dari pembeli. Tadlis dari penjual berupa merahasiakan cacat barang
dan mengurangi kuantitas atau kualitas barang tetapi seolah-olah tidak
berkurang. Tadlis pada pembeli berupa alat pemabayaran yang tidak
sah. Dalam ekonomi Islam kondisi ideal dalam pasar yaitu penjual dan
pembeli mempunyai informasi yang sama terhadap objek atau barang
yang diperjualbelikan sehingga terjadi kerelaan dari masing-masing
pihak (an taradhin minkum). Pada saat terjadi ketimpangan informasi
terhadap objek yang diperjualbelikan, maka besar kemungkinan terjadi
penipuan. Oleh sebab iu tadlis ini dilarang. Bentuk tadlis bisa terjadi
pada kuantitas barang dan bisa juga pada kualitas barang.
d. Jual beli yang berisi kezaliman
Semua jual beli yang berisi kezhaliman dari salah satu pihak atas yang
lainnya maka jual belinya terlarang. Para ulama memberikan satu
kaedah bahwa Semua muamalat Yang mengandung tindakan
merugikan dari salah satu transaktor terhadap yang lainnya dan pihak
yang lain tersebut tidak ridha maka muamalatnya terlarang
e. Menjual barang yang diharamkan
Kemudian jual beli yang dilarang dalam Islam lainnya adalah menjual
barang-barang yang diharamkan. Ketika barang yang telah Allah
tetapkan haram, maka untuk menjualnya pun diharamkan,
sebagaimana sabda Rasulullah Saw : “Sesungguhnya Allah jika mengh
aramkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka diharam kan pula
hasil penjualannya” (HR. Abu Daud)
f. Larangan khalabah (pemasaran yang menysatkan)
Khalabah berarti menyesatkan ,seperti merayu klien-klien yang polos,
dan kurang hati-hati dengan melebih-lebihkan mutu komoditas. hal ini
dilarang karna sangat tidak etis ,seseorang menampilkan produknya
dengan cara tertentu ,semntara kenyataannya tidak begitu. Oleh karna
itu pemasaran dengan cara memanipulatif dan berlebihan serta tidak
sesuai fakta dagangannya adalah dilarang.5

5
St.Saleha Madjid., jurnal hukum ekonomi syaria.,(2018) hal20-24

Anda mungkin juga menyukai