Anda di halaman 1dari 17

RANGKUMAN

“ETIKA BISNIS DAN ETIKA PEMASARAN SECARA SYARIAH”


Diajukan sebagai salah satu syarat memenuhi tugas kelompok mata kuliah
manajemen pemasaran bank syariah

DI SUSUN OLEH :
Kelompok I
M. Taufiq Alfikri N ( 11820511546 )
M. Ali Fashya A ( 11820514723 )
Uhri Ramadhan H ( 11820514671 )

Lokal EI F / V

DOSEN PENGAMPU:

Haniah Lubis, S.E, M.E.Sy

EKONOMI SYARIAH F
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
T.A 2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. 2

ETIKA BISNIS DAN ETIKA PEMASARAN SECARA SYARIAH…………… 3

A. Implikasi Etika Bisnis dan Fungsi Fungsi Bisnis………………………… 3


B. Hubungan Perusahaan dan Pelaku Usaha Lain…………………………... 7
C. Ruang Lingkup Etiks Bisnis Islami………………………………………. 12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 17

2
ETIKA BISNIS DAN ETIKA PEMASARAN SECARA SYARIAH

A. Implikasi Etika Bisnis dan Fungsi Fungsi Bisnis

Etika adalah ilmu normatif sebagai penuntun hidup manusia, yang memberi
perintah terkait dengan apa yang seharusnya dikerjakan. Ketika etika mengarahkan
manusia menuju aktualisasi kapasitas terbaiknya dengan menerapkan etika dan
kejujuran dalam berusaha, maka dapat menciptakan baik aset langsung maupun tidak
langsung yang akhirnya meningkatkan nilai entinitas bisnis itu sendiri. Pada dasarnya
praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka
menengah maupun jangka panjang.

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa tanpa suatu etika yang menjadi
acuannya, maka para pelaku bisnis akan bebas tidak terkendali menghalalkan segala
cara bahkan dapat mengorbankan apa saja demi mencapai tujuan yang diinginkannya.
Pada umumnya filosofis yang mendominasi para pelaku bisnis adalah bagaimana cara
memaksimalkan keuntungan.

Adanya enam prinsip dalam ilmu ekonomi Islam yang harus diterapkan yaitu:
pertama, tauhid (kesatuan). Konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam
sekaligus horizontal yang memadukan antara segi politik dan sosial ekonomi. Kedua,
keseimbangan (keadilan). Keadilan ini sangat ditekankan oleh Allah dengan
menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan, yang memiliki arti umat yang
memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam gerak, arah dan tujuannya serta memiliki
aturan-aturan kolektif yang berfungsi sebagai pembenaran. Dengan demikian
keseimbangan, kebersamaan, kemodernan merupakan prinsip etis mendasar yang
harus diterapkan dalam aktivitas maupun entinitas bisnis.

Ketiga, kehendak bebas. Manusia memiliki kehendak bebas untuk


mengarahkan kehidupannya kepada tujuan yang akan dicapainya. Manusia

3
mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian atau tidak, melaksanakan
bentuk aktifitas bisnis tertentu, berkreasi dengan mengembangkan segala potensi
bisnis yang ada di muka bumi dengan tidak mengabiakan kaidah-kaidah yang ada.
Keempat, pertanggungjawaban. Kebebasan bisnis yang dilakukan oleh manusia tidak
lepas dari pertanggungjawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang dilakukan.
Aktivitas bisnis dibatasi oleh koridor hukum, norma dan etika yang harus dipatuhi
dan dijadikan refrensi atau acuan dan landasan dalam menggunakan sumber daya
yang dikuasai. Kelima, prinsip kejujuran. Kejujuran merupakan kunci keberhasilan
para pelaku bisnis untuk mempertahankan bisnisnya dalam jangka panjang.

Kejujuran diperlukan dalam dunia bisnis, dengan alasan kejujuran sangat


dibutuhkan dalam memulai sebuah perjanjian atau kontrak dan kejujuran sangat
relevan dengan penawaran barang terhadap konsumen, serta kejujuran sangat
diperlukan dalam hubungan kerja intern. Keenam prinsip keadilan. Prinsip dimana
harus adil dalam menjalankan kewajiban dan memperoleh hak. 1 Keenam prinsip di
atas memberikan kontribusi pagi para pelaku usaha bahwa bisnis tidak terlepas dari
etika/akhlak Akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan Islami, karena risalah
Islam adalah risalah Akhlak. Sebagaimana pula tidak pernah terpisah antara agama
dan negara, dan antara materi dan rohani. Seorang muslim yakin akan kesatuan hidup
dan kesatuan kemanusiaan.

Manfaat etika bisnis menurut Sutrisna dalam jurnal Lina Juliana Haurissa dan
Maria Praptiningsih adalah sebagai berikut:2

a. Sebagai moralitas, etika bisnis membimbing tingkah laku manusia agar


dapat mengelola kehidupan dan bisnis menjadi lebih baik.

1
Syed Nawab Naqvi, Ethict and Economics: An Islamic Syntesis, alih bahasa oleh Husin
Anis : Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami, (Bandung: Mizan, 1993), h. 5
2
Lina Juliana Haurissa dan Maria Praptiningsih, Analisis Penerapan Etika Bisnis Pada PT
Maju Jaya di Pare – Jawa Timur, Jurnal AGORA, Vol. 2, No. 2, 2014, h. 3

4
b. Dapat mendorong dan mengajak orang untuk bersikap kritis dan rasional
dalam mengambil keputusan berdasarkan pendapatnyasendiri, yang dapat
dipertanggungjawabkannya.
c. Dapat mengarahkan masyarakat untuk berkembang menjadi masyarakat
yang tertib, teratur, damai, dan sejahtera dengan mentaati norma-norma
yang berlaku demi mencapai ketertiban dan kesejahteraan sosial.
d. Sebagai ilmu pengetahuan, etika bisnis memberikan pemenuhan terhadap
keingintahuan dan menuntut manusia untuk dapat berperilaku moral secara
kritis dan rasional.

Adapun pendapat Sinour (2009) etika bisnis memberikan keuntungan dan


membantu para pebisnis. Keuntungan yang dimaksud Sinour adalah sebagai berikut:3

a. Etika bisnis menyadarkan para pebisnis tentang adanya dimensi etis yang
melekat dalam perusahaan yang dibangun.
b. Etika bisnis memampukan para pebisnis untuk membuat pertimbangan-
pertimbangan moral dan pertimbangan ekonomis secara memadai.
c. Etika bisnis member arah yang tepat bagi para pebisnis ketika akan
menerapkan pertimbangan-pertimbangan moral-etis dalam setiap kebijakan
dan keputusan bisnis demi tercapainya tujuan yang ditargetkan.

Bisnis dalam Islam berfungsi unutk mencapai empat hal utama yaitu antara
lain :

a. target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri,


b. pertumbuhan,
c. keberlangsungan,
d. keberkahan. :

3
Ibid., h. 4

5
Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, artinya bahwa bisnis tidak
hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya,
tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau
manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal
(lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian sosial dan
sebagainya.

Benefit, yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaat kebendaan,


tetapi juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal
perbuatan tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga orientasi
lainnya, yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah ruhiyah. Dengan
qimah insaniyah, berarti pengelola berusaha memberikan manfaat yang bersifat
kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan sosial (sedekah), dan bantuan
lainnya. Qimah khuluqiyah, mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlak mulian
menjadi suatu kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas bisnis sehingga
tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional
atau profesional. Sementara itu qimah ruhiyah berarti aktivitas dijadikan sebagai
media untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Pertumbuhan, jika profit materi dan profit non materi telah diraih, perusahaan
harus berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat. Upaya peningkatan ini
juga harus selalu dalam koridor syariah, bukan menghalalkan segala cara.

Keberlangsungan, target yang telah dicapai dengan pertumbuhan setiap


tahunnya harus dijaga keberlangsungannya agar perusahaan dapat exis dalam kurun
waktu yang lama.

Keberkahan, semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika
tidak ada keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan berkah sebagai
tujuan inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya segala aktivitas manusia.

6
Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang dilakukan oleh pengusaha muslim
telah mendapat ridla dari Allah Swt., dan bernilai ibadah.4

B. Hubungan Perusahaan Dengan Pelaku Usaha Lain

Dalam hubungan perusahaan dengan pelaku usaha lain tidak terlepas adanya
persaingan bisnis. Strategi bersaing atau persaingan dalam pandangan Islam
dibolehkan dengan kriteria bersaing secara baik. Salah satunya dijelaskan dalam al-
Qur’an surat al-Baqarah ayat 148 tentang anjuran berlomba dalam kebaikan:

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap


kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja
kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. alBaqarah: 148)

Dalam kandungan ayat tersebut dijelaskan bahwa persaingan bertujuan untuk


kebaikan itu diperbolehkan, selama persaingan itu tidak melanggar prinsip syariah
seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Hal seperti itu ternyata dapat
meningkatkan kualitas penjualan dan menarik para pembeli tanpa menghancurkan
pedagang lainnya. Hendaknya seorang muslim tetap berusaha keras sebaik mungkin
dengan penuh tawakkal mengharap ridha-Nya dan apa yang dilakukan semata-mata
untuk beribadah kepada-Nya. Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa sebagai seorang
muslim perlu berlombalomba dalam mengerjakan kebaikan. Termasuk untuk
bertransaksi ekonomi berdasarkan syariah maka telah melakukan kebaikan yaitu
menegakkan kebenaran agama. Didalam surat lain al-Qur’an juga memperingatkan
kepada para pesaing untuk tidak menjadikan dirinya serakah, dengan berlomba-
lomba untuk mendapatkan keuntungan duniawi sebanyak-banyaknya. Karena sikap
demikian akan menjadikan manusia lalai dan lengah.

4
Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis
Islami, (Jakarta : Gema Insani Perss ), 2002 h. 18-20.

7
Minimal ada tiga unsur yang perlu dicermati dalam membahas persaingan bisnis
menurut Islam yaitu:5

a. Pihak-pihak yang bersaing Manusia merupakan pusat pengendali


persaingan bisnis. Ia akan menjalankan bisnisnya terkait dengan
pandangannya tentang bisnis yang digelutinya termasuk persaingan yang
terjadi didalamnya. Bagi seorang muslim, bisnis yang dilakukan adalah
dalam rangka memperoleh dan mengembangkan kepemilikan harta. Harta
yang diperoleh adalah rezeki yang merupakan karunia telah ditetapkan
Allah Swt. Bagi seorang muslim persaingan adalah berebut menjadi yang
terbaik, terbaik dalam produk yang bermutu, harga bersaing “tidak
membanting harga, maupun merugikan konsumen”. Dengan hal tersebut
sebagaimana firman Allah Swt:
b. Cara bersaing Berbisnis adalah bagian dari muamalah. Karenanya, bisnis
juga tidak terlepas dari hukum-hukum yang mengatur masalah muamalah.
Karenanya persaingan bebas yang menghalalkan segala cara merupakan
praktik yang harus dihilangkan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip
muamalah Islam. Rasulullah Saw telah memberikan contoh bagaiamana
bersaing dengan baik. Ketika berdagang, Rasul tidak pernah melakukan
usaha untuk menghancurkan pesaing dagangnya. Itu bukan berarti
Rasulullah berdagang seadanya tanpa memperhatikan daya saingnya. Yang
beliau lakukan adalah dengan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
dan menyebut spesifikasi barang yag dijual dengan jujur termasuk jika ada
cacat pada barang tersebut. Secara alami, hal seperti itu ternyata justru
mampu meningkatkan kualitas penjualan dan menarik para pembeli tanpa
menghancurkan pedagang lainnya.

5
Utari Evy Cahyani, Strategi Bersaing Dalam Berbisnis Secara Islami, Jurnal At-Tijaroh,
Vol. 2, No. 1 (2016), h. 64.

8
c. Produk (barang dan jasa) yang dipersaingkan Selain pihak yang bersaing,
cara bersaing Islam memandang bahwa produk (baik barang/jasa)
merupakan hal terpenting dalam persaingan bisnis. Islam sendiri
memberikan penegasan bahwa barang atau produk yang dipersaingkan
harus mempunyai satu keunggulan. Dan beberapa keunggulan produk yang
dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing adalah sebagai berikut:

1) Produk yakni produk usaha bisnis yang dipersaingkan baik barang


maupun jasa harus halal. Spesifikasinya harus sesuai dengan apa yang
diharapkan konsumen untuk menghindari penipuan, kualitas terjamin
dan berdaya saing.

2) Harga yakni bila ingin memenangkan persaingan, maka harga harus


kompetitif. Dalam hal ini tidak dikenankan membanting harga dengan
tujuan menjatuhkan pesaing.

3) Tempat yakni tempat yang digunakan harus baik, bersih, sehat dan
nyaman serta harus dihindarkan dari hal-hal yang diharamkan seperti
barang yang dianggap sakti untuk menarik pelanggan.

4) Pelayanan yakni Islam juga sangat menekankan pentingnya sebuah


pelayanan dalam usaha bisnis. Suatu bisnis akan senantiasa berkembang
dan sukses manakala ditunjang dengan adanya pelayanan terbaik.
Misalnya dengan keramahan, senyum kepada para konsumen akan
semakin baik dalam berbisnis.6

Macam - Macam Persaingan Ditinjau dari modelnya, persaingan usaha


(bisnis) ada dua macam yaitu persaingan usaha sehat yang berarti persaingan yang
sesuai dengan agama dan dibolehkan oleh hukum, sedangkan persaingan usaha tidak
sehat yaitu persaingan usaha yang tidak sesuai dengan agama dan dilarang oleh

6
Johan Arifin, Etika Bisnis Islami, (Semarang: Walisongo Press), Cet. 1, 2009, h. 97.

9
hukum. Persaingan usaha sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi barang dan atau jasa yang dilakukan dengan jujur dan
tidak melawan hukum. Persaingan sehat dan jujur sangat diperlukan bagi membina
kekuatan lembaga-lembaga usaha, dari berbagai skala usaha yang ada sehingga
kegiatan ekonomi berjalan secara efisien. Persaingan usaha yang sehat seperti ini
justru akan melahirkan pengusaha yang tangguh dan terpercaya di dalam menghadapi
iklim ekonomi global. Perlu ditegaskan bahwa penciptaan persaingan usaha yang
sehat haruslah dimulai dari pembenahan perilaku pengusaha.7 Sedangkan persaingan
usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak
jujur atau melawan hukum sehingga menghambat persaingan usaha. Berbagai
pelanggaran yang terjadi bisa dalam bentuk manipulasi ukuran, harga, kualitas,dan
merk yang ada kaitannya dengan transaksi perdagangan yang terjadi. Persaingan
usaha tidak sehat biasanya mengandung unsur:8

a. Gharar yaitu ketidak pastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau
kuantitas objek akad maupun penyerahannya.
b. Taghri>r yaitu upaya untuk mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan
maupun tindakan yang mengandung kebohongan, agar terdorong untuk
melakukan transaksi.
c. Jahalah yaitu ketidakjelasan dalam suatu akad, baik mengenai objek akad,
kualitas atau kuantitas, harganya maupun mengenai waktu penyerahannya.
d. Ikhtikar yaitu membeli suatu barang yang sangat diperlukan masyarakat
pada saat harga mahal dan menimbunnya dengan tujuan untuk menjualnya
kembali pada saat harganya lebih mahal.

7
Bachtiar Hassan Miraza, Manajemen Bisnis (Bandung: ISEI Bandung), 2004, h. 24.
8
Didi Sukardi, et.al. Analisis Hukum Islam Terhadap Persaingan Usaha Home Industry
Tape Ketan Cibeureum, Jurnal Al-mustashfa, Vol. 3, No. 2 (2018), h. 194.

10
e. Ghabn yaitu ketidak seimbangan antara dua barang yang dipertukarkan
dalam suatu akad, baik segi kualitas maupun kuantitasnya.
f. Ghabn Fahisy yaitu ghabn tingkat berat seperti jual beli atas barang dengan
harga jauh di bawah harga pasar.
g. Talaqqi al-rukba>n yaitu bagian dari ghabn yaitu jual beli atas barang
dengan harga jauh di bawah harga pasar karena pihak penjual tidak
mengetahui harga tersebut.
h. Tadli>s yaitu tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad yang
dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolaholah obyek akad
tersebut tidak cacat.
i. Tanajusy atau Na>jisy yaitu tindakan menawar barang dengan harga lebih
tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya untuk menimbulkan
kesan banyak pihak yang berminat membelinya.
j. Ghisysy yaitu salah satu bentuk tadlis yaitu penjual menjelaskan atau
memaparkan keunggulan atau keistimewaan barang yang dijual serta
menyembunyikan kecacatannya.
k. D}arar yaitu tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian
orang lain. Jadi, dengan adanya persaingan maka jangan jadikan itu sebagai
ancaman, dimana kita harus memenangkan bahkan mematikan pesaing,
justru sebaliknya dengan adanya persaingan maka perusahaan kita selalu
mempunyai rasa bersaing yang membawa kita pada perbaikan perusahaan.
Baik proses di dalam, manajemen, kualitas produk yang bisa memberikan
nilai tambah serta kepuasan kepada seluruh pihak yang berkepentingan,
terutama pihak pelanggan, pemilik dan karyawan.9

9
Utari Evy Cahyani, Strategi Bersaing Dalam Berbisnis Secara Islami , op.cit, h. 67.

11
C. Ruang Lingkup Etika Bisnis Islami

Dalam dunia bisnis semua orang tidak mengharapkan memperoleh perlakuan


tidak jujur dari sesamanya. Praktek manipulasi tidak akan terjadi jika dilandasi
dengan moral tinggi. Moral dan tingkat kejujuran rendah akan menghancurkan tata
nilai etika bisnis itu sendiri. Masalahnya ialah tidak ada hukuman tegas terhadap
pelanggaran etika, karena nilai etika hanya ada dalam hati nurani seseorang. Etika
mempunyai kendali dari dalam hati, berbeda dengan aturan hukum yang mempunyai
unsur paksaan dari luar kehendak hati. Akan tetapi bagi orang-orang yang bergerak
dalam bisnis yang dilandasi oleh rasa keagamaan mendalam akan mengetahui bahwa
perilaku jujur akan memberikan kepuasan tersendiri dalam kehidupannya baik dalam
dunia nyata maupun akhirat. Hendaknya kehidupan dunia terutama dalam bisnis,
tidak terlepas dari kehidupan di hari kemudian itu. 10 Beberapa dasar etika bisnis Islam
yang dikemukakan oleh Buchari Alma dalam jurnal Muhammad Farid dan Amilatuz
Zahroh, yaitu: 11

a. Menepati janji. Sebagai seorang muslim kita diajarkan untuk menepati


janji. Janji adalah semacam ikrar atau kesanggupan yang telah kita
nyatakan kepada seseorang dan Yang Maha Kuasaakan janji tersebut.

b. Masalah utang piutang. Utang merupakan kegiatan yang bisa dilakukan


dalam kehidupan sehari-hari. Hanya terkadang persoalan hutang ini
menimbulkan persoalan yang sulit diatasi, sehingga menimbulkan
pertangkaran, sampai masuk pengadilan bahkan sering kali sampai terjadi
pembunuhan dalam penagihan dan sebagainya.

10
Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah,( Bandung: Alfabeta),
2009, h. 200.
11
Muhammad Farid dan Amilatuz Zahroh, Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam dalam
Perdagangan Sapi di Pasar Hewan Pasirian, Jurnal Iqtishoduna, Vol. 6, No. 2, Oktober
2015, h.17.

12
c. Jual beli harus jujur dan ada hak khiyar. Kejujuran merupakan hal yang
penting untuk diterapkan dalam bisnis, karena kejujuran merupakan kunci
kesuksesan bisnis. Agar dalam perdagangan tidak terjadi penipuan maka
harus ada khiyar, sehingga adanya penipuan dalam jual beli dapat
dihindari.

d. Masalah upah. Agar tidak terjadi kecemburan dan demonstrasi dari para
karyawan. Berbisnis secara etis sangat perlu dilakukan karena profesi
bisnis pada hakekatnya adalah profesi luhur yang melayani masyarakat
banyak. Usaha bisnis berada di tengah-tengah masyarakat, mereka harus
menjaga kelangsungan hidup bisnisnya. Caranya ialah menjalankan prinsip
etika bisnis.12 Menurut Djakfar, persyaratan untuk meraih keberkahan atas
nilai transenden pelaku bisnis harus memperhatikan beberapa prinsip etika
yang telah digariskan dalam Islam, antara lain :

a. Jujur dalam Takaran (Quantity). Kejujuran merupakan sikap jujur dalam


semua proses bisnis yang dilakukan tanpa adanya penipuan sedikitpun.
Jujur dalam takaran ini sangat penting untuk diperhatikan karena Allah
mengatakan:

“Celakalah bagi orang yang curang (dalam menakar dan menimbang).


(Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
mereka minta dicukupkan. Dan apabila mereka menakar atau
menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi”. (QS. al-mutaffifin,
83 : 1-3).

Kepercayaan adalah sangat mendasar dalam kegiatan bisnis. Dalam


bisnis untuk membangun kerangka kepercayaan itu seorang pedagang
harus mampu berbuat jujur atau adil, baik terhadap dirinya maupun

12
Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, op. cit., h. 200.

13
terhadap orang lain. Kejujuran ini harus direalisasikan antara lain dalam
praktik penggunaan timbangan yang tidak membedakan antara
kepentingan pribadi (penjual) maupun orang lain (pembeli). Dengan
sikap jujur itu kepercayaan pembeli kepada penjual akan tercipta dengan
sendirinya.

b. Menjual Barang yang Baik Mutunya (Quality) Salah satu cacat etis
dalam perdagangan adalah tidak transparan dalam hal mutu, yang berarti
mengabaikan tanggung jawab moral dalam dunia bisnis. Padahal
tanggung jawab yang diharapkan adalah tanggung jawab yang
berkesinambungan (balance) antara memperoleh keuntungan (profit)
dan memenuhi norma-norma dasar masyarakat baik berupa hukum,
maupun etika atau adat. Menyembunyikan mutu sama halnya dengan
berbuat curang dan bohong.

Sikap semacam ini antara lain yang menghilangkan sumber keberkahan,


karena merugikan atau menipu orang lain yang di dalamnya terjadi
eksploitasi hak-hak yang tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.
Perusahan harus menginformasikan fakta kepada pasarnya. Produk yang
dibuat dan dipasarkan harus benar-brnar mencerminkan produk yang
sesuai dengan fakta, tidak terdapat unsur manipulasi.13

c. Dilarang Menggunakan Sumpah (Al-Qasm) Seringkali ditemukan dalam


kehidupan sehari-hari, terutama di kalangan para pedagang kelas bawah
apa yang dikenal dengan “obral sumpah”. Mereka terlalu mudah
menggunakan sumpah dengan maksud untuk meyakinkan pembeli
bahwa barang dagangannya benar-benar berkualitas dengan harapan
agar orang terdorong untuk membelinya. Dalam Islam perbuatan

13
Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, (Yogyakarta: Andi Offset), 2012, h. 69.

14
semacam itu tidak dibenarkan karena juga akan menghilangkan
keberkahan.

d. Longgar dan Bermurah Hati (Tasamuh dan Tarahum) Dalam transaksi


terjadi kontak antara penjual dan pembeli.Dalam hal ini penjual
diharapkan bersikap ramah dan bermurah hati kepada setiap pembeli.
Bukanlah senyum dari seorang penjual terhadap pembeli merupakan
wujud refleksi dari sikap ramah yang menyejukkan hati sehingga para
pembeli akan merasa senang. Dan bahkan bukan tidak mungkin pada
akhirnya mereka akan menjadi pelanggan setia yang akan
menguntungkan pengembangan bisnis di kemudian hari. Sebaliknya,
jika penjual bersikap kurang ramah, apalagi kasar dalam melayani
pembeli, justru mereka akan melarikan diri, dalam arti akan tidak mau
kembali lagi. Dalam hubungan ini bisa direnungkan, firman Allah SWT
yang berbunyi:

e. Membangun Hubungan Baik Antar Kolega Islam menekankan


hubungan konstruktif dengan siapa pun, inklud antar sesama pelaku
dalam bisnis. Islam tidak menghendaki dominasi pelaku yang satu di
atas yang lain, baik dalam bentuk monopoli, oligopoli maupun bentuk
lain yang tidak mencerminkan rasa keadilan atau pemerataan
pendapatan. Dengan demikian, dengan memahami filosofi bisnis orang
Jepang bahwasannya yang penting antara penjual dan pembeli tidak
hanya mengejar keuntungan materi semata, namun di balik itu ada nilai
kebersamaan untuk saling menjaga jalinan kerjasama yang terbangun
lewat silaturrahim. Dengan silaturrahim itulah menurut ajaran Islam
akan diraih hikmah yang dijanjikan yakni akan diluaskan rezeki dan
dipanjangkan umurnya bagi siapapun yang melakukannya. Dengan
demikian, umur bisnis akan semakin panjang, dalam arti akan terus

15
bertahan dan berkembang sesuai dengan yang diharapkan oleh semua
orang.

f. Tertib Administrasi Dalam dunia perdagangan wajar terjadi praktik


pinjam meminjam. Dalam hubungan ini al-Qur’an mengajarkan
perlunya administrasi hutang piutang tersebut agar manusia terhindar
dari kesalahan yang mungkin terjadi.

g. Menetapkan Harga dengan Transparan Harga yang tidak transparan bisa


mengandung penipuan.Oleh karena itu menetapkan harga dengan
terbuka dan wajar sangat dihormati dalam Islam agar tidak terjerumus
dalam riba. Kendati dalam dunia bisnis kita tetap ingin memperoleh
prestasi (keuntungan), Namun hak pembeli harus tetap dihormati.
Dalam arti penjual harus bersikap toleran terhadap kepentingan pembeli,
terlepas apakah ia sebagai konsumen tetap maupun bebas (insidentil).14

14
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral
Ajaran Bumi, (Jakarta : Penebar Plus), 2012, h. 40 – 41.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari dan Donni Juni Priansa. Manajemen Bisnis Syariah. Bandung: Alfabeta. 2009.
Arifin , Johan. Etika Bisnis Islami. Semarang: Walisongo Press. Cet. 1. 2009.
Cahyani, Utari Evy. Strategi Bersaing Dalam Berbisnis Secara Islami. Jurnal At-Tijaroh.
Vol. 2. No. 1 .2016.
Djakfar, Muhammad. Etika Bisnis: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral
Ajaran Bumi. Jakarta : Penebar Plus. 2012.
Farid , Muhammad dan Amilatuz Zahroh. Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam dalam
Perdagangan Sapi di Pasar Hewan Pasirian. Jurnal Iqtishoduna. Vol. 6. No. 2
Oktober 2015.
Haurissa, Lina Juliana dan Maria Praptiningsih. Analisis Penerapan Etika Bisnis Pada PT
Maju Jaya di Pare – Jawa Timur. Jurnal AGORA. Vol. 2. No. 2. 2014.
Ismail , Muhammad Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma. Menggagas Bisnis
Islami. Gema Insani Perss : Jakarta. 2002.
Miraza , Bachtiar Hassan. Manajemen Bisnis . Bandung: ISEI Bandung. 2004.
Naqvi , Syed Nawab. Ethict and Economics: An Islamic Syntesis. alih bahasa oleh Husin
Anis : Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami . Bandung: Mizan. 1993.
Sukardi, Didi dkk. Analisis Hukum Islam Terhadap Persaingan Usaha Home Industry Tape
Ketan Cibeureum. Jurnal Al-mustashfa. Vol. 3. No. 2 . 2018.
Untung, Budi. Hukum dan Etika Bisnis. Yogyakarta: Andi Offset. 2012.

17

Anda mungkin juga menyukai