DI SUSUN OLEH :
Kelompok I
M. Taufiq Alfikri N ( 11820511546 )
M. Ali Fashya A ( 11820514723 )
Uhri Ramadhan H ( 11820514671 )
Lokal EI F / V
DOSEN PENGAMPU:
EKONOMI SYARIAH F
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
T.A 2020
1
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 17
2
ETIKA BISNIS DAN ETIKA PEMASARAN SECARA SYARIAH
Etika adalah ilmu normatif sebagai penuntun hidup manusia, yang memberi
perintah terkait dengan apa yang seharusnya dikerjakan. Ketika etika mengarahkan
manusia menuju aktualisasi kapasitas terbaiknya dengan menerapkan etika dan
kejujuran dalam berusaha, maka dapat menciptakan baik aset langsung maupun tidak
langsung yang akhirnya meningkatkan nilai entinitas bisnis itu sendiri. Pada dasarnya
praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka
menengah maupun jangka panjang.
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa tanpa suatu etika yang menjadi
acuannya, maka para pelaku bisnis akan bebas tidak terkendali menghalalkan segala
cara bahkan dapat mengorbankan apa saja demi mencapai tujuan yang diinginkannya.
Pada umumnya filosofis yang mendominasi para pelaku bisnis adalah bagaimana cara
memaksimalkan keuntungan.
Adanya enam prinsip dalam ilmu ekonomi Islam yang harus diterapkan yaitu:
pertama, tauhid (kesatuan). Konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam
sekaligus horizontal yang memadukan antara segi politik dan sosial ekonomi. Kedua,
keseimbangan (keadilan). Keadilan ini sangat ditekankan oleh Allah dengan
menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan, yang memiliki arti umat yang
memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam gerak, arah dan tujuannya serta memiliki
aturan-aturan kolektif yang berfungsi sebagai pembenaran. Dengan demikian
keseimbangan, kebersamaan, kemodernan merupakan prinsip etis mendasar yang
harus diterapkan dalam aktivitas maupun entinitas bisnis.
3
mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian atau tidak, melaksanakan
bentuk aktifitas bisnis tertentu, berkreasi dengan mengembangkan segala potensi
bisnis yang ada di muka bumi dengan tidak mengabiakan kaidah-kaidah yang ada.
Keempat, pertanggungjawaban. Kebebasan bisnis yang dilakukan oleh manusia tidak
lepas dari pertanggungjawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang dilakukan.
Aktivitas bisnis dibatasi oleh koridor hukum, norma dan etika yang harus dipatuhi
dan dijadikan refrensi atau acuan dan landasan dalam menggunakan sumber daya
yang dikuasai. Kelima, prinsip kejujuran. Kejujuran merupakan kunci keberhasilan
para pelaku bisnis untuk mempertahankan bisnisnya dalam jangka panjang.
Manfaat etika bisnis menurut Sutrisna dalam jurnal Lina Juliana Haurissa dan
Maria Praptiningsih adalah sebagai berikut:2
1
Syed Nawab Naqvi, Ethict and Economics: An Islamic Syntesis, alih bahasa oleh Husin
Anis : Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami, (Bandung: Mizan, 1993), h. 5
2
Lina Juliana Haurissa dan Maria Praptiningsih, Analisis Penerapan Etika Bisnis Pada PT
Maju Jaya di Pare – Jawa Timur, Jurnal AGORA, Vol. 2, No. 2, 2014, h. 3
4
b. Dapat mendorong dan mengajak orang untuk bersikap kritis dan rasional
dalam mengambil keputusan berdasarkan pendapatnyasendiri, yang dapat
dipertanggungjawabkannya.
c. Dapat mengarahkan masyarakat untuk berkembang menjadi masyarakat
yang tertib, teratur, damai, dan sejahtera dengan mentaati norma-norma
yang berlaku demi mencapai ketertiban dan kesejahteraan sosial.
d. Sebagai ilmu pengetahuan, etika bisnis memberikan pemenuhan terhadap
keingintahuan dan menuntut manusia untuk dapat berperilaku moral secara
kritis dan rasional.
a. Etika bisnis menyadarkan para pebisnis tentang adanya dimensi etis yang
melekat dalam perusahaan yang dibangun.
b. Etika bisnis memampukan para pebisnis untuk membuat pertimbangan-
pertimbangan moral dan pertimbangan ekonomis secara memadai.
c. Etika bisnis member arah yang tepat bagi para pebisnis ketika akan
menerapkan pertimbangan-pertimbangan moral-etis dalam setiap kebijakan
dan keputusan bisnis demi tercapainya tujuan yang ditargetkan.
Bisnis dalam Islam berfungsi unutk mencapai empat hal utama yaitu antara
lain :
3
Ibid., h. 4
5
Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, artinya bahwa bisnis tidak
hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya,
tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau
manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal
(lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian sosial dan
sebagainya.
Pertumbuhan, jika profit materi dan profit non materi telah diraih, perusahaan
harus berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat. Upaya peningkatan ini
juga harus selalu dalam koridor syariah, bukan menghalalkan segala cara.
Keberkahan, semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika
tidak ada keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan berkah sebagai
tujuan inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya segala aktivitas manusia.
6
Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang dilakukan oleh pengusaha muslim
telah mendapat ridla dari Allah Swt., dan bernilai ibadah.4
Dalam hubungan perusahaan dengan pelaku usaha lain tidak terlepas adanya
persaingan bisnis. Strategi bersaing atau persaingan dalam pandangan Islam
dibolehkan dengan kriteria bersaing secara baik. Salah satunya dijelaskan dalam al-
Qur’an surat al-Baqarah ayat 148 tentang anjuran berlomba dalam kebaikan:
4
Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis
Islami, (Jakarta : Gema Insani Perss ), 2002 h. 18-20.
7
Minimal ada tiga unsur yang perlu dicermati dalam membahas persaingan bisnis
menurut Islam yaitu:5
5
Utari Evy Cahyani, Strategi Bersaing Dalam Berbisnis Secara Islami, Jurnal At-Tijaroh,
Vol. 2, No. 1 (2016), h. 64.
8
c. Produk (barang dan jasa) yang dipersaingkan Selain pihak yang bersaing,
cara bersaing Islam memandang bahwa produk (baik barang/jasa)
merupakan hal terpenting dalam persaingan bisnis. Islam sendiri
memberikan penegasan bahwa barang atau produk yang dipersaingkan
harus mempunyai satu keunggulan. Dan beberapa keunggulan produk yang
dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing adalah sebagai berikut:
3) Tempat yakni tempat yang digunakan harus baik, bersih, sehat dan
nyaman serta harus dihindarkan dari hal-hal yang diharamkan seperti
barang yang dianggap sakti untuk menarik pelanggan.
6
Johan Arifin, Etika Bisnis Islami, (Semarang: Walisongo Press), Cet. 1, 2009, h. 97.
9
hukum. Persaingan usaha sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi barang dan atau jasa yang dilakukan dengan jujur dan
tidak melawan hukum. Persaingan sehat dan jujur sangat diperlukan bagi membina
kekuatan lembaga-lembaga usaha, dari berbagai skala usaha yang ada sehingga
kegiatan ekonomi berjalan secara efisien. Persaingan usaha yang sehat seperti ini
justru akan melahirkan pengusaha yang tangguh dan terpercaya di dalam menghadapi
iklim ekonomi global. Perlu ditegaskan bahwa penciptaan persaingan usaha yang
sehat haruslah dimulai dari pembenahan perilaku pengusaha.7 Sedangkan persaingan
usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak
jujur atau melawan hukum sehingga menghambat persaingan usaha. Berbagai
pelanggaran yang terjadi bisa dalam bentuk manipulasi ukuran, harga, kualitas,dan
merk yang ada kaitannya dengan transaksi perdagangan yang terjadi. Persaingan
usaha tidak sehat biasanya mengandung unsur:8
a. Gharar yaitu ketidak pastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau
kuantitas objek akad maupun penyerahannya.
b. Taghri>r yaitu upaya untuk mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan
maupun tindakan yang mengandung kebohongan, agar terdorong untuk
melakukan transaksi.
c. Jahalah yaitu ketidakjelasan dalam suatu akad, baik mengenai objek akad,
kualitas atau kuantitas, harganya maupun mengenai waktu penyerahannya.
d. Ikhtikar yaitu membeli suatu barang yang sangat diperlukan masyarakat
pada saat harga mahal dan menimbunnya dengan tujuan untuk menjualnya
kembali pada saat harganya lebih mahal.
7
Bachtiar Hassan Miraza, Manajemen Bisnis (Bandung: ISEI Bandung), 2004, h. 24.
8
Didi Sukardi, et.al. Analisis Hukum Islam Terhadap Persaingan Usaha Home Industry
Tape Ketan Cibeureum, Jurnal Al-mustashfa, Vol. 3, No. 2 (2018), h. 194.
10
e. Ghabn yaitu ketidak seimbangan antara dua barang yang dipertukarkan
dalam suatu akad, baik segi kualitas maupun kuantitasnya.
f. Ghabn Fahisy yaitu ghabn tingkat berat seperti jual beli atas barang dengan
harga jauh di bawah harga pasar.
g. Talaqqi al-rukba>n yaitu bagian dari ghabn yaitu jual beli atas barang
dengan harga jauh di bawah harga pasar karena pihak penjual tidak
mengetahui harga tersebut.
h. Tadli>s yaitu tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad yang
dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolaholah obyek akad
tersebut tidak cacat.
i. Tanajusy atau Na>jisy yaitu tindakan menawar barang dengan harga lebih
tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya untuk menimbulkan
kesan banyak pihak yang berminat membelinya.
j. Ghisysy yaitu salah satu bentuk tadlis yaitu penjual menjelaskan atau
memaparkan keunggulan atau keistimewaan barang yang dijual serta
menyembunyikan kecacatannya.
k. D}arar yaitu tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian
orang lain. Jadi, dengan adanya persaingan maka jangan jadikan itu sebagai
ancaman, dimana kita harus memenangkan bahkan mematikan pesaing,
justru sebaliknya dengan adanya persaingan maka perusahaan kita selalu
mempunyai rasa bersaing yang membawa kita pada perbaikan perusahaan.
Baik proses di dalam, manajemen, kualitas produk yang bisa memberikan
nilai tambah serta kepuasan kepada seluruh pihak yang berkepentingan,
terutama pihak pelanggan, pemilik dan karyawan.9
9
Utari Evy Cahyani, Strategi Bersaing Dalam Berbisnis Secara Islami , op.cit, h. 67.
11
C. Ruang Lingkup Etika Bisnis Islami
10
Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah,( Bandung: Alfabeta),
2009, h. 200.
11
Muhammad Farid dan Amilatuz Zahroh, Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam dalam
Perdagangan Sapi di Pasar Hewan Pasirian, Jurnal Iqtishoduna, Vol. 6, No. 2, Oktober
2015, h.17.
12
c. Jual beli harus jujur dan ada hak khiyar. Kejujuran merupakan hal yang
penting untuk diterapkan dalam bisnis, karena kejujuran merupakan kunci
kesuksesan bisnis. Agar dalam perdagangan tidak terjadi penipuan maka
harus ada khiyar, sehingga adanya penipuan dalam jual beli dapat
dihindari.
d. Masalah upah. Agar tidak terjadi kecemburan dan demonstrasi dari para
karyawan. Berbisnis secara etis sangat perlu dilakukan karena profesi
bisnis pada hakekatnya adalah profesi luhur yang melayani masyarakat
banyak. Usaha bisnis berada di tengah-tengah masyarakat, mereka harus
menjaga kelangsungan hidup bisnisnya. Caranya ialah menjalankan prinsip
etika bisnis.12 Menurut Djakfar, persyaratan untuk meraih keberkahan atas
nilai transenden pelaku bisnis harus memperhatikan beberapa prinsip etika
yang telah digariskan dalam Islam, antara lain :
12
Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, op. cit., h. 200.
13
terhadap orang lain. Kejujuran ini harus direalisasikan antara lain dalam
praktik penggunaan timbangan yang tidak membedakan antara
kepentingan pribadi (penjual) maupun orang lain (pembeli). Dengan
sikap jujur itu kepercayaan pembeli kepada penjual akan tercipta dengan
sendirinya.
b. Menjual Barang yang Baik Mutunya (Quality) Salah satu cacat etis
dalam perdagangan adalah tidak transparan dalam hal mutu, yang berarti
mengabaikan tanggung jawab moral dalam dunia bisnis. Padahal
tanggung jawab yang diharapkan adalah tanggung jawab yang
berkesinambungan (balance) antara memperoleh keuntungan (profit)
dan memenuhi norma-norma dasar masyarakat baik berupa hukum,
maupun etika atau adat. Menyembunyikan mutu sama halnya dengan
berbuat curang dan bohong.
13
Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, (Yogyakarta: Andi Offset), 2012, h. 69.
14
semacam itu tidak dibenarkan karena juga akan menghilangkan
keberkahan.
15
bertahan dan berkembang sesuai dengan yang diharapkan oleh semua
orang.
14
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral
Ajaran Bumi, (Jakarta : Penebar Plus), 2012, h. 40 – 41.
16
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari dan Donni Juni Priansa. Manajemen Bisnis Syariah. Bandung: Alfabeta. 2009.
Arifin , Johan. Etika Bisnis Islami. Semarang: Walisongo Press. Cet. 1. 2009.
Cahyani, Utari Evy. Strategi Bersaing Dalam Berbisnis Secara Islami. Jurnal At-Tijaroh.
Vol. 2. No. 1 .2016.
Djakfar, Muhammad. Etika Bisnis: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral
Ajaran Bumi. Jakarta : Penebar Plus. 2012.
Farid , Muhammad dan Amilatuz Zahroh. Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam dalam
Perdagangan Sapi di Pasar Hewan Pasirian. Jurnal Iqtishoduna. Vol. 6. No. 2
Oktober 2015.
Haurissa, Lina Juliana dan Maria Praptiningsih. Analisis Penerapan Etika Bisnis Pada PT
Maju Jaya di Pare – Jawa Timur. Jurnal AGORA. Vol. 2. No. 2. 2014.
Ismail , Muhammad Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma. Menggagas Bisnis
Islami. Gema Insani Perss : Jakarta. 2002.
Miraza , Bachtiar Hassan. Manajemen Bisnis . Bandung: ISEI Bandung. 2004.
Naqvi , Syed Nawab. Ethict and Economics: An Islamic Syntesis. alih bahasa oleh Husin
Anis : Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami . Bandung: Mizan. 1993.
Sukardi, Didi dkk. Analisis Hukum Islam Terhadap Persaingan Usaha Home Industry Tape
Ketan Cibeureum. Jurnal Al-mustashfa. Vol. 3. No. 2 . 2018.
Untung, Budi. Hukum dan Etika Bisnis. Yogyakarta: Andi Offset. 2012.
17