Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DAN MEKANISME BMT (BAITUL MAL WA TAMWIL)

SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DI


INDONESIA

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bank dan LKBB


Dosen Pengampu Yulianti M. Manan., SEI.,MSI.,

Disusun oleh Kelompok 4:

Karima Nur Azizah 201864310006

PROGRAM STUDI STRATA I PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS ILMU KEISLAMAN

UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT

MALANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan perkenaan-Nya, akhirnya
penulisan makalah yang berjudul “Konsep dan Mekanisme BMT (Baitul Mal Wa
Tamwil) Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia” dapat
diselesaikan. Penulisan makalah ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bank dan LKBB prodi S1 Perbankan Syari’ah
semester III, Fakultas Ilmu Keislaman, Universitas Islam Raden Rahmat Malang.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak


kekurangan, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan
makalah ini.

Penulis juga menyadari bahwa pembuatan makalah ini tidak lepas dari
bantuan dan do’a restu dari berbagai pihak. Maka, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih kepada pihak yang sudah membantu dalam penulisan
makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya


bagi pribadi penulis sendiri dan bagi para pembaca.

Malang, 15 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL………………………………………………….i
KATA PENGANTAR………………………………………………..…ii
DAFTAR ISI…………………………………………………...………iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………….……......1
B. Rumusan Masalah……………………………………...……...2
C. Tujuan Penulisan………………………………………..….….2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep BMT
1. Pengertian BMT………………………………………...…3
2. Sejarah Perkembangan BMT di Indonesia………………...4
3. Visi, Misi, dan Tujuan BMT……………………………….6
4. Prinsip-prinsip BMT………………………………………6
5. Fungsi dan Peran BMT…………………………………….7
B. Status Badan Hukum dan Landasan Operasional BMT………..8
C. Mekanisme BMT Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah
1. Pendirian, Kepemilikan, dan Perizinan BMT………….….9
2. Permodalan BMT………………………………………...10
3. Produk-produk Usaha BMT……………………………...11
D. Perbedaan BMT dengan Lembaga Bank……………………..12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………..14
B. Saran………………………………………………………....14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….15

iii
BAB
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia saat ini berkembang pesat
dan mempunyai peran penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
Yang dimaksud dengan LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan
untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat,
baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada
anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata untuk mencari
keuntungan.
Selain menjalankan aktivitas secara konvensional, LKM juga bisa
beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Khusus untuk lembaga keuangan mikro
syariah (LKMS), kegiatan yang dilakukannya dalam bentuk pembiayaan, bukan
simpanan. Pembiayaan ini diartikan sebagai penyediaan dan kepada masyarakat
yang harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan menurut prinsip
syariah. Sebelum lahirnya Undang-undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro, LKMS di Indonesia dikenal dengan nama Baitul Mal Wa
Tamwil (BMT) atau Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KPPS).
BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang beroperasi berdasarkan
prinsip syariah yang berbadan hukum koperasi dibawah pengawasan
kementrian koperasi dan usaha kecil dan menengah.
BMT mempunyai peran penting dalam perekonomian nasional. BMT
tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga keberadaannya berkontribusi
dalam meningkatkan usaha msyarakat kecil dan menengah. Di Negara
berkembang seperti Indonesia tumpuan ekonomi utama berasal dari usaha-
usaha mikro, dimana usaha mikro menjadi roda penggerak perekonomian
masyarakat. Namun kendalanya, usaha mikro tidak mampu bersaing
dikarenakan kekurangan modal kerja untuk operasionalnya. BMT sangat
bersentuhan dengan perekonomian masyarakat. Peran BMT dalam usaha
pengentasan dan mengurangi angka kemiskinan yang dilakukan dengan cara

1
pemberdayaan melalui usaha-usaha mikro masyarakat. Dimana BMT sebagai
penggerak sektor riil adalah menjadikan BMT sebagai pusat unit kegiatan
mayarakat. BMT menjadi tumpuan harapan masyarakat berkenaan dengan
masalah investasi, distribusi, dan sirkulasi. Sehingga BMT sangat penting untuk
dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah di
Indonesia?
2. Bagaimana badan hukum dan landasan operasional BMT?
3. Bagaimana mekanisme BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dituliskannya makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui konsep BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah di
Indonesia.
2. Mengetahui badan hukum dan landasan operasional BMT.
3. Mengetahui mekanisme BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
4. Memenuhi tugas mata kuliah Bank dan LKBB.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep BMT
1. Pengertian BMT
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) secara harfiah terdiri dari dua kata,
yaitu “baitul mal” berarti “rumah uang atau harta” dan “baitu tamwil” yang
berarti “rumah pembiayaan”1. Sehingga Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
berarti suatu tempat atau rumah untuk mengembangkan usaha atau harta
kekayaan. Baitul Mal lebih mengarah pada usaha non profit seperti zakat,
infaq, dan sedekah (ZIS). Adapun Baitu Tamwil sebagai usaha
pengumpulan dan penyaluran dana komersial2.
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu
dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil, antara lain
dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan
kegiatan ekonominya3. BMT merupakan organisasi bisnis yang juga
berperan sosial. Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan
usahanya pada sektor keuangan yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti
usaha perbankan, yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota
(nasabah) serta menyalurkannya pada sektor ekonomi dengan sistem
syariah yang halal dan menguntungkan. Dalam BMT, terdapat kemudahan
untuk mengembangkan lahan bisnis pada sektor riil dan keuangan lain yang
dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan
lembaga bank, jadi tidak tunduk pada aturan bank4.
Menurut operasional PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil)
dalam peraturan dasar BMT adalah “Suatu lembaga ekonomi rakyat kecil,

1
Dr. Jamal Lulail Yunus, S.E., M.M., Manajemen Bank Syariah “Mikro”. (Malang: UIN Malang
Press (anggota IKAPI), 2009), hlm. 5
2
Nurul Huda, Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2013), hlm. 363
3
Hertanto Widodo, Ak, dkk, Panduan Praktis Operasional Baitul Mal Wa Tamwil (BMT),
(Bandung: Mizan, 2000), cet ke-2, hlm. 82
4
Muhammad Ridwan, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2003), hlm. 126

3
yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meingkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan menengah
berdasarkan prinsip-prinsip Islam5”. Dari definisi tersebut mengandung
pengertian bahwa BMT merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi
mayarakat kecil bawah dan kecil dengan berlandaskan sistem syariah, yang
mempunyai tujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk
kesejahteraan masyarakat dan mempunyai sifat usaha yakni usaha bisnis,
mandiri, ditumbuh kembangkan dengan swadaya dan dikelola secara
profesional. Sedangkan dari segi aspek baitul mal dikembangkan untk
kesejahteraan sosial para anggota, terutama dengan menggalakkan zakat,
infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWA) dengan penguatan kelembagaan bisnis
BMT6.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang
khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam
usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan,
maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-
mata mencari keuntungan7. LKM merupakan lembaga yang melakukan
kegiatan penyediaan jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta
masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh lembaga
keuangan formal dan telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.
2. Sejarah Perkembangan BMT di Indonesia
Secara resmi BMT didirikan pada tahun 1995 setelah Bank
Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank Islam pertama di Indonesia
dibentuk. Pada tahun yang sama, berdasarkan inisiatif dari ICMI (Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia), MUI (Majelis Ulama Indonesia), dan
BMI (Bank Muamalat Indonesia), BMT mulai beroperasi di bawah
pengawasan PINBUK (Pusat Inkubasi Usaha Kecil). Sehingga BMT mulai

5
PINBUK, Peraturan Dasar dan Contoh AD ART, (Jakarta: Wasantaranet.id), hlm.1. ( Diakses
tanggal 30 November 2019, pukul 19.54)
6
Ibid, ………… hlm. 2
7
UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, www.hukumonline.com . ( Diakses
tanggal 30 November 2019, pukul 20.07)

4
berkembang dan tumbuh dengan pesat sebagai alternatif lembaga keuangan
bagi mereka yang mempunyai pendapatan rendah. Ini terbukti berdasarkan
data yang diperoleh dari PINBUK pada tanggal 12 Februari 1998 terdapat
2000 unit BMT di Indonesia, namun yang terdaftar hanya 384 unit dengan
total jumlah pemilik modalnya sebanyak 29.325 orang dan total penerima
pembiayaan sebanyak 28.430 orang dan total jumlah pembiayaan sebesar
Rp. 11 Triliun8.
BMT berkembang dengan pesat ketika itu, sehingga BMT menjadi
lembaga keuangan mikro syariah yang mempunyai peranan penting di
tengah-tengah mayarakat khususnya bagi masyarakat yang mempunyai
pendapatan rendah. Dan pendirian BMT juga berdampak positif bagi
ekonomi kerakyatan yang berusaha untuk mengurangi kemiskinan dan
pengangguran yang menjadi masalah besar bagi bangsa ini. Ada tiga alasan
mengapa BMT dapat berkembang dan tumbh pesat, yaitu:
a. Tingginya permintaan dari masyarakat untuk mendapatkan pembiayaan
dari BMT karena mereka mempunyai akses untuk mendapatkan
pinjaman dari sektor perbankan. Ditambah lagi dengan ketatnya
prosedur dan aturan yang ditentukan oleh pihak bank.
b. Tingginya keinginan masyarakat muslim yang mengharuskan
bertransaksi pada prinsip-prinsip syariah. BMT sebagai lembaga
keuangan mikro syariah sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut.
c. Kesuksesan dari beberapa BMT di Indonesia membuat masyarakat juga
ingin mendirikan institusi yang sama. Ditambah lagi dengan institusi
BMT tersebut relatif mudah dan tidak perlu modal yang besar.
Pesatnya perkembangan dan pertumbuhan BMT ketika itu
mendapat penghargaan yang tinggi dari masyarakat. Namun euforia
kesuksesan itu tidak disikapi dengan bijaksana, karena itu dari sekian
banyak BMT yang didirikan oleh masyarakat tidak secara keseluruhan

8
Adiwarman A. Karim, Permasalahan dan Konsep Syariah, 2009,
http://ekisopini.blogspot.com/2009/10/permasalahan-dan-konsep-syariah-bmt-html, . ( Diakses
tanggal 30 November 2019, pukul 20.18)

5
dapat bertahan dan beroperasi secara sewajarnya, bahkan ada beberapa
BMT yang mengalami kebangkrutan.
3. Visi, Misi, dan Tujuan BMT
Berikut ini adalah visi, misi dan tujuan dibentuknya BMT:
a. Visi BMT adalah mewujudkan kualitas masyarakat di sekitar BMT
yang selamat, damai, dan sejahtera dengan mengembangkan lembaga
dan usaha BMT dan POKUSMA (Kelompok Usaha Muamalah) yang
maju, berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan dan
berkehati-hatian.
b. Misi BMT adalah mengembangkan POKUSMA dan BMT yang maju
dan berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-
hatian sehingga terwujudkan kualitas masyarakat di sekitar BMT yang
selamat, damai, dan sejahtera.
c. Tujuan BMT adalah untuk mewujudkan kehidupan keluarga dan
masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai, dan sejahtera.
4. Prinsip-prinsip BMT
BMT didirikan atas dasar penuh keselamatan, sedamaian, dan
kesejahteraan. Prinsip BMT diantaranya adalah:
a. Ahsan ( Mutu hasil kerja yang terbaik), Thayyiban (terindah), ahsana
‘amalu (memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salam
(kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan).
b. Barokah yaitu berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan,
transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada
masyarakat.
c. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah).
d. Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
e. Keadilan sosial dan kesetaraan gender, non diskriminatif.
f. Ramah lingkungan, peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya
lokal, serta keanekaragaman budaya.
g. Keberlanjutan memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan
kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.

6
5. Fungsi dan Peran BMT
BMT mempunyai beberapa fungsi diantaranya meliputi:
a. Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengguna, dan pengelola menjadi
lebih profesional, salam, dan amanah, sehingga semakin utuh dan
tangguh dalam berjuang dan berusaha menghadapi tantangan global.
b. Mengorganisasi dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki
oleh masyarakat dapat dimanfaatkan secara optimal di dalam dan luar
organisai untuk kepentingan rakyat banyak.
c. Mengembangkan kesempatan kerja.
d. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-
produk anggota.
e. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi
dan sosial rakyat banyak.
Sedangkan peran BMT dimasyarakat adalah sebagai berikut9:
a. Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi nonsyariah. Aktif
melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti pentingnya
sistem ekonomi Islam. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-
pelatihan mengenai cara-cara transaksi yang Islami, misalnya bukti
transaksi, dilarang mencurangi timbangan, jujur terhadap konsumen.
b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap
aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro. Misalnya
dengan jalan pendampingan, pembinaa, penyuluhan, dan pengawasan
terhadap usaha-usaha nasabah atau masyarakat umum.
c. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, mayarakat yang masih
tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan
masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT harus
mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya tersedia dana setiap
saat, birokrasi sederhana.
d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.
Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks

9
Nur Rianto Al-Arif, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011), hlm. 379-
380

7
dituntut harus pandai bersikap, oleh karena itu langkah-langkah untuk
melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan skala prioritas yang harus
diperhatikan. Misalnya masalah pembiayaan, BMT harus
memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan
jenis pembiayaan.
B. Status Badan Hukum dan Landasan Operasional BMT
BMT dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok dilihat dari status badan
hukumnya, yaitu:
1. BMT berbadan hukum koperasi dalam bentuk Koperasi Jasa Keuangan
Syariah dan tunduk pada Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, yang selanjutnya dalam kegiatan usahanya tunduk pada:
a. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
b. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
35.2/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional
Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah, dan
c. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
39/Per/M.KUKM/XII/2007 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi
Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi.
2. BMT sebagai badan usaha milik yayasan dan tunduk pada Undang-undang
No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi sekaligus pada Undang-undang No.
28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 16 Tahun 2001
tentang Yayasan.
3. BMT yang masih berbentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan
tunduk pada Undang-undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Masyarakat.
Apabila dilihat dari ketiga kelompok karakteristik BMT berdasarkan status
badan hukumnya tersebut, maka dengan diberlakukannya Undang-undang No.
1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, BMT dapat dikatakan
sebagai salah satu lembaga keuangan mikro bila memiliki status badan hukum
koperasi, sebagaimana dinyatakan dalan UU No. 1 Tahun 2013 tentang

8
Lembaga Keuangan Mikro, bahwa pendirian LKM paling sedikit harus
memiliki persyaratan10:
1. Bentuk badan hukum.
2. Permodalan, dan mendapatkan izin usaha yang tata caranya diatur dalam
undang-undang ini.
Bentuk badan hukum yang dimaksud adalah koperasi atau Perseroan
Terbatas. Apabila lembaga keuangan tersebut berbadan hukum koperasi, maka
akan tunduk pada Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Sedangkan apabila lembaga keuangan tersebut berbadan hukum Perseroan
Terbatas, maka tunduk pada Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas11.
C. Mekanisme BMT Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah
1. Pendirian, Kepemilikan, dan Perizinan BMT
BMT merupakan lembaga keuangan syariah non perbankan yang
sifatnya informal. BMT disebut informal karena lembaga keuangan ini
didirikan oleh kelompok swadaya masyarakat. BMT tidak termasuk
lembaga keuangan formal yang dijelaskan dalam UU No. 10 Tahun 1998
tentang Perbankan yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat. Proses pendirian BMT tidak terlepas dari
mengenai lokasi atau tempat usaha BMT. Tempat pendirian BMT
sebaiknya berlokasi di tempat yang banyak kegiatan-kegiatan ekonomi para
anggotanya berlangsung, baik anggota penyimpanan dana maupun
pengembang usaha atau pengguna dana.
BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang menurut
UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro Pasal 4, pendirian
LKM paling sedikit harus memenuhi persyaratan bentuk badan hukum,
permodalan, dan mendapat izin usaha yang tata caranya diatur dalam
Undang-undang ini. Bentuk badan hukum yang dimaksud adalah Koperasi,
atau Perseroan Terbatas. Sumber permodalan LKM disesuaikan dengan
ketentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan badan hukumnya.

10
Pasal 4 Undang-undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro .
11
Pasal 5 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

9
Sedangkan ketentuan mengenai besaran modal LKM diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BMT dapat didirikan oleh:
a. Sekurang-kurangnya 20 orang.
b. Modal awal (Rp. 50 – Rp. 100 Juta) dikumpulkan dari para pendiri dan
pengelola dalam bentuk Simpanan Pokok dan Simpanan Pokok Khusus.
c. Satu pendiri dengan lainnya sebaiknya tidak memiliki hubungan
keluarga vertical dan berhorizontal satu kali.
d. Sekurang-kurangnya 70% anggota pendiri bertempat tinggal di sekitar
daerah kerja BMT.
e. Pendiri dapat bertambah dalam tahun-tahun kemudian, jika disepakati
oleh rapat para pendiri.
Kepemilikan LKM hanya dapat dimiliki oleh:
a. Warga negara Indonesia;
b. Badan usaha milik desa/kelurahan;
c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau
d. Koperasi
LKM harus memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan. Untuk
memperoleh izin usaha LKM, harus dipenuhi persyaratan paling sedikit
mengenai:
a. Susunan organisasi dan kepengurusan;
b. Pernodalan;
c. Kepemilikan; dan
d. Kelayakan rencana kerja.
2. Permodalan BMT
Untuk modal BMT terdiri dari:
a. Simpanan Pokok (SP) yang ditentukan besarnya sama besar untuk
semua anggota.
b. Simpanan Pokok Khusus (SPK) yaitu simpanan pokok yang khusus di
peruntukan untuk mendapatkan sejumlah modal awal, sehingga
memungkinkan BMT melakukan persiapan-persiapan pendirian dan
memulai operasinya. Jumlahnya dapat berbeda antar anggota pendiri.

10
3. Produk-produk Usaha BMT
Secara umum produk BMT diklarifikasikan menjadi empat hal,
yaitu:
a. Produk penghimpunan dana (funding)
Produk penghimpunan dana secara umum berupa simpanan atau
tabungan yang didasarkan pada akad wadiah dan mudharabah. Dalam
BMT dikenal dengan simpanan wadiah dan simpanan mudharabah.
Dalam ilmu fiqih akad wadiah ditinjau dari boleh tidaknya penerima
titipan untuk memanfaatkan barang titipan tersebut dibedakan menjadi
dua macam, yaitu:
1) Wadiah Amanah, yaitu akad wadiah dimana pihak yang menerima
titipan tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipkan.
2) Wadiah Yad Dhamanah, yaitu akad wadiah dimana pihak yang
menerima titipan diperbolehkan untuk memanfaatkan barang yang
dititipkan.
Sedangkan mudharabah merupakan salah satu akad kerjasama
kemitraan berdasarkan prinsip berbagi untung dan rugi (profit and loss
sharing principle), dilakukan sekurang-kurangnya oleh dua pihak,
dimana pihak yang memiliki dan menyediakan modal disebut shohibul
mal dan pihak yang menerima atau bertanggung jawab mengelola dana
disebut mudharib12.
b. Produk penyaluran dana (lending)
1) Jual Beli (Murabahah)
Salah satu produk penyaluran dana yang banyak digunakan
dalam BMT adalah murabahah atau dalam ilmu perbankan
merupakan jual beli barang dengan harga asal dan tambahan
keuntungan yang telah disepakati13. Produk ini banyak digunakan
karena yang profitable, mudah penerapannya, dimana BMT

12
Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UII Press,
2002), hal. 33
13
Muhammad Syafi’I Antonia, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
hal. 101

11
bertindak sebagai pembeli sekaligus penjual barang halal tertentu
yang dibutuhkan nasabah14.
Selain produk murabahah terdapat penyaluran dana
musyarakah, yaitu akad kerja sama yang dilakukan oleh dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko ditanggung bersama seuai dengan
kesepakatan15.
2) Pinjam-meminjam (Al-Qardh)
Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali tanpa mengharapkan imbalan
dari pihak yang meminjam dana.
c. Produk Tabaru’ yaitu ZISWAH (Zakat, Infaq, Shodaqoh, Wakaf, dan
Hibah)
D. Perbedaan BMT dengan Lembaga Bank
Sebagai bentuk lembaga keuangan syariah non bank, BMT mempunyai ciri-
ciri utama yang membedakannya dengan lembaga keuangan bank, yaitu16:
1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan
ekonomi, terutama untuk enggota, dan lingkungannya.
2. Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengaktifkan
penggunaan dana-dana sosial untuk kesejahteraan orang banyak, serta dapat
menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk memberdayakan anggotanya
dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi.
3. Ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran serta masyarakat sekitarnya.
4. Milik bersama masyarakat kecil, bawah dan menengah yang berada
dilingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang lain dari luar masyarakat
itu.
5. BMT masih belum memiliki status dan perundang-undangan yang jelas
walaupun mendapat dukungan dari pemerintah. Sedangkan Bank Syariah

14
Makhalul, Teori dan Praktek, … hal. 42
15
Syafi’I, Bank Syariah, …. Hal. 90
16
Sri Dewi Yusuf, Peran Strategis BMT dalam Peningkatan Ekonomi Rakyat, (artikel volume 10
No. 1, edisi Juni 2014), hal. 74

12
sudah berbentuk perseroan dan tunduk di bawah perundang-undangan
Perbankan Syariah.
6. Modal awal BMT tidak sebesar Bank Syariah.
7. Pangsa pasar BMT lebih kecil daripada Bank Syariah.
8. Pada produk pembiayaan, BMT tidak menentukan nisbah tertentu.
Persentase bagi hasil tersebut ditentukan melalui kesepakatan antara pihak
BMT dengan calon peminjam secara personal.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu dengan
kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil, antara lain dengan
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
ekonominya. Status badan hukum BMT dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
berbentuk Koperasi, badan usaha milik yayasan dan berbentuk Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM).
Mekanisme BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah dapat
didirikan dengan syarat yang sudah ditentukan, sedangkan perizinannya harus
mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan. Permodalan BMT sendiri
terdiri dari Simpanan Pokok dan Simpanan Pokok Khusus. Produk-produk
usaha BMT diantaranya dalam penghimpunan dana dan penyaluran dana tidak
jauh berbeda dengan produk usaha di Bank Syariah. Hanya terdapat beberapa
perbedaan yang menyebabkan BMT tidak seperti lembaga keuangan Bank,
tetapi adalah lembaga keuangan non bank.
B. Saran
BMT merupakan Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang berperan
memajukan perekonomian masyarakat kecil. Dengan peran tersebut, BMT
diharapkan dapat mengembangkan perekonomian rakyat kecil. Oleh karena itu,
BMT harus berperan aktif dalam masyarakat sehingga peran penting tersebut
dapat terlaksana dengan baik dan penuh tanggung jawab.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Arif, Nur Rianto. 2011. “Dasar-dasar Ekonomi Islam”. Solo: Era Adicitra
Intermedia
Antonio, Muhammad Syafi’I. 2001. “Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta:
Gema Insani
Huda, Nurul. Mohammad Heykal. 2013 “Lembaga Keuangan Islam Tinjauan
Teoritis dan Praktis”. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri
Ilmu, Makhalul. 2002. “Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah”.
Yogyakarta: UII Press
Karim, Adiwarman. 2009. “Permasalahan dan Konsep Syariah”.
http://ekisopini.blogspot.com/2009/10/permasalahan-dan-konsep-syariah-bmt-
html
PINBUK. “Peraturan Dasar dan Contoh AD ART”. Jakarta: Wasantaranet.id
Ridwan, Muhammad. 2003. “Manajemen Bank Syariah”. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN
Subkhan. 2008. “Menunggu Payung Hukum BMT”.
http://subkhan.wordpress.com/2008/01/09/menunggu-payung-BMT/.
Widod0, Hertanto. 2000. “Panduan Praktis Operasional Baitul Mal Wa Tamwil
(BMT)”. Bandung: Mizancet
www.hukumonline.com. UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
Yunus, Jamal Lulail. 2009. “Manajemen Bank Syariah “Mikro”. Malang: UIN
Malang Press (anggota IKAPI)
Yusuf, Sri Dewi. 2014. “Peran Strategis BMT dalam Peningkatan Ekonomi
Rakyat”. artikel volume 10 No. 1

15

Anda mungkin juga menyukai