Anda di halaman 1dari 17

REASURANSI DAN RETAKAFUL

SYARIAH

Makalah ini
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Asuransi Syariah
Dosen Pengampu : Cita Sary Dja’akum, A. Md., SHI., MEI.

Disusun oleh:
Milhatun Nisa’ (1705026081)
Itsna Tifani Barokatur Rizkoh (1705026084)
Fanarati Ardha (1705026086)

EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur hanya milik Allah SWT. Hanya karena izin-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa kami
kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh insan yang dikehendaki-Nya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuransi
Syariah yang berjudul Reasuransi dan Retakaful. Dalam penyelesaian makalah ini,
kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu,
sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Cita Sary Dja’akum, A. Md., SHI., MEI. selaku dosen mata kuliah
Asuransi Syariah.
2. Orang tua kami yang banyak memberikan semangat dan bantuan, baik
moril maupun materil.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami cukup menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu
kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
makalah mendatang. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan
memenuhi harapan berbagai pihak. Amiin.

Semarang, 21 Oktober 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4

C. Tujuan ................................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Reasuransi dan Retakaful ................................................................. 5

B. Tujuan Reasuransi dan Retakaful ....................................................................... 6

C. Metode Penempatan Reasuransi dan Retakaful ................................................. 7

D. Bentuk-Bentuk Reasuransi dan Retakaful ...................................................... 10

E. Perbedaan Reasuransi dan Retakaful Syariah .................................................. 11

F. Reasuransi Syariah ............................................................................................ 12

G. Contoh Pembagian Sisa Hasil Usaha Koperasi ............................................... 13

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan ...................................................................................................... 14

B.Saran ................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Reasuransi Syariah di Indonesia sudah mulai tumbuh dan berkembang,
yang ditandai dengan penambahan beberapa perusahaan reasuransi baik dari
nasional maupun dari internasional (ASEAN), untuk mendukung dan membantu
mekanisme dan kegiatan transfer of risk dari perusahan asuransi syariah. Asuransi
syariah merupakan salah satu industri syariah yang mengalami perkembangan
yang pesat di Indonesia. Perkembangan industri syariah ini dimulai sejak tahun
1994, yang dipelopori oleh PT Asuransi Takaful Keluarga. Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang usaha memberikan jasa
pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi
kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.
Reasuransi syariah merupakan pengembangan dari industri asuransi
syariah yang memiliki tujuan yang sama dengan asuransi syariah, yaitu untuk
menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan kesua belah pihak yang
terlibat, dimana satu pihak bertindak sebagai penanggung beban kerugian (insurer)
yang memungkinkan akan menimpa pihak yang tertanggung (insured/policy
holder). Pihak insurer dalam konteks asuransi syariah adalah perusahaan asuransi
syariah itu sendiri, sedangkan pihak insured adalah individu pemegang polis.
Dalam konteks reasuransi syariah, pihak insurer adalah perusahaan reasurasi
syariah, sedangkan pihak insured adalah perusahaan asuransi syariah.
Dengan pemaparan di atas, pemakalah tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai reasuransi dan retakaful yang meliputi pengertian, tujuan, metode, dan
hal lainnya yang berkaitan dengan reasuransi dan retakaful.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Reasuransi dan Retakaful?
2. Apa saja tujuan Reasuransi dan Retakaful?
3. Bagaimana metode penempatan Reasuransi dan Retakaful
4. Bagaimana bentuk-bentuk Reasuransi dan Retakaful?
5. Apa saja Perbedaan Reasuransi dan Retakaful?
6. Bagaimana konsep Reasuransi Syariah?
7. Bagaimana Fatwa DSN-MUI tentang Reasuransi Syariah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Reasuransi dan Retakaful
2. Untuk mengetahui apa saja tujuan Reasuransi dan Retakaful
3. Untuk mengetahui bagaimana metode penempatan Reasuransi dan
Retakaful
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Reasuransi dan Retakaful
5. Untuk mengetahui apa saja Perbedaan Reasuransi dan Retakaful
6. Untuk mengetahui bagaimana konsep Reasuransi Syariah
7. Untuk mengetahui bagaimana Fatwa DSN-MUI tentang Reasuransi
Syariah

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Reasuransi dan Retakaful


Pengertian reasuransi dalam KUHD pasal 271 sama dengan yang
dikemukakan oleh pakar reasuransi Robert I Mehr dan E. Cammack dalam
bukunya Principle of Insurance yang mengatakan, “Reinsurance is the insurance
of insurance (Reasuransi adalah asuransi dari asuransi atau asuransinya asuransi)”
(Sula, 2004).
Suatu transaksi reasuransi adalah suatu persetujuan yang dilakukan antara
dua pihak, yang masing-masing disebut pemberi sesi (ceding company) dan
penanggung ulang (reasuradur), dengan jalan pemberi sesi (ceding company)
menyetujui menyerahkan dan penanggung ulang (reasuradur) menyetujui
menerima suatu risiko yang telah ditentukan dengan persyaratan yang ditetapkan
dalam perjanjian.
Reasuransi syariah (retakaful) adalah suatu proses saling menanggung
antara pemberi sesi (ceding company) dengan penanggung ulang (reasuradur), di
mana ada proses suka sama suka (saling menyepakati) risiko dan persyaratannya
yang ditetapkan dalam akad. Dalam operasionalnya, menggunakan prinsip-prinsip
syariah, terbebas dari praktek gharar, maisir, dan riba. Sedangkan dalam UU No.
24 tahun 2014 menyebutkan bahwa reasuransi syariah adalah usaha pengelolaan
resiko berdasarkan prinsip syariah atas resiko yang dihadapi oleh perusahaan
asuransi syariah, perusahaan penjamin syariah, atau perusahaan reasuransi syariah
lainnya (Amrin, 2012).
Reasuransi syariah diperlukan oleh asuransi syariah untuk saling
membantu bilamana terjadi klaim dari peserta pada waktu yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya. Di mana besarnya klaim tersebut di luar batas
kemampuan membayar asuransi syariah. Kemampuan perusahaan asuransi syariah
untuk menanggung risiko dari suatu pertanggungan disebut retensi, yang
merupakan batas maksimum dari total kalim yang harus dibayar perusahaan
asuransi syariah. Bilamana total kalim yang harus dibayar melebihi retensi yang

5
telah ditentukan perusahaan asuransi, maka perlu adanya keterlibatan reasuransi
syariah untuk ikut menanggung beban sebagian dari klaim tersebut. Jika hal ini
tidak dilakukan, maka perusahaan asuransi syariah akan mengalami gagal bayar
(default) yang berpotensi merugikan peserta karena klaimnya tidak dapat dibayar.
Dengan mengasuransikan kembali sebagian premi yang dikelola
perusahaan asuransi syariah, berarti perusahaan asuransi syariah mnyebarkan
sebagian risiko kepada reasuransi syariah. Hal ini untuk menghindari kerugian
yang lebih besar karena adanya klaim peserta dan menghindari gagal bayar dari
perusahaan asuransi syariah.

B. Tujuan Reasuransi dan Retakaful


Ditinjau dari aspek teknis, tujuan reasuransi dan retakaful yaitu untuk
mengurangi atau memperkecil beban risiko yang diterimanya dengan
mengalihkan seluruh atau sebagian risiko itu kepada pihak penanggung lain.
Dengan pertanggungan ulang ini, penanggung pertama dapat mengurangi atau
memperkecil risiko-risiko yang diterimanya dipandang dari segi kemungkinan
kerugian materiil. Jika pada aspek teknis, tujuan reasuransi lebih mendasarkan
pada cara atau alat pengalihan beban risiko dan/atau pembagian risiko
(distribution of risk) atau penyebaran risiko (spreading of risk), maka pada aspek
hukum manfaat reasuransi lebih menitikberatkan pada perjanjian pengalihan
seluruh atau sebagian risiko dari pihak perusahaan asuransi atau penanggung
pertama kepada penanggung ulang (Ali, 2006).
Menurut AJ. Marianto, fungsi-fungsi atau tujuan dari reasuransi sebagai
berikut (Sula, 2004):
1. Memberi jaminan atau perlindungan kepada penanggung dari kerugian-
kerugian underwriting (underwriting losses) yang dapat sewaktu-waktu
membahayakan likuiditas, solvabilitas, dan kelestarian kegiatan usaha
mereka.
2. Menaikkan kapasitas akseptasi perusahaan atas risiko-risiko yang melampaui
batas kemampuannya karena kelebihan tanggung-gugat yang tidak bisa

6
mereka tampung sendiri akan dijamin oleh penaggung ulang yang telah
bersedia menampung.
3. Sebagai alat penyebaran risiko, baik di pasaran reasuransi dalam negeri
maupun di pasaran luar negeri.
4. Bila kerja sama reasuransi atas sebagian risiko dilakukan antar sesama
perusahaan asuransi, akan terdapat dua fungsi di dalamnya yaitu, sebagai
penyebaran risiko dan sebagai sarana pertukaran bisnis yang mampu
meningkatkan pendapatan premi yang dapat ditahan karena di samping
adanya pengeluaran terdapat pula pemasukan premi.
5. Meningkatkan atau mendukung kestabilan hasil underwriting dan keadaan
keuangan perusahaan asuransi, termasuk menjaga stabilitas pendapatannya.
Dalam hal ini, reasuransi seolah-olah berfungsi menyediakan fasilitas bank
kepada perusahaan asuransi.
6. Meningkatkan dan memperbesar keleluasaan dalam melakukan pemasaran
berbagai produk asuransi, baik yang konvensional maupun yang baru dengan
segala macam tingkat besar kecilnya risiko.
7. Secara tidak langsung reasuransi dapat berfungsi membantu membiayai
kegiatan usaha perusahaan asuransi, khususnya disesikan berdasarkan kontrak
reasuransi, karena pembayaran sesi premi baru dilaksanakan setelah setiap
triwulan berakhir berdasarkan account statement triwulan. Bahkan,
adakalanya setelah setiap enam bulan terakhir berdasarkan account statement
semesteran. Lebih-lebih bila berdasarkan persyaratan atau ketentuan treaty
perusahaan diperkenalkan menahan sebagian premi yang dicanangkan untuk
menghadapi risiko yang masih berjalan dan baru akan dibebaskan satu tahun
kemudian.

C. Metode Penempatan Reasuransi dan Retakaful


Reasuransi pada prinsipnya adalah pertanggungan ulang atau
pertanggungan yang diasuransikan atau sering disebut asuransi dari asuransi
(Soemitra, 2015). Dalam praktik asuransi dan reasuransi terdapat 3 (tiga) cara
dalam melakukan kerja sama asuransi antara pihak penanggung pertama (direct

7
insures) dan pihak penanggung ulang (reinsurers). Yaitu, metode reasuransi
secara fakultatif, metode reasuransi secara kontrak (treaty), dan metode asuransi
pool dan fakultatif obligatory (Sula, 2004).
1. Metode reasuransi secara fakultatif
Yang dimaksud metode asuransi secara fakultatif adalah transaksi
pertanggungan ulang antara pihak penanggung pertama dan para penanggung
ulang secara bebas. Yaitu, para pihak penanggung ulang tidak terikat harus
menerima penawaran pertanggungan ulang. Dengan perkataan lain, para
penanggung ulang dapat menolak atau menerima penawaran pertanggungan
ulang berdasarkan kebijakan akseptasi yang telah mereka tetapkan.
Karena itu, dalam metode pertanggungan ulang secara fakultatif, para
penanggung ulang dapat melakukan seleksi risiko sesuai dengan kebijakan
underwriting yang telah digariskan.
Biasannya jika menggunakan metode pertanggungan ulang fakultatif,
dalam kenyataannya akan banyak menyita waktu, tenaga, dan biaya untuk
administrasi pengelolaannya bila dibandingkan dengan metode reasuransi
berdasarkan kontrak. Oleh karena itu, mereka memilih sisa atau kelebihan
tanggung gugat (excess liability) akan menggunakan metode pertanggungan
ulang berdasarkan kontrak terlebih dahulu. Dan, bila masih terdapat
kelebihan, barulah ditempatkan secara fakultatif.
2. Metode reasuransi secara kontrak (treaty)
Pengertian metode ini adalah perjanjian antara pihak penanggung
pertama dan para penanggung lain atau pihak penanggung ulang professional
yang dalam perjanjian tersebut pihak penanggung pertama.
Penanggung reasuransi secara kontrak (treaty), artinya setiap
pertanggungan dengan jaminan yang tidak dikecualikan oleh persyaratan dan
ketentuan kontrak reasuransi, secara otomatis telah terjamin atau memperoleh
proteksi dari penanggung ulang yang ikut serta mengambil bagian dalam
kontrak reasuransi tersebut.
Selain itu, para penanggung ulang yang ikut serta dalam treaty tidak
perlu lagi meneliti lebih dahulu risiko yang disesikan satu per satu.

8
Penanggung ulang secara otomatis wajib menerima semua sesi yang baik dan
yang kurang baik risikonya sebatas yang telah dijanjikan bersama atau yang
tidak tergolong dalam bisnis yang dikecualikan treaty.
3. Metode reasuransi pool dan facultative obligatory
a. Metode reasuransi pool
Yang dimaksud dengan sistem pool atau pooling system adalah saling
memberi bisnis antarsesama anggota penyelenggaraan administrasi
dan proteksi pertanggungan ulang dilaksanakan oleh pimpinan pool
(pool leader) yang ditunjuk. Dengan sistem ini, biaya administrasi
dapat ditekan dan cara bekerjanya juga lebih efektif. Keuntungan lain
yang dapat dirasakan bersama adalah bahwa setiap anggota pool akan
selalu memperoleh bagian sekecil apa pun dari anggota lain yang
memperoleh bisinis. Makin banyak jumlah bisnis yang dapat
dipoolkan dalam satu awadah kerja sama pool ini, maka tingkat
probabilitasnya terjadi kerugian akan menjadi lebih kecil sesuai
dengan teori hukum bilangan besar. Di sisi lain, para anggota pool
akan dapat menghimpun dana premi yang lebih besar dengan tingkat
tanggung gugat (liability) yang tetap.
b. Facultative Obligatory
Sebenarnya metode penutupan pertanggungan ulang seperti ini masih
termasuk cara penempatan pertanggungan ulang secara kontrak
meskipun masih terdapat kata facultative. Dengan adanya kata wajib
(obligatory), pihak penanggung wajib menerima semua kelebihan
tanggung gugat (excess liability) yang sudah tidak tertampung dalam
kontrak pertanggungan ulang sampai dengan limit yang telah
ditentukan.
Melalui cara ini, pihak penanggung pertama tidak perlu melakukan
penawaran reasuransi satu per satu karena secara otomatis telah
memperoleh fasilitas jaminan yang cukup memdadai. Serta
penanggung pertama juga dapat bekerja lebih efisien karena dapat

9
menghemat banyak biaya, waktu, dan tenaga dibandingkan harus
melakukan penawaran satu per satu.

D. Bentuk-bentuk Reasuransi dan Retakaful


1. Kontrak Proposional (propotional treaties)
Kontrak proposional adalah perjanjian reasuransi atau pertanggungan
ulang yang mengikatkan dua atau lebih pihak, yaitu pemberi sesi wajib yang
menerima dan pihak penanggung ulang wajib bersedia menerima bagian sesi
atau premia atau premi dari pemberi sesi menurut perbandingan yang
seimbang antara jumlah uang pertanggungan ulang dan jumlah seluruh uang
pertanggungan dikali jumlah selurh premi sebagaimana disebut dalam polis.
Sesuai dengan praktik yang terjadi hingga saat ini, terdapat dua jenis
atau tipe kontrak pertanggungan ulang, diantaranya:
a. Kontrak Bagian Tetap (Quota Share Treaty)
Kontrak ini merupakan suatu perjanjian yang menyatakan bahwa
pihak penanggung pertama (pemberi sesi) mengikatkan diri wajib
memberi dan para penanggun ulang terkait wajib menerima suatu bagian
tetap dari setiap risiko yang dijamin oleh penanggung pertama
berdasarkan polis pertanggungan yang telah diterbitkannya.
b. Kontrak Surplus (Surplus Treaty)
Kontrak ini merupakan suatu perjanjian pertanggungan ulang yang
menyatakan bahwa pihak pemberi sesi terikat wajib memberikan sesi dan
para penanggung ulang wajib menerima surplus liability yang melampaui
retensi sendiri pemberi sesi sampai dengan batas tertinggi yang
disepakati antara pemberi sesi (ceding company) dan penanggung ulang.
2. Kontrak Nonproporsional (Non Proportional Treaties)
Pengertian kontrak reasuransi ini adalah suatu perjanjian reasuransi
yang menetapkan bahwa para penanggung ulang dengan menerima sejumlah
premi yang telah disepakati bersama bersedia membayar kepada penanggung
pertama semua kerugian yang melampaui batas limit retensi (underlying net
retention) sampai pada batas jumlah atau presentase tertentu yang terjadi

10
karena peristiwa-peristiwa yang diperjanjikan bersama. Berikut jenis-jenis
atau tipe kontrak reasuransi nonproporsional:
a. Excess of Loss
Berdasarkan definisi kontrak reasuransi nonproporsional
sebagaimana disebut di muka, jaminan jumlah kerugian yang menjadi
beban penanggung ulang setelah underlying net retention maupun
underlying retention itu sendiri selalu dinytakan dalam sejumlah uang
tertentu.
b. Stop Loss
Kontrak reasuransi tipe stop loss atau juga disebut excess of loss
ratio adalah suatu kontrak reasuransi nonproporsional yang memberi
suatu jaminan kepada pemberi sesi atas kerugian yang melebihi jumlah
kerugian yang diperjanjikan untuk jenis kelas bisnis tertentu.
c. Aggregate Excess of Loss
Kontrak reasuransi aggregate excess of loss pada prinsipnya
mempunyai cara kerja pemberian jaminan seperti halnya yang diberikan
oleh kontrak reasuransi stop loss ratio. Tetapi, limit jaminan kerugian
yang ditanggung oleh penanggung ulang tidak dinyatakan dalam jumlah
prsentase loss ratio melainkan dinyatakan dalam sejumlah uang tunai.

E. Perbedaan Reasuransi dan Retakaful


Terdapat dua hal yang membedakan antara reasuransi syariah dan
reasuransi konvensional yaitu:
1. Mekanisme operasional pada reasuransi syariah harus menggunakan sistem
yang dibenarkan secara syariah, di mana harus lepas dari praktik gharar,
maisir, dan riba.
2. Dalam transaksi kerja samanya harus menggunakan skim bagi hasil
(mudharabah), sebagaimana umumnya dalam akad tijarah dalam asuransi
syariah, atau akad yang lainnya yang dibenarkan secara syar'i.

11
F. Konsep Reasuransi Syariah
Setiap produk asuransi syariah tentunya memiliki skema pembagian risiko
yang menjadi tulang punggung produk asuransi syariah tersebut. Melalui skema
tersebut para peserta dengan sifat dasar dan tingkah laku risiko yang homogen
dikelompokkan. Lalu biaya risiko dikumpulkan dari kelompok tersebut
diestimasikan dan didistribusikan kepada setiap peserta dalam bentuk kontribusi.
Idealnya keanggotaan dari kelompok homogen semacam itu harus memiliki
ukuran dan kekuatan yang mumpuni untuk mencapai kestabilan dalam
perlindungan kestabilan dalam perlindungan terhadap keseuruhan risiko yang
dialami peserta (Puspitasari, 2015).
Berdasarkan prinsip Law of Large Numbers, semakin besar jumlah peserta
akan mempertinggi tingkat konvergensi risiko yang dihadapi, dengan demikian
akan meningkat pula kemudahan pengelolaan dari keseluruhan risiko peserta.
Sayangnya, situasi ini tidak selalu terjadi karena operator-operator kecil atau baru
mungkin tidak memiliki jumlah peserta yang cukup. Bahkan operator-operator
besar juga mungkin tidak memiliki jumlah peserta yang cukup untuk skema dan
kebutuhan perlindungan tertentu. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut ada
jalan yang bisa diambil untuk menjadikan jumlah kecil kedalam kelompok yang
lebih besar. Salah satu caranya adalah dengan jalur Reasuransi Syariah (Iqbal,
2006).
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa reasuransi syariah adalah
salah satu cara untuk mengatasi permasalahan asuransi terkait operator-operator
kecil bahkan hingga operator besar yang tidak memiliki jumlah peserta yang
cukup sehingga tidak mampu membentuk skema dan kebutuhan perlindungan
tertentu. Langkah awal dari masalah tersebut adalah dengan mendayakan
reasuransi syariah, hal ini sudah sangat lazim yang dilakukan oleh operator.
Melalui cara ini, fluktuasi risiko yang muncul dari satu operator dibagi
dengan operator lain agar tercipta sebuah kelompok yang lebih besar, atau pada
beberapa kasus yang lebih luas area geografisnya. Dengan cara ini resiko yang
timbul distabilkan sehingga biaya keseluruhan dalam mengelola risiko dapat lebih
terpantau. Menggunakan mekanisme ini kontribusi yang harus dibayarkan oleh

12
setiap peserta juga dapat dikalkulasikan dengan tingkat akurasi yang tinggi (Iqbal,
2006).

G. Fatwa DSN-MUI Tentang Reasuransi Syariah


Berdasarkan Fatwa DSN MUI tentang pedomanan umum Asuransi
Syariah pada Pasal 9 bagian Reasuransi, bahwa Asuransi Syariah hanya dapat
melakukan Reasuransi kepada perusahaan Reasuransi yang berlandaskan prinsip
syariah. Menyusul Fatwa DSN MUI Tentang Reasuransi Syariah, maka ada
beberapa faktor penyebab sehingga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan (Sula,
2004). Beberapa faktor tersebut adalah:
1. Jumlah Asuransi/Reasuransi Syariah masih sedikit
2. Kapasitas limit dan aksseptasi yang terbatas
3. Tenaga ahli masih terbatas
4. Sinergi takaful dunia yang belum optimal
Adapun pembentukan Reasuransi Internasional masih pada taraf wacana
untuk para pelaksana Reasuransi Syariah di berbagai dunia. Tentu perkara tersebut
bukan hal yang mudah, disamping faktor permodalaan, handicap utang adalah
susahnya melakukan sinergi antar pemegang saham.
Faktanya ada beberapa perusahaan Reasuransi Syariah tingkat
Internasional selain ARIL dari Malaysia seperti yang telah dipaparkan di atas
misalnya Islamic Takaful dan Re-insurance (Bahanas), Islamic Insurance and
Reinsurance Co (Bahrain), Islamic Takaful and Retakaful Company (Saudi
Arabia), dan masih ada banyak lagi. Masalah saat ini adalah terakait komunikasi,
lalu sebesar apa kapasitas limitnya , apakah reasuransi tersebut masuk dalam skala
internasional, dan permasalahan undang – undang yang melindungi harus ke
reasuransi dalam negeri terlebih dahulu baru ke luar negeri.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reasuransi syariah (retakaful) adalah suatu proses saling menanggung
antara pemberi sesi dengan penanggung ulang, di mana ada proses suka sama suka
(saling menyepakati) risiko dan persyaratannya yang ditetapkan dalam akad. Dari
aspek teknis, tujuan reasuransi dan retakaful yaitu untuk mengurangi beban risiko
dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko itu kepada pihak penanggung
lain. Pada aspek teknis, lebih mendasarkan pada cara pengalihan beban risiko
dan/atau pembagian risiko, maka pada aspek hukum lebih menitikberatkan pada
perjanjian pengalihan seluruh atau sebagian risiko dari pihak perusahaan asuransi
atau penanggung pertama kepada penanggung ulang.
Dalam praktik reasuransi terdapat 3 cara melakukan kerja sama asuransi
yaitu, metode reasuransi secara fakultatif, metode reasuransi secara kontrak
(treaty), dan metode asuransi pool dan fakultatif obligatory. Dan terdapat 2 bentuk
dalam reasuransi dan retakaful yaitu Kontrak Proporsional, dan Kontrak
Nonproporsional.
Terdapat dua hal yang membedakan antara reasuransi syariah dan
konvensional yaitu 1) Mekanisme operasional pada reasuransi syariah harus
menggunakan sistem syariah, terhindar dari gharar, maisir, dan riba. 2) Dalam
transaksi kerja samanya harus menggunakan sistem bagi hasil (mudharabah).
Reasuransi syariah adalah salah satu cara untuk mengatasi permasalahan
asuransi terkait operator-operator kecil bahkan hingga operator besar yang tidak
memiliki jumlah peserta yang cukup sehingga tidak mampu membentuk skema
dan kebutuhan perlindungan tertentu. Langkah awal dari masalah tersebut adalah
dengan mendayakan reasuransi syariah, hal ini sudah sangat lazim yang dilakukan
oleh operator.
Berdasarkan Fatwa DSN MUI tentang pedomanan umum Asuransi
Syariah pada Pasal 9 bagian Reasuransi, bahwa Asuransi Syariah hanya dapat
melakukan Reasuransi kepada perusahaan Reasuransi yang berlandaskan prinsip
syariah.

14
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kata sempurna. Untuk itu kami meminta kritik dan saran untuk evaluasi agar
dalam penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik dari makalah sebelumnya.
Kritik dan saran yang diberikan mampu memotivasi kami untuk terus belajar. Dan
semoga makalah yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi teman-teman semua
dan para pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. H. (2006). Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Prenada


Media.

Amrin, A. (2012). Asuransi Syariah: Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah


Asuransi Konvensional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Iqbal, M. (2006). Asuransi Umum Syariah dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Puspitasari, N. (2015). Manajemen Asuransi Syariah. Yogyakarta: UII Press.

Soemitra, A. (2015). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta:


Prenadamedia Group.

Sula, M. S. (2004). Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional (1 ed.). Jakarta: Gema Insani Press.

16

Anda mungkin juga menyukai