Anda di halaman 1dari 20

SISTEM OPERASIONAL GENERAL INSURANCE

DALAM MENG-ELIMINIR KONTRAK YANG


BATHIL

DI SUSUN OLEH:

Nur Annisa : 55200135


Al-Asma Ul Husna : 55 200128

PRODI: MANAJEMEN ZAKAT WAKAF

JURUSAN/FAK: EKONOMI BISNIS ISLAM

MATA KULIAH: ASURANSI SYARIAH

DOSEN PEMBIMBING: FATHIA IRANI S.Pd, M.Pd

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ACEH TAMIANG

KUALA SIMPANG, 2022


KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur atas kehadirat allah swt. Yang telah memberikan rahamat
dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelasaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa ridha dan petunjuk dari-NYA mustahil makalah ini dapat di
rampungkan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen


pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“SISTEM OPERASIONAL GENERAL INSURANCE DALAM MENG-
ELIMINIR KONTRAK YANG BATHIL”. penulis juga masih membutuhkan
bimbingan, arahan, koreksi dan saran terutama dari dosen pembimbing.

Harapan penulis makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai
pegangan untuk mempermudah semua pihak dalam proses perkuliahan. Penulis juga
menerima kritik dan saran dari pembaca sehingga penulis dapat memperbaiki
makalah ini.

Kuala simpang, 27 juni 2022

Penulis

i
Daftar isi

Kata pengantar .......................................................................................................... i

Daftar isi .................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan .................................................................................................. 1

A. Latar belakang ............................................................................................... 1


B. Rumusan masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................... 2

BAB II Pembahasan .................................................................................................. 3

A. Pengertian asuransi ........................................................................................ 3


B. Prinsip asuransi syariah ................................................................................. 5
C. Perbedaan asuransi syariah dan konvensional .............................................. 6
D. Sistem operasional general insurance dalam meng-eliminir kontrak yang
bathil .............................................................................................................. 11

BAB III Penutup ....................................................................................................... 16

A. Kesimpulan ................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................. 16

Daftar pustaka ........................................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuransi Syari’ah, sekarang ini semakin berkembang. Sejak diperkenalkan di


Indonesia pada tahun 1994, hingga saat ini jumlah industri asuransi Syari’ah
mencapai 39 perusahaan dengan ratusan cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, pangsa pasarnya yang masih di bawah lima persen, dipastikan
akan terus berkembang di masa depan.1

Defenisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam undang-undang Republik


Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, tentang : Usaha Perasuransian, asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak
tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggatian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan
atau tanggung jawab hukum kepada pehik ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti.2

Ruang lingkup asuransi merupakan usaha jasa keuangan dengan menghimpun


dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, dengan tujuan untuk memberi
perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jas asuransi terhadap
kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti.

Dalam bahasa Arab asuransi (syari’ah) disebut at-at’min, penanggung disebut


mu’amin, sedangkan tertanggung disebut mu’aman lahu atau musta’min. At-ta’min
yaitu “menta’minkan sesuatu, artinya adalah seseorang membayar atau menyerahkan
uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana

1
http://pruamanah.com/2009/muhammad-syakir-sula-asuransi-syariah-dunia Diakses Tahun 2009
2
Heri sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002) Edisi Ke-2
h.112

1
yang telah disepakati atau untuk mendapatkan ganti rugi terhadap hartanya yang
hilang.3

Asuransi dilihat dari segi teori dan sistem sangat relevan dengan tujuan umum
syari’ah dan disertakan dalil-dalilnya. Hal ini dikarenakan asuransi dalam arti tersebut
adalah sebuah gabungan kesepakatan untuk saling menolong, yang telah diatur
dengan sistem yang sangat rapi antara sejumlah besar manusia yang tujuannya adalah
menghilangkan atau meringankan kerugian dari peristiwa-peristiwa yang terkadang
menimpa manusia.4

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian asuransi?
2. Apa-apa saja Prinsip asuransi syariah?
3. Bagaimana Perbedaan asuransi syariah dan konvensional?
4. Bagaimana Sistem operasional general insurance dalam meng-eliminir
kontrak yang bathil?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian asuransi
2. Mengetahui Prinsip asuransi syariah
3. Mengetahui Perbedaan asuransi syariah dan konvensional
4. Mengetahui Sistem operasional general insurance dalam meng-eliminir
kontrak yang bathil

3
3Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,
(Jakarta: PT. Gema Insani 2004 ), Cet ke-2, h.28
4
Ibid h. 58

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi
1. Pengertian Asuransi (Konvensional)

Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, Assurantie, yang dalam hukum
Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan assurantie
kemudian timbul istilah assuradeur bagi penanggung dan geassureerde bagi
tertanggung.5

Pengertian Asuransi konvensional secara bahasa adalah pertangunggan, istilah


pertanggungan dikalangan orang belanda disebut verzekering. Hal ini dimaksud
melahirkan istilah assurantie, assuradeur bagi penanggung dan geasussreeder bagi
tertangunggung.6

Didalam UU RI Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian merupakan


pertanggungan yang didalamnya ada perjanjian antara dua pihak atau lebih, yaitu
pihak pertanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.7

Didalam perbankkan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh


syariat Islam, seperti menerima dan membayar bunga (riba), membiayai kegiatan
produksi dan perdagangan barang-barang yang diharamkan seperti minuman keras
(haram), kegiatan yang sangat dekat dengan gambling (Maisir) untuk transaksi-

5
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,
(Jakarta: PT. Gema Insani, 2004 ), Cet. Ke-2, h. 07
6
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Edisi 1 Cet 1, h. 66
7
Ibid, h. 67

3
transaksi tertentu dalam foreign exchange dealing, serta Higly And Intended
Speculative Transaction (gharar) dalam investment banking.8

2. Pengertian Asuransi Syari’ah

Kitab Undang-Undang (UU) Hukum Dagang pasal 246 memberikan pengertian


asurani sebagai berikut. Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan
seseorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima
premi, untuk memberikan pengantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tidak tentu.9

Menurut Mushtafa Ahmad Zarga, makna asuransi secara istilah adalah kejadian,
adapun metodalogi dan gambarannya dapat berbeda-beda. Namun pada intinya,
asuransi adalah cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari
resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam
perjalanan kegitan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya.10

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.11

8
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2005), Edisi 1 Cet. ke-2, h.
38
9
Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Yogyakarta: Ekonisia, 2002) Edisi Ke-2. h.
112
10
Muhammad Syakir Sula, op.cit., h. 29
11
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008), Edisi
Revisi. h. 292

4
B. Prinsip Asuransi Syariah

Prinsip utama dalam asuransi takaful adalah “ta’awanu ala al-birr wa al-taqwa”
(tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa), dan at-ta’min (rasa
aman).12 Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah
keluarga besar yang satu dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung
resiko. Hal ini menyebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi takaful adalah
akad takafuli (saling menanggung), bukan akad tabadduli (saling menukar) yang
selama ini digunakan oleh asuransi konvensional yaitu pertukaran pembayaran premi
dengan uang pertanggungan.13

Adapun prinsip asuransi syariah, para pakar ekonomi Islam mengemukakan


bahwa asuransi syari’ah atau asuransi takaful ditegakkan oleh prinsip utama yaitu:

a. Saling bertanggung jawab, yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki
rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain
yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul
tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.
b. Saling bekerja sama atau saling membantu, yang berarti diantara peserta
asuransi takaful yang satu dengan yang lainnya saling kerja sama dan tolong
menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena musibah yang
diderita.
c. Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa peserta
asuransi takaful akan berperang sebagai pelindung bagi peserta lain yang
mengalami ganggua keselamatan berupa musibah yang dideritannya.

12
Dzajuli dan Yadi Janwari. 2002. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, (Sebuah Pengenalan),
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. H.131
13
8 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2006). h. 146

5
C. Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional

Perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional mungkin tidak


terlalu besar, karena secara teknis operasionalnya hampir sama dengan asuransi
konvensional. Letak perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional
adalah pada bagaimana risiko itu dikelola dan ditanggung, dan bagaimana dana
asuransi syariah dikelola. Dalam pengelolaan dana dan penanggungan risiko, asuransi
syariah tidak memperbolehkan adanya gharar (ketidakpastian dan spekulasi) dan
maysir (perjudian). Dalam investasi atau manajemen dana tidak diperkenankan
adanya riba (bunga). Ketiga larangan ini, gharar, maysir, dan riba adalah area yang
harus dihindari dalam praktik asuransi syariah, dan yang menjadi pembeda utama
dengan asuransi konvensional.14

Secara rinci perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional adalah
sebagai berikut:15

1. Sumber Hukum
a. Sumber Hukum Asuransi Syariah

Sumber hukum asuransi syariah adalah al-qur’an, sunnah, ijma’, fatwa sahabat,
mashlahah mursalah, qiyas, istihsan, urf/tradisi, dan fatwa DSN-MUI. Karena itu,
operasi syariah selalu sejalan dengan prinsip- prinsip syariah. Dalam menetapkan
prinsip-prinsip, praktik dan operasional dari asuransi syariah, parameter yang
senantiasa menjadi rujukan adalah syariah Islam yang bersumber dari al-qur’an,
hadits dan fikih Islam. Karena itu, asuransi syariah mendasarkan diri pada prinsip
kejelasan dan kepastian, sehingga kejelasan yang meyakinkan kepada peserta
asuransi dengan akad secara syariah antara perusahaan dengan peserta asuransi, baik
yang akadnya jual beli maupun akad tolong- menolong.

14
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2006),h.2
15
Zainudin Ali, Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h. 67-72

6
b. Sumber Hukum Asuransi Konvensional

Asuransi konvensional mempunyai sumber hukum yang didasari oleh pikiran


manusia, falsafah, dan kebudayaan, sementara operasionalnya didasarkan atas hukum
positif. Karena itu, tidak memiliki sumber hukum yang jelas, maka cenderung
membuat transaksi yang tidak memiliki kepastian dan kejelasan.

2. Dewan Pengawas Asuransi


a. Asuransi Syariah

Asuransi syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dengan asuransi syariah. DPS mengawasi jalannya
operasional sehari-hari agar selalu berjalan sesuai prinsip syariah. Artinya,
menghindari adanya penyimpangan secara hukum Islam yang dapat merugikan orang
lain. Karena itu, DPS berfungsi untuk:

1. Melakukan pengawasan secara periodik pada Lembaga Keuangan Syariah


yang berada di bawah pengawasannya.
2. Berkewajiban mengajukan unsur-unsur pengembangan Keuangan Lembaga
Syariah kepada pemimpin lembaga yang bersangkutan dan dari Dewan
Syariah Nasional.
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional Lembaga Keuangan
Syariah yang mengawasinya kepada DSN sekurang kurangnya dua kali
dalam setahun anggaran.
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan pembahasan
DSN.
b. Asuransi Konvensional

Asuransi konvensional tidak mempunyai dewan pengawas dalam melaksanakan


perencanaan, proses, dan praktiknya. Asuransi konvensional tidak memiliki sebuah
wadah kontrol yang independen yang tugasnya mengawasi perjalanan asuransi

7
tersebut sehingga mudah timbul penyimpangan penyimpangan, baik penyimpangan
administrasi maupun penyimpangan hukum secara syar’i.

3. Akad Perjanjian
a. Asuransi Syariah

Akad dalam asuransi syariah dikenal dengan istilah tabarru’ yang bertujuan
kebaikan untuk menolong di antara sesama manusia, bukan semata mata untuk
komersial dan akad tijarah. Akad tijarah adalah akad atau transaksi yang bertujuan
komersial, misalnya mudharabah, wadhi’ah, wakalah, dan sebagainya.

Selain itu, akad transaksi asuransi syariah mengandung kepastian dan kejelasan
sehingga peserta asuransi menerima polis asuransi sesuai dengan apa yang
dibayarkan (yang masuk rekening peserta) ditambah dengan dana tabarru’ dari setiap
peserta asuransi. Karena itu, setiap perserta asuransi yang mendapat musibah atau
kerugian akan menerima bantuan dalam bentuk ganti rugi terhadap musibah yang
dihadapinya. Bantuan yang dimaksud bersumber dari dana akad tabarru’.

b. Asuransi Konvensional

Akad pada asuransi konvensional adalah pihak perusahaan asuransi dengan pihak
perserta asuransi melakukan akad mu’awadhah, yaitu masing masing dari kedua
belah pihak yang berakad di satu pihak sebagai penanggung dan di pihak lainnya
sebagai tertanggung. Pihak penanggung memperoleh premi premi asuransi sebagai
pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya. Sedangkan
tertanggung memperoleh uang pertanggungan jika terjadi peristiwa atau bencana
sebagai pengganti dari premi-premi yang dibayarkannya.

4. Kepemilikan, pengelolaan, dan sharing of risk vs transfer of risk


a. Asuransi syariah Asuransi syariah menganut sistem kepemilikan bersama.

8
Hal itu berarti dana yang terkumpul dari setiap peserta asuransi dalam bentuk
iuran atau kontribusi merupakan milik peserta (shahibul maal). Pihak asuransi syariah
hanya sebagai penyangga aman dalam pengelolaannya. Dana tersebut, kecuali dana
tabarru’ dapat diambil kapan saja dan tanpa dibebani bunga. Di sinilah letak
perbedaan mendasar pada life insurance apabila seorang peserta karena kebutuhan
yang sangat mendesak boleh mengambil sebagian dari akumulasi dananya yang ada.

b. Asuransi konvensional

Kepemilikan harta dalam asuransi konvensional adalah milik perusahaan, bebas


menggunakan dan menginvestasikan pengelolaannya, bersifat tidak ada pemisahan
antara dana peserta dan dana tabarru’ sehingga semua dana bercampur menjadi satu
dan status hak kepemilikan dana dimaksud adalah dana perusahaan, sehingga bebas
mengelola dan menginvestasikan tanpa ada pembatasan halal dan haram dalam
melakukan transfer of risk atau memindahkan, bahkan ada kecenderungan yang selalu
dipraktikkan dalam asuransi konvensional untuk menginvestasikan dananya ke sistem
bunga. Selain itu, dana yang terkumpul dalam sistem asuransi konvensional dikelola
oleh badan pengelola dan keuntungannya hanya untuk kepentingan badan pengelola
dan membayar polis peserta, pengelola menganggap mempunyai pertambahan
keuntungan sebagai usaha yang dikelolanya.

5. Premi dan sumber pembiayaan klaim


a. Asuransi Syariah

Unsur-unsur premi pada asuransi syariah terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan.
Selain itu, sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, yaitu rekening
dana tolong-menolong bagi seluruh peserta, yang sejak awal sudah diakadkan dengan
ikhlas oleh setiap peserta untuk keperluan saudara saudaranya yang ditakdirkan oleh
Allah SWT meninggal dunia atau mendapat musibah materi seperti kebakaran,
gempa, banjir, dan lain-lain. Selain itu, sumber pembiayaan klaim dalam asuransi

9
syariah adalah dari rekening perusahaan murni bisnis dan tertentu diperuntukkan
sebagai dana tolong menolong.

b. Asuransi Konvensional

Dalam asuransi konvensional unsur-unsur preminya terdiri atas:

1. Mortality tabel yaitu daftar tabel kematian berguna untuk mengetahui


besarnya klaim yang kemungkinan timbul kerugian yang dikarenakan
kematian, serta meramalkan berapa lama batas umur seseorang bisa hidup.
2. Penerimaan bunga (untuk menetapkan tarif, perhintungan bunga harus
dikalkulasi didalamnya)
3. Biaya-biaya asuransi terdiri dari biaya komisi, biaya luar dinas, biaya reklame,
sale promotion, dan biaya pembutan polis (biaya administrasi), biaya
pemeliharaan, dan biaya-biaya lainnya seperti inkaso.
6. Investasi Dana dan Keuntungan
a. Asuransi Syariah

Asuransi syariah dalam menginvestasikan dananya hanya kepada bank syariah,


BPRS, obligasi syariah, dan kegiatan lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Sementara profit untuk asuransi kerugian yang diperoleh dari surplus
underwriting bukan menjadi milik perusahaan sebagaimana mekanisme dalam
asuransi konvensional.

b. Asuransi Konvensional

Menurut peraturan pemerintah, investasi wajib dilakukan oleh asuransi


konvensional pada jenis investasi yang akan menguntungkan serta memiliki likuiditas
yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Selain itu, harus
memperhatikan ketentuan investasi yang tertuang dalam keputusan Menteri
Keuangan RI No. 424/KMK.6/2003. 10 Sedangkan keuntungan yang diperoleh dari
surplus underwriting menjadi milik perusahaan yang telah dahulu RUPS dibagikan

10
kepada pemegang saham atau dikembalikan lagi kepada perusahaan penyertaan
modal

D. Sistem operasional general insurance dalam meng-eliminir kontrak yang


bathil

Sistem operasional asuransi syariah adalah Saling bertanggung jawab, bantu


membantu dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaaan diberi
kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan
dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah
sesuai isi akta perjanjian.16

Tabarru artinya Dana kebajikan, seperti yang telah dijelaskan bahwa akad
merupakan salah satu permasalahan pokok yang masih dipersoalkan sebagian besar
ulama di asuransi konvensional. Karena dengan akad yang terkandung dalam
perjanjian asuransi yang ada, dapat berdampak pada munculnya gharar dan Maisir.
Oleh karena itu para ulama dan pakar ekonomi syariah mencari solusi agar hal
tersebut di atas dapat dihindari.17

1. Gharar

Gharar yang muncul karena akad yang dipakai di asuransi konvensional mirip
dengan aqad tabaduli ( akad jual beli ) dalam fiqih muamalah. Sesuai dengan syarat-
syarat dalam akad jual beli, maka harus jelas pembayaran premi dan berapa uang
pertanggungan yang akan diterima. Masalah hukum (Syari’ah) disini muncul karena
kita tidak bisa menentukan secara tepat jumlah premi yang akan dibayarkan,
sekalipun syarat-syarat lainnya, penjual, pembeli, ijab kabul dan jumlah uang
pertanggungan dapat dihitung. Jumlah premi yang akan dibayarkan amat tergantung

16
Muhammad Syakir Sula, op.cit., h. 176
17
Ibid, h. 174

11
pada takdir, tahun berapa kita meninggal atau mungkin sampai akhir kontrak kita
tetap hidup. Disinilah gharar terjadi.

Dalam Asuransi Takaful, masalah gharar ini dapat diatasi dengan mengganti akad
tabaduli dengan akad Takafuli (tolong menolong) dan akad mudharabah (bagi hasil).
Dengan adanya akad takaful, maka persyaratan dalam akad pertukaran tidak perlu
lagi. Sebagai gantinya maka Takaful menyiapkan rekening khusus sebagai rekening
dana tolong menolong atau rekening tabarru yang telah diniatkan (diadakan) secara
ikhlas setelah peserta masuk Takaful.18

Dalam konsep syari’ah masalah gharar dapat dieliminir karena akad yang dipakai
bukanlah aqad tabaduli, tetapi aqad takaful atau tolong menolong dan saling
menjamin. Dalam konsep takaful semua peserta asuransi menjadi penolong dan
penjamin satu sama lainnya. Sehingga jika peserta (A) meninggal, peserta (B), (C)
dan (Z) harus membantunya, demikian sebaliknya.

Dalam hal ini yang menjadi masalah adalah bagaimana jika tuan (A) mengambil
paket asuransi 10 tahun dengan besar uang pertanggungan misalnya 10 juta. Apabila
pada tahun keempat, tuan (A ) berpulang ke Rahmatullah dan baru bayar premi 4 juta,
tapi ahli warisnya mendapat jumlah 10 juta. Pertanyaan yang muncul, dari mana sisa
6 juta diperoleh. Uang yang 6 juta inilah oleh para ulama disebut gharar.

Dalam konsep Takaful setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua,
masuk kerekening pemegang polis ( peserta ) dan satu lagi dimasukan ke dalam
rekening khusus peserta yang telah diniatkan tabarru atau derma untuk membentu
saudaranya yang lain jika ada yang mendapat musibah. Dengan demikian dari
rekening khusus inilah sisa 6 juta di atas tadi diambil, dan semua peserta sejak awal
masuk sudah mengikhlaskan untuk derma.

2. Maisir (Gambling)

18
Ibid, h.175

12
Maisir artinya adanya salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru
mengalami kerugian, misalnya seorang peserta dengan alasan tertentu ingin
membatalkan kontraknya sebelum reveresing period, biasanya tahun ketiga, maka
yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan
(hangus) atau mungkin sebagian kecil saja. Disinilah terjadi Maisir, dimana ada pihak
yang untung dan ada pihak yang dirugikan.19

Terjadinya unsur Maisir, sebagai lanjutan dari pada asuransi konvensional.


Keuntungan dari pada asuransi juga dilihat sebagai hasil yang mengandung unsur
perjudian karena keuntungan sangat tergantung dari pengalaman penanggung,
sehingga untung dan rugi suatu perusahaan tergantung kepada nasib, hal ini
mengandung gharar oleh karena itu termasuk judi.

Masalah syari’ah di atas dapat selesai dengan benarnya akad. Takaful telah
merubah akadnya dan membagi dana peserta ke dalam dua rekening. Karena rekening
khusus yang menampung tabarru yang ada tidak bercampur dengan rekening peserta,
maka reversing period di takaful terjadi sejak awal. Kapan saja peserta dapat
mengambil uangnya (karena pada hakekatnya itu adalah uang mereka sendiri), dan
nilai tunai sudah ada (terbentu) sejak awal tahun pertama ia masuk. Dan karena nya
tidak ada Maisir, tidak ada gambling, karena tidak ada pihak yang diragukan.20

Jenis-jenis akad yang akan digunakan di takaful dalam rangka mengeliminir


adanya gharar dan Maisir adalah :

a. Akad Tabarru (akad takafuli), dimana peserta dengan niat ikhlas


mendermakan sebagian hartanya untuk membentu saudara-saudaranya yang
lain apabila ada yang mengalami musibah. Sedangkan perusahaan sebagai
mudharib bertindak sebagai pemegang amanah atas pengelolaan dana tesebut.

19
Ibid, h. 175
20
Ibid, h.176

13
b. Akad Madharabah (bagi hasil) dimana perusahaan bertindak sebagai
pemegang amanah untuk mengelola dan peserta sebagai Shahibul Mal berhak
atas bagi hasil sebesar yang diperjanjikan. Dengan konsep mudharobah ini
sekaligus sebagai alternatif yang diberikan oleh syariah untuk menghindari
terjadinya riba.
3. Riba (Bunga)

Pada asuransi syari’ah pada masalah riba dieliminir dengan konsep mudharabah
(bagi hasil). Seluruh proses dari proses operasional asuransi yang didalamnya
menganut system riba, di gantikannya dengan akad mudharabah atau akad lainnya
yang benar secara syar’i. Baik dalam penentuan bunga teknik, investasi maupun
penempatan dana kepihak ketiga, semua menggunakan instrumen akad syar’i yang
bebas dari riba.

Sebagai salah satu alternatif yang dinilai terhadap sistem asuransi konvensional
yang dinilai mengandung riba, judi dan kezaliman dalam pelaksanaannya di
Indonesia, maka salah satu pilihan dalam menghindari perusahaan asuransi
konvensional adalah pengabungan dengan perusahaan asuransi Takaful. Perusahaan
ini diyakini sejalan dengan prinsip-prinsip syariah dalam fikih mu’amalah yang
menyangkut prinsip jaminan, syirkah, bagi hasil dan ta’wun atau takaful (saling
menanggung). Takaful berarti saling menanggung atau menanggung bersama. Karena
itu, pengertian takaful dapat digolongkan ke dalam bentuk asuransi saling
menanggung antara peserta dengan perusahaan asuransi.21

Menurut para penggagas Takaful, setidaknya terdapat 3 (tiga) keberatan dalam


praktik asuransi konvensional. Pertama unsur gharar atau ketidak pastian. Kedua
Maisir atau untung-untungan dan ketiga riba. Ketidak pastian atau gharar tercermin
dalam bentuk akad dan sumber dana klaim serta keabsahan syar’i penerimaan uang
klaim. Peserta asuransi tentu akan tahu berapa yang akan diterima tapi tidak tahu

21
Zainuddin Ali, op.cit., h. 88

14
berapa yang dibayarkan karena hanya Allah yang mengetahui kapan ia meninggal
(dalam hal asuransi jiwa). Akad yang terjadi dalam asuransi jiwa). Akad yang terjadi
dalam asuransi konversional adalah ‘aqd tabadduli yaitu pertukaran pembayaran
premi dengan uang tanggungan. Pada hal dalam Islam, harus jelas berapa yang harus
dibayar dan berapa yang harus diterima oleh seseorang bila terjadi kecelakaan. Dalam
takaful unsur gharar dihilangkan. Akad yang dipakai bukan akad pertukaran tetapi
aqad takafuli yakni akad tolong menolong dan saling menanggung. Artinya, semua
perserta Asuransi yariah Takaful menjadi penjamin satu sama lainnya bila salah
seorang peserta asuransi meninggal sehingga tampak bahwa yang lain menanggung
demikian pula sebaliknya.

Masih menyangkut gharar, dalam asuransi konvensional ada ketidak jelasan


menyangkut sumber dana pembayaran klaim. Peserta tidak mengetahui dari mana
dana pertanggungan berasal ketika salah seorang peserta asuransi meninggal atau
mendapat musibah sebelum premi yang harus dibayarkannya terpenuhi. Pada
umumnya, peserta asuransi konvensional mengetahui dana itu diperoleh dari sebagian
bunga yang didapatkan melalui penyimpanan uang premi para nasabah oleh
perusahaan asuransi dibank konvensional. Bahkan bisa dikatakan bahwa dari uang
bunga uang premi para nasabah itulah perusahaan mendapat “keuntungan” setelah
dipotong biaya operasional dan kemungkinan pembayaran uang tanggungan.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam sistem operasional asuransi syariah untuk mengeliminir gharar dan maisir
dapat dilakukan akad takafuli (tolong menolong dan saling menjamin) dengan cara
mengubah akadnya dan membagi dana peserta kedua rekening sedangkan riba dapat
dielimir dengan konsep mudharobah (bagi hasil). Prinsip ta’awun, asuransi ini juga
menerapkan beberapa prinsip berikut :

a. Berserah diri dan ikhtiar


b. Saling bertanggung jawab
c. Saling bekerja sama dan saling membantu
d. Saling melindungi dan berbagi kesusahan

Akad yang mendasari kontrak asuransi syari’ah adalah akad tabarru. Dalam akad
ini, pihak pemberi dengan ikhlas memberikan sesuatu dalam bentuk kontribusi atau
premi tanpa ada keinginan untuk menerima apapun dari orang yang menerima
kontribusi atau premi tersebut.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami sajikan tentang asuransi syariah. semoga dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan kita tentang pinjaman modal kerja. kritik dan
saran yang membangun dari pihak pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan
makalah ini.

16
Daftar pustaka

http://pruamanah.com/2009/muhammad-syakir-sula-asuransi-syariah-dunia Diakses
Tahun 2009

Heri sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia,


2002) Edisi Ke-2

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional, (Jakarta: PT. Gema Insani 2004 ), Cet ke-2

Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Edisi 1 Cet
1,

Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2005),


Edisi 1 Cet. ke-2,

Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Yogyakarta: Ekonisia,


2002) Edisi Ke-2

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2008), Edisi Revisi

Dzajuli dan Yadi Janwari. 2002. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, (Sebuah


Pengenalan), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di


Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006).

Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2006)

17

Anda mungkin juga menyukai