Anda di halaman 1dari 16

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “ Perusahaan
Pembiayaan Syariah’’. Penulisan makalah ini merupakan tugas yang diberikan oleh Ibu Dr.
Dwi Wahyu A., SE, MM.

Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Akhir kata, kami berharap semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
maupun rekan-rekan, sehingga dapat menambah pengetahuan kita bersama.

Banjarbaru, 24 April 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...............................................................................................................1


Daftar Isi ........................................................................................................................2
Bab I : Pendahuluan
1.1 Latar belakang .................................................................................................. 3
1.2 Rumusan masalah ..............................................................................................4
1.3 Tujuan ................................................................................................................4
Bab II : Pembahasan
2.1 Konsep Dasar Perusahaan Pembiayaan Syariah ................................................5
2.2 Perusahaan Leasing Syariah ..............................................................................8
2.3 Anjak Piutang Syariah (Factoring) ....................................................................9
2.4 Pembiayaan Konsumen Syariah ......................................................................12
2.5 Kartu Kredit Syariah ........................................................................................13
Bab III : Penutup
Kesimpulan ...........................................................................................................15
Daftar pustaka

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat, hal itu ditandai dengan
meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non bank.Ekonomi Islam
bukan hanya sekedar membahas tentang perbankan Islam, tetapi semua hal yang
berkaitan dengan kehidupan ekonomi manusia, diantaranya Perusahaan Pembiayaan.
Pengaturan lembaga keuangan dalam syariah islam dilandasi pada kaidah dalam ushul
fiqih yang menyatakan bahwa “maa laa yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajib”, yakni
sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.
Mencari nafkah (yakni melakukan kegiatan ekonomi) adalah wajib diadakan untuk itu,
pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya
lembaga keuangan, maka lembaga keuangan ini pun wajib untuk diadakan.
Disini terlihat pentingnya eksistensi lembaga keuangan dalam hal pembiayaaan.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang perusahaan
pembiayaan bahwa, perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Kehadiran perusahaan pembiayaan,
menambah deretan berkembangnya industri jasa pembiayaan di Indonesia. Perusahaan
pembiayaan seperti ini memberikan kemudahaan kepada masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya, baik dalam bentuk investasi, modal kerja, atau semata-mata untuk barang
yang akan dipakai sendiri (konsumsi).
Hal ini juga terlihat dengan mulai menjamurnya perusahaan pembiayaan, dikarenakan
banyaknya permintaan pembiayaan dari masyarakat atau kredit untuk barang-barang
seperti motor dan alat elektronik. Perusahaan pembiayaan merupakan salah satu aspek
yang diatur dalam syariah islam, yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur
hubungan sesama manusia. Di Indonesia telah banyak bermunculan perusahaan
pembiayaan yang mengadopsi prinsip syariah. Dalam rangka merespons kegiatan usaha
perusahaan pembiayaan secara syariah, Bapepam telah mengeluarkan Peraturan Nomor
Per-03/BL/2007 tentang kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dalam rangka memberikan kerangka hukum terhadap segala kegiatan bagi perusahaan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan syariah merupakan bentuk

3
pembiayaan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak lain untuk mengembalikan pembiayaan
tersebut dalam jangka waktu tertentu berdasarkan imbalan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar perusahaan pembiayaan syariah?
2. Apa yang dimaksud perusahaan leasing syariah?
3. Apa yang dimaksud anjak piutang syariah?
4. Bagaimana pembiayaan konsumen syariah?
5. Apa yang dimaksud kartu kredit syariah?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dasar perusahaan pembiayaan syariah
2. Untuk mengetahui prosedur perusahaan leasing syariah
3. Untuk mengetahui anjak piutang syariah
4. Untuk mengetahui pembiayaan konsumen syariah
5. Untuk mengetahui kartu kredit syariah

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Perusahaan Pembiayaan Syariah


1. Pengertian Perusahaan Pembiayaan Syari’ah
Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga
keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Kegiatan usaha lembaga
pembiayaan adalah :
a) Sewa Guna Usaha (leasing)
b) Anjak piutang (factoring)
c) Usaha kartu kredit (credit card)
d) Pembiayaan konsumen (consumer finance).
Secara umum pembiayaan berfungsi menyediakan produk yang berkualitas
dan pelayanan profesional untuk menjamin kesetiaan pelanggan. Memanfaatkan
sumber daya yang ada secara maksimal untuk memperoleh revenue yang dapat
memberikan konstribusi bagi pemegang saham dan kesejahteraan bagi karyawan.
Perusahaan pembiayaan selain beroperasi mengunakan sistem konvensional
juga dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah. Pembiayaan
berdasarkan prinsip syari’ah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan antara
perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dengan jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.

2. Pendirian Perusahaan Pembiayaan


1. Prosedur tata cara pendirian
Untuk mendirikan perusahaan pembiayaan syari’ah ada beberapa tahapan yang dapat
dilakukan, antara lain:
a. Calon mengajukan permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan kepada
Menteri Keuangan c.q Ketua Bapepam LK.
b. Selanjutnya dari ketua Bapepam LK, diteruskan ke Biro P3.
Biro P3 memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan izin usaha PP sesuai PMK
No. 84/PMK.o12/2006. Jika lengkap, maka diteliti informasi Daftar Kredit Macet

5
(DKM) dan Daftar Tidak Lulus (DTL) bagi direksi, komisaris, dan pemegang
saham. Jika tidak termasuk DKM dan DTL maka Biro P3 memproses permohonan
izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan sesuai ketentuan dalam PMK No.
84/PMK.012/2006 termasuk melakukan fit and proper test bagi Direksi dan
Komisaris.
c. Selanjutnya Biro P3 memberi pertimbangan menerima atau menolak permohonan
izin usaha PP.
d. Jika pengajuan diterima maka dikeluarkan KMK Izin Usaha sebagai PP. Pemberian
Izin Usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan dilakukan oleh Ketua Bapepam LK.
e. Perusahaan yang telah memperoleh izin usaha sebagai PP wajib melakukan
kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal izin usaha ditetapkan.
f. Melaporkan kegiatan usaha kepada Menteri Keuangan Ketua Bapepam LK (Biro
Perbankan, Pembiayaan, dan Penjaminan) selambat-lambatnya 10 hari sejak
tanggal dimulainya kegiatan usaha.

3. Persyaratan Izin Usaha


a. Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh
instansi berwenang, yaitu Departemen Hukum dan HAM.
b. Data Direksi dan dewan komisaris atau pengurus dan Pengawas. Direksi dan
komisaris atau pengurus dan pengawas nantinya akan di uji fit propertest.
c. Data pemegang saham atau anggota.
d. Sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi dan personalia.
e. Fotokopi bukti perlunasan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka pada
salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran
yang masih berlaku selama dalam proses pengajuan izin usaha.
f. Rencana kerja untuk 2 (dua) tahun pertama.
g. Bukti kesiapan operasional.
h. Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi perusahaan
patungan.
i. Pedoman untuk Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (P4MN).

4. Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Pembiayaan Syari’ah.


Pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha perusahaan pembiayaan secara
kelembagaan dilakukan oleh Menteri Keuangan yang meliputi penarikan pinjaman
6
luar negri, penyaluran pinjaman yang bersumber dari perbankan, penerbit surat
sanggup bayar (promiss ory notes), kualitas aktiva produktif dan kebenaran serta
kelengkapan laporan. Sedangkan pembinaan dan pengawasan dari sisi pemenuhan
prinsip Syari’ah dilakukan oleh dewan Syari’ah Nasional-MUI yang menempatkan
dewan pengawas syari’ah (DPS) dimasing-masing perusahaan pembiayaan syari’ah.
Pada perusahaan pembiayaan syari’ah pengawasan dan pembinaan yang dilakukan
meliputi :
Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syari’ah wajib diperoleh berdasarkan prinsip syari’ah.
Sumber pendanaan perusahaan pembiayaan syari’ah wajib diperhitungkan sebagai
komponen dalam menghitung Gearing Ratio perusahaan pembiayaan. Sumber
pendanaan tersebut dapat diperoleh melalui bank atau badan usaha yang lainnya baik
dari dalam maupun luar negeri dengan mengunakan akad yang sesuai dengan prinsip
syari’ah.
Adapun akad yang diterapkan pada sumber pendanaan ini meliputi :
a. Pendanaan Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investmant), yaitu pendanaan
yang diperoleh perusahaan pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain
yang bertindak sebagai penyandang dana ( sahibul mal ), dimana sahibul mal
tersebut membiayai 100% (seratus per seratus) modal kegiatan pembiayaan untuk
proyek yang tidak ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan keuntungan usaha
dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
b. Pendanaan Mudharabah Musyarakah yang diperoleh perusahaan pembiayaan
melalui akad kerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang
dana (shahibul mal), dimana shahibul mal tersebut membiayai 100% modal
kegiatan pembiayaan untuk proyek yang telah ditentukan oleh perusahaan
pembiayaan, dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam
akad.
c. Pendanaan Mudharabah Musyarakah yang diperoleh perusahaan pembiayaan
melaui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang
dana (shahibul mal), dimana shahibul mal dan perusahaan pembiayaan selaku
pengelola (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerjasma investasi dan
keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

7
d. Pendanaan Musyarakah (equity participation) yang dipeoleh perusahaan
pembiayaan melaui akad kerja sama dengan pihak lain untuk usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditangung bersama sesuai dengan kesepakatan
yang dituangkan dalam akad.
e. Pendanaan lainnya yang sesuai dengan prinsip syari’ah.

2.2 Perusahaan Leasing Syariah


Sewa guna usaha (leasing) syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran sesuai dengan prinsip syari’ah. Usaha leasing dilakukan berdasarkan
akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyal Bitamlik. Akad Ijarah adalah akad penyaluran dana
untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai (mu’ajjir) dengan
penyewa (musta’jjir) tanpa dikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri. Sedangkan
Ijarah muntahiyal bi al-Tamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (mu’ajjir)
dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut
kepada penyewa setelah selesai masa sewa. Adapun prosedur transaksi leasing syari’ah
secara umum adalah :
1. Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi
harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purna jual atas barang.
2. Pihak lessee mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas suatu barang modal
di mana lessee dapat meminta lessee quotation. Pihak lessor (perusahaan pembiayaan)
kemudian meneliti kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan.
3. Jika permohonan lesse diterima maka pihak lessee dan lessor bertemu untuk
menandatangani perjanjian serta baiaya–biaya yang harus dibayar oleh lessee.
4. Selanjutnya pihak lessor melakukan pemesanan kepada supplier sesuai dengan tipe
dan spesifikasi barang yang di inginkan oleh lessee dan membayar sesuai pembayaran.
5. Pihak supplier mengirimkan barang sesuai dengan surat pesanan dan surat bukti
pembayaran kepada lessee.

8
6. Penyerahan dokumen atas supplier kepada lessor termasuk faktur dan bukti-bukti
kepemilikan barang lainnya.
7. Pembayaran lessor kepada supplier.
8. Pembayaran angsuran secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa selama
masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dimiliki.

2.3 Anjak Piutang Syariah (Factoring)


Factoring dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Anjak piutang maksudnya
piutang yang dialihkan, sedangka pengertian anjak piutang berdasarkan surat Keputusan
Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk
pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan angka jangka
pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri” .
Selanjutnya pengertian anjak piutang tersebut diatas dipertegas dengan ketentuan surat
Keputusan Menteri Keuangan No. 172/KMK.06/2002 yang menyatakan bahwa “kegiatan
anjak piutang dilakukan dalam bentuk Pembelian dan atau pengalihan, dan Pengurusan.
Sedangkan dalam peraturan OJK No. 29/POJK.05/2014 Tentang penyelenggaraan
usaha perusahaan pembiayaan menjelaskan anjak piutang (Fatoring) “adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha suatu perusahaan berikut pengurus
atas piutang tersebut.” Berkaitan dengan defenisi anjak piutang tersebut, dalam kegiatan
anjak piutang yang dilakukan di Indonesia terdapat beberapa hal yang perlu digaris
bawahi, yakni :
1. Transaksi anjak piutang daat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu anjak piutang
dengan pembiayaan (financing activity), yaitu dalam bentuk pembelian dan atau
penagalihan piutang dan anjak non-pembiayaan (non-financing activity) yaitu dalam
bentuk pengurusan piutang atau tagihan.
2. Transaksi anjak piutang dapagt dilakukan untuk transaksi perdagangan domestik
(anjak piutang domestik) dan transaksi perdagangan antar negara atau ekspor/impor
(anjak piutang internasional)
3. Objek anjak piutang adalah piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan
dari suatu perdagangan dalam atau luar negeri
4. Pembiayaan anjak piutang hanya dapat dilakukan kepada perusahaan, bukan
kepada individu atau orang-perorangan.
Fungsi dan manfaat factoring:

9
a. Factoring berkaitan dengan masalah piutang clien. Dalam hal ini, factor berfunsi
menangani masalah atau mangambil alih piutang tersebut, dan menagih
pembayarannya pada debitur setelah oiutang jatuh tempo.
b. Itu berarti factor bertanggung jawab atas piutang klien dan membebaskan client dan
membebaskan client dari resiko kerugian. Sementara itu, manfaat factoring dapat
dilihat dari beberapa segi, yaitu sebagai berikut :
1. Bagi perusahaan nasabah
a) Factoring dapat menolong “cash flow” perusahaan yang melakukan penjualan
secara kredit sehingga dana yang diperoleh dari penjulan piutang kepada
perusahaan anjak piutang akan memperlancar kegiatan produksi, dibandingkan
apabila produsen tersebut menagih sendiri kepada kreditor.
b) Bagi perusahaan yang berkembang sangat pesat dan belum daoat diimbangi
dengan divisi kredit, dengan menggunakan jasa perusahaan anjak piutang,
perusahaan yang bersangkutandapat berkonsentrasi dalam meningkatkan
usahanya.
c) Factoring dapat memperlancar perputaran modal kerja perusahaan sehingga
dapat meningkatkan laba.
d) Factoring dapat mendorong dunia usaha untuk lebih kompetitif lagi sebab
nasabah perusahaan anjak piutang akan bebas melakukan transaksi perdagangan
atas dasar “open account”, baik didalam maupun luar negeri.
e) Perusahaan anjak piutang merupakan usaha yang dapat melindungi nilai
terhadap risiko yang mungkin terjadi karena pelanggan mengalami kesulitan
likuiditas.
2. Secara Makro Perusahaan anjak piutang yang melakukan pengambilalihan piutang
secara pre payment (pembayaran di muka) akan membawa efek money multipler
sehingga dapat meningkatkan percepatan uang beredar (velocity of money) yang pada
gilirannya akan mendorong pertumbuhan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pada prinsip-prinsipnya anjak piutang (factoring)
memberikan manfaat antara lain :
a. Pembayaran piutang lebih cepat dari jatuh tempo
b. Menambah dana segar perusahaan
c. Dapat membantu peningkatan keuntungan dan laba
Dalam Islam Anjak Piutang biasa disebut juga dengan Hawalah adapun hadis yang
terkait dengan Hawalah tersebut yaitu :
10
Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibn. Majah dari „Amr bin „Auf al-Muzani,
Nabi Muhammad S.A.W bersabda :
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
bersabda:
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah satu kezaliman. Dan jika salah
seorang di antara kamu diikutkan (di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu, terimalah
hawalah itu.”
Pada hadis ini Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan, jika
orang yang berutang menghawalahkan kepada orang yang mampu/kaya, hendaklah ia
menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang dihawalahkan

(muhal‟alaih).”

Sedangkan Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia


menjelaskan Anjak Piutang secara syariah adalah pengalihan penyelesaian piutang atau
tagihan jangka pendek dari pihak yang berpiutang kepada pihak yang berutang atau
pihak yan ditunjuk oleh pihak yang berutang sesuai prinsip syariah.13 Dalam fatwa
tersebut juga dijelaskan mengenai ketentuan akad Anjak Piutang yaitu:
1. Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang secara Syariah adalah Wakalah bil
Ujrah.
2. Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan pengurusan
dokumen-dokumen penjualan kemudian menagih piutang kepada pihak berhutang
atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berhutang. 3. Pihak yang ditunjuk
menjadi wakil dari yang berpiutang untuk melakukan penagihan (collection) kepada
pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang untuk
membayar. 4. Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan dana talangan
(Qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang. 5. Atas jasanya untuk
melakukan penagihan piutang tersebut, pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat
memperoleh ujah/fee. 6. Besar ujah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan
dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase yang dihitung dari pokok
piutang. 7. Pembayaran ujarah dapat diambil dari dana talangan atau sesuai

11
kesepakatan dalam akad. 8. Antara akad Wakalah bil Ujarah dan akad Qardh, tidak
dibolehkan adanya keterkaitan.
Kemudian Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tesebut menjelaskan jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Nasional Syariah atau
Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2.4 Pembiayaan Konsumen Syariah


Pembiayaan konsumen syariah adalah kegiatan pembiayaan untuk mengadakan
barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran sesuai
dengan prinsip syariah. Pembiayaan konsumen diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Kebutuhan konsumsi terdiri dari kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder.
Konsumsi dalam ekonomi Islam dapat didefinisikan dengan mengonsumsi sesuatu yang
baik, halal dan bermanfaat bagi manusia, pemanfaatan segala anugrah Allah SWT. di
muka bumi atau sebagai sebuag kebajikan karena kenikmatan yang diciptakan Allah
untuk manusia adalah wujud ketaatan kepada Allah SWT. Akan tetapi, tidak berarti
seorang konsumen daat mengonsumsi segala barang yang dikehendaki, tanpa
memperhatikan kualitas dan kemurniannya, atau mengonsumsi sebanyak-banyaknya
tanpa memperhatikan hak-hak orang lain yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, dalam
konsumsi, prinsip dasar yang harus dijadikan acuan adalah kebenaran, kesucian,
kesederhanaan, kemaslahatan dan akhlak. Pembiayaan konsumen adalah kegiatan
pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan
pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Perusahaan pembiayaan
syarah dapat melakukan pmbiayaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan
pembayaran secara angsuran dengan menggunakan akad yang ditetapkan oleh syariat.
Pada prinsipnya, pembiayaan konsumen dilakukan berdasarkan akad murabahah,
salam dan istisna. Secara umum prosedur pembiayaan konsumen syariah dilakukan
sebagai berikut:
1. Pihak konsumen menghubungi perusahaan pmbiayaan untuk mengajukan permohonan
pembiayaan yang bersifat konsumtif
2. Perusahaan pembiayaan dan konsumen menyepakati kontrak sesuai dengan akad yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen dalam dokumen tertulis yang secara jelas
menerangkan syarat dan ketentuan yang disepakati
12
3. Penyerahan barang kepada konsumen sesuai dengen permohonan konsumen
4. Konsumen membayar kepada perusahaan pembiayaan sesuai dengan kesepakatan
kontrak.

2.5 Kartu Kredit Syariah


Kartu kredit syariah atau yang lazim disebut bithaqah al-l’timan adalah kartu kredit
yang pada dasarnya berfungsi sebagaimana kartu kredit lainnya serta terikat dengan
peraturan yang berlaku dan dijalankan dengan prinsip serta kebijakan yang bersifat
syariah. Hal ini diatur dalam ketentuan Umum fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006, tentang kartu kredit syariah.
Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa semua aturan dan juga kebijakan yang
diterapkan di dalam kartu kredit syariah merupakan ketentuan yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional dan juga MUI. Kebijakan-kebijakan inilah yang menjadi
perbedaan antara kartu kredit syariah dengan kartu kredit konvensional lainnya,
meskipun dari sisi hukum dan aturan pemerintah keduanya tetap menjalankan aturan
yang sama. Kartu kredit syariah juga memiliki fungsi yang sama dengan kartu kredit
konvensional, di mana kita bisa memanfaatkannya untuk berbagai kepentingan transaksi
pembelanjaan dan juga penarikan tunai di mesin ATM.

Akad dalam Kartu Kredit Syariah


Kartu kredit syariah dijalankan dengan menggunakan prinsip yang Islami, maka hal
tersebut tentu akan membuatnya berbeda dengan kartu kredit konvensional yang
dijalankan dengan menggunakan berbagai macam ketentuan yang ditetapkan oleh pihak
perusahaan dan juga bank penerbit kartu kredit. Hal ini tentu saja menjadi sebuah nilai
lebih bagi nasabah yang menggunakannya, karena mereka bisa menggunakan fasilitas
kartu kredit yang memang benar-benar sesuai dengan prinsip dan ketentuan syariah.
Salah satu hal yang membedakan kartu kredit syariah dengan kartu kredit
konvensional adalah tidak adanya bunga di dalam kartu kredit syariah, namun terdapat
penerapan akad yang di dalam kartu kredit syariah. Terdapat beberapa akad yang
diterapkan di dalam kartu kredit syariah, antara lain:
1. Kafalah
Akad kafalah atau yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai penjamin
transaksi, artinya bank selaku penerbit kartu kredit akan bertindak sebagai pihak
penjamin di dalam berbagai macam transaksi yang dilakukan oleh nasabah selaku
13
pemegang kartu terhadap merchant dan/atau atas kegiatan penarikan tunai yang
dilakukan di mesin ATM selain milik bank penerbit kartu kredit tersebut. Dengan kata
lain dapat dijelaskan bahwa, dalam hal ini bank bertindak sebagai penjamin nasabah
yang artinya bank memberikan jaminan tersebut kepada pihak merchant.
2. Qardh
Akad qardh adalah pemberian pinjaman yang dilakukan oleh pihak bank kepada
pihak nasabah selaku pengguna kartu kredit, untuk mengambil sejumlah uang tunai
melalui kartu kredit syariah yang dimilikinya pada mesin ATM.
3. Ijarah
Akad Ijarah merupakan sejumlah biaya keanggotaan (iuran tahunan) yang
dikenakan oleh bank kepada nasabah selaku pemegang kartu kredit syariah. Hal ini
dipungut sebagai bentuk imbal jasa atas layanan yang telah diberikan oleh bank dalam
bentuk kartu kredit syariah.
4. Sharf
Akad sharf merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank untuk nasabahnya
melakukan transaksi keuangan dalam mata uang asing. Hal ini akan digunakan,
terutama jika nasabah yang bersangkutan bepergian ke luar negeri.

Keunggulan kartu kredit syariah:


a. Didukung MasterCard, Jadi Bisa Dipakai Di Seluruh Dunia
b. Biaya Administrasi di Merchant Lebih Rendah
c. Denda Dialihkan Ke Sektor Sosial
d. Sudah Difatwakan, Tidak Perlu Takut Melanggar Aturan Agama

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan
bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang
usaha lembaga pembiayaan. Kegiatan usaha lembaga pembiayaan adalah :
a. Sewa Guna Usaha (leasing)
b. Anjak piutang (factoring)
c. Usaha kartu kredit (credit card)
d. Pembiayaan konsumen (consumer finance)
2. Sewa guna usaha (leasing) syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance
lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran sesuai dengan prinsip syari’ah
3. Anjak piutang berdasarkan surat Keputusan Menteri Keuangan No.
448/KMK.017/2000 adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau
pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan angka jangka pendek suatu
perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri
4. Pembiayaan konsumen syariah adalah kegiatan pembiayaan untuk mengadakan
barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran sesuai
dengan prinsip syariah. Pembiayaan konsumen diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
5. Kartu kredit syariah atau yang lazim disebut bithaqah al-l’timan adalah kartu kredit
yang pada dasarnya berfungsi sebagaimana kartu kredit lainnya serta terikat dengan
peraturan yang berlaku dan dijalankan dengan prinsip serta kebijakan yang bersifat
syariah

15
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Keuangan Nomor. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan


yang diubah dengan Keputusan Menteri Keungan No. 172/KMK.06/2002, dan
PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. PER-
03/BL/2007/tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah
dan NO. PER-04/BL/2007
Soemitra, Andri.2009.Bank&Lembaga Keuangan Syari’ah (Jakarta:Kencana)
Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/IV/2002 tentang Pembiayaan Ijarah al-Muntahiyah bi al-
Tamlik atau al-Ijarah wa al-Iqtina’. Lih. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional.2003 Eds. 2, (Jakarta:PT Intermasa)
https://www.academia.edu/35975988/PERUSAHAAN_PEMBIAYAAN_SYARIAH
diakses,26 maret 2019; 14:53

16

Anda mungkin juga menyukai