Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PEMERINTAH SEBAGAI INVESTOR BESAR


Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah
“EKONOMI MAKRO ISLAM”
Dosen Pengampu:
Achmad Miftachul Huda, M. Pd

Disusun oleh:

Kelompok 10

Djangkah Septian Hafidz (12403173123)

Yukha Ulynuha (12403173132)

Iin Fitrakhur Rohmi (12403173135)

Diya Kartika Sari (12403173142)

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH (4 C)


FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MEI 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat taufiq-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PEMERINTAH SEBAGAI
INVESTOR BESAR”. Yang diharapkan nanti dapat membantu proses diskusi mata kuliah
“EKONOMI MAKRO ISLAM”. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan umatnya kejalan yang terang benderang.
Makalah ini berisi pembahasan mengenai fungsi investasi dalam ekonomi Islam.
Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag selaku Rektor IAIN Tulungagung.


2. Bapak Achmad Miftachul Huda, M. Pd selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Ekonomi Makro Islam
3. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam pembuatan makalah
ini.
4. Teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT dan tercatat
sebagai amal shalih. Akhirnya makalah ini kami suguhkan kepada pembaca, dengan harapan
adanya saran dan kritik yang membantu perbaikan makalah kami. Semoga makalah ini
bermanfaat dan mendapat ridho Allah SWT.

Tulungagung, 11 Mei 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................1
C. Tujuan penulisan...........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
A. Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan Infrastruktur....................................5
B. Pengeluaran Agregat.....................................................................................6
C. Kebijakan Fiskal dan Permintaan Agregat....................................................7
D. Keseimbangan PDB dan Tingkat Harga dalam Jangka Pendek...................9
E. Ekspansi Fiskal dan PDB Potensial..............................................................10
F. Keterbatasan Kebijakan Fiskal......................................................................12
G. Fungsi Investasi............................................................................................13
H. Fungsi Investasi dalam Perekonomian Islam...............................................15
I. Pembangunan Infrastruktur...........................................................................19
BAB III PENUTUP..................................................................................................21
A. Kesimpulan...................................................................................................21
B. Saran.............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada bab ini dijelaskan bagaimana pemerintah sebagai pembeli besar sebagai
salah satu praktik dari kebijakan fiscal dari sisi pengeluaran. Pada pemerintah zaman
Rasulullah Saw dan Khulafa ar-Rasyidin, Baitul Mal mempunyai peranan besar
dalam perekonomian dan layanan publik.

Analisis pengeluaran Baitul Mal memperlihatkan bagaimana sektor layanan


publik memegang peran aktif dalam ekonomi pada masa awal pemerintahan Islam.
Aktivitas ini meliputi penyebaran Islam, perbaikan dan moral, bahkan memasukkan
dan mensosialisasikan berbagai teknik baru.

Salah satu praktik kebijakan publik dari sisi pengeluaran (government


expenditure) pada zaman Rasulullah Saw dan Khulafa ar-Rasyidin adalah
pengeluaran investasi untuk pembangunan infrastruktur yang akan mendukung
aktivitas-aktivitas tersebut di atas. Bab ini akan membahas secara khusus mengenai
peran pemerintah sebagai investor besar sebagai praktik kebijakan publik dari sisi
pengeluaran.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana fungsi investasi dalam ekonomi Islam ?

C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui dan memahami fungsi investasi dalam ekonomi Islam.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan Infrastruktur

Pertumbuhan ekonomi membutuhkan lingkungan politis yang dapat


menciptakan insentif untuk investasi, sister hukum yang melindungi hak-hak milik,
dan perlindungan masyarakat umum terhadap korupsi, penyuapan, pencurian, dan
pengambilan alih hasil-hasil dari investasi mereka. Bahkan dalam lingkungan yang
kondusif atau tidak ada kejahatan pun keputusan politis dapat mempengaruhi insentif
untuk berinvestasi dan produktivitas dari investasi-investasi tersebut, termasuk
peraturan-peraturan seperti pada perdangan surat-surat berharga, perlindungan
terhadap pemikiran melalui hak-hak paten dan pada masalah-masalah
ketenagakerjaan. Pertumbuhan juga membutuhkan investasi dalm infrastruktur.

Infrastruktur adalah seluruh jenis modal yang bukan dimiliki oleh perusahaan
bisnis perorangan yang membuat produksi perusahaan menjadi lebih efisien. Tiap-
tiap negara berada di dalam banyak infrastruktur mereka yang dibiayai oleh
pemerintah. Di Amerika Serikat, jalan tol dimiliki oleh pemerintah, begitu juga
dengan kebanyakan dari bandara udara, jaringan listrik dan telepon disediakan oleh
perusahaan swasta yang diatur oleh pemerintah. Bagaiamanakah infrastruktur fisik
dihubungkan dengan pertumbuhan? pada beberapa negara miskin, nilai dari sebuah
investasi bisnis berkurang. Keputusan-keputusan politis, infrastruktur fisik penting
untuk pertumbuhan dan jumlahnya dapat dipengaruhi oleh keputusan pemerintah.1

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,


1

2015 ), hlm.288

5
B. Pengeluaran Agregat

Pengeluaran agregat menunjukkan hubungan antara pengeluaran agregat yang


direncanakan (aggregate planned expenditure) dan PDB rill. Pengeluaran agregat
yang telah direncakanan adalah jumlah dari pengeluaran konsumsi yang telah
direncanakan, investasi, belanja barang dan jasa pemerintah serta ekspor dikurangi
impor. Sebagai contoh, pada tabel dibawah dibaris b pada saat PDB rill $2 triliun,
pengeluaran konsumsi yang direncanakan $0.5 triliun, belanja barang dan jasa
pemerintah yang direncanakan $0.55 triliun, ekspor dan impor yang direncanakan
$1.2 triliun dan $0.5 triliun. Jadi, pada saat PDB rill $2 triliun ($2.25 + $0.5 + $0.55
+ $1.2 - $0.5). Pengeluaran agregat yang telah direncanakan meningkat sering dengan
meningkatnya PDB rill. Hubungan ini digambarkan sebagai kurva AE (aggregate
expenditure). Komponen-komponen dari pengeluaran agregat yang meningkat seiring
dengan PDB rill adalah pengeluaran konsumsi dan impor. Komponen lain seperti
investasi, belanja pemerintah dan ekspor tidak mengikuti perubahan PDB rill. 2

2
Ibid, hlm. 289

6
Grafik 14.1 Pengeluaran Agregat

C. Kebijakan Fiskal dan Permintaan Agregat

7
Pada grafik 14.2 (a) dan (b) ditunjukkan dampak dari peningkatan belanja
pemerintah pada permintaan agregat. Kurva pengeluaran agregat ditunjukkan oleh
kurva AE, pada bagian (a) dan kurva permintaan agregat ditunjukkan oleh kurva AD0,
pada bagian (b). Tingkat harga berada pada nilai 130, PDB riil (real GDP) adalah $6
trilliun dan perekonomian berada pada titik a pada kedua gambar. Sekarang, misalnya
belanja pemerintah meningkat $0,5 trilliun pada tingkat harga konstan dengan nilai
130, kurva pengeluaran agregat bergeser ke atas menjadi AE.3

Kurva ini memotong garis 450 (tiap-tiap titik pada garis ini pengeluaran
agregat sama dengan PDB riil), pada keseimbangan pengeluaran dengan nilai $8
trilliun di titik b. Nilai ini merupakan jumlah agregat dari barang dan jasa yang
diinginkan pada tingkat harga 130, seperti ditunjukkan oleh titik b pada grafik 14.2b.
Titik b terletak disepanjang garis permintaan baru (AD 1). Permintaan agregat awal
(AD0) telah bergeser ke permintaan baru (AD1).

Jarak pergeseran dari AD1 ke AD2, ditentukan oleh efek beruntun (multiplier)
dari belanja pemerintah. Semakin besar efek beruntun (multiplier) tersebut, semakin
besar pergeseran pada kurva permintaan agregat. Pada contoh yang diberikan,
peningkatan $0,5 trilliun belanja pemerintah dan MPC sebesar ¾ maka efek beruntun
(multiplier) 4,1 sehingga peningkatan sebesar 14.2 $0,5 trilliun menghasilkan $2
trilliun pada jumlah agregat dari barang dan jasa yang diinginkan pada tiap tingkat
harga, yang berarti jarak pergeseran AD0 ke AD1 sebesar $2 trilliun.4

Dampak yang sama ditunjukkan pada grafik 14.2 (a) dan (b) juga timbul pada
tiap kebijakan fiskal yang ekspansif, seperti peingkatan belanja pemerintah dan

3
Ibid, hlm. 289
4
Ibid, hlm. 250

8
berkurangnya pendapatan pajak, ilustrasi gambar 14.2 (a) dan (b) juga bisa digunakan
untuk ilustrasi dari kebijakan fiskal yang kontraksi yaiu berkurangnya belanja
pemerintah dan meningkatnya pendapatan pajak. Dalam kasus ini prosesnya adalah
dari titik (b) bergerak ke titik (a) di tiap grafik dan permintaan agregat berkurang dari
AD1 ke AD2.

Grafik 14.2 . Belanja Pemerintah dan Permintaan Agregat

Peningkatan pada belanja pemerintah mempunyai efek beruntun (multiplier)


yang meningkatkan permintaan agregat sehingga menggeser kurva AD ke kanan,
tingkat harga adalah 130, pengeluaran agregat yang telah direncanakan adalah AE 0
(bagian a) dan permintaan agregat adalah AD 0 (bagian b). Peningkatan belanja
pemerintah menggeser kurva AE ke AE 1 dan keseimbangan PDB riil ke $8 triliun,
kurva permintaan agregat bergeser ke kanan ke AD 1
D. Keseimbangan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Tingkat Harga dalam
Jangka Pendek

Pada materi diatas sudah diketahui bagaimana peningkatan pada belanja


pemerintah meningkatkan permintaan agregat. Kemudian terdapat pembahasan
mengenai bagaimana pengaruhnya terhadap PDB riil dan tingkat harga. Grafik 14.3
(a) menggambarkan perekonomian, permintaan agregat adalah AD 0 dan kurva
penawaran agregat jangka pendek adalah SAS. Keseimbangan berada pada titik a, di
mana permintaan agregat dan kurva penawaran agregat jangka pendek berpotongan,
tingkat harga adalah 130 dan PDB riil adalah $6 triliun.

Peningkatan $0.5 triliun pada belanja pemerintah menggeser kurva


permintaan agregat ke kanan dari AD 0 ke AD 1. Sementara tingkat harga mengalami
kekakuan atau rigiditas (sticky) pada nilai 130, perekonomian bergerak menuju titik b
dan PDB riil meningkat menuju $8 triliun, tetapi selama proses penyesuaian tingkat
harga tidak konstan namun secara perlahan meningkat dan perekonomian bergerak

9
sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek menuju titik potong dari kurva
penawaran agregat jangka pendek dengan kurva permintaan agregat yang baru.
Tingkat harga meningkat menjadi 146 dan PDB riil meningkat menjadi $7,6 triliun.

Pada saat memasukkan dampak tingkat harga ke dalam perhitungan,


peningkatan pada belanja pemerintah tetap mempunyai dampak beruntun (multiplier)
pada PDB riil, tetapi dampaknya lebih kecil dibandingkan dengan keadaan di mana
tingkat harga konstan. Semakin curam kemiringan dari kurva penawaran jangka
pendek, semakin besar peningkatan tingkat harga, semakin kecil peningkatan PDB
riil dan semakin kecil efek beruntun (multiplier) dari belanja pemerintah.

Dalam jangka panjang , PDB riil sama dengan PDB potensial, perekonomian
berada pada keseimbangan kesempatan kerja penuh. Sewaktu PDB riil sama dengan
PDB potensial, peningkatan pada permintaan agregat mempunyai dampak yang sama
seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi pengaruh jangka panjangnya berbeda.5

E. Ekspansi Fiskal dan PDB Potensial

Grafik 14.3 (b) menunjukkan dampak dari kebijakan fiskal yang ekspansif
pada saat PDB riil sama dengan PDB potensial. Dalam contoh ini, PDB potensial $6
triliun. Permintaan agregat meningkat ( AD 0 ke AD 1), titik keseimbangan jangka
pendek, titik c, adalah keseimbangan di atas kesempatan kerja penuh, dengan
penggunaan tenaga kerja, tingkat upah mulai meningkat. Tingkat upah yang lebih
tinggi meningkatkan biaya dan mengurangi penawaran agregat jangka pendek, kurva
SAS mulai bergeser ke kiri ( SAS0 ke SAS1). Perekonomian menggerakkan kurva
permintaan agregat AD 1 menuju titik a '

5
Ibid, hlm. 292

10
(a) Dampak jangka pendek

Peningkatan pada belanja pemerintah menggeser kurva AD ke AD 1. Dengan


tingkat harga yang kaku, perekonomian seharusnya bergerak ke titk b, tetapi tingkat
harga meningkat dan perekonomian bergerak ke titik c. Tingkat harga meningkat
menjadi 146, dan PDB meningkat menjadi $7,6 triliun6

(a) Dampak Jangka Panjang

Pada titik c, PDB riil melebihi PDB potensial dan tingkat pengangguran berada di
bawah tingkat alaminya. Tingkat upah meningkat dan penawaran agregat jangka

6
Ibid, hlm. 293

11
pendek menurun. Kurva SAS bergeser ke kiri ke SAS1 dan perekonomian bergeser ke
titik a’. Tingkat harga meningkat menjadi 170 PDB riil kembali $6 triliun.

Akhirnya, pada saat seluruh penyesuaian terhadap tingkat upah dan tingkat
harga telah dibuat, tingkat harga menjadi 170, dan PDB riil sekali lagi berada pada
atau sama dengan PDB potensial $6 triliun. Efek beruntun (multiplier) pada jangka
panjang adalah nol. Terdapat penurunan sementara pada tingkat pengangguran
selama proses ini tidak permanen.

F. Keterbatasan Kebijakan Fiskal

Dikarenakan efek beruntun (multiplier) dari kebijakan publik jangka pendek


titik nol (0), kebijakan fiskal ekspansif dapat digunakan untuk meningkatkan PDB riil
dan mengurangi tingkat pengangguran pada saat resesi, kebijakan fiskal yang
kontraksi dapat digunakan juga jika perekonomian sedang panas (overheating)
mengurangi PDB riil dan menjaga atau memantau inflasi, tetapi penggunaan
kebijakan fiskal dibatasi oleh dua hal.

Pertama, lambannya proses legislatif yang berarti adalah sulit untuk


mengambil tindakan kebijakan fiskal secara cepat. Perekonomian mungkin dapat
diuntungkan dengan rangsangan fiskal saat ini tetapi akan memakan waktu lama bagi
anggota DPR untuk beraksi. Pada saat tindakan tersebut diambil, perekonomian
mungkin membutuhkan kebijakan fiskal yang berbeda dari keadaan yang
sebelumnya.7

Kedua, tidak selalu mudah untuk mengatakan bahwa PDB riil dibawah atau
diatas PDB potensial. Perubahan di dalam permintaan agregat dapat menggerakkan
PDB riil jauh dari PDB potensial atau perubahan pada penawaran agregat dapat
mengubah PDB riil dan PDB potensial. Pada pembahasan stimulasi fiskal terhadap

7
Ibid, hlm. 294

12
kondisi kesempatan kerja penuh mengakibatkan peningkatan pada tingkat harga dan
tidak mempunyai dampak jangka panjang pada PDB riil.

G. Fungsi Investasi

Tidak seperti tabungan dan konsumsi, investasi merupakan sebuah bisnis yang
tidak dapat diprediksi dan berisiko, karena investasi tidak harus mengikuti pergerakan
yang sama dengan produk nasional bruto (GNP) beda halnya dengan pengeluaran
konsumsi yang dapat mempengaruhi nilai produk nasional bruto (GNP). Investasi
merupakan aktivitas tersendiri dari sektor swasta dan sektor pemerintah.

Peristiwa di mana investasi tidak sejalan dengan laju pertumbuhan produk


nasional bruto ditemukan pada saat terjadinya resesi dalam siklus ekonomi juga
dalam perekonomian yang sedang mengalami inflasi. Jika nilai produk nasional bruto
tetap tinggi dan tingkat suku bunga juga tinggi keadaan ini dapat mengurangi
investasi.
Dengan mengkombinasikan semua faktor diatas yang mempengaruhi
permintaan investasi, kita dapat menghasilkan fungsi investasi dalam formasi :
Dimana I : tingkat Investasi
i : tingkat suku bunga
r : tingkat pengembalian sebagai indikator dari keuntungan
Q : produk nasional bruto (GNP)
T : perubahan teknologi yang memengaruhi permintaan investasi8

I = I ( i, r, Q, T )
(14.1)
Dengan, dI/di < 0; Di/dQ ≥ 0; dI/dT > 0;

Keberadaan i menyebabkan ketidakpastian dalam semua variabel, dalam


fungsi di atas r mempunyai sifat acak dalam keberadaan i karena ketidakpastian yang
8
Ibid, hlm. 295

13
disebabkan oleh harapan-harapan investor. Karenanya, Q tidak dapat meningkat
selama masih terdapat kelambatan (lag) pada harapan-harapan investor. Juga karena
penginvestasian kembali dari peningkatan Q tidak dapat direalisasikan, maka T
mengalami kelambatan (lag) dan efek beruntun antara ketidakpastian yang
disebabkan oleh i dan iklim ekonomi keseluruhan akan terbentuk.

Masuknya variabel i ke dalam fungsi investasi didasarkan pada asumsi bahwa


pengusaha meminjam kredit dari bank untuk melakukan investasi, itu sebabnya
pengusaha akan membandingkan apakah return r dari bisnisnya lebih tinggi dari
tingkat bunga i. Bila r>i , maka ia akan melakukan investasi. Sebaliknya bila r<i , ia
tidak akan melakukan investasi. Asumsi ini dapat dengan mudah kita ganti karena
pada kenyataannya ada sumber dana lain untuk melakukan investasi. Bahkan
kalaupun dengan sumber dana bank, saat ini ada perbankan syariah yang tidak
menggunakan sistem bunga.9
Dalam hal pengusaha menggunakan sumber dana dari perbankan syariah,
maka yang perlu diubah hanyalah variabel suku bunga i, sedangkan variabel r tetap
dapat digunakan karena merupakan profit dari usaha. Dalam perbankan syariah,
variabel i dapat digati dengan :
1. Tingkat marjin m bila skim pembiayaanya tergolong NCC (natural certainty
contracts)
2. Ekuivalen rate dari bagi hasil er bila skim pembiayaannya tergolong NUC
(natural uncertainty contracts)
Dengan demikian, untuk NCC kita dapat menghasilkan fungsi investasi dalam
formasi : I = I ( m, r, Q, T ) (14.2)

Dengan, dI/dm < 0; dI/dQ ≥ 0;dI/dT > 0;

Untuk NUC , kita dapat menghasilkan fungsi investasi dalam formasi :

I = I (er, r, Q, T ) (14.3)

Dengan, dI/der < 0; dI/dQ ≥dI/dT > 0


9
Ibid, hlm. 296

14
Dengan demikan, secara makro, kita dapat menghasilkan fungsi investasi dalam
formasi :
I = I (er, m, r, Q,T )
(14.4)
Dengan, dI/di < 0 ; dI/dQ ≥0; dI/dT > 0;

H. Fungsi investasi dalam perekonomian islami

Secara lebih spesifik, M.M Metwally mengembangkan suatu fungsi investasi


dalam perekonomian islami akan sangat berbeda dari perekonomian yang non-islami
(konvensional). Model yang dikembangkan mengansumsikan tingkat suku bunga nol.
Ia mengganti variabel suku bunga dengan variable expected rate of profit (r).
Penggantian variabel ini membawa perubahan mendasar karena tingkat suku bunga
ditentukan oleh pasar kredit (credit market) dan bukan ditentukan oleh tingkat
profitabilitas bisnis pengusaha. Sedangkan variable expected rate of profit ditentukan
oleh karakteristik bisnis pengusaha. Asumsi lain yang digunakan adalah :

1. Terdapat denda untuk penimbunan aset-aset yang tidak termanfaatkan (idle


assets)
2. Dilarangnya segala bentuk spekulasi dan tindakan perjudian
3. Tingkat suku bunga pada semua jenis dana pinjaman adalah nol.10

Jadi para investor atau penabung muslim dapat memilih diantara tiga alternatif
untuk memanfaatkan dananya (a) memegang dananya dalam bentuk tunai (b)
memegang dananya dalam bentuk aset-aset yang tidak menghasilkan pendapatan
(contoh : deposito bank, pinjaman, property, perhiasan ) atau (c) menginvestasikan
dananya (menjadi investor dalam proyek yang dapat menambah persediaan modal
negara).

10
Ibid, hlm. 296

15
Dua alternatif pertama tidak disarankan dalam perekonomian islami karena
seperti kita lihat, islam mengikutsertakan biaya dalam bentuk zakat pada dana-dana
yang tidak termanfaatkan (idle assets). Zakat diaplikasikan pada semua bentuk aset-
aset yang tidak termanfaatkan (uang tunai, perhiasan, pinjaman, deposito bank) yang
telah memenuhi nisab dan kebutuhan hidup.

Menurut beberapa pandangan kontemporer, seorang muslim yang


menginvestasikan dan atau tabungannya tidak akan dikenakan pajak pada jumlah
yang telah diinvestasikannya, tetapi dikenakan pajak pada keuntungan yang
dihasilkan dari investasinya, karena dalam perekonomian islami semua aset-aset yang
tidak termanfaatkan dikenakan pajak, investor muslim akan lebih baik memanfaatkan
dananya untuk investasi daripada mempertahankan dananya dalam bentuk yang tidak
termanfaatkan.

Islam juga melarang bentuk-bentuk spekulasi yang didalam perekonomian


non islami (konvensional) tidak terpisahkan, jenis-jenis spekulasi yang dilarang
dalam islam tidak hanya mencakup perlombaan, permainan kartu dan aktivitas
perjudian lainnya, tetapi juga bentuk bentuk transaksi yang melibatkan hasil yang
akan datang ( forward transaction).11

Faktor utama lin yang ikut mempengaruhi tingkah laku investasi dalam
perekonomian islami adalah ketidakberadaan dari suku bunga. Islam melarang
pembayaran bunga pada semua jenis pinjaman (pribadi, komersial, pertanian,
industridan lainnya) walaupun pinjaman-pinjaman ini dilakukan untuk teman
perusahaan swasta maupun publik pemerintah atau entitas lainnya.

Analisis diatas mengindikasikan bahwa dalam perekonomian islami, tingkat


bunga tidak masuk dalam perhitungan investasi, maka biaya kesempatan
(opportunity cost) dari meminjamkan dana yang digunakan untuk kepentingan
investasi adalah zakat yang dibayarkan pada dana-dana ini. Dengan kata lain, dana
11
Ibid, hlm. 297

16
atau tabungan yang tidak dimanfaatkan pada investasi riil akan dikenakan zakat pada
tingkat tertentu.12

Jelaslah bahwa investasi didalam perekonomian islami adalah fungsi dari


tingkat keuntungan yang diharapkan. Tingkat keuntungan yang diharapkan juga
bergantung pada bagian relatif dari keuntungan yang dialokasikan antara investor dan
mereka yang menyediakan dana-dananya pada bentuk kerjasama atau pinjaman.

Karenanya adalah mungkin untuk mengekspresikan fungsi investasi dalam


perekonomian islami yang diperkenalkan oleh M.M Metwally sebagai :

∅ (r , ZA , Zπ , μ) (14.5)

Dan,

S₁ (14.6)
r =r
SF

Dimana :

I = permintaan untuk investasi

r = tingkat harapan keuntungan

S1 = bagian keuntungan/ kerugian dari investor

SF = bagian keuntungan/kerugian dari mitra (peminjam)

ZA = tingkat/besar zakat pada aset-aset yang tidak termanfaatkan (idle)

Zπ = tingkat/ besar zakat pada keuntungan dari hasil investasi.

μ = iuran, selain zakat, pada aset-aset yang tidak termanfaatkan (idle)

12
Ibid, hlm. 297

17
Akan tetapi karena ZA = ZA dan Zπ = Zπ ( contoh : tingkat/ besarnya zakat tetap )
persamaan diatas dapat diekspresikan menjadi:

I =φ ⟮ r , μ ⟯ (14.7)

Di mana,

(14.8)
∂I
>0
∂r

∂I
>0
∂μ (14.9)

Menurut persamaan (14.6) permintaan investasi dalam perekonomian islami akan


meningkat jika :

1. tingkat harapan akan tingkat keuntungan meningkat

2. tingkat/besar iuran pada aset-aset yang tidak termanfaatkan meningkat.13

Karena tingkat harapan keuntungan bukan merupakan variabel yang dapat


dikendalikan, satu-satunya instrumen yang tersedia untuk penguasa muslim
mendorong investasi adalah tingkat iuran pada aset-aset yang tidak termanfaatkan ( μ)
ini merupakan alternatif dari bunga dalam perekonomian bebas non-islami
(konvensional)

I. Pembangunan Infrastruktur

Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dan mendapat perhatian yang
besar. Pada zaman Rasulullah Saw. Apabila kita menggunakan teori Irving Fisher:

13
Ibid, hlm. 298

18
MV = PT, maka apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Dalam membangun
infrastruktur adalah untuk melepaskan T dari tingkat full capacity , sehingga dalam
pertumbuhan ekonomi ini tidak terjadi inflasi. Melepaskan T dari kondisi full
capacity adalah sangat penting agar P tidak perlu naik atau mengalami adjustment .
Apabila T dalam kondisi full capaity, dengan naiknya M maka P akan naik, dan
seluruh kenaikan M sepenuhnya diakomodasi oleh kenaikan P (inflasi). Secara grafis
dapat kita perhatikan ilustrasi Grafik 14.4

Keadaan ini dikenal dengan nama ‘stagflasi’ atau stagnation- inflation dimana
kenaikan AD hanya akan mengakibatkan kenaikan tingkat harga (P) dan tidak
pendapatan nasional (Y) karena perekonomian sudah mencapai kondisi full capacity/
full employment. Lalu bagaimana supaya terjadi kenaikan pendapatan nasional (Y)
lagi? pemerintah harus membelanjakan anggarannya untuk investasi infrastruktur
publik dan menciptakan kondisi yang kondusif agar masyarakat mau berinvestasi
untuk hal-hal yang produktif, sehingga Penawaran Agregatif (AS) akan bergeser
(ekspansi) seperti pada ilustrasi diatas tampak dari pergeseran AS 1 ke AS2 (dan
selanjutnya ke AS3) jika kita perhatikan ilustrasi tersebut maka akan tampak bahwa
kenaikan AS dari AS1 ke AS2 akan menyebabkan Y↑ dari Yf ke Y3 tetapi P↓ dari P4 ke
P5. 14

14
Ibid hlm 299

19
Grafik 14.4 Dampak Pembanguanan Infrastruktur terhadap Full Capacity

Kurva AD : Jika AD ↑ maka AD1 bergeser ke AD2 sehingga Y ↑ dari Y1 ke Y2 serta P ↑


dari P1 ke P2. Apabila AD ↑ lagi dari AD2 ke AD3 maka Y ↑ dari Y2 ke Y3 begitupun P ↑
dari P2 ke P3. Apabila AD ↑ lagi dari AD3 ke AD4 maka Y tidak akan meningkat.,
kenaikan hanya pada P saja yaitu dari P3 ke P4

Kurva AS : AS akan bergeser ke kanan dari AS 1 ke AS2. Jika pemerintah


membelanjakan anggarannya untuk investasi infrastruktur public, sehingga
masyarakat mau berinvestasi untuk hal-hal yang produktif.15

15
Ibid, hlm. 300

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pertumbuhan ekonomi membutuhkan lingkungan politis yang dapat


menciptkana insentif untuk investasi, sister hukum yang melindungi hak-hak
milik, dan perlindungan masyarakat umum terhadap korupsi, penyuapan,
pencurian, dan pengambilan alih hasil-hasil dari investasi mereka. Infrastruktur
adalah seluruh jenis modal yang bukan dimiliki oleh perusahaan bisnis
perorangan yang membuat produksi perusahaan menjadi lebih efisien.
Pengeluaran agregat menunjukkan hubungan antara pengeluaran agregat yang
direncanakan (aggregate planned expenditure) dan PDB rill. Pengeluaran agregat
yang telah direncakanan adalah jumlah dari pengeluaran konsumsi yang telah
direncanakan, investasi, belanja barang dan jasa pemerintah serta ekspor
dikurangi impor.
Tidak seperti tabungan dan konsumsi, investasi merupakan sebuah bisnis yang
tidak dapat diprediksi dan berisiko, karena investasi tidak harus mengikuti
pergerakan yang sama dengan produk nasional bruto (GNP) beda halnya dengan
pengeluaran konsumsi yang dapat mempengaruhi nilai produk nasional bruto
(GNP). Investasi merupakan aktivitas tersendiri dari sektor swasta dan sektor
pemerintah .
Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dan mendapat perhatian yang
besar. Pada zaman Rasulullah Saw. Apabila kita menggunakan teori Irving
Fisher: MV = PT, maka apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Dalam
membangun infrastruktur adalah untuk melepaskan T dari tingkat full capacity ,
sehingga dalam pertumbuhan ekonomi ini tidak terjadi inflasi.

21
A. Saran
Demikianlah tugas penyusunan karya tulis yang kami persembahkan.
Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita unutk lebih
menyadari bahwa agama Islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat
dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan
langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi
seoran muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat
bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat
kami harapkan dari pembaca, khususnya dari dosen yang telah membimbing
kami. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini kami mohon
maaf sebesar-besarnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Karim Andiwarman, Ekonomi Makro Islam,(Jakarta: PT Raja GrafindoPersada,


2015)

23

Anda mungkin juga menyukai