Anda di halaman 1dari 34

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dasar perbankan syariah mengacu kepada ajaran agama Islam yang bersumber pada al-
Qur’an, al-Hadits/ as-Sunnah, dan Ijtihad. Ajaran agama Islam yang bersumber pada wahyu
Ilahi dan sunaturosul mengajarkan kepada umatnya untuk berusaha mendapatkan kehidupan
yang baik di dunia yang sekaligus memperoleh kehidupan yang baik di akhirat. Hal ini
berarti, bahwa dalam mengerjakan kehidupan di dunia tidak dapat dilakukan dengan
menghalalkan segala cara, tapi harus dilakukan melalui gerakan amal saleh.
“Bank Syariah adalah bank yang kegiatan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip
syariah. Sedangkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam” (UU
No. 21/2008 ttg Perbankan Syariah).
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi
dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga
keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-
Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Antonio dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua
pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank
Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara
beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya
mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara
bermuamalat secara Islam.
Dalam keuangan syariah menekankan pentingnya keselarasan aktivitas keuangan dengan
norma dan tuntunan syariah. Aturan terpenting dalam kegiatan keuangan syariah adalah
pelarangan riba (memperanakan uang dan mengharapkan hasil tanpa menanggung risiko).
Ahli fiqh menilai ini sangat kental eksistensinya dalam aktivitas keuangan konvensional.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian bank syariah?
1.2.2 Apa landasan hukum bank syariah?
1.2.3 Apa fungsi bank syariah?
1.2.4 Apa saja transaksi-transaksi yang terdapat dalam bank syariah?
1.2.5 Bagaimana penghimpunan dana perbankan syariah?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian bank syariah.
1.3.2 Untuk mengetahui landasan hukum bank syariah.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja fungsi bank syariah
1.3.4 Untuk mengetahui transaksi-transaksi yang terdapat dalam bank syariah
1.3.5 Untuk mengetahui penghimpunan dana perbankan syariah

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengenalan Sistem Perbankan Syariah


2.1.1 Pengertian Bank Syariah
Kata bank dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari bonco dalam bahasa
Italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari yang berfungsi
sebagai tempat penyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti
uang dan sebagainya.
Perbankan menurut pasal 1 undang-undang nomor 7 tahun 1992 adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
Pengertian bank syariah menurut Heri Sudarsono (2003; 18) adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu
lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-
prinsip syariah.
Pengertian bank syariah atau bank Islam dalam bukunya Edy Wibowo adalah
bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bank ini tata cara
beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Quran dan hadits.
Sedangkan menurut Sutan Remy Shahdeiny Bank Syariah adalah lembaga yang
berfungsi sebagai intermediasi yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan
dalam bentuk pembiayaan tanpa berdasarkan prinsip bunga, melainkan berdasarkan
prinsip syariah.
Menurut undang-undang No. 21 tahun 2008, bank syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan syariah (Susilo dkk, 2000)
adalah hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan
sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan bank syariah dengan kegiatan bank

3
konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari
dana. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank yang berdasarkan prinsip
syariah tidak menggunakan sistem bunga dalam menggunakan imbalan atas dana
yang digunakan atau dititipkan oleh suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana
yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi
hasil sesuai dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang
berpendapat bahwa sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional, yaitu
imbalan penggunaan dana dalam jumlah persentase tertentu untuk jangka waktu
tertentu, merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah. Dalam hukum Islam bunga
adalah riba dan haram hukumnya. Ditinjau dari sisi pelayanan terhadap masyarakat
dan pemasaran merupakan usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar
perbankan yang tidak setuju atau tidak menyukai sistem bunga.
Kesimpulannya bahwa bank syariah adalah bank yang operasionalnya
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat berupa
pembiayaan dengan sistem bagi hasil yang berdasarkan ketentuan-ketentuan syariat
Islam.
2.1.2 Landasan Hukum Bank Syariah
Dalam membahas Undang-undang yang terkait dengan bank Syariah adalah :
1. Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
2. Undang-undang nomo 10 tahun 1998 tentang perubahan
3. Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
4. Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Untuk membahas landasan hukum perbankan syariah tidak lepas dari sejarah
perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Perbankan syariah perkembangan di
Indonesia melalui beberapa tahap periode yaitu:
1. Periode sebelum tahun 1992
Sebelum tahun 1992 di Indonesia telah diberdiri bank syariah dalam bentuk
BPR-Syariah, yaitu BPRS Mardhatillah, BPRS Berkah Amal Sejahtera, Al
Mukaromah dimana sebagai pendiri adalah alumi ITB atau masjid Salman (masjid
dalam lingkungan kampus ITB Bandung). Pada periode ini BPRS didirikan sesuai
dengan perundang-undang perbankan yang berlaku saat itu (bank konvensional),

4
dan tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bank syariah disamping
masyarakat yang belum memungkinkan untuk diajak untuk bertransaksi syariah,
sehingga BPR-Syariah tersebut mati secara pelan-pelan. landasan hukum bank
syariah
2. Periode tahun 1992 sampai dengan tahun 1998.
Dalam periode ini lahir puluhan BPR Syariah dan satu Bank Umum Syariah, yaitu
Bank Muamalat Indonesia. Pada periode ini Bank Syariah didirikan berdasarkan
Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Dalam undang-undang
nomor 7 tahun 1992 ini tidak dibahas secara jelas atau secara langsung tentang
bank syariah, hanya dalam pasal 6 huruf m dan pasal 13 hruf c mengatur tentang
usaha bank syariah yaitu:
1) Usaha Bank Umum : ”Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan
prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah” (pasal 6 hutuf m)
2) Usaha Bank Perkreditan Rakyat : ” menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah” (pasal 13 huruf c).
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan tersebut pemerintah mengeluarkan dua ketentuan perbankan syariah
yaitu landasan hukum bank syariah
a) Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Bagi
Hasil. Sehingga undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan
Peraturan Pemerintah tersebut sebagai landasan hukum berdirinya Bank
Umum Syariah. landasan hukum bank syariah
b) Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan rakyat
Berdasarkan Bagi Hasil. Sehingga undang-undang nomor 7 tahun 1992
tentang perbankan dan Peraturan Pemerintah tersebut sbg landasan hukum
berdirinya Bank Perkreditan Rakyat dalam periode ini. Pada periode ini tidak
ada ketentuan lain kecuali ketentuan tersebut diatas, seperti Peraturan Bank
Indonesia, ketentuan tentang akuntansi dan sebagainya. Pada periode ini
masing-masing Dewan Pengawas Syariah mengeluarkan fatwa masing-masing

5
sehingga ketentuan syariah BPR Syariah yang satu berbeda dengan lain dan
berbeda pula dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DPS Bank Muamalat
Indonesia.
Pada periode ini Bank syariah dalam menjalankan kegiatan usaha dibidang
syariah sesuai kemampuan masing-masing, berdasarkan Fatwa masing-masing
Dewan Pengawas Syariah Bank yang bersangkutan. landasan hukum bank syariah
3. Periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2008
Dari pengalaman dan kajian yang dilakukan ternyata bank syariah
memiliki karakteristik yang berdeda dengan bank konvensional, maka Undang-
undang nomor 7 tentang perbankan disempurnakan dengan undang-undang nomor
10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tentang Perbankan.
Dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tersebut telah dibahas ketentuan-
ketentuan bank syariah misalnya:
a) Landasan hukum bank syariah dalam pasal 1 angka 13 disebutkan ” prinsip
syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan usaha lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain,
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan marang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak
bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) landasan hukum bank syariah
b) Pasal 6 huruf m ” menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia” Dalam penjelasan pasal ini disebutkan ”pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
 Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah
 pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah

6
 persyaratan bai pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsi
syariah
c) Masih banyak pasal pasal lain yang mengatur tentang perbankan syariah
Oleh karena dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 telah dibahas bank
syariah, pemerintah mencabut dua peraturan pemerintah tersebut diatas
dengan peraturan pemerintah nomo 30 tahun 1998. Sebagai peraturan
pelaksanaannya Bank Indonesia mulai tahun 1999 banyak mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia yang mengatur bank syariah. Ketentuan-ketentuan
ini yang merupakan landasan hukum berdirinya Bank Perkreditan Rakyat
Syariah dan Bank Umum Syariah seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Mega
Syariah dan beberapa cabang syariah dari bank konvensional, seperti BRI
Syariah, BNI Syariah, BTN Syariah Bank Jabar Syariah dsb. landasan hukum
bank syariah
4) Periode setelah tahun 2008
Mulai tahun 2008 perbankan syariah di Indonesia memiliki Undang-undang
tersendiri, yaitu Undang-undang nomo 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Undang-undang ini secara lengkap sebagaimana tercantum dalam lampiran buku
ini. Bank Syariah yang didirikan dan/atau menjalankan kegiatan usahanya mulai
tahun 2008, sudah tentu berdasarkan Undang-Undang nomor 21 dan seluruh
peraturan pelaksanaannya. Ketentuan-ketentuan yang diatur berdasarkan Undang-
undang nomor 10 tahun 1998 dan peraturan pelaksanaannya tetap berlaku
sepanjang tidak bertentang dengan ketentuan Undang-undang nomor 21 tahun
2008. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 69 undang-undang tersebut yaitu:
” Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, segala ketentuan mengenai
Perbankan Syariah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) beserta peraturan

7
pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini”.
2.1.3 Pengawas, Dewan Komisaris dan Direksi Bank Syariah
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
No. 7 Tahun 1992 dan Surat Keputusan Direktur BI No. 32/34.KEP/DIR 12 Mei 1999
tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, kepengurusan Bank Syariah terdiri dari
Dewan Komisaris dan Direksi, di samping itu bank wajib memiliki Dewan Pengawas
Syariah yang berkedudukan di kantor pusat bank. Dewan pengawas Syariah yang
bersifat independen, yang dibentuk oleh Dewan Syariah Nasional. Persyaratan Dewan
Pengawas Syariah diatur oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah
berfungsi mengawasi kegiatan usaha bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam
melaksanakan fungsinya. Dewan Pengawas Syariah wajib mengikuti fatwa Dewan
Syariah Nasional.
Anggota Dewan Komisaris dan Direksi wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dibidang perbankan sesuai dengan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya.
c. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang
baik. Integritas yang baik diartikan sebagai :
1. Memiliki akhlak dan moral yang baik.
2. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank
yang sehat.
4. Dinilai layak dan wajar untuk menjadi anggota Dewan Komisaris dan Direksi
Bank.
Bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dapat menempatkan
warga negara asing sebagai anggota Dewan Komisaris dan Direksi. Di antara anggota
Dewan Komisaris dan Direksi Bank, sekurang-kurangnya terdapat satu orang anggota
Dewan Komisaris dan satu orang anggota direksi berwarga negara Indonesia.

8
Jumlah anggota Dewan Komisaris sekurang-kurangnya dua orang Anggota
Dewan Komisaris memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan.
Anggota Dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan :
a. Sebagai anggota Dewan Komisaris sebanyak-banyaknya pada satu bank lain atau
Bank Perkreditan Rakyat, atau
b. Sebagai anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif yang
memerlukan tanggung jawab penuh sebanyak-banyaknya pada dua perusahaan
lain bukan Bank Perkreditan Rakyat. Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang
mempunyai pengaruh terhadap kebijakan perusahaan yang bertanggung jawab
langsung kepada Direksi. Mayoritas anggota Dewan Komisaris dilarang memiliki
berjumlah tiga orang.
2.1.4 Fungsi Bank Syariah
Para ahli mengatakan bahwa fungsi perbankan adalah mediasi bidang keuangan
atau penghubung pihak yang kelebihan dana (surplus fund) dengan pihak yang
kekurangan dana (difisit fund), karena secara umum bank menghimpun dana dari
masyarakat (keuangan) dan menyalurkan dana (keuangan) kepada yang
membutuhkan.
Dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal 4
dijelaskan fungsi bank syariah sebagai berikut:
1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat.
2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk
lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi
pengelola zakat.
3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf
uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
kehendak pemberi wakaf (wakif).
4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

9
Jika memperhatikan ketentuan tersebut, bank syariah dalam melaksanakan
kegiatan usaha komersialnya memiliki fungsi yang tidak berbeda dengan fungsi bank
konvensional, yaitu bidang keuangan saja. Seharusnya bank syariah memiliki
kegiatan usaha yang lebih luas dari bank konvensional, bank syariah yang tidak
membedakan bergerak dibidang sektor keuangan atau sektor riil sebagaimana yang
telah dibahas dimuka yaitu dapat melaksanakan kegiatan usaha leasing (ijarah), anjak
piutang (hawalah / Hiwalah), consumer financing (murabahah), modal ventura
(musyarakah), pegadaian (rahn) yang dibagian besar secara konsep berkaitan
langsung dengan sektor riil maka bank syariah memiliki fungsi sebagai manajer
investasi, investor, jasa layanan dan sosial. Untuk memberikan gambaran yang
lengkap dan rinci mengenai fungsi-fungsi tersebut berikut dilakukan pembahasan satu
persatu fungsi itu.
1) Fungsi Manager Investasi.
Salah satu fungsi bank syariah yang sangat penting Bank Syariah adalah
manager Investasi. Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana
(shahibul maal) dari dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah (dalam
perbankan lazim disebut dengan deposan atau penabung), karena besar-kecilnya
imbalan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana, sangat tergantung pada
hasil usaha yang diperoleh (dihasilkan) oleh bank syariah dalam
mengelola dana (khususnya dana mudharabah). Hal ini sangat dipengaruhi oleh
keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah sebagai manajer
investasi (pihak yang mengelola dana).
Bank syariah dapat menghimpun dana yang besar, kemudian dalam
penyaluran dana dilakukan tidak efektif, kurang memperhatikan prinsip-prinsip
kehati-hatian, sembarangan sehingga banyak yang macet atau banyak yang
diketagorikan bermasalah (non performing), banyaknya penyaluran dana yang
tidak melakukan pembayaran angsuran, maka membawa dampak hasil usaha yang
diikuti aliran kas masuk (cash basis) hanya kecil atau sedikit yang diterima.
Dengan adanya hasil usaha yang cash basis kecil maka pendapatan yang akan
dibagi antara bank syariah dan shahibul maal juga kecil, yang akhirnya membawa
dampak kecilnya bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana (shahibul maal).

10
Begitu sebaliknya penyaluran dana yang tidak besar, namun dilakukan dengan
efektif, efesien dan produktif, dan kualitas penyaluran dana yang baik sehingga
banyak debitur yang melakukan pembayaran angsuran atau pembayaran bagi hasil
yang diterima dari nasabah pengelola dana (mudharib) banyak, akan membawa
dampak pada hasil usaha yang akan dibagi antara bank syariah sebagai pengelola
dana dan pemilik dana juga besar, yang mengakibatkan pendapatan bagi hsail
diterima pemilik dana besar juga.
Dana yang dihimpun oleh bank syariah, hendaknya ditanamkan pada sektor
yang produktif dan tidak melanggar syariah, karena sesuai konsep syariah apa
yang dilakukan oleh Bank Syariah dalam penyaluran dana akan membawa
dampak atau risiko kepada pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun
(deposan atau penabung). Hal ini sangat berbeda dengan Bank Konvensional,
begitu deposan memberikan dana kepada Bank Konvensional dan dijanjikan
bunga tertentu, deposan tidak menananggung risiko. Bank bisa menyalurkan dana
atau tidak, mendapatkan pendapatan besar atau kecil bahkan tidak memperoleh
pendapatan sama sekali, deposan sebagai pemodal akan menerima bunga tetap
yang diperjanjikan, dengan kata lain pemodal dalam aliran kapitalis tidak bersedia
untuk menanggung risiko.
Besarnya penyaluran dana atau investasi yang dilakukan oleh Bank Syariah
bukanlah suatu indikasi imbalan atau bagi hasil yang diterima oleh pemilik
dana (deposan atau penabung) besar, tetapi kualitas dari penyaluran dana atau
investasi yang dilakukan oleh bank syariah itulah yang mempunyai pengaruh
terhadap imbalan atau bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun.
Besarnya porsi pembagian hasil usaha (nisbah) tidak menjamin besarnya bagi
hasil yang akan diterima oleh pemilik dana, karena bagi hasil tersebut sangat
dipengaruhi oleh hasil usaha yang akan dibagikan (pendapatan operasi utama),
hasil usaha yang akan dibagikan sangat dipengaruhi oleh pendapatan penyaluran
dana yang diterima secara tunai (cash basis) oleh bank syariah sebagai pengelola
dana (mudharib), pendapatan penyaluran dana dipengaruhi oleh kualitas aktiva
produktif (penyaluran dana), kualitas aktiva produktif dipengaruhi oleh proses dan
prinsip- prinsip penyaluran dana. Secara umum dikatakan bahwa indikasi

11
keberhatian bank syariah sebagai manajer investasi adalah adanya trend kenaikan
return bagi hasil dari waktu ke waktu dan adanya trend penurunan pembiayan
bermasalah (non Performing Financing) dari waktu ke waktu. Kedua hal ini
pemodal berhak untuk memperoleh informasinya sebagai salah satu bentuk
transparansi Bank Syariah.
2) Fungsi Investor.
Dalam penyaluran dana, baik dalam prinsip bagi hasil (mudharabah dan
musyarakah), prinsip Ujroh( Ijarah) dan prinsip jual beli (murabahah, salam dan
istishna), bank syariah berfungsi sebagai investor (sebagai pemilik dana). Oleh
karena sebagai pemilik dana maka dalam menanamkan dana dilakukan dengan
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan tidak melanggar syariah, ditanamkan
pada sektor- sektor produktif dan mempunyai risiko yang sangat minim. Keahlian,
profesionalisme sangat diperlukan dalam menangani penyaluran dana ini,
penerimaan pendapatan dan kualitas aktiva produktif yang sangat baik menjadi
tujuan yang penting dalam penyaluran dana, karena pendapatan yang diterima
dalam penyaluran dana inilah yang akan dibagikan kepada pemilik dana (deposan
atau penabung mudharabah). Jadi fungsi ini sangat terkait dengan fungsi bank
syariah sebagai manajer investasi.
Bank-bank Syariah menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut
(dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat
investasi yang sesuai dengan Syari’ah. Investasi yang sesuai dengan Syari’ah
tersebut meliputi akad Murabahah, akad Ijarah, akad Musyarakah, akad
Mudharabah, akad Salam atau Istisna’, pembentukan perusahaan atau akuisisi
pengendalian atau kepentingan lain dalam rangka mendirikan perusahaan,
memperdagangkan produk. Hasil usaha yang diperoleh dibagikan kepada pihak
yang memberikan kontribusi dana (shahibul maal), dan bank syariah menerima
bagian keuntungan sebagai Mudharib sesuai yang disepakati antara pemilik dana
dan bank sebagai pengelola, sebelum pelaksanaan akad.
Fungsi investor ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dana yang dilakukan
oleh bank syariah, baik yang dilakukan dengan mempergunakan prinsip jual beli
maupun dengan menggunakan prinsip bagi hasil sendiri. Karena Bank Syariah

12
melaksanakan fungsi sebagai investor maka Bank Syariah penyedia dana bersedia
untuk menanggung risiko dari investasinya. Hal ini dapat dilihat dengan jelas
pada saat Bank Syariah melakukan pengelolaan dana dengan prinsip bagi hasil,
pendapatan dari hasil usaha sangat tergantung pada hasil usaha yang diperoleh
nasabah sebagai pengelola dana. Untuk memberikan gambaran berikut diberikan
ilustrasi.
Bank Syariah melakukan pembiayaan (investasi) mudharabah kepada Debitur
sebesar Rp. 250 milyard. Nisbah (pembagian hasil usaha) untuk Bank Syariah 60
dan untuk debitur 40. Berdasarkan Nisbah Bank Syariah, proyeksi keuntungan
(ekspektasi keuntungan) yang diharapkan sebesar Rp. 50 juta per bulan. Dengan
berjalannya pelaksanaan akad mudharabah, ternyata dalam bulan yang
bersangkutan debitur hanya memperoleh hasil usaha sebesar Rp. 75 juta, sehingga
hasil usaha untuk bank syariah sebesar 60% x Rp. 75 juta = Rp. 45 juta. Sesuai
ketentuan yang ada Bank Syariah hanya diperkenankan untuk mengakuan
pendapatan bagi hasil sebesar Rp. 45 juta. Sisanya sebesar Rp. 5 juta tidak
diperkenankan untuk ditagih.
Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional dimana sisa bunga yang
belum dibayar merupakan hutang bunga. Misalnya bank memberikan modal
sebesar Rp. 250 milyard, bunga yang harus dibayar sebesar Rp. 50 juta per bulan.
Pada bulan yang bersangkutan nasabah hanya mampu membayar Rp. 45 juta
maka sisanya sebesar Rp.5 juta, diakui sebagai piutang bungan (hutang bunga
bagi nasabah).
Contoh lain dalam transaksi Murabahah yang perbayaran dilakukan dengan
tangguh dan atas hutangnya tersebut nasabah tidak mampu untuk membayar
sesuai waktunya, kemudian dilakukan penangguhan pembayaran (re-schedule)
tidak diperkenankan untuk menambah kewajiban yang ditangguhkan jangka
waktunya.
3) Fungsi Jasa perbankan.
Dalam menjalankan fungsi ini, bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank
non syariah, seperti misalnya memberikan layanan kliring, transfer, inkaso,
pembayaran gaji dan sebagainya, hanya saja yang sangat diperhatikan adalah

13
adalah prinsip-prinsip syariah yang tidak boleh dilanggar. Bank syariah
memberikan jasa transfer, inkaso, kliring dengan prinsip wakalah; menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip
wadi’ah yad amanah; memberikan layanan letter of credit (L/C) dengan prinsip
wakalah, memberikan layanan bank garansi dengan prinsip kafalah; melakukan
kegiatan wali amanat dengan prinsip wakalah, memberikan layanan penukaran
uang asing dengan prinsip sharf dan sebagainya. Bank-bank syariah juga
menawarkan berbagai jasa-jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas
dasar agency contract atau sewa dan pendapatan yang diperolah atas jasa
keuangan tersebut merupakan pendapatan operasi lainnya dan tidak termasuk
dalam perhitungan pembagian hasil usaha.
Pada awal berkembangan bank syariah, bank masyarakat yang beranggapan
bahwa bank syariah hanya bank sosial, bank yang melayani kegiatan sosial saja,
tidak ada kliring, tidak ada transfer tidak mengeluarkan cek atau bilyet giro dan
sebagainya, namun dengan pemahaman dan penjelasan tentang bank syariah
anggapan tersebut sudah tidak ada lagi.
4) Fungsi sosial
Dalam konsep perbankan syariah mengharuskan bank-bank syariah
memberikan pelayanan sosial apakah melalui dana Qard (pinjaman kebajikan)
atau Zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Disamping
itu, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank-bank syariah untuk
memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya
dan memberikan kontribusi bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan.
Fungsi ini juga yang membedakan fungsi bank syariah dengan bank
konvensional, walaupun hal ini ada dalam bank konvensional biasanya dilakukan
oleh individu-individu yang mempunyai perhatian dengan hal sosial tersebut,
tetapi dalam bank syariah fungsi sosial merupakan salah satu fungsi yang tidak
dapat dipisahkan dengan fungsi-fungsi yang lain. Bank syariah harus memegang
amanah dalam menerima ZIS atau dana kebajikan lainnya dan menyalurkan
kepada pihak-pihak yang berhak untuk menerimanya dan atas semua itu haruslah

14
dibuatkan laporan sebagai pertanggungan jawab dalam pemegang amanah
tersebut.

2.2 Pengenalan Transaksi-Transaksi Perbankan Syariah


2.2.1 Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi‟ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan
murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang
harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.
1) Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si
penyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang
terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan
yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
2) Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang
dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang
tersebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah)
menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung).
3) Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan
menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila
mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank.
4) Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga
akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah.
Artinya bank tidak dilarang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya
berupa insentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik
nominal maupun persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai
pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya digunakan
istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya
diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah
ditetapkan.
5) Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib)
biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan
tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.

15
Contoh rekening giro Wadiah :
Tn. Baris memiliki rekening giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat dengan saldo
rata-rata pada bulan Mei 2002 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan Bank
Muamalat Sungailiat kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp
500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat adalah
Rp 500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Sungailiat dari penggunaan giro
wadiah adalah Rp 20.000.000,-.
Pertanyaan : Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Baris pada akhir bulan Mei 2002.
Jawab : Bonus yang diterima
Rp 1.000.000
= Rp 500.000.000 x Rp 20.000.000 x 30 % = Rp 12.000 (sebelum dipotong pajak)

Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah :


Tn. Derani memiliki tabungan di Bank Syariah Pangkal Pinang. Pada bulan juni 2002
Saldo rata-rata tabungan Tn. Derani adalah sebesar Rp 10.000.000,-. Perbandingan
bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Pangkal Pinang dengan deposan adalah
40%:60%. Saldo rata-rata tabungan per-bulan di seluruh Bank Syariah Pangkal
Pinang adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan Bank Syariah Pangkal
Pinang yang dibagihasilkan adalah Rp 40.000.000,-.
Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Derani pada bulan yang bersangkutan.
Jawab : Keuntungan Tn. Derani
Rp 10.000.000
= Rp 10.000.000.000 x Rp 40.000.000 x 60 % = Rp 24.000 (sebelum dipotong pajak)

Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah :


Tn. Rahman Hakim memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000, untuk jangka waktu 1
bulan di Bank Syariah Belinyu. Bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Belinyu
dengan nasabah adalah 45%:55%. Saldo rata-rata deposito per bulan di Bank Syariah
Belinyu adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di
Bank Syariah Belinyu adalah Rp 500.000.000, -.
Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Rahman Hakim dari nisbah yang ditetapkan.
Jawab: Keuntungan nasabah
Rp 100.000.000
= Rp 10.000.000.000 𝑥 Rp 500.000.000 x 55% = Rp 2.750.000 (sebelum dipotong pajak)

16
2.2.2 Pembiayaan dengan bagi basil
1) Al-musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal
dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan. AI-musyarakah dalam praktik perbankan
diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai
dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut.
Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah
terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat
pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal
ventura.
2) AI-mudharabah
Pengertian AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana
pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola.
Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila
rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari
kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si
pengelolalah yang bertanggung jawab.
a) mudharabah muthlaqah, merupakan kerja sama antara pihak pertama dan
pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu,
spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
b) mudharabah muqayyadah, merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah
dimana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk
pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk
kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti
tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito
biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.

17
3) Al-muzara'ah
Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada
penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari
hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan
bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.
4) Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap
hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan
menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari
persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama
pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
2.2.3 Bai'al Murabahah
Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih
dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang
diinginkannya. Sebagai contoh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan
yang diharapkan adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-.
Kegiatan Bai'al- Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan
pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan
Bai'al-Murabahah pada pembiayaan produk barang-barang investasi baik dalam
negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama
L/C.
Sebagai contoh Ny. Pariani memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000. Jika
Bank Syariah Tanjung Pandan yang membiayai pembelian mobil tersebut maka Bank
Syariah Tanjung Pandan mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6. 000.000,-
selama 3 tahun, maka harga yang ditetapkan kepada Ny. Pariani adalah Rp
36.000.000, Kemudian jika nasabah setuju maka nasabah dapat mencicil dengan
angsuran Rp 1.000.000,-. Per bulan (diperoleh dari Rp 36.000.000,- : 36 bulan)
kepada Bank Syariah Tanjung Pandan.

18
2.2.4 Bai'as-salam
Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui
terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus
dalam bentuk uang. Sebagai contoh seorang petani lada yang bernama Tn. Ivan
Pratama hendak menanam lada dan membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000,
untuk satu hektar. Bank Syariah Toboali menyetujui dan melakukan akad di mana
Bank Syariah Toboali akan membeli hasil lada tersebut sebanyak 10 ton dengan harga
Rp 200.000.000,-. Pada saat jatuh tempo petani harus menyerahkan lada sebanyak 10
ton. Kemudian Bank Syariah Toboali dapat menjual lada tersebut dengan harga yang
relatif lebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per. kilo. Dengan demikian penghasilan bank
adalah 10 ton x Rp 25.000, = Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank Syariah
Toboali akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000,-. setelah dikurangi
modal yang diberikan oleh Bank SyariahToboali yaitu Rp 250.000.000, dikurangi Rp
200.000.000,-.
2.2.5 Bai'Al istishna'
Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu
ketentuan dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam.
Pengertian Bai' Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen
(pembuat barang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu
tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-
menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per
bulan atau di belakang. CV. Sungai Layang yang bergerak dalam bidang pembuatan
dan penjualan sepatumemperoleh order untuk membuat sepatu anak sekolah SMU
senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Koba.
Harga perpasang sepatu yang diajukan adalah Rp 85.000,- dan pembayarannya
diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu dipasaran sekitar Rp 90.000,-.
Dalam hal ini Bank Syariah Koba tidak tahu berapa biaya pokok produksi. CV.
Sungai Layang hanya memberikan keuntungan Rp 5000,- persepasang sepatu atau
keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan :
Rp.60.000.000,−
Jawab : × Rp. 5.000, − = Rp. 3.529.412, −
Rp.85.000,−

19
Bank Syariah Koba dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Sungai Layang
dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan
harga murah pula. Katakanlah misalnya Bank Syariah Koba menawar harga Rp
86.000,- per pasang, sehingga masih untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan
keseluruhan adalah :
Rp.60.000.000,−
Jawab : × Rp. 4.000, − = Rp. 2.790.697, −
Rp.86.000,−

2.2.6 Al-Ijarah (Leasing)


Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing,
baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.
2.2.7 Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian
mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan
yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
2.2.8 Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan
sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia
perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
2.2.9 Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari
satu pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan
kegiatan anjak piutang atau factoring.
2.2.10 Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti
jaminan utang atau gadai. Secara ringkas bank syariah dapat menawarkan produk atau
jasa, hal ini dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.

20
Produk-Produk Penghimpunan Dana
No Produk / Jasa Prinsip Syariah
1 Giro Wad’ah Yad Dhamanah
2 Tabungan Wad’ah Yad Dhamanah dan Mudharabah
3 Deposito Mudharabah
4 Simpanan Khusus Mudharabah Muqayyadah
*Sumber : Antonio 2001
Produk-Produk Penyaluran Dana dan Jasa Perbankan
No Produk / Jasa Prinsip Syariah
1 Dana Tabungan Qardh
2 Penyertaan Musyarakah
Ijarah Muntahiya Bittamlik (Ijarah
3 Sewa Beli
WaIqtina’)
Mudharabah, Musyarakah, dan
4 Pembiayaan Modal Kerja
Murabahah
5 Pembiayaan Proyek Mudharabah atau Musyarakah
6 Pembiayaan Sektor Pertanian Bai As Salam
7 Pembiayaan Untuk Akuisisi Aset Ijarah Muntahiya Bittamlik
Mudharabah, Musyarakah atau
8 Pembiayaan Ekspor
Murabahah
9 Piutang Hiwalah
10 Letter of credit (L/C) Wakalah
11 Garansi Bank Kafalah
12 Inkasso, Transfer Wakalah atau Hiwalah
13 Pinjaman Sosial Qardhul Hasan
14 Surat Berharga Mudharabah Qardh, Bai’ Al dayn
15 Safe Deposit Box Wadi’ah Amanah
16 Jual Beli Valas Sharf
17 Gadai Rahn
*Sumber: Antonio, 2001

2.3 Akuntansi Penghimpunan Dana Perbankan Syariah


Penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari
dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam
rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposan dengan pihak
kreditur. Penghimpunan dana masyarakat di perbankan syariah menggunakan instrumen yang
sama dengan instrumen penghimpunan dana pada perbankan konvensional, yaitu:

21
1. Giro, adalah simpanan masyarakat pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat selama saldo simpanan masih ada dengan menggunakan cek, surat perintah
pembayaran lainnya dan bilyet giro atau surat perintah pemindahbukuan
2. Tabungan, adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat sesuai dengan syarat-syarat tertentu
3. Deposito, adalah salah satu jenis tabungan yang dibuka oleh bank untuk para nasabah
atau masyarakat, yang jangka waktu penarikannya mempunyai periode tertentu (1 bulan,
3 bulan, 12 bulan dan seterusnya)
Ketiga instrumen ini biasa disebut dengan istilah Dana Pihak Ketiga (DPK). Meskipun
menggunakan instrumen yang sama, mekanisme kerja pada masing-masing instrumen
penghimpunan pada bank syariah berbeda dengan instrumen penghimpunan pada bank
konvensional. Perbedaan mendasar mekanisme kerja instrumen penghimpunan syariah
terletak pada tidak adanya bunga yang lazim digunakan di bank konvensional. Pada bank
syariah, klasifikasi penghimpunan dana tidak didasarkan pada nama instrumen, melainkan
berdasaran prinsip yang digunakan.
Berdasarkan fatwa Dewa Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan
dalam bank syariah ada dua, yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah. Prinsip wadiah
tidak menggunakan bagi hasil tapi menggunakan sistem bonus dengan produknya giro dan
tabungan, sedangkan prinsip mudharabah menggunakan sistem bagi hasil dengan produknya
tabungan dan deposito.
2.3.1 Penghimpun Dana Prinsip Wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
penyimpan menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk menjaga
keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Yang
dimaksud dengan “barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang, dokumen,
surat berharga dan barang lain yang berhara disisi islam.
Bank sebagai penerima titipan tidak ada kewajiban untuk memberikan
imbalan dan syariah dapat mengenakan biaya penitipan barang tersebut. Atas
kebijakannya bank syariah dapat memberikan “bonus” kepada pentip dengan syarat :
1. Bonus merupakan kebijakan (hak prerogatif) dari bank sebagai penerima titipan

22
2. Bonus tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlah yang diberikan, baik dalam
prosentase maupun nominal tidak ditetapkan dimuka.
Rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan prinsip wadiah:
 Barang yang dititipkan
 Orang yang menitipkan/ penitip
 Orang yang menerima titipan/ penerima titipan, dan
 Ijab Qabul
Jenis-jenis penghimpunan dana berdasarkan prinsip wadiah, yaitu :
 Wadiah Yad Al Amanah, merupakan titipan murni, barang yang dititipkan tidak
boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip, sewaktu titipan dikembalikan
harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya, jika selama dalam
penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang menerima titipan tidak dibebani
tanggung jawab, sebagai kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan dapat
dikenakan biaya penitipan.
Karateristik wadiah yad al amanah, adalah;
- Barang titipan murni
- Tidak boleh digunakan oleh penerima titipan.
- Titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisiknya.
- Penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi
- Dikenakan biaya titipan
 Wadiah Yad Ad Dhamanah, merupakan pengembangan dari Wadiah Yad Al
Amanah yang disesuaikan dengan aktifitas perekonomian. Penerima titipan diberi
izin untuk menggunakan dan mengambil manfaat dari titipan tersebut. Penyimpan
mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap kehilangan/ kerusakan
barang tersebut. Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut menjadi
hak penerima titipan. Sebagai imbalan kepada pemilik barang/ dana dapat
diberikan semacam insentif berupa bonus, yang tidak disyaratkan sebelumnya.
Karateristik Wadiah Yad Ad Dhamanah adalah;
- Pengembangan dari wadi’ah Yad Al Amanah
- Penerima titipan diizinkan menggunakan dan mengambil manfaatnya.
- Kehilangan/kerusakan merupakan tanggung jawab dari penyimpan

23
- Semua keuntungan dari titipan hak penerima titipan
- Penitip dapat menerima bonus yang tidak diisyaratkan sebelumnya.
Aplikasi prinsip wadiah dalam perbankan adalah untuk produk tabungan
wadiah dan giro wadiah
 Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang
penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati dengan
kuitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindah bukuan. Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat
yang dapat dipersamakan dengan itu. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
ditetapkan, ketentuan Tabungan Wadiah sebagai berikut:
- Bersifat simpanan
- Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.
- Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang
bersifat sukarela dari pihak bank.
Fasilitas Yang diperoleh dari Tabungan Wadiah
- Menggunakan buku atau kartu ATM
- Minimum setoran saldo pertama dan saldo minimum yang harus
dipertahankan
- Tabungan tidak terbatas dapat ditarik sewaktu-waktu
 Giro Wadiah
Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM,
sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
Termasuk di dalamnya giro wadiah yang diblokir untuk tujuan tertentu misalnya
dalam rangka escrow account, giro yang diblokir oleh yang berwajib karena suatu
perkara. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan, ketentuan tentang
Giro Wadiah sebagai berikut:
- Bersifat titipan
- Titipan bisa diambil kapan saja (on call)

24
- Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
(athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Karakteristik dari giro wadiah antara lain :
- Harus dikembalikan utuh seperti semula sehingga tidak boleh overdarft
- Dapat dikenakan biaya titipan
- Dapat diberikan syarat tertentu untuk keselamatan barang titipan misalnya
menetapkan saldo minimum
- Penarikan giro wadiah dilakukan dengan cek dan bilyet giro sesuai ketentuan
yang berlaku.
- Jenis dan kelompok rekening sesuai dengan ketentuan yang berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan syariah
- Dana wadiah hanya dapat digunakan seijin penitip.
Fasilitas yang diperoleh dari giro wadiah :
- Kepada pemegang rekening diberikan buku cek untuk mengoperasikan
rekening
- Ada minimum setoran awal, dan diperlukan referensi bagi pemegang rekening
- Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam dari BI
- Penarikan dana dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek
atau instruksi tertulis lainnya.
2.3.2 Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan betindak
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana
tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah dapat pula dana
tersebut digunakan bank unuk melakukan mudharabah ke dua. Hasil usaha ini akan
dibagi hasilkan berdasarkn nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya
untuk melakukan mudharabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas
kerugian yang terjadi.
Rukun mudharabah terpenuhi sempurna bila ada yaitu :
 Ada mudharib (pengelola dana/ pengusaha/ bank)
 Ada pemilik dana
 Ada usaha yang akan dibagi hasilkan

25
 Ada nisbah
 Ada ijab qabul
Karakteristik transaksi Mudharabah, adalah:
 Dana Mudharabah
Dana yang dhimpun harus dalam bentuk uang tunai dan bukan piutang serta
dinyatakan dengan jelas jumlahnya dan harus diserahkan kepada mudharib, untuk
memungkinkannya melakukan usaha.
 Keuntungan
Pembagian keuntungan harus berdasarkan nisbah yang disepakati pada awal
dan dituangkan dalam akad.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip
mudharabah terbagi menjadi dua yaitu :
1. Mudharabah Muthlaqah ( investasi tidak terikat )
Dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah prinsip mudharabah
mutlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan rekening dan tabungan dan deposito
sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana berdasarkan prinsip ini yaitu
Tabungan Mudharabah dan Deposito Mudharabah. Prinsip mudharabah berikut
ini berlaku baik untuk tabungan maupun deposito, yaitu:
a) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan
tatacara pemberian keuntungan dan/atau perhitungan pembagian keuntungan
serta resiko yang dapat timbul dari penyimpanan dana.
b) Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai
bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan/atau alat penarikan lainnya kepada
penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat
atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
c) Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan
perjanjian yang disepakati, namun tidak boleh mengalami saldo negatif
(overdraft). Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka
waktu yang disepakati. Deposito yang diperpanjang setelah jatuh tempo akan
diperlukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah
dicantumkan perpanjangan otomatis, maka tidak perlu dibuat akad baru.

26
d) Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Mudharabah Muqayadah (Investasi Terikat)
Jenis ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik
dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank. Ciri jenis
simpanan ini adalah sebagai berikut:
a) Pemilik dana menetapkan syarat penyaluran dana. Untuk itu wajib membuat
akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus
b) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank
wajib memisahkan dana dari rekening simpanan khusus dengan dana dari
rekening lainnya. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung
kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
Pola dalam investasi terikat dapat dilakukan dengan cara :
a. Chanelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana, bank sebagai
agen tidak menanggung risiko apapun.
b. Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko, dan hal ini
banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak
sesuai lagi dengan prinsip mudharabah
Mudharabah adalah muamalat yang halal dalam islam dan mempunyai syarat-
syarat yang ditetapkan islam (karakteristik transaksi mudharabah) yaitu :
1. Dana mudharabah
Yang dihimpun harus dalam bentuk uang tunai dan bukan piutang serta
dinyatakan dengan jelas jumlahnya dan harus diserahkan kepada mudharib
untuk memungkinkannya melakukan usaha
2. Keuntungan
Pembagian keuntungan harus didasarkan sesuai dengan nisbah yang
disepakati pada awal dan dituangkan dalam akad. Apabila ditetapkan bahwa
semua keuntungan untuk satu pihak saja, atau sejumlah uang masuk untuk
salah satu pihak saja, tanpa persen pembagian maka muamalat tersebut
menjadi tidak sah. Nisbah keuntungan berdasarkan perjanjian yang disetujui
pada awal kontrak dan tidak ada jaminan kepada shahibul maal bahwa

27
shahibul maal akn memperoleh keuntungan. Dalam hal usaha yang dijalankan
mengalami kerugian dan kerugian tersebut bukan kesalahan / kelalaian
mudharib maka kerugian itu akan ditanggung oleh shahibul maal. Mudharib
hanya akan menanggung kerugian dari segi waktu dan tenaga kerja saja. Jika
suatu mudharabah mengalami kerugian, maka kerugian tersebut sepenuhnya
ditanggung oleh pemilik modal, dan pengusaha tidak mendapat apa-apa dari
mudharabah itu. Dan jika tidak untung maka pemilik modal hanya dapat
kembali jumlah modalnya dan pengusaha tidak mendapat apa-apa.
3. Peranan bank syariah dalam hal pencampuran harta dan bermudharabah
dengan pihak ketiga, merupakan hal penting dalam bidang operasinya. Karena
bank adalah badan perantara antara unit kelebihan dan unit kekurangan,
dimana dalam perantaraan itu amat diperlukan pandangan bahwa hubungan
langsung antara kedua unit itu amat sukar diwujudkan tanpa perantaraan bank
karena sebab-sebab tertentu antara lain kemampuan beberapa unit kelebihan
yang tidak mencukupi untuk menampung keperluan unit kekurangan yang
memerlukan biaya berjuta-juta rupiah, tapi melalui tabung yang dikendalikan
bank, maka keperluan utu dapat diatasi. Jika disbut tabung maka dengan
sendirinya pecampuran harta tidak dapat dielakkan, karena itu setiap nasabah
dalam rekening investasi dan rekening simpanan wadi’ah harus paham bahwa
uang mereka akan ditempatkan kedalam tabung yang bercampuran dengan
uang orang lain, ini boleh dianggap sebagai hal biasa dalam muamalat bank.
Prinsip-prinsip mudharabah mutalaqah ini dapat diaplikasikan dalam kegiatan
usaha perbankan untuk produk tabungan mudharabah dan deposito mudharabah
1. Tabungan mudharabah, adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu.
2. Deposito mudharabah, adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpanan dengan
bank yang bersangkutan.

28
Contoh :
Akuntansi Deposito Wadiah
 Pada tanggal 01 Agustus 2008 diterima setoran tunai pembukaan giro wadiah atas
nama Qohar sebesar Rp. 20.000.000
Kas 20.000.000
Giro Wadiah (rek giro Qohar) 20.000.000
 Pada tanggal 05 Agustus 2008 Qohar melakukan penarikan giro wadiahnya melalui
ATM sebesar Rp. 2.000.000
Giro Wadiah (rek giro Qohar) 2.000.000
Kas ATM 2.000.000
 Pada tanggal 07 Agustus 2008 Qohar menyerahkan aplikasi transfer untuk dilakukan
pemindahbukuan dari rekening gironya sebesar Rp. 5.000.000 untuk dibuatkan
Deposito Mudharabah dengan nisbah 65:35
Giro Wadiah (rek giro Qohar) 5.000.000
Deposito Mudharabah (a/n Qohar) 5.000.000
 Pada tanggal 07 Agustus 2008 Yusuf melakukan penyetoran tunai sebesar Rp.
1.000.000 sebagai setoran pertama giro wadiah
Kas 1.000.000
Giro Wadiah (rek giro Yusuf) 1.000.000
 Pada tanggal 09 Agustus 2008 Qohar melakukan transfer ke rekening atas nama
Adinda di BCA cabang Irian Jaya sebesar Rp. 10.000.000
Giro wadiah (rek giro Qohar) 10.000.000
Bank Indonesia 10.000.000
 Pada tanggal 09 Agustus 2008 Yusuf melakukan penyetoran tunai sebesar Rp.
5.000.000 untuk rekeningnya
Kas 5.000.000
Giro wadiah (rek giro Qohar) 5.000.000
 Pada tanggal 15 Agustus 2008 Qohar melakukan penarikan tunai dari giro wadiahnya
sebesar Rp. 5.000.000

29
Atas transaksi tersebut bank syariah tidak dapat melaksanakan, karena saldo Qohar
tidak cukup untuk dilaksanakan penarikan sebesar Rp. 5.000.000 sedangkan saldonya
Rp. 3.000.000
 Bank Syariah menerapkan kebijakan untuk memberikan bonus kepada pemegang
rekening giro wadiah. Atas hal tersebut Tuan Qohar diberikan bonus sebesar Rp.
10.000 dan atas bonus tersebut dipotong pajak sebesar 10%
Beban bonus wadiah 10.000
Giro wadiah (rek Qohar) 8.500
Titipan Kas Negara (Pajak) 1.500
Akuntansi Deposito Mudharabah
 Pada tanggal 1 Agustus 2008 Bank Syariah menerima setoran tunai atas nama
Maskaryo sebesar Rp. 25.000.000 sebagai investasi deposito mudharabah untuk
jangka waktu satu bulan dengan nisabah 65 untuk nasabah dan 35 untuk bank syariah
Kas 25.000.000
Deposito mudharabah (a/n Maskaryo) 25.000.000
 Pada tanggal 02 Agustus 2008 Bank Syraiah menerima setoran tunai pembukaan
Deposito Mudharabah atas nama Qoimun sebesar Rp. 5.000.000 dengan nisbah 65:35
Kas 5.000.000
Deposito Mudharabah (a/n Qoimun) 5.000.000
 Pada tanggal 04 Agustus 2008 bank syariah menerima setoran tunai deposito
mudharabah atas nama Masdul sebesar Rp. 15.000.000 dengan nisbah 70 : 30
Kas 15.000.000
Deposito mudharabah (a/n Masdul) 15.000.000
 Pada tanggal 20 Agustus 2008 dilakukan pembayaran melalui kliring deposito
mudharabah yang telah jatuh tempo atas nama Maskaryo sebesar Rp. 25.000.000
ditambah dengan bagi hasil sebesar Rp. 170.000 setelah dikurangi PPH 21 sebesar
Rp. 30.000
Deposito mudharabah (a/n Maskaryo) 25.000.000
Biaya bahgas yang akan dibayar 2.00.000
Titipan PPh 21 30.000
Bank Indonesia 25.170.000

30
 Pada tanggal 30 Agustus 2008 berdasarkan perhitungan distribusi pendapatan beban
bagi hasil yang akan dibayar untuk sekelompok deposito mudharabah sebesar Rp.
35.000.000
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temp-dep 35.000.000
Keuntungan dudah diumumkan belum dibagi-deposito 35.000.000
 Pada tanggal 04 September 2008 dibayarkan bagi hasil deposito mudharabah untuk
tuan Qoimun sebesar Rp. 10.000 dan atas pembayaran bagi hasil tersebut dipotong
pajak 15%
Keuntungan sudah diumumkan belum dibagi-deposito 10.000
Kas 8.500
Titipan kas Negara 1.500
Akuntansi Tabungan Mudharabah
 Pada tanggal 03 Agustus 2008 diterima setoran kliring BG bank BRI, pembukaan
rekening tabungan mudharabah atas nama Zaenab sebesar Rp. 10.000.000
Bank Indonesia 10.000.000
Titipan kliring 10.000.000
Saat dananya efektif (tidak ditolak) :
Titipan kliring 10.000.000
Rekeningt tabungan (a/n Zaenab) 10.000.000
 Pada tanggal 06 Agustus 2008 Zaenab dating ke bank untuk melakukan penarikan
tabungan atas namanya melalui counter teller sebesar Rp. 1.000.000
Rekening tabungan 1.000.000
Kas 1.000.000
 Pada tanggal 30 Agustus 2008 berdasarkan perhitungan distribus pendapatan bagi
hasil yang akan dibayar untuk sekelompok Tabungan Mudharabah sebesar Rp.
50.000.000
Hak pihak ketiga atas bagi hasil
dana syirkah Temp-Tabungan 50.000.000
Keuntungan sudah diumumkan belum dibagi-tabungan 50.000.000

31
 Pada tanggal 01 September 2008 dibayarkan bagi hasil tabungan mudharabah untuk
Zaenab sebesar Rp. 20.000 dan atas pembayaran bagi hasil tersebut dipotong pajak
15%
Keuntungan sudah diumumkan -
belum dibagi-tabungan mudharabah 20.000
kas 17.000
titipan kas Negara 3.000
 Pada tanggal 25 Agustus 2008 dilakukan penyetoran Pajak ke kas Negara atas bagi
hasil yang dipungut oleh bank syariah sebesar Rp. 45.000
Titipan PPh 21 45.000
Bank Indonesia (kas negara) 45.000

32
BAB II PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bank syariah adalah bank yang operasionalnya menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kepada masyarakat berupa pembiayaan dengan sistem bagi hasil yang
berdasarkan ketentuan-ketentuan syariat Islam.
Dalam membahas Undang-undang yang terkait dengan bank Syariah adalah :
1) Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
2) Undang-undang nomo 10 tahun 1998 tentang perubahan
3) Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
4) Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 dan Surat Keputusan Direktur BI No. 32/34.KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang
Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, kepengurusan Bank Syariah terdiri dari Dewan Komisaris
dan Direksi, di samping itu bank wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang
berkedudukan di kantor pusat bank.
Para ahli mengatakan bahwa fungsi perbankan adalah mediasi bidang keuangan atau
penghubung pihak yang kelebihan dana (surplus fund) dengan pihak yang kekurangan dana
(difisit fund), karena secara umum bank menghimpun dana dari masyarakat (keuangan) dan
menyalurkan dana (keuangan) kepada yang membutuhkan.
Transaksi-transaksi perbankan syariah terdiri dari al-wadia’ah, pembiayaan dengan bagi
hasil, Bai'al Murabahah, Bai'as-salam, Bai'Al istishna', Al-Ijarah (Leasing), Al-Wakalah
(Amanat), Al-Kafalah (Garansi), Al-Hawalah, Ar-Rahn
Penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari
dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam
rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposan dengan pihak
kreditur. Berdasarkan fatwa Dewa Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang
digunakan dalam bank syariah ada dua, yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah. Prinsip
wadiah tidak menggunakan bagi hasil tapi menggunakan sistem bonus dengan produknya
giro dan tabungan, sedangkan prinsip mudharabah menggunakan sistem bagi hasil dengan
produknya tabungan dan deposito.

33
DAFTAR PUSTAKA

 Hamzah Hafied, Muhammad Nasir. 2013. LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH : Teori


dan Penelitian Empiris. PT UMITOHA UKHUWAH GRAFIKA. Makassar (E-Book)
 Akuntansi Perbankan Syariah (LPFE Usakti, 2010). Sofyan S. Harapap, Wiroso,
Muhammad Yusuf (E-Book)
 http://www.jejakakuntansi.net/2017/08/fungsi-bank-syariah.html
 https://mitb23.com/blog/landasan-hukum-bank-syariah/

34

Anda mungkin juga menyukai