Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meurut Soemarso (2005:70) kewajiban adalah suatu tugas atau tanggung
jawab untuk bertindak atau melakukan sesuatu dengan cara tertentu.
Kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari
kontrak mengingat atau atau peraturan perundangan. Tugas atau tanggung
jawab untuk bertindak atau melakukan sesuatu pengorbanan ekonomis yang
harus dilakukan perusahaan karena tindakan atau transaksi sebelumnya.
Berdasarkan PSAP 09 Kewajiban merupakan adalah utang yang timbul
dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar
sumber daya ekonomi pemerintah.1
Menurut FASB (SFAC No. 6, Prg. 35) : Kewajiban adalah pengorbanan
manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan
sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/
menyerahkan jasa kepada kesatuan lain dimasa datang sebagai akibat
transaksi atau kejadian masa lalu.
Menurut IASC : Liabilitas adalah kewajiban kini dari perusahaan yang
timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaian yang diharapkan dapat
menghasilkan arus keluar dari sumber daya peusahaan dalam mewujudkan
manfaat ekonomi.
Menurut AASB (SAC No. 4) : Kewajiban adalah pengorbanan masa depan
atas potensi jasa atau manfaat ekonomi masa depan bahwa entitas saat ini
wajib kepada entitas lain sebagai akibat transaksi masa lalu atau peristiwa
masa lalu lainnya.
Menurut APB : Kewajiban adalah kewajiban ekonomi perusahaan yang
diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Kewajiban juga mencakup kredit tangguhan tertentu yang tidak kewajiban
tapi yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum.

1
http://lennyjufniyan.blogspot.co.id/

1
Menurut IFRS (PSAK 57) : Liabilitas adalah kewajiban kini dari
perusahaan yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaian yang
diharapkan dapat menghasilkan arus keluar dari sumber daya peusahaan
dalam mewujudkan manfaat ekonomi.2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari kewajiban?
2. Apa pengertian dari kewajiban jangka pendek?
3. Apa saja macam-macam dari kewajiban jangka pendek?
4. Apa pengertian dari kewajiban jangka panjang?
5. Apa saja macam-macam dari kewajiban jangka panjang?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


1. Untuk mengetahui pengertian dari kewajiban
2. Untuk mengetahui pengertian dari kewajiban jangka pendek
3. Untuk mengetahui macam-macam dari kewajiban jangka pendek
4. Untuk mengetahui pengertian dari kewajiban jangka panjang
5. Untuk mengetahui macam-macam dari kewajiban jangka panjang

2
http://yenni-effendi.blogspot.co.id/2016/05/malah-kewajiban-teori-akuntansi.html

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kewajiban


Menurut IAI (2007) dalam PSAK 57 mengenai kewajiban diestimasi,
kewajiban kontingensi, dan aset kontingensi, kewajiban adalah kewajiban
kini perusahaan yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
diperkirakan mengakibatkan pengeluaran sumber daya perusahaan.
Kewajiban yang belum jelas statusnya tidak diakui oleh perpajakan.

2.2 Kewajiban jangka pendek

Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan akan


dilunasi dalam satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan yang
lebih lama. Kewajiban jangka pendek mencakup: utang bank, utang usaha,
biaya yang masih harus dibayar, utang pajak, utang dividen, utang wesel dan
pendapatan diterima di muka.3

Suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka pendek


dipersyaratkan yaitu bila :

1. entitas mengharapkan akan menyelesaikan liabilitas tersebut dalam siklus


operasi normalnya;

2. entitas memiliki liabilitas tersebut untuk tujuan diperdagangkan;

3. liabilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu 12


bulan setelah periode laporan; atau

4. entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian


liabilitas selama sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.4

3
Agoes, Sukirno dan Trisnawati Estralita. 2010. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat
4
Waluyo. 2014. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat

3
2.3 Macam-macam utang jangka pendek

2.3.1 Utang Bank

Dalam perpajakan, utang bank tidak dibedakan antara utang bank


jangka pendek maupun utang bank jaangka panjang. Peminjaman uang
di bank dapat dilakukan dengan membuka tabungan/deposito/jasa giro
dalam bank tersebut dengan nilai yang sudah ditentukan sebelumnya
oleh pihak bank. Di satu pihak, bank akan memberikan bunga atas
tabungan/deposito yang ada, tetapi di lain pihak akan memungut biaya
bunga atas pinjaman yang telah diberikan kepada nasabah. Sesuai SE-
46/PJ.4/1995 Tanggal 5 Oktober 1995 tentang Perlakuan Biaya Bunga
yang Dibayar atau Terutang dalam Hal Wajib Pajak Menerima atau
Memperoleh Penghasilan Berupa Bunga Deposito atau Tabungan
Lainnya (Seri PPh Umum Nomor 20) dijelaskan “Dapat terjadi bahwa
dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan
lainnya langsung atau tidak langsung berasal dari pinjaman atau dana
yang berasal dari pihak ketiga yang dibebani biaya bunga. Apabila hal
tersebut terjadi, WP dapat memperkecil Penghasilan Kena Pajak secara
tidak wajar, karena bunga yang terutang atau dibayar atas pinjaman
tersebut dikurangkan sebagai biaya, sedangkan bunga yang diterima
atau diperoleh yang berasal dari penempatan dana dalam bentuk
deposito berjangka atau tabungan lainnya tidak ditambahkan dalam
penghitungan Penghasilan Kena Pajak karena telah dikkenakan PPh
yang bersifat final sebesar 20%”.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut, dengan ini diberikan penegasan


sebagai berikut.

1. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih


kecil dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito
berjangka atau tabungan lainnya, maka bunga yang dibayar atau
terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan
sebagai biaya.

4
2. Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata
dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya,
maka bunga atas pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah
bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi
jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan lainnya.

Contoh :

Pada tahun 1995, PT Ako mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan
batas maksimum sebesar Rp.200.000.000 dan tingkat bunga pinjaman 20%.
Dari jumlah tersebut telah diambil pada bulan Februari sebesar
Rp.125.000.000, pada bulan Juni diambil lagi sebesar Rp.25.000.000, dan
sisanya Rp.50.000.000 diambil pada bulan Agustus.

Selain itu, WP mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito


dengan perincian sebagai berikut :

Bulan Februari s/d Maret sebesar Rp. 25.000.000

Bulan April s/d Agustus sebsar Rp. 46.000.000

Bulan September s/d Desember sebesar Rp. 50.000.000

Dengan demikian, bunga yang dapat dibebankan sebagai berikut :

Rata-rata
Bulan Jumlah Pinjaman Jangka Waktu
Pinjaman
Januari 0 1 bulan 0
Februari s/d Mei 125.000.000 4 bulan 500.000.000
Juni s/d Juli 150.000.000 2 bulan 300.000.000
Agustus s/d
200.000.000 5 bulan 1.000.000.000
Desember
Jumlah 1.800.000.000
Rata-rata pinjaman per bulan Rp. 1.800.000.000 : 12 = Rp. 150.000.000.

Bulan Jumlah Pinjaman Jangka Waktu Rata-rata

5
Pinjaman
Januari 0 1 bulan 0
Februari s/d Maret 25.000.000 2 bulan 50.000.000
April s/d Agustus 46.000.000 5 bulan 230.000.000
September s/d
50.000.000 4 bulan 200.000.000
Desember
Jumlah 480.000.000
Rata-rata pinjaman per bulan Rp. 480.000.000 : 12 = Rp. 40.000.000.

Jadi, bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya = 20% x (Rp.


150.000.000 – Rp.40.000.000) = Rp. 22.000.000.

Menyimpang dari ketentuan tersebut, bunga yang dibayarkan atau


terutang atas pinjaman WP dari pihak ketiga dapat dibebankan sebagai
biaya sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008,
dalam hal:

1. dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk rekening


giro yang atas jasanya dikenakan PPh yang bersifat final;

2. adanya keharusan bagi WP untuk menempatkan dana dalam julah


tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, sepanjang jumlah deposito dan
tabungan tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan tersebut.
Misalnya cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam
bentuk deposito atau tabungan di Bank Pemerintah;

3. dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut


dananya berasal dari tambahan modal dan sisa laba setelah kena pajak.

2.3.2 Utang Usaha

Utang usaha umumnya muncul karena ada pembelian barang atau jasa
yang digunakan dalam kegiatan usaha normal perusahaan. Utang usaha
dapat dicatat berdasarkan metode bruto ataupun neto. Apabila
digunakan metode bruto, maka utang dicatat sebesar nilai yang harus

6
dibayarkan tanpa potongan tunai. Namun jika digunakan metode neto,
maka diasumsikan perusahaan akan selalu mengambil diskon sehingga
nilai yang dicatat adalah sebesar nilai yang telah dikenakan potongan
tunai. Setiap pembelian Barang Kena Pajak akan dikenakan PPN dan
juga PPnBM apabila ada.

Contoh :

Pada tanggal 31 Januari 2009 perusahaan melakukan pembelian barang


dagang sebesar Rp.15.000.000 dan utang tersebut dilunasi pada tanggal 28
Februari 2009. Jika pencatatan dilakukan dengan metode utang bruto (sistem
periodik), maka dijurnal sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


31- Jan - 09 Pembelian 15.000.000
PPN Masukan 1.500.000
Utang usaha 16.500.000
28 – Feb - 09 Utang usaha 16.500.000
Kas/bank 16.500.000
PPN Masukan yang wajib dibayar tersebut di atas olleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP) dapat dikreditkan dengan PPN Keluaran yang
dipungutnya dalam masa pajak yang sama.

Apabila dalam suatu masa pajak, PPN Keluaran lebih besar


daripada PPN Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus
dibayar oleh PKP.

2.3.3 Biaya yang Masih Harus Dibayar

Akuntansi menganut prinsip akrual, sehingga biaya-biayayang telah


terjadi yang akan dibayar pada kemudian hari tetap dicatat pada periode
terjadinya biaya tersebut. Utang biaya dapat berupa utang gaji/upah,
utang sewa, bunga, utang biaya air PAM, dan utang biaya listrik.

7
Listrik merupakan jenis barang yang tidak dikenakan PPN, kecuali
listrik untuk perumahan dengan daya 6.600 watt leih. Utang biaya ini
biasanya diketahui pada saat penutupan buku.

2.3.4 Utang Pajak

Sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan, pajak terutang yang


harus dibayar sendiri atau terutang pajak sebagai akibat pemotongan
atau pemungutan pajak harus disetorkan ke kas negara dalam batas
waktu yang ditetapkan dalam undang-undang pajak dan/atau aturan
pelaksanaannya.

Utang pajak terdiri atas PPh 21, PPh 23, PPh 26, dan PPN Keluaran.

 Pajak Penghasilan 21

PPh 21 dikenakan kepada karyawan yang telah dipotong oleh


perusahaan, tetapi belum disetorkan ke Kas Negara pada akhir
bulan pemotongan. PPh atas gaji, upah, honorarium, tunjangan,
uang pensiun, kegiatan, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa (termasuk jasa tenaga kerja ahli yang melakukan
pekerjaan bebas) dipungut melalui sistem pemotongan (withholding
system) pada saat penghasilan tersebut dibayarkan. Potongan PPh
21 dilakukan terhadap WP orang pribadi dalam negeri. Potongan
atas PPh 21 ini mengakibatkan timbulnya utang pajak bagi
perusahaan pada saat pembayaran gaji kepada pegawai.

Penghasilan pegawai tetap yang dipotong pajak setiap bulan adalah


jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan,
iuran pensiun yang dibayar sendiri oleh pegawai termasuk iuran
THT/JHT yang dibayar sendiri oleh pegawai, dan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya biaya jabatan maksimal untuk
tahun 2009 sebesar Rp.500.000 per bulan atau Rp.6.000.000 per
tahun. Hal ini diatur dalam PMK-250/PMK.03/2008. Sementara
itu, sebelum tahun 2009, besarnya biaya jabatan maksimal adalah

8
Rp. 108.000 per bulan atau Rp. 1.296.000 per tahun (KMK-
521/KMK.04/1998).

Besaran PTKP (dalam Rp), yaitu :

UU Nomor
KMK- PMK- PER-
Keterangan 17 Tahun
564/KMK.03/2004 137/PMK.03/2005 31/PJ/2009
2000
WP sendiri 2.880.000 12.000.000 13.200.000 15.840.000
Tambahan
untuk WP 1.440.000 1.200.000 1.200.000 1.320.000
kawin
Tambahan
untuk
2.880.000 12.000.000 13.200.000 15.840.000
penghasilan
istri digabung
Tanggungan
1.440.000 1.200.000 1.200.000 1.320.000
(maks. 3 org)
Berlaku nilai 1 Januari 1 Januari
1 Januari 2005 1 Januari 2006
2001 2009
Penerapan PTKP di atas ditentukan oleh keadaan pada awal tahun atau
awal bagian tahun pajak.

Tarif pemotongan atas penghasilan tersebut dikenakan tarif pajak Pasal 17


ayat (1) berdasarkan UU PPh, yaitu :

UU Nomor 7 UU Nomor 10 UU Nomor 17 UU Nomor 36


Tarif PPh
Tahun 1983 Tahun 1994 Tahun 2000 Tahun 2008
5% - - < Rp.25.000.000 < Rp.25.000.000
≤ Rp. Rp.25.000.000 –
10% - -
25.000.000 Rp.50.000.000
≤ Rp. Rp. 25.000.000- Rp.50.000.000 – Rp.50.000.000 –
15%
10.000.000 Rp.50.000.000 Rp.100.000.000 Rp.250.000.000
Rp.100.000.000
Rp. 10.000.000 Rp.250.000.000 -
25% - –
– Rp.50.000.00 Rp.500.000.000
Rp.200.000.000

9
> Rp.
30% - - >Rp.500.000.000
50.000.000
> Rp. >
35% - -
50.000.000 Rp.200.000.000

Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 21 ayat (5a), besarnya


pungutan dibedakan antara WP yang memiliki NPWP dengan WP yang tidak
memiliki NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 20% daripada
tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.

Dalam UU PPh Tahun 2008 ini, istri juga dapat memilih untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Penjelasan Pasal 2 ayat
(1) menyatakan bahwa wanita menikah dapat mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP atas namanya sendiri agar dapat melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakan suaminya. Hal ini dilakukan dengan cara penghasilan suami
istri dikenakan pajak secara terpisah. Tata cara perhitungan PPh ini sama dengan
perhitungan PPh untuk suami istri yang melakukan perjanjian pemisahan harta
dan penghasilan.

PPh 21 dipotong pada saat penerimaan gaji (pada umumnya bulanan).


Sesuai dengan PER-32/PJ/2009, setiap bulan pemotong PPh 21 wajib
menyampaikan SPT Masa 1721. Berikut adalah ringkasan dari SPT Masa 1721.

Formulir Keterangan
1721 Induk Disampaikan per masa
Khusus Desember : Diisi berdasarkan
jumlah akuntansi yang dibayarkan dalam
satu tahun.
1721 I Hanya disampaikan di masa pajak terakhir
(Desember).
1721 II Disampaikan di masa terdapat perubahan
data pegawai tetap (keluar, masuk dan baru
ber-NPWP).
1721 T Disampaikan dimasa pajak pertama kali

10
menyampaikan SPT 1721 (SPT Masa Juli
2009).
Daftar Bukti otong PPh 21 Tidak Final Disampaikan di setiap masa dalam hal
terdapat pemotongan PPh 21 nonpegawai
tetap-tidak final.
Daftar Bukti otong PPh 21 Final Disampaikan di setiap masa dalam hal
terdapat pemotongan PPh 21 nonpegawai
tetap- final.
Bukti Potong PPh 21 Nonpegawai Tetap Bukti potong ini tetap harus dibuat dalam
hal terdapat pemotongan PPh 21 untuk
nonpegawai tetap, namun tidak perlu
dilampirkan dalam SPT Masa.
Bukti Potong PPh 21 Nonpegawai Tetap Bukti potong ini tetap harus dibuat dalam
(Final) hal terdapat pemotongan PPh 21 untuk
nonpegawai tetap (final), namun tidak
perlu dilampirkan dalam SPT Masa.
Bukti Potong PPh 21 Pegawai Tetap Dibuat di masa pajak terakhir (masa pajak
(1721 A1-1721 A2) Desember atau pada masa pajak pegawai
tetap tersebut berhenti bekerja), tidak perlu
dilampirkan dalam pelaporan SPM PPh 21
di masa pajak Desember atau pada masa
pajak pegawai tetap tersebut berhenti
bekerja. Tetapi bukti potong harus
diberikan kepada karyawan.

Contoh : Fernando (memiliki NPWP) bekerja pada PT Asia dan memperoleh gaji
sebulan sebesar Rp.18.000.000. Statusnya kini menikah dan memiliki 2 orang
anak dan menanggung kedua orang tuanya yang sudah tidak bekerja lagi. PT Asia
mengikuti program Jamsostek di mana PT Asia membayar premi asuransi
kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian Rp.150.000 dan Rp.80.000. PT
Asia memberikan tunjangan transportasi Rp.1.000.000 per bulan. Fernando
membayar uang pensiun Rp.50.000 per bulan dan iuran THT 1% dari gaji
sebulan.

11
Berikut perhitungan dan jurnal yang dicatat oleh PT Asia pada tahun 2009
setiap bulannya (dalam Rp):

Gaji/bulan 18.000.000

+ Tunjangan transport 1.000.000

+ Premi asuransi kematian 80.000

+ Premi asuransi kecelakaan 150.000

Penghasilan bruto/bulan 19.230.000

- Biaya jabatan (500.000)

- Iuran pensiun (50.000)

- Iuran THT (180.000)

Penghasilan neto/bulan 18.500.000

Penghasilan neto/tahun = 18.500.000 x 12 = 222.000.000

- PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak):

WP 15.840.000

Status Kawin 1.320.000

Tanggungan (maks 3 @1.320.000) 3.960.000 = (21.120.000)

Penghasilan Kena Pajak = 200.880.000

PPh 21/tahun :

5% x 50.000.000 = 2.500.000

15% x 150.880.000 = 22.632.000

25.132.000

PPh 21/bulan = 25.132.000/12 = 2.094.300

12
Uang yang dibawa pulang oleh Fernando sebesar = gaji bulanan + tunjangan –
(iuran pension + iuran THT yang dibayarkan oleh karyawan sendiri) – PPh 21
bulanan = 18.000.000 + 1.000.000 – 50.000 – 180.000 – 2.094.300 = 16.675.700

Penjurnalan yang dilakukan oleh PT Asia pada saat penghitungan dan


pemotongan pajak dan iuran pensiun, premi asuransi, dan iuran Tunjangan Hari
Tua (THT) sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Pada saat Beban gaji 18.000.000
pembayaran gaji Tunjangan-tunjangan 1.000.000
Premi asurasi 230.000
Kas/Bank 16.675.700
Utang PPh 21 2.094.300
Biaya yang masih harus 460.000
dibayar

Penjurnalan pada saat penyetoran pajak ke Kas Negara dan iuran lainnya
sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Pembayaran PPh Utang PPh 21 2.094.300
dilakukan paling lambat Biaya yg masih harus 460.000
tanggal 10 bulan dibayar
berikutnya, sedangkan Kas/Bank 2.554.300
utang yang lain dibayar
pada bulan berikutnya
yakni pada saat
pembayaran
Apabila Fernando belum memiliki NPWP, maka perhitungan PPh 21
adalah lebihh tinggi 20% dari PPh 21 per bulan untuk WP yang memiliki NPWP
(120% x Rp.2.094.300), sehingga jumlah PPh 21 Fernando adalah sebesar Rp.
2.513.160

13
Menurut PMK-254/PMK.03/2008 dan PER-31/PJ/2009, pegawai tidak
tetap adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila yang
bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil
pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis hasil pekerjaan yang
diminta oleh pemberi kerja.

Rumus untuk mennghitung PPh 21 untuk pegawai tidak tetap yaitu :

PPh 21 = Tarif Pasal 17 UU PPh x Dasar Pengenaan Pajak

Sementara itu, Dasar Pengenaan Pajak adalah Penghasilan Kena Pajak yang
diperoleh dari penghasilan bruto dikurangi dengan pengurang penghasilan bruto.
Bentuk pengurang penghasilan bruto bagi pegawai tidak tetap cukup bervariasi.
Bentuk pengurang tersebut dapat dibedakan berdasarkan cara pembayaran
penghasilan dari pemberi kerja dan besaran penghasilannya.

Untuk pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayarkan secara


bulanan, maka pengurang penghasilan brutonya adalah PTKP sebulan. Sementara
itu, untuk pegawai tidak tetap yang tidak dibayar secara bulanan, maka pengurang
penghasilan brutonya adalah PTKP harian sebenarnya. Tetapi, bagi pegawai tidak
tetap yang penghasilan sebulannya lebih dari Rp.1.320.000, maka menggunakan
PTKP harian yang diperoleh dari PTKP setahun dibagi 360 hari. Sementara itu,
bagi pegawai yang penghasilan sebulannya kurang dari atau sama dengan Rp.
1.320.000, maka sebelum PPh 21 dihitung, penghasilan bruto pegawai tersebut
dikurangi terlebih dahulu dengan batasan penghasilan bruto yang tidak dipotong
PPh 21.

Berdasarkan PMK-254/PMK.03/2008 dan PER-31/PJ/2009 batas


penghasilan bruto yang diterima pegawai harian dan mingguan serta pegawai
tidak tetap adalah Rp.150.000 per hari. Sedangkan jika penghasilan per bulannya
lebih dari Rp. 6.000.000, maka PTKP yang digunakan adalah PTKP setahun.

14
Penghitungan PPh 21 untuk Pegawai Tidak Tetap adalah :

Mekanisme Rumus PPh 21 Keterangan Dasar Hukum


pembayaran dan
besaran
penghasilan
1. Dibayar bulanan Tarif Pasal 17 x PKP = Ph. Bruto Pasal 9 ayat (2) jo.
PKP disetahunkan – Pasal 14 PMK-
PTKP setahun 252/PMK.03/2008.
2. Tidak dibayar bulanan
a. Jumlah satu bulan ≤ Rp.1.320.000
- Penghasilan 5% x (Ph. Bruto – Tidak terutang PPh Pasal 11 PMK-
sehari ≤ Rp.150.000) Pasal 21 karena 252/PMK.03/2008
Rp.150.000 Ph. Bruto sehari jo. PMK-
≤Rp.150.000 254/PMK.03/2008.
- Penghasilan 5% x (Ph. Bruto – Pasal 11 PMK-
sehari > Rp.150.000) 252/PMK.03/2008
Rp.150.000 jo. PMK-
254/PMK.03/2008.
b. Jumlah satu bulan > Rp.1.320.000
- Penghasilan 5% x (Ph. Bruto – Pasal 11 PMK-
sehari ≤ PTKP 252/PMK.03/2008
Rp.150.000 sebenarnya/360) jo. PMK-
254/PMK.03/2008.
- Penghasilan 5% x (Ph. Bruto – Pasal 11 PMK-
sehari > PTKP 252/PMK.03/2008
Rp.150.000 sebenarnya/360) jo. PMK-
254/PMK.03/2008.
c. Jumlah satu Tarif Pasal 17 x PKP = Ph. Bruto Pasal 14 PMK-
bulan > PKP disetahunkan disetahunkan – 252/PMK.03/2008.
Rp.6.000.000 PTKP setahun

15
Contoh :

1. Penghasilan dibayar harian (jumlah satu bulan ≤ Rp.1.320.000, tetapi


penghasilan sehari ≤ Rp. 150.000).

Dani (TK/0) pada bulan Januari 2009 bekerja pada PT Kejora, menerima
upah harian sebesar Rp.100.000 per hari. Dani bekerja selama 10 hari.

Penghitungan PPh 21 Dani adalah sebagai berikut .

Upah sehari Rp. 100.000

Penghasilan yang tidak boleh dipotong PPh/hari Rp. 150.000

Penghasilan Kena Pajak/hari Rp. (50.000)

PPh 21 per hari Nihil

2. Penghasilan dibayar harian (jumlah satu bulan ≤ Rp.1.320.000, tetapi


penghasilan sehari > Rp. 150.000).

Dewi (TK/0) pada bulan Maret 2009 bekerja pada PT Bidadari, menerima
upah sebesar Rp.160.000 per hari. Dewi bekerja selama 8 hari.

Penghitungan PPh 21 Dewi adalah sebagai berikut.

Upah sehari Rp. 160.000

Penghasilan yang tidak dipotong PPh/hari Rp. 150.000

Penghasilan Kena Pajak/hari Rp. 10.000

PPh 21 terutang/hari (5% x Rp. 10.000) Rp. 500

PPh 21 terutang (8 hari) Rp. 4.000

3. Penghasilan dibayar harian (jumlah satu bulan ≤ Rp.1.320.000, tetapi


penghasilan sehari ≤ Rp. 150.000).

Deni (TK/0) pada bulan Februari 2009 bekerja pada PT Cemerlang,


menerima upah sebesar Rp. 100.000 per hari. Deni bekerja selama 15 hari.

16
Perhitungan PPh 21 Deni adalah sebagai berikut .

PPh 21 Deni untuk hari ke-1 sampai dengan ke-13 yaitu :

Upah sehari Rp. 100.000

Penghasilan yang tidak dipotong PPh / hari Rp. 150.000 (-)

Penghasilan kena pajak / hari Rp. ( 50.000 )

PPh 21 / hari Rp. Nihil

PPh 21 Deni untuk ke-14 yaitu :

Upah sehari Rp. 100.000

Upah sampai dengan 14 hari Rp. 1.400.000

Pengurang penghasilan bruto

PTKP = 14 x ( Rp. 15.840.000 / 360 ) Rp. 616.000 ( - )

Penghasilan kena pajak Rp. 784.000

PPh 21 terutang ( 5 % x Rp. 784.000 ) Rp. 39.200

PPh 21 yang sudah dipotong Rp. 0 (-)

PPh 21 yang kurang dipotong Rp. 39.200

PPh 21 Deni untuk hari ke – 15 :

Upah sehari Rp. 100.000

Upah sampai dengan 15 hari Rp. 1.500.000

Pengurang penghasilan bruto

PTKP = 15 x ( Rp. 15.840.00 / 360 ) Rp. 660.000 (-)

17
Penghasilan kena pajak Rp. 840.000

PPh 21 terutang ( 5 % x Rp. 840.000 ) Rp. 42.000

PPh 21 yang sudah dipotong Rp. 39.200 (-)

PPh 21 yang kurang dipotong Rp. 2.800

Pada hari pertama sampai dengan hari ke-13 penghasilan deni masih
memenuhi syarat penggunaan batasan bagian penghasilan yang tidak dikenai
pemotongan PPh 21 sebesar Rp. 150.000 sebulan. Sesuai perhitungan
tersebut, Deni tidak dikenai PPh 21. Tetapi, pada hari ke-14 penghasilan Deni
sudah melewati Rp. 1.320.000 sebulan sehingga wajib dilakukan
penghitungan kembali PPh 21 atas penghasilan Deni. PTKP yang digunakan
adalah PTKP harian sebenernya, yaitu PTKP setahun dibagi dengan 360 hari
dikalikan jumlah hari kerja sebenarnya.

4. Upah borongan

Pada bulan Maret 2009, Gusti mengerjakan renovasi sebuah rumah dengan
upah borongan sebesar Rp 1.800.000. Pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari.

Upah borongan sehari = Rp. 1.800.000 : 2 Rp. 900.000

PTKP sebenarnya / hari Rp. 44.000 (-)

Penghasilan kena pajak perhari Rp. 856.000

Penghasilan kena pajak 2 hari = 2 x Rp. 856.000 Rp. 1.712.000

PPh 21 terutang = 5 % x Rp. 1.712.000 Rp. 85.600

5. Upah satuan

Roni ( TK/ 0 ) adalah seorang karyawan yang bekerja pada perusahaan


komputer. Roni menerima upah yang di bayar berdasarkan atas jumlah unit /
satuan yang diselesaikan yaitu Rp. 90.000 perkomputer dan di bayarkan tiap

18
minggu. Pada bulan april 2009 dalam waktu 1 minggu ( 6 hari kerja ) di
hasilkan 20 unit komputer dengan upah Rp. 1.800.000.

Perhitungan PPh 21 Roni adalah sebagai berikut :

Upah sehari Rp. 1.800.000 : 6 Rp. 300.000

PTKP / hari Rp. 44.000 (-)

Penghasilan kena pajak / hari Rp. 256.000

Penghasilan kena pajak / minggu Rp. 1.536.000

PPh 21 / minggu = 5 % x Rp. 1.536.000 Rp. 76.800

6. Pegawai Tidak Tetap Dibayar Bulanan

Rudi bekerja sebagai pegawai tidak tetap pada PT Bintang dengan dasar upah
harian yang di bayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2009, rudi bekerja
selama 25 hari kerja dengan upah sehari sebesar Rp. 300.000 rudi belum
menikah dan tidak memiliki tanggungan.

Perhitungan PPh 21 rudi adalah sebagai berikut :

Upah januari 2009 ( 25 x Rp. 300.000 ) Rp. 7.500.000

Penghasilan bruto setahun ( 12 x Rp. 7.500.000 ) Rp. 90.000.000

PTKP ( TK/0 ) Rp. 15.840.000 ( - )

Pengasilan kena pajak Rp. 74.160.000

PPh 21 setahun

( 5 % x Rp. 50.000.000) + ( 15 % x Rp. 24.160.000 )

= Rp. 2.500.000 + Rp. 3.624.000 = Rp. 6.124.000

PPh 21 sebulan = Rp. 6.124.000 : 12 Rp. 510.333

19
PPh 21 disetorkan paling lambat 10 nulan takwim berikutnya setelah masa
pajak berakhir dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan takwim berikutnya
setelah masa pajak berakhir.

 Pajak Penghasilan 23

Utang PPh 23 merupakan PPh 23 yang telah dipotong oleh pemotong akan
tetapi belum disetorkan ke Kas Negara pada akhir bulan pemotongan .

Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya


pungutan dibedakan antara WP yang memiliki NPWP dengan WP yang
tidak memoiliki NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi
100% daripada tarif yang dapat diterapkan terhadap WP ang dapat
menunjukkan NPWP.

Deviden

Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, deviden merupakan bagianl laba yang
diperoleh pemegang saham/pemegang polis asuransi /pembagian sisa hasil usaha
koperasi yang diperoleh anggota koperasi . termasuk dalam pengertian deviden
(Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh Tahun 2008) adalah:

1. Pembagian laba, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor.
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran, termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham.
4. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
5. Jumlah yang melebihi jumlah setoran shamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan.
6. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun sebelumnya yang diterima atau diperoleh keuntungan,

20
kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar
yang dilakukan secara sah.
7. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tada laba tersebut.
8. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi.
9. Bagian laba yang dierima oleh pemegang polis.

10.Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggta koperasi. Dan

11.Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang


dibebankan sebagai biaya usaha.

Berdasarkan PP Nomor 19 tahun 2009, dividen yang dikenakan pajak adalah


dividen yang diterima oleh orang pribdi, dengan tarif sebesar 10% bersifat final.
Nmun, dividen yang dikecualikan dari objek PPh 23 adalah diiden yang diterima
oleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD dari penyertaan
modal pada bahan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia,
dengan syarat dividen yang dibagikan berasal dari cadangan laba ditahan dan
kepemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

Contoh:
Pada bulan Maret 2009 PT Wisata melakukan pembayaran dividen tahun 2008
kepada pemliknya, yaitu PT Jaya (20%), pt ancol (30%), PT Pembangunan (40%),
dan sisanya kepada masyarakat umum (orang pribadi). Jumlah seluruh dividen
yang dibayar Rp200.000.000.
PPh 23 yang harus dipotong, disetorkan dan dilaporkan atas:
Dividen ke PT Jaya → 15% x (20% x Rp200.000.000) = Rp6.000.000.000

Sementara itu, dividen ke PT Ancol dan ke PT Pembangunan → Tidak di


potong
PPh 23 karena kepemilikan saham > 25%.
Untuk dividen ke masyarakat, PPh Pasal 17 ayat (2c) → 10% x ( 10 % x Rp
200.000.000)

21
= Rp2.000.000. Bersifat final sebagai tidak dapat dikreditkan pada akhir tahun
pajak.

Jurnal bagi PT Wisata:

Tanggal Keterangan Debit kredit


Mar-09 Dividen - PT Jaya 40.000.000
Dividen - PT Ancol 60.000.000
Dividen - PT Pembangunan 80.000.000
Dividen - Masyarakat 20.000.000
Utang PPh 23 6.000.000
Utang PPh Ps. 17 ayat (2c) 2.000.000
Kas / Bank 192.000.000

Sementara itu, Jurnal bagi PT Jaya :

Tanggal Keterangan Debit kredit


Mar-09 Kas / Bank 34.000.000
PPh 23 dibayar di muka 6.000.000
Pendapatan Deviden 40.000.000

PPh 23 atas deviden dapat dikreditkan oleh PT Jaya .

Sementara itu, pencatatan untuk PT Ancol :

Tanggal Keterangan Debit kredit


Mar-09 Kas / Bank 60.000.000
Investasi dalam saham PT Wisata 60.000.000

Bunga

Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4), bunga yang bukan
merpaan objik PPh adalah bunga yang diterima bank karena dimasukkan sebagai
penghasilan bank.

Contoh:

22
Pada bulan April 2009 PT Wisata membayar bunga pinjaman kepada Bank Mama
Rp. 70.000.000 dan kepada PT Sinar ( memiliki NPWP ) sebesar Rp. 40.000.000.
PPh 23 yang harus dipotong, disetorkan dan dilaporkan atas :

Bunga ke Bank Mama → tidak di potong PPh 23 karena bunga yang diterima
Bank bukanlah Objek PPh 23. Sementara itu, bunga ke PT Sinar → dipotong PPh
23 = 15 % x Rp. 40.000.000 = Rp. 6.000.000.

Jurnal bagi PT Wisata :

Tanggal Keterangan Debit kredit


Apr-09 Biaya Bunga 40.000.000
Utang PPH 23 6.000.000
kas / Bank 34.000.000

Jurnal bagi PT Sinar

Tanggal Keterangan Debit kredit


Apr-09 Kas / Bank 34.000.000
PPh 23 di bayar di muka 6.000.000
Pendapatan Bunga 40.000.000

PPh 23 atas bunga dapat dikreditkan oleh PT Sinar .

Royalti / Imbalan Atas Penggunaan Hak

Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan / terutang dengan cara / perhitungan
apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak. Khusus untuk royalti dari
hasil karya sinematografi, perlakuan PPh 23 diatur dalam PER – 33 / PJ / 2009 jo.
SE – 58 / PJ / 2009.

Contoh :

PT KanKan sebagai penerbit yang membayar royalti kepada RonRon ( memiliki


NPWP ) salah seorang pengarangnya sebesar Rp. 40.000.000 dan dipotong PPh

23
23 sebesar 15 %. Maka, perusahaan akan mencatat transaksi tersebut zebagai
berikut.

Keterangan Debit kredit


Beban Royalti 40.000.000
Utang PPh 23 6.000.000
Kas / Bank 34.000.000

Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan Sejenisnya

Hadiah yang termasuk sebagai objek pajak PPh 23 adalah hadiah perlombaan,
penghargaan, dan prestasi tertentu, hadiah sehubungan dengan pekerjaan atau
pemberian jasa selain yang telah dipotong PPh 21 ayat (1) huruf e, kecuali hadiah
yang diberikan kepada semua pembeli / konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah
yang diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang / jasa.

Sementara itu, hadiah undian ( UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4


ayat (2) huruf b dan PP Nomor 132 Tahun 2000 ) dikenakan pajak yang bersifat
final.

Sewa

Mulai 1 Januari 2009, sewa kendaraan angkutan darat dan sewa harta lainnya
dikenakan PPh 23 sebesar 2 %. Sementara itu, untuk tahun 2007 dan 2008 (PER-
70/PJ/2007), sewa kendaraan angkutan darat dengan persentase penghasilan netto
sebesar 10 % dari penghasilan bruto. Sewa harta lainnya dengan persentase
penghasilan netto sebesar 30 % dari penghasilan bruto. Persewaan tanah dan/atau
bangunan dikecualikan dari PPh 23 karena telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2).

Contoh :

PT Winnie menyewakan bus kepada PT Pooh untuk jangka waktu 6 bulan dengan
biaya sewa per bulan Rp. 10.000.000 pada 1 mei 2009. Berikut ini adalah jurnal
yang di lakukan oleh kedua perusahaan.

24
PT Winnie

Tanggal Keterangan Debit kredit


01 Mei
2009 Kas / Bank 64.800.000
PPh 23 dibayar di muka 1.200.000
PPN Keluaran 6.000.000
Pendapatan Sewa 60.000.000

PT Pooh

Tanggal Keterangan Debit kredit


01 Mei
2009 Sewa dibayar di muka 60.000.000
PPN Masukan 6.000.000
Utang PPh 23 1.200.000
Kas / Bank 64.800.000

( pada saat dilakukan pemotong PPh 23 )

Tanggal Keterangan Debit kredit


10 Juni
2009 Utang PPh 23 1.200.000
Kas / Bank 1.200.000

( pada saat dilakukan penyetoran PPh 23 ke kas negara )

Imbalan Jasa

Menurut UU PPh nomor 36 Tahun 2008 pasal 23 ayat (1) huruf c, imbalan jasa
yang menjadi ibjek PPh 23 adalah imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditetapkan oleh
Dirjen Pajak, selain yang telah dipotong PPh 21.

PMK – 244 / PMK. 03 / 2008 Imbalan jasa yang menjadi objek pasal 23
ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 dikenakan PPh sebesar 2% x
penghasilan bruto tidak termasuk PPN.

25
 Pajak Penghasilan 26
PPh 26 adalah PPh yang dikenakan atau dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri selain
Bentuk Usaha Tetap ( BUT) di Indonesia. Namun, tidak semu pembayaran
kepada WP luar negeri harus dipotong PPh 26, karena harus ada atau
tidaknya. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan negara
asing.
WP luar negeri adalah:
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidal lebih dari 183(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan da tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalan usaha atau kegiatan BUT di
Indonesia.
2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidal lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangkan
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (5) BUT adalah bentuk
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia. Orang pribadi yang berada di Indonesia tidal lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
untuk menjalan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa:
1. Tempat kedudukan menajemen.
2. Cabang perusahaan.
3. Kantor perwakilan.
4. Gedung kantor.
5. Pabrik.
6. Bengkel.

26
7. Gudang
8. Ruang untuk promosi atau penjulan.
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam.
10.Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi.
11.Perikanan, peternakan, petanian, perkebunan, atau kehutanan.

12.Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan.

13.Pemberian jasa dalam bentuk apa pun olehpegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan.

14.Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas.

15.Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung resiko di Indonesia. Dan

16.Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomais yang dimiliki, disewa,


atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalan
kegiatan usaha melalui internet.

Pemotong PPh 26 adalah:

1. Badan pemerintah.
2. Subjek pajak dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan.
4. BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Tarif dan objek PPh 26 adalah:

1. 20% (dua puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yng diterima atau
diperoleh WP luar negeri berupa:
a. Dividen
b. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang

27
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
d. Penghasilan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
h. Keuntungan karena pembebasan utang

2. 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto atas penghasilan
WP luar negri berupa:

a. penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia. Besarnya


perkiraan penghasilan neto adalah 25% dari harga jual (PMK-
82/PMK.03/2009)

b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun


melalui pialang kepada perusahaan asuransi diluar negeri adalah sebagai
berikut:

1. 50% dari jumlah premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi


luar negeri

2. 10% dari premi ynag dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar


negerioleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia

3. 5% dari premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri


oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia

3. 20% (dua puluh persen) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi
pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia

4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara


pemerintah Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan (tax treaty)
dengan syarat harus menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD)

28
Pada prinsipnya, pemotongan pajak atas WP luar negeri adalah bersifat final,
tetapi atas penghasilan WP orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah
status menjadi WP dalam negeri atau BUT, pemotongan pajaknya tidak
bersifat final, sehingga pemotongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh.

Saat terutang, cara pemotongan, penyetoran, dan SPT Masa PPh 26:

1. PPh 26 terutang pada saat dilakukannya pembayaran atau akhir bulan


terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu
2. Pemotongan PPh 26 wajib membuat Bukti Pemotongan PPh 26 rangkap 3
(tiga):
a. Lembar pertama untuk WP luar negeri
b. Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dilampirkan pada
SPT Masa PPh 26
c. Lembar ketiga untuk arsip Pemotong Pajak
3. PPh 26 wajib disetorkan ke bank persepsi atau kantor pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
4. SPT Masa PPh 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan
lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat
paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

Bukan Objek Pemotongan PPh 26

1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh 26 apabila seluruh Penghasilan


Kena Pajak sesudah dikurangi PPh dari BUT ditanamkan kembali di
Indonesia dengan syarat:
a. Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta
pendiri
b. Dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun
pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan
tersebut

29
c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling
sedikit dalam jangka waktu 2(dua) tahun sesudah perubahan tempat
penanaman dilakukan, berproduksi komersil
2. Badan-badan internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

Contoh:

1. Pegawai asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari


Pada tanggal 18 Oktober 2009, PT Diestri membayar gaji kepada
karyawan asing Kwee Lie Siang sebesar Rp.100.000.000 dan PPh 26
dibayar oleh perusahaan. Besarnya biaya yang dapat dibebankan oleh PT
Diestri dapat dihitung sebagai berikut.
a. Gaji yang diterima Kwee Lie Siang sebesar Rp.100.000.000
100
b. PPh 26 sebesar x Rp. 100.000.000 = Rp.125.000.000
80

Jurnal yang dicatat PT Diestri atas transaksi tersebut adalah:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


18-Okt-09 Beban gaji 125.000.000
Utang PPh 25.000.000
26 100.000.000
Kas/Bank
10-Nov-09 Utang PPh 26 25.000.000
Kas/Bank 25.000.000

2. PT Hiedy membayar premi asuransi kepada Me Ltd. Yang berada di


Malaysia dengan nilai Rp.15.000.000 pada tanggal 5 Januari 2009.
Dengan demikian, PT Hiedy harus memotong PPh 26 sebesar =
20% x 50% x Rp.15.000.000 = Rp.1.500.000
Tanggal Keterangan Debit Kredit
05 – Jan – 09 Asuransi dibayar 15.000.000
dimuka 1.500.000
Utang PPh 26 13.500.000

30
Kas/Bank

Utang PPh 26 ini paling lambat disetorkan ke Kas Negara tanggal


10 bulan berikutnya.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
10 – Feb – 09 Utang PPh 26 1.500.000
Kas/Bank 1.500.000

3. Suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar


Rp.100.000.000 kepada WP luar negeri, maka subjek pajak dalam negeri
tersebut berkewajiban untuk memotong PPh sebesar 20% dari
Rp.100.000.000.
4. Seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam
perlombaan lari maraton di Indonesia, dan kemudian merebut hadiah uang,
maka atas hadiah tersebut dikenakan pemotongan PPh sebesar 20%.
5. Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari BUT di
Indonesia dipotong pajak sebesar 20%.
Contoh:
Thung Siu Lin sebgai tenaga asing orang pribadi membuat
perjanjian kerja dengan PT Bobo sebagai WP dalam negeri untuk bekerja
di Indonesia selama 5 bulan terhitung mulai tanggal 6 Januari 2009. Pada
tanggal 21 April 2009, perjanjian kerja tersebut diperpanjang menjadi 8
bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustur 2009.
Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, maka status
Thung Siu Lin adalah WP Luar Negeri. Namun dengan perpanjangan
perjanjian kerja tersebut, status Thung Siu Lin berubah menjadi WP dalam
negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009. Selama bulan Januari
sampai dengan Maret 2009, atas penghasilan bruto Thung Siu Lin telah
dipotong PPh 26 oleh PT Bobo.

31
Berdasarkan ketentuan ini maka untuk menghitung PPh yang
terutang atas penghasilan Thung Siu Lin untuk masa Januari sampai
dengan Agustus 2009, adalah PPh 26 yang telah dipotong dan disetor PT
Bobo atas penghasilan Thung Siu Lin sampai dengan Maret tersebut dapat
dikreditkan terhadap pajak Thung Siu Lin sebagai WP dalam negeri.

Pajak Pertambahan Nilai Keluaran (PPN Keluaran)

Pengusaha yang melakukan:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean


2. Penyerahan Jasa Kenak Pajak di dalam Daerah Pabean
3. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud
4. Ekspor Jasa Kena Pajak
5. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud

wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,


memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang.

PPN keluaran adalah PPn terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau
ekspor Barang Kena Pajak. Tarif PPN umumnya adalah 10%, tetapi dengan
peraturan pemerintah dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-
tingginya 15%, sedangkan tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah
0%. Untuk mencatat jumlah pajak dalam praktiknya sering digunakan
pendekatan neto-neto, dimana baik dalam jumlah pembelian maupun
penjualan tidak termasuk PPn.

Contoh:

PT Vanno melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Rp.100.000.000 secara


tunai pada tanggal 15 Januari 2009 yang sebelumnya telah melakukan
pembelian Barang Kena Pajak sebesar Rp.8.000.000 pada tanggal 12 Januari
2009. Tarif PPN 10%, dan berikut pencatatan yang dilakukan oleh PT Vanno
adalah sebagai berikut.

32
Tanggal Keterangan Debit Kredit
12 - Jan – 09 Pembelian 8.000.000
PPN Masukan 800.000
Kas/Bank 8.800.000
15 – Jan – 09 Kas/Bank 11.000.000
Penjualan 10.000.000
PPN Keluaran 1.000.000
Pada saat PPN Keluaran 1.000.000
penyetoran PPN PPN Masukan 800.000
PPN yang 200.000
masih
harus di bayar 200.000
PPN yang masih
harus dibayar 200.000
Kas/Bank

Penyetoran PPN harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya


setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa
PPN disampaikan. Sedangkan, pelaporannya disampaikan paling lama
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. PPN Masukan
dikreditkan dengan PPN Keluaran untuk masa pajak yang sama dan
apabila PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan maka selisihnya
dibayar oleh PKP, sedangkan apabila PPN Keluaran lebih kecil
daripada PPN Masukan maka selisihnya dapat diminta kembali atau
dikompensasi ke masa pajak berikutnya.

2.3.4 Utang Deviden

Pengumuman pembagian laba akan menimbulkan utang deviden, tetapi


apabila pembagian laba dilakukan tanpa diumumkan terlebih dahulu
maka tidak akan menimbulkan utang deviden.

33
Terutangnya deviden akan menimbulkan kewajiban pemotongan
PPh 23 sebesar 15% dari jumlah bruto apabila penerima deviden adalah
WP dalam negeri dan BUT, dan sebesar 20% atau sesuai dengan
ketentuan Tax Treaty dari jumlah bruto apabila penerima deviden
adalah WP luar negeri selain BUT di Indonesia. Sementara itu, untuk
WP dalam negeri orang pribadi dikenakan potongan PPh Pasal 17 ayat
(2c) sebesar 10%. Akan tetapi, deviden atau bagian laba yang diterima
atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi,
dan BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1. Deviden berasal dari cadangan laba yang di tahan


2. Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerim
deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden
paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

Contoh:

Pada tanggal 22 Desember 2009 PT Christiani mengumumkan akan


membayar deviden tunai sebesar Rp.15.000.000 pada tanggal 6 Januari
1010. Beriku pencatatan yang dilakuakn oleh PT Christiani:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


22 – Des – 09 Saldo laba 15.000.000
Utang deviden 15.000.000
(mencatat pengumuman pembagian deviden)

Tanggal Keterangan Debit Kredit


22 – Des -09 Utang deviden 2.250.000
Utang PPh 23 2.250.000
(mencatat terutangnya PPh 23)

Tanggal Keterangan Debit Kredit


06 – Jan – 10 Utang deviden 12.750.000
Kas/Bank 12.750.000

34
(mencatat pembayaran deviden)

Tanggal Keterangan Debit Kredit


10 – Jan – 10 Utang PPh 23 2.250.000
Kas/Bank 2.250.000
(mencatat penyetoran PPh 23 ke Kas Negara)

Apabila PT Yolan memiliki kepemilikan atas PT Christiani sebesar 10%


maka PT Yolan menggunakan cost method dalam pencatatannya sehingga jurnal
yang dibuat sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


22 – Des – 09 Piutang deviden 1.275.000
PPh 23 dibayar 225.000
dimuka
Penghasilan 1.500.000(*)
deviden
(10%x15.000.000)
06 – Jan – 10 Kas/Bank 1.275.000
Piutang deviden 1.275.000

Berbeda apabila PT Yolan memiliki kepemilikan atas PT Christiani


sebesar 20% maka PT Yolan menggunakan equity method dalam pencatatannya
sehingga jurnal yang dibuat sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


22 Desember Piutan Deviden 2.550.000
2009 PPh 23 dibayar di muka 450.000
Investasi pada PT 3.000.000(*)
Christiani
(20% x 15.000.000)
06 Januari Kas/Bank 2.550.000
2010 Piutang Deviden 2.550.000

35
Jika kepemilikan saham PT Yolan lebih besar atau sama dengan 25% maka
atas deviden tersebut tidak dikenakan PPh 23. Pelunasan PPh 23 dilakukan
paling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

2.3.5 Utang Wesel

Utang wesel merupakan suatu surat utang yang disertai dengan dokumen
perjanjian. Utang wesel ini dapat muncul akibat utang usaha yang tidak
dibayar pada jatuh tempo sehingga muncul perjanjian atau kesepakatan
maupun dikeluarkan untuk mendapatkan pinjaman. Wesel harus selalu
dicatat sebesar nominalnya dan apabila terdapat bunga (diskonto) harus
dicatat terpisah.

Contoh :

Pada tanggal 5 Mei 2007 PT Dolly meminjam uang dari bank dengan
menyerahkan promes dengan nominal Rp. 8.000.000, bunga diskonto 15%
dan jangka waktu 12 bulan, berikut pencatatannya :

Tanggal Keterangan Debit Kredit


05-Mei-07 Bank 8.000.000
Wesel Bayar 8.000.000
31-Des-07 Biaya Bunga 800.000
Diskonto wesel dibayar 800.000
Saldo laba 800.000
Biaya bunga 800.000
Pada saat Wesel bayar 8.000.000
pelunasan Bank 8.000.000

Untuk transaksi diatas, diskonto wesel bayar merupakan penghasilan dari


bank. Penghasilan ini karena merupakan penghasilan yang dibayar atau
terutang kepada bank maka sesuai Pasal 23 Ayat (4) huruf a UU PPh

36
bukanlah termasuk penghasilan yang harus dipotong PPh 23 oleh pihak
yang wajib membayarkan.

2.3.6 Pendapatan Diterima di Muka

Penghasilan yang diterima dari pernjualan barang ataupun penyerahan


jasa yang diterima sebelum terjadinya penyerahan barang atau jasa maka
akan dilaporkan dalam kelompok kewajiban karena setelah pemberi jasa
atau penjual barang tersebut menerima uang maka akan timbul kewajiban
baginya untuk menyerahkan barang atau jasa di kemudian hari. Sesuai
UU PPN Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 11 Ayat (2), dalam hal
pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau
sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran
dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana
saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.

2.3.7 Utang Lainnya

Utang lainnya umumnya untuk menampung utang yang tidak dapat


dikelompokkan ke dalam utang jangka pendek atau ke dalam utang
jangka panjang. Utang demikian seperti utang pajak tangguhan, utang
kepada direksi atau perusahaan afiliasi, dan lain sebagainya.

2.4 Kewajiban Jangka Panjang

Kewajiban jangka panjang adalah utang yang jatuh temponya lebih dari satu
tahun buku dan sumber pembiayaannya tidak diambil dari aset lancar.
Kewajiban jangka panjang mencakup utang obligasi dan utang hipotek.

2.5 Macam-Macam Utang Jangka Panjang


2.5.1 Utang Obligasi

Obligasi adalah janji tertulis untuk membayar bunga secara


periodik dan sejumlah nilai nominal pada tanggal jatuh tempo. Pada
obligasi dapat terjadi adanya agio (premium) dan juga disagio

37
(discount). Agio terjadi apabila surat obligasi dijual dengan harga diatas
nominal. Disagio terjadi apabila surat obligasi dijual dengan harga
dibawah nilai nominal. Agio ataupun disagio terjadi karena perbedaan
suku bunga pasar dengan suku bunga yang terdapat dalam obligasi.
Apabila suku bunga pasar lebih tinggi daripada suku bunga yang
terdapat dikontrak obligasi, maka obligasi menjadi tidak menarik dan
dijual dengan harga diskon, tetapi apabila suku bunga lebih rendah dari
suku bunga kontrak obligasi, maka obligasi menjadi lebih menarik
sehingga dapat dijual dengan harga diatas nominal obligasi. Agio dan
disagio merupakan penyesuaian terhadap tarif bunga nominal; agio
mengurangi biaya bunga dan disagio menambah biaya bunga sehingga
perlu dilakukan amortisasi tahunaan atas jumlah agio atau disagio
tersebut. Terdapat 2 alternatif amortisasi, yaitu dengan garis lurus dan
bunga efektif.

Untuk perpajakan, bunga obligasi diatur dalam PP No. 16 Tahun


2009. Menurut PP tersebut, yang dimaksud dengan obligasi adalah surat
utang negara yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan. Dan bunga
obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang
obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Atau penghasilan yang
diterima dan/atau diperoleh WP berupa bunga obligasi dikenai
pemotongan PPh yang bersifat final, kecuali apabila diterima oleh WP
dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
dan WP bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri
di Indonesia.

Besarnya PPh adalah sebagai berikut.

1. Bunga dari obligasi dengan kupon sebesar:

a. 15% bagi WP dalam negeri dan BUT;


b. 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi WP luar negeri selain
BUT;

38
dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.

2. Diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar:

a. 15% bagi WP dalam negeri dan BUT;


b. 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi WP luar
negeri selain BUT;
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal diatas harga perolehan
obligasi, tidak termasuk bunga berjalan.

3. Diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar:

a. 15% bagi WP dalam negeri dan BUT;


b. 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi WP luar negeri
selain BUT;
dari selisih lebih harga jual atau nominal diatas harga perolehan
obligasi; dan

4. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau


diperoleh WP reksadana yang terdaftar pada Bapepam dan Lembaga
Keuangan sebesar:

a. 0% untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;


b. 5% untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
c. 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya.

Pemotongan PPh sebagaimana dimaksud diatas dilakukan oleh :

1) Penerbit obligasi atau custodian yang ditunjuk selaku agen


pembayaran, atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang
obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga obligasi, dan
diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada saat jatuh
tempo obligasi;

39
2) Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara
dan/atau pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual
obligasi pada saat transaksi.

Contoh :

1. PT Kaya menjual obligasi nilai nominal Rp. 300.000.000 dengan bunga 20%
per tahun kepada PT Raya seharga Rp. 320.000.000. Obligasi ini tidak
diperdagangkan di bursa efek.

PPh atas premium obligasi sebesar Rp. 20.000.000 terutang PPh Pasal 4
Ayat 2 sebesar 15% x Rp. 20.000.000 = Rp. 3.000.000.

PPh dipotong oleh PT Raya pada saat penerbitan obligasi. Atas


pemotongan PPh tersebut tidak dapat dikreditkan oleh PT Kaya

Jurnal bagi PT Kaya:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Saat obligasi Kas/Bank 317.000.000
diterbitkan PPh Pasal 4 Ayat (2) 3.000.000
Utang Obligasi 300.000.000
Premium Obligasi 20.000.000

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Saat Biaya bunga obligasi 60.000.000
pembayaran Utang PPh 23 9.000.000
bunga Kas/Bank 54.000.000

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Saat obligasi Utang Obligasi 300.000.000
lunas Kas/Bank 300.000.000

Jurnal bagi PT Raya :

40
Tanggal Keterangan Debit Kredit
Saat obligasi Obligasi 300.000.000
diterbitkan Bunga dibayar di muka 20.000.000
Utang PPh Pasal 4 Ayat (2) 3.000.000
Kas/Bank 317.000.000

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Saat Kas/Bank 54.000.000
pembayaran PPh 23 dibayar di muka 9.000.000
bunga Pendapatan bunga obligasi 60.000.000

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Saat obligasi Kas/Bank 300.000.000
lunas Obligasi 300.000.000
2. Pada tahun 1 Oktober 2009, PT Eka menerbitkan pinjaman 12% obligasi
dengan nilai nominal Rp. 12.000.000 dengan pembayaran bunga setiap tanggal 1
April dan 1 Oktober, dengan jangka waktu 5 tahun. Pada tanggal penerbitannya
PT Aybert membeli obligasi tersebut dengan harga Rp. 10.000.000.

Jurnal bagi PT Eka :

Tanggal Keterangan Debit Kredit


01-Okt-09 Kas/Bank 10.300.000
Diskonto Obligasi 2.000.000
Utang PPh Pasal 4 Ayat (2) 300.000
Utang Obligasi 12.000.000
(mencatat penerbitan dan pemotongan PPh final)

Tanggal Keterangan Debit Kredit


10-Nov-09 Utang PPh Pasal 4 Ayat (2) 300.000
Kas 300.000
(mencatat penyetoran PPh ke Kas Negara)

41
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31-Des-09 Beban Bunga 360.000(*)
Utang PPh Pasal 4 Ayat (2) 54.000
Utang bunga 306.000
(12% x 12.000.000 x 3/12)
(mencatat penyesuaian bunga)

Tanggal Keterangan Debit Kredit


31-Des-09 Beban Bunga 100.000
Diskonto obligasi 100.000
(2.000.000 x 3/60)
(mencatat amortisasi diskonto)

Bunga berjalan atas penyesuaian akhir tahun sebaiknya diselesaikan


terlebih dahulu oleh penerbit obligasi dan diperhitungkan nanti pada
saat pemotongan bunga pada tahun selanjutnya, yakni tanggal 1 April
2010. Jika PT Aybert bukan merupakan WP dalam negeri melainkan
WP luar negeri maka akan dikenakan PPh final dengan tarif 20% atau
tarif sesuai tax treaty.

2.5.2 Utang Hipotek

Utang hipotek pada umumnya hampir sama dengan obligasi, tetapi


utang hipotek tidak memiliki agio maupun diskonto. Pinjaman hipotek
terutama untuk pembelian tanah dan bangunan umumnya merupakan
pinjaman dengan beban bunga tetap dan ditutup pada waktu yang lama.
Biaya penutupan hipotek umumnya langsung merupakan beban pada
periode tersebut.

42
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Utang Jangka Panjang menurut Mulyadi adalah kewajiban


sekarang yang timbul dari kegiatan atau transaksi masa lalu, yang jatuh
temponya lebih dari satu tahun ditinjau dari tanggal neraca. Contoh
kewajiban yang termasuk dalam kelompok utang jangka panjang adalah
utang bank berupa kredit investasi. Utang jangka panjang digunakan
untuk menunjukan utang-utang yang pelunasannya akan dilakukan dalam
waktu lebih dari satu tahun atau akan dilunasi dari sumber-sunber yang
bukan dari kelompok aktiva lancar. Apabila perusaahaan membutuhkan
tambahan modal kerja tetapi tidak dapat melakukan emisi saham baru,
dapat dipenuhi dengan cara mencari utang jangka panjang. Dalam hal
sulit mencari utang yang jumlahnya besar dari satu sumber perusahaan
dapat mengeluarkan surat obligasi. Surat obligasi ini akan dapat di jual
bila reputasi perusahaan cukup baik dan dipandang akan tetap berdiri
selama jangka waktu beredarnya obligasi tersebut. Harga jual obligasi
tergantung pada tarif bunga obligasi. Semakin besar bunganya, harga jual
obligasi tersebut akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah
tingkat bunga obligasi harga jualnya akan semakin rendah. Pengeluaran
obligasi dari suatu perusahaan dapat dilakukan dengan cara penjualan
langsung atau melalui lembaga-lembaga keuangan.

Utang jangka Pendek adalah Kewajiban jangka pendek atau


kewajiban lancar adalah utang yang diharapkan akan dibayar dalam
jangka waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan.

43
DAFTAR PUSTAKA

http://lennyjufniyan.blogspot.co.id/
http://yenni-effendi.blogspot.co.id/2016/05/malah-kewajiban-teori-akuntansi.html
Agoes, Sukirno dan Trisnawati Estralita. 2010. Akuntansi Perpajakan. Jakarta:
Salemba Empat
Waluyo. 2014. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat

44

Anda mungkin juga menyukai