1. Rizka Anindita (
2. Noni Marliyana ( 2002030120 )
3. Monalisa dinda ( 2002030132 )
4. Sri Rahmadita ( 2219010079 )
KEWAJIBAN
Definisi kewajiban
Menurut SAK ETAP yang diatur oleh IAI ( 2009:89-94 ) tentang kewajiban
diestimasi dan kontingensi kewajiban diestimasi adalah kewajiban kini
entitas sebagai hasil dari peristiwa masa lalu, dan kemungkinan terjadi bahwa
entitas akan mentransfer manfaat ekonomis pada saat penyelesaian dan
jumlah kewajiban dapat diestimasikan dengan andal. Sedangkan , kewajiban
kontingensi merupakan kewajiban potensial yang belum pasti atau kewajiban
kini yamg tidak diakui. Entitas tidak boleh mengakui kewajiban kontingensi
sebagai kewajiban . Kewajiban menurut waktu penyelesainnya , dapat
dikelompokkan menajadi dua , yakni kewajiban lancar dan kewajiban tidak
lancar.
KEWAJIBAN LANCAR
Kewajiban lancar merupakan kewajiban yang diharapkan akan dilunasi dalam
satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan yang lebih lama.
Kewajiban lancar mencakup usaha, utang pajak, biaya yang masih harus
dibayar, utang dividen, utang wesel, dan pendapatan diterima di muka.
utang bank
SE-46/PJ.4/1995 tanggal 5 Oktober 1995 tentang Perlakuan Biaya Bunga
yang Dibayar atau Terutang dalam hal WP Menerima atau Memperoleh
Penghasilan Berupa Bunga Deposito atau Tabungan Lainnya (Seri PPh
Umum Nomor 20) dijelaskan, "Dapat terjadi bahwa dana yang ditempatkan
dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya langsung atau tidak
langsung berasal dari pinjaman atau dari pihak ketiga yang dibebani biaya
bunga. Apabila hal tersebut terjadi, WP dapat memperkecil Penghasilan Kena
Pajak (PhKP) secara tidak wajar karena bunga yang terutang atau dibayar
atas pinjaman tersebut dikurangkan sebagai biaya, sedangkan bunga yang
diterima atau diperoleh yang berasal dari penempatan dana dalam bentuk
deposito berjangka atau tabungan lainnya tidak ditambahkan dalam
penghitungan PhKP karena telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar
20%".
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dengan ini diberikan sebagai
penegasan berikut:
1. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil
jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan lainnya, maka bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman
tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
2. Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana
yang ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga
atas pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang
dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-rata
dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya.
Contoh:
Pada tahun 2005, PT Ako mendapat pinjaman dari Bank Aki dengan batas
maksimum sebesar Rp200.000.000 dan tingkat bunga pinjaman 20%. Jumlah
tersebut telah diambil pada bulan Februari sebesar Rp125.000.000, pada
bulan Juni diambil lagi sebesar Rp25.000.000, dan sisanya Rp50.000.000
diambil pada bulan Agustus.
Selain itu, WP mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito
dengan perincian sebagai berikut:
B. Pihak Ketiga
Utang usaha umumnya muncul karena ada pembelian barang/jasa yang
digunakan dalam kegiatan usaha normal perusahaan. Utang usaha dapat
dicatat berdasarkan Pajak metode bruto ataupun neto. Apabila digunakan
metode bruto, maka utang dicatat sebesar nilai yang harus dibayarkan tanpa
potongan tunai. Namun apabila digunakan metode neto, maka diasumsikan
perusahaan akan selalu mengambil diskon sehingga nilai yang dicatat adalah
sebesar nilai yang telah dikenakan potongan tunai. Setiap pembelian Barang
Kena Pajak (BKP) akan dikenakan PPN dan juga PPnBM apabila ada.
Contoh:
Pada tanggal 31 Januari 2012 perusahaan melakukan pembelian barang
dagang sebesar Rp 15.000.000 dan utang tersebut dilunasi pada tanggal 28
Februari 2012. Apabila pencatatan dilakukan dengan metode utang bruto
(sistem periodik), maka dalam jurnal adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31 Jan 2012 Pembelian 15.000.000 -
Pajak masukan 1.500.000 -
Utang usaha - 16.500.000
28 Feb 2012 Utang usaha 16.500.000 -
Kas / bank - 16.5000.000
Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut di atas oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya
dalam masa Pajak yang sama. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak
keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan
PPN yang harus dibayar oleh PKP. Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali
(restitusi) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31 Jan 2012 Pajak Keluaran 22.000.000 -
Pajak masukan - 18.000.000
Kas / bank - 4.000.000
Utang pajak
Utang pajak merupakan pembayaran pajak yang dilakukan dengan
mekanisme pemotongan dan/atau pemungutan pajak. Pemotongan dan/atau
pemungutan memiliki makna yang berbeda. Istilah pemotongan pajak
berkaitan dengan pihak yang membayarkan. Hal ini berarti bahwa kewajiban
memotong pajak berada pada pihak yang membayarkan. Istilah pemotongan
selalu terkait dengan jenis pajak yang diatur dalam PPh 21, PPh 23, dan PPh
26. Sedangkan, istilah pemungutan pajak lebih berkaitan pada pihak yang
menerima pembayaran. Hal ini berarti bahwa kewajiban memungut ada pada
pihak yang menerima pembayaran. Istilah pemungutan sangat terkait dengan
PPN.Utang pajak terdiri atas PPh 21, PPh 23, PPh 26, dan Pajak Keluaran.
Pajak Penghasilan 21
Merupakan PPh yang dipotong atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan yang diterima / diperoleh WP orang pribadi
dalam negeri . pemotongan pph 21 adalah: (1) pemberi kerja, (2) bendahara
atau pemegang kas Pemerintah, (3) dana pensiun (4) orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas badan yang membayar
dan (5) penyelenggara kegiatan. PPh atas gaji, upah, honorarium, (termasuk
jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas) atau kegiatan yang
diterimaatau diperoleh WP orang pribadi yang dipungut melalui sistem
pemotongan (withholding system ) pada saat penghasilan tersebut
dibayarkan .
Penghasilan pegawai tetap yang dipotong pajak setiap bulan adalah jumlah
penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun
yang dibayar sendiri oleh pegawai termasuk iuran THT/JHT yang dibayar
sendiri oleh pegawai, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya
biaya jabatan maksimal mulai tahun Sedangkan sebelum tahun 2009,
sebesar Rp500.000 per bulan atau Rp6.000.000 per tahun
(PMK-250/PMK.03/2008).
Sedangkan sebelum tahun 2009, besarnya biaya jabatan paksimal adalah
Rp108.000 per bulan atau Rp. 1.296.000 per tahun ( KMK-521/KMK.04/1998)
0%
S.d Rp. 50.000.000 S.d Rp. 50.000.000
5%
Rp. 50.000.000 s.d Rp. Di atas Rp. 50.000.000
100.000.000
Contoh:
Pada bulan Januari 2011, Fernando (memiliki NPWP) diterima bekerja pada
PT Asia dan memperoleh gaji sebulan sebesar Rp18.000.000 dengan status
menikah dan memiliki 2 orang anak serta menanggung kedua orang tuanya
yang sudah tidak bekerja lagi. Setelah melewati 3 bulan, Fernando diterima
menjadi pegawai tetap dengan mendapatkan hak-haknya sebagai pegawai
tetap. PT Asia mengikuti program Jamsostek di mana PT Asia membayar
premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian sebesar
Rp150.000 dan Rp80.000. PT Asia memberikan tunjangan transpor
Rp1.000.000 bulan. Fernando membayar uang pensiun Rp50.000 per bulan
dan iuran THT 1% dari gaji sebulan.
Berikut perhitungan PT Asia pada 3 bulan pertama untuk tahun 2011 setiap
bulannya:
Gaji/bulan
18.000.000
Penghasilan neto/tahun = 18.000.000 × 12 =
216.000.000
-- PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak):
Wajib Pajak 15.840.000
Status Kawin 1.320.000
Tanggungan (maks. 3, @1.200.000) 3.960.000 = ( 21.120.000 )
Penghasilan Kena Pajak (PhKP)
PPh 21/tahun:
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 144.880.000 = 21.732.000
24.232.000
PPh 21/bulan = 24.232.000 / 12 = 2.019.300
Sedangkan perhitungan dan jurnal yang dicatat oleh PT Asia untuk bulan
April 2011 adalah :
Gaji/ bulan
18.000.000
+Premi asuransi kecelakaan
150.000
+ premi asuransi kematian
80.000
+tunjangan transpor
1.000.000
Penghasilan bruto/ bulan
19.230.000
- biaya jabatan ( 5% max=50.000)
(500.000)
- iuran pensiun
(50.000)
- iuran THT
(180.000)
Penghasilan neto/ bulan
18.500.000
Penghasilan neto/ tahun = (18.000.000x 3 ) + (18.500.000 x 9 )= 220.500.000
- PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak):
Wajib Pajak 15.840.000
Status Kawin 1.320.000
Tanggungan (maks. 3, @1.200.000) 3.960.000 = ( 21.120.000)
Penghasilan Kena Pajak (PhKP) =
199.380.000
PPh 21 per tahun:
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 149.380.000 = 22.407.000
42.907.000
PPh 21 per bulan = 24.907.000 / 12 = 2.075.500
Uang yang dibawa pulang oleh karyawan sebesar gaji bulanan + tunjangan - (
iuran pensiun + iuran THT yang dibayarkan oleh karyawan sendiri ) - pph 21
bulanan = 18.000.000 + 1.000.000- 50.000-180.000-2.075.500 = 16.694.500
Penjurnalan yang dilakukan oleh PT Asia pada saat perhitungan dan
pemotongan pajak dan iuran premi asuransi dan iuran THT sebagai berikut :
Tanggal keterangan Debit Kredit
30 April Beban Gaji 18.000.000 -
2011 Tunjangan -tunjangan 1.000.000 -
Premi asuransi 230.000 -
Kas / bank - 16.694.500
Utang pph 21 - 2.075.500
Biaya yang masih harus dibayar - 460.000
Penjrunalan pada saat penyetoran pajak dan iuran lainnya sebagai berikut :
Tanggal Keterangan Debit Kredit
10 Mei 2011 Utang pph 21 2.075.500 -
Biaya yang masih harus dibayar 460.000 -
Kas / bank - 2.535.500
Sementara itu, DPP adalah Penghasilan Kena Pajak (PhKP) yang diperoleh
dari penghasilan bruto dikurangi dengan pengurang penghasilan bruto.
Bentuk pengurang penghasilan bruto bagi pegawai tidak tetap cukup
bervariasi. Bentuk pengurangan tersebut dapat dibedakan berdasarkan cara
pembayaran penghasilan dari pemberi kerja dan besaran penghasilannya.
Untuk pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayarkan secara bulanan,
maka pengurang penghasilan brutonya adalah PTKP sebulan. Sementara itu,
untuk pegawai tidak tetap yang tidak dibayar secara bulanan, maka
pengurang penghasilan brutonya adalah PTKP sebulan. Tetapi, bagi pegawai
tidak tetap yang penghasilan sebulannya lebih dari Rp2.025.000, maka
menggunakan PTKP harian sebenarnya yang diperoleh dari PTKP setahun
dibagi 360 hari.
Sementara itu, bagi pegawai yang penghasilan sebulannya kurang dari atau
sama dengan Rp 2.025.000, maka sebelum PPh 21 dihitung, penghasilan
bruto pegawai tersebut dikurangi terlebih dahulu dengan batasan penghasilan
bruto yang tidak dipotong PPh 21. Berdasarkan ketentuan Pasal 1PMK-
206/PMK.011/2012, batas penghasilan bruto yang
diterima/diperoleh pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap
lainnya yang tidak dipotong PPh 21 adalah Rp200.000 per hari. Sedangkan
apabila penghasilan per bulannya lebih dari Rp7.000.000, maka PTKP yang
digunakan adalah PTKP setahun.
Penghitungan PPh 21 untuk Pegawai Tidak Tetap adalah:
Contoh:
1. Penghasilan dibayar harian → jumlah sebulan ≤ Rp2.025.000, tetapi
penghasilan kurang lebih sehari Rp200.000
Dani (TK/0) pada bulan Januari 2013 bekerja pada PT Kokoh, menerima
upah
harian sebesar Rp 180.000 per hari. Dani bekerja selama 10 hari.
Penghitungan PPh 21 Dani adalah sebagai berikut.
Upah sehari
180.000
Penghasilan yang tidak boleh dipotong PPh per hari 200.000(-)
PPh 21 per hari
(20.000)
Nihil
2. Penghasilan dibayar harian → jumlah satu bulan < Rp2.025.000, tetapi
penghasilansehari > Rp200.000
Dewi (TK/0) pada bulan Februari 2013 bekerja pada PT Bidadari, menerima
upah sebesar Rp 250.000 per hari. Dewi bekerja selama 5 hari.
Penghitungan PPh 21 Dewi adalah sebagai berikut.
Upah sehari
250.000
Penghasilan yang tidak dipotong PPh per hari 200.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak (PhKP) per hari 50.000
PPh 21 terutang per hari (5% × 50.000) = Rp. 2.500
PPh 21 terutang (5 hari) =Rp.12.500
Pengurang penghasilan bruto yang digunakan dalam contoh diatas adalah
bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh 21, yaitu sebesar
Rp 200.000. Hal ini dikarenakan jumlah penghasilan Dewi tidak melebihi Rp
2.025.000 sebulan.
3. Penghasilan dibayar harian jumlah satu bulan > Rp 2.025.000 dan
penghasilan kurang lebih sehari Rp 200.000
Deni (TK/0) pada bulan Maret 2013
bekerja pada PT Cemerlang, menerima upah sebesar Rp 150.000 per hari.
Deni bekerja selama 15 hari.Penghitungan PPh 21 Deni adalah sebagai
berikut:
PPh 21 Deni untuk hari ke-1 sampai dengan ke-13 yaitu:
Upah sehari
Rp. 150.000
Penghasilan yang tidak dipotong PPH/hari Rp.
200.000(-)
Penghasilan Kena Pajak (PhKP)/ hari (Rp.
50.000)
PPh 21 / Hari
Nihil
5. Upah Satuan
Roni (TK/0) adalah seorang karyawan yang bekerja pada perusahaan
komputer. Roni menerima upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit /
satuan yang diselesaikan yaitu Rp 40.000 per komputer dan dibayarkan tiap
minggu. Pada bulan Mei 2013 dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan
60 unit komputer dengan upah Rp 2.400.000.
Perhitungan PPh 21 Roni adalah sebagai berikut:
Upah sehari Rp 2.400.000:6 Rp
400.000
PTKP sebenarnya / hari Rp
67.500 (-)
Penghasilan Kena Pajak (PhKP) / hari Rp 232.500
Penghasilan Kena Pajak (PhKP) / minggu = 6 x Rp 232.500 = Rp 1.995.000
PPh 21/minggu = 5% x Rp 1.995.000 = Rp 39.750
Namun, apabila tidak memenuhi syarat dalam Pasal 13 ayat (1), maka
dianggap bersifat tidak berkesinambungan, sehingga PPh 21 yang akan
dipotong adalah sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto berdasarkan tarif
Pasal 17 ayat (1).
Pajak Penghasilan 23
Utang PPh 23 merupakan PPh 23 yang telah dipotong oleh pihak yang
membayarkan meskipun belum disetorkan ke Kas Negara pada akhir bulan
pemotongan. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat
(1a), besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP
yang tidak ber-NPWP. Tarif WP tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100%
daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Dividen
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau
pemegang polis asuransi atau pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi
yang diperoleh anggota koperasi, termasuk dalam pengertian dividen sesuai
dengan Penjelasan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) huruf g,
adalah:
1) pembagian laba, secara langsung maupun tidak langsung, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun;
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal saham;
Contoh:
Pada bulan Maret 2012 PT Wisata melakukan pembayaran dividen tahun
2011 kepada pemiliknya yaitu: PT Jaya (20%), PT Ancol (30%), PT
Pembangunan (40%) dan sisanya kepada masyarakat umum (orang pribadi).
Jumlah seluruh dividen yang dibayar sebesar Rp200.000.000.
PPh 23 atas dividen dapat dikreditkan oleh PT Jaya dan dibuatkan jurnal
Tanggal Keterangan Debit Kredit
Maret 2012 Kas / Bank 34.000.000 -
PPh 23 dibayar di muka 6.000.000 -
Pendapatan dividen - 40.000.0000
Sewa
Mulai 1 Januari 2009 sewa kendaraan angkutan darat dan sewa harta lainnya
dikenakanPPh 23 sebesar 2%. Sementara itu, untuk tahun 2007 dan 2008
(PER-70/PJ/2007), sewa kendaraan angkutan darat dengan persentase
penghasilan neto sebesar 10% dari penghasilan bruto. Sewa harta lainnya
dengan persentase penghasilan neto sebesar 30% dari penghasilan bruto.
Persewaan tanah dan/atau bangunan dikecualikan dari PPh 23
karena telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan PP 5 Tahun
2002 jo. KMK-120/KMK.03/2002 jo. Kep-227/PJ/2002.
Contoh
PT Winnie menyewakan bus kepada PT Pooh untuk jangka waktu 6 bulan
dengan biaya sewa per bulan Rp10.000.000 pada 1 Mei 2012. Berikut ini
adalah jurnal yang dilakukan oleh kedua perusahaan.
PT Winnie
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1 Mei- 2012 Kas / bank 64.800.000 -
PPh 23 dibayar dimuka 1.200.000 -
Pajak Keluaran - 6.000.000
Pendapatan sewa - 60.000.000
PT.Pooh
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1 Mei- 2012 Sewa dibayar di muka 60.000.000 -
Pajak Masukan 6.000.000 -
Utang PPh 23 - 1.200.000
Kas / Bank - 64.800.000
( pada saat dilakukan pemotongan PPh 23 )
Contoh:
Pemotongan PPh 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2012, penyetoran paling
lambat tanggal 10 Juni 2012 dan dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20
Juni 2012.
Utang PPh 26 ini paling lambat disetorkan ke kas negara pada tanggal 10
bulan berikutnya.
Contoh:
PhKP BUT di Indonesia Rp52.000.000.000
PPh untuk tahun 2012 adalah 25% x Rp52.000.000.000 =Rp13.000.000.000
PhKP setelah dikurangi pajakRp39.000.000.000
PPh 26 yang terutang 20% x Rp39.000.000.000 =
Rp 7.800.000.000
Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp39.000.000.000 tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan/atau berdasarkan PMK-
141/PMK.03/2011, maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.
6. WP orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi WP
dalambnegeri atau BUT.
Contoh:
Sdri Thung Siu Lin sebagai tenaga asing
orang pribadi membuat perjanjian kerja
dengan PT Bobo sebagai WP dalam negeri untuk bekerja di Indonesia
selama 5 bulan terhitung mulai tanggal 6 Januari 2011. Pada tanggal 21 April
2011, perjanjian kerja tersebut diperpanjang menjadi 8 bulan sehingga akan
berakhir pada tanggal 31 Agustus 2011.
Apabila perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, maka status Sdri Thung
Siu Lin adalah tetap WP luar negeri. Namun dengan perpanjangan perjanjian
kerja tersebut, status Sdri Thung Siu Lin berubah menjadi WP dalam negeri
terhitung sejak tanggal 1 Januari 2011. Selama bulan Januari sampai dengan
Maret 2011, atas penghasilan bruto Sdri Thung Siu Lin telah dipotong PPh 26
oleh PT Bobo.
Berdasarkan ketentuan ini, maka untuk menghitung PPh yang terutang atas
penghasilan Sdri Thung Siu Lin untuk masa bulan Januari sampai Agustus
2011
adalah PPh 26 yang telah dipotong dan disetor PT Bobo atas penghasilan
Sdri
Thung Siu Lin sampai Maret tersebut dapat dikreditkan terhadap pajak Sdri
Thung Siu Lin sebagai WP dalam negeri.
Penyetoran PPN harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
Sedangkan,
pelaporannya disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya
masa pajak. Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa
pajak yang sama.
Apabila Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya
harus dibayar ke kas negara paling lambat sebelum SPT Masa PPN tersebut
disampaikan.
Sedangkan, apabila Pajak Keluaran lebih kecil daripada Pajak Masukan maka
selisihnya merupakan kelebihan PPN yang dapat dikompensasi ke masa
pajak berikutnya atau mengajukan permohonan pengembalian pada akhir
tahun buku, sesuai dengan Pasal 9 ayat (4) dan (4a) UU PPN Nomor 42
Tahun 2009.
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (4b) UU PPN
Nomor 42 Tahun 2009, jumlah Pajak
Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan yang menyebabkan
terjadinya kelebihan Pajak Masukan. Kelebihan PPN ini dapat diajukan
permohonan pengembalian
pada setiap masa pajak oleh:
200.000
a) PKP yang melakukan ekspor BKP berwujud;
b) PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN;
c) PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut;
d) PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud;
e) PKP yang melakukan ekspor JKP; dan/atau
f) PKP dalam tahap belum berproduksi.
sebesar 20% atau sesuai dengan ketentuan Tax Treaty dari jumlah bruto
apabila penerima
dividen adalah WP luar negeri selain BUT di Indonesia.
Sedangkan untuk WP dalam negeri orang pribadi dikenakan potongan PPh
Pasal
17 ayat (2c) sebesar 10% yang bersifat final, sesuai dengan UU PPh Nomor
36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2c) jo. PP 19 Tahun 2009.
Namun, dividen atau bagian laba yang diterima/diperoleh PT sebagai WP
dalam
negeri, koperasi, BUMN/D, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia melalui syarat-syarat sebagai
berikut.
1. dividen berasal dari cadangan saldo laba; dan
2. kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
adalah
25% dari jumlah modal saham.
Dividen yang diterimanya bukanlah objek pajak sesuai dengan UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3).
Contoh:
Pada tanggal 22 Desember 2011 PT Christiani mengumumkan akan
membayar dividen tunai sebesar Rp15.000.000 pada tanggal 6 Januari 2012
kepada PT Yolan (10%), PT Christie (24%), PT Aldo (30%) dan PT Nada
(36%).
Berikut pencatatan yang dilakukan oleh PT Christiani.
Apabila kepemilikan saham PT Yolan lebih besar atau sama dengan 25%
maka atas dividen tersebut tidak dikenakan PPh 23.
Utang Wesel
Utang wesel merupakan suatu surat utang
yang disertai dengan dokumen perjanjian.
Utang wesel ini dapat muncul akibat utang usaha yang tidak dibayar pada
jatuh tempo sehingga muncul perjanjian atau kesepakatan maupun
dikeluarkan untuk mendapatkan pinjaman. Wesel harus selalu dicatat sebesar
nominalnya dan apabila terdapat bunga (diskonto) harus dicatat terpisah.
Contoh:
Pada tanggal 5 Mei 2007 PT Dolly meminjam uang dari bank dengan
menyerahkan promes dengan nominal Rp8.000.000, bunga diskonto 15%
dan jangka waktu 12 bulan, berikut pencatatannya.
Utang Hipotek
Utang hipotek pada umumnya hampir sama dengan obligasi, tetapi utang
hipotek tidak memiliki agio maupun diskonto. Pinjaman hipotek terutama
untuk pembelian tanah dan bangunan umumnya merupakan pinjaman
dengan beban bunga tetap dan ditutup pada
waktu yang lama. Biaya penutupan hipotek umumnya langsung merupakan
beban pada periode tersebut.