Oleh,
Kelompok I
Dosen Pembimbing:
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan Rahmat, Karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Sejarah Perkembangan Bank Syariah” ini tepat
pada waktunya. Tak lupa pula kami ucapkan banyak terima kasih kepada
BapakMifta Zulfahmi Muazzar, S.Pd., M.Pd yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk membuat makalah ini.
Kami pun menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih terdapat
banyak kekurangan baik dari segi tulisan maupun tata bahasanya. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan
makalah ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurnah tanpa saran yang
membangun.
Kami berharap makalah yang kami buat ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca terutama penulis.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
10
A. Kesimpulan 23
B. Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terdapat dua lembaga keuangan, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga
keuangan non bank. Bank syariah merupakan lembaga keuangan bank dimana
kegiatan operasionalnya berlandaskan prinsip syariah yaitu Al-Quran dan Hadits.
Adanya bank syariah tidak lain merupakan kebutuhan yang mendasar bagi umat
islam, dikarenakan bank syariah terlepas dari praktik ribawi. Di dalam bank
syariah tidak terdapat bunga, melainkan bagi hasil, dimana jelas keduanya sangat
berbeda melihat akad-akad yang ada dalam perbankan syariah.Perkembangan
perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan
masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain
menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip
syariah. (Syukron, 2013: 28)
1
konsepnya hanya tersimpan dalam kitab-kitab serta tidak ada upaya keras untuk
mengkaji dan mengaplikasikannya dalam bangun-bangun ekonomi modern.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah lahirnya perbankan syariah?
2. Bagaimana Praktek Perbankan di Zaman Nabi SAW dan Para
Sahabat?
3. Bagaimana Praktek Perbankan di Zaman Bani Umayyah dan Bani
Abbasiyah?
4. Bagaimana Praktek Perbankan di Eropa?
5. Bagaimana Perbankan Syariah Modern?
6. Bagaimana Perkembangan Bank Syariah di Indonesia.?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya bank syariah
2. Untuk mengetahui praktek perbankan di Zaman Nabi SAW dan Para
Sahabat
3. Untuk mengetahuipraktek Perbankan di Zaman Bani Umayyah dan
Bani Abbasiyah
4. Untuk mengetahuipraktek Perbankan di Eropa
5. Untuk mengetahui Perbankan Syariah Modern
6. Untuk mengetahuiperkembangan Bank Syariah di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah; Dalam Perspekif Kewenangan Peradilan
Agama (Cet. II; Jakarta: Kencana, 2014), h. 204
2
Muh. Antonio Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), h. 8
3
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekonosia,
2007), h. 28.
3
untuk membentuk bank Islam dengan sistem bagi hasil. Berbagai kontribusi
dari kesuksesan Mit Ghamr telah menghadirkan gagasan berdirinya
4
negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga sama sekali. 7 Adapun
Malaysia dan Indonesia bank tanpa bunga beroperasi akan tetapi bank
konvensional tetap beroperasi pula.
Kini, perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang pesat dan
menyebar ke banyak negara termasuk beberapa negara di Eropa. Diantaranya
yaitu The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank
syariah pertama di Eropa yaitu pada tahun 1983. 8 Kini bank- bank besar dari
negara-negara barat telah ikut serta mendirikan bank syariah diantaranya
adalah Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank, dan Jardine Fleming
yang telah membuka Islamic Window agar dapat memberikan jasa- jasa
perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.9
Adapun di Indonesia, ide untuk mendirikan bank syariah telah muncul
pada tahun 1937 K.H. Mas Mansur Ketua Pengurus Muhammadiyah telah
mempunyai keinginan untuk berdirinya Bank Islam. Namun gagal karena
pada saat itu dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas nasional.
Majelis Tarjih Muhammadiyah pada Muktamar di Sidoarjo Jawa Timur
1968 memutuskan bunga bank yang diberikan oleh bank-bank negara kepada
nasabah demikian pula sebaliknya,hukumnya termasuk syubhat artinya belum
jelas. Oleh karena itu, sesuai dengan penunjuk hadist, kita harus berhati-hati
menghadapi masalah-masalah yang syubhat itu. Untuk menjaga prinsip
kehati-hatian yang menerapkan bunga tersebut, K.H. Azhar Basjir, Ketua
Majelis Tarjih Muhammadiyah waktu itu memberikan rambu- rambu bahwa
untuk menentukan hukumnya bunga bank harus dipertimbangkan besar
kecilnya bunga atau keuntungan siapa yang memperoleh dan untuk siapa
keuntungan itu dimanfaatkan.10
Selanjutnya pada tahun 1970 diadakan seminar nasional hubungan
7
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah; Dalam Perspekif Kewenangan Peradilan
Agama, h. 205-206
8
Erik Trolle-Schutltz, How the First Islamic Bank was Established in
Europe dalam Butter Editorial Staff, Islamic Banking and Finance (Lond, 1986), h.
43-52.
9
Adirwarman A. Karim, Bank Islam; Analisa Fiqh dan Keuangan, h. 24.
10
Ibid., h. 82
5
Indonesia dengan Timur Tengah pada tahun 1974 dan dalam seminar
internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Study Ilmu-ilmu
Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika pada tahun 1976.
Setelah diadakan penelitian yang mendalam, ternyata terdapat kendala yaitu
tidak ada payung hukum untuk mendirikan bank tanpa bunga atau bagi hasil
karena tidak sejalan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1968 tentang
pokok-pokok perbankan yang berlaku pada waktu itu. 11 Selain itu, hambatan
lain adalah lahirnya bank syariah dianggap oleh sementara pihak ada
keterkaitan dengan faktor ideologi yang dianggapnya bagian dari konsep
negara Islam.12
Pada 1988 gagasan mengenai bank syariah muncul kembali karena
pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (PAKTO) yang berisi
liberalisasi industri perbankan di Indonesia. Setelah adanya rekomendasi dari
lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor pada
tanggal 19-22 Agustus 1990. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih
mendalam pada Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Nasional (MUI)
yang berlangsun di Hotel Sahid Jaya, Jakarta pada 22-25 Agustus 1990.
Berdasarkan amanat Munas MUI tersebut dibentuklah kelompok kerja untuk
mendirikan bank syariah di Indonesia. Hasil kelompok tersebut adalah
dibentuknya PT. Bank Muamalah Indonesia.13
Berdirinya Bank Muamalat Indonesia juga jarena faktor politik, yaitu
setelah kelahiran ICMI yang kemudian merangkul Majelis Ulama Indonesia
(MUI).14 Gagasan berdirinya Bank Islam di Indonesia lebih konkret pada saat
lokakarya “Bunga Bank dan Perbankan” pada tanggal 18-20 Agustus 1990.
Ide tersebut ditindaklanjuti dalam Munas IV Majelis Ulama Indonesia (MUI)
di Hotel Sahid tanggal 22-25 Agusutus 1990.15
11
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah; Dalam Perspekif Kewenangan Peradilan
Agama, h. 206.
12
M. Dawam Rahardjo, Menegakkan Syariat Islam di Bidang Ekonomi dalam
Adirwarman A. Karim, Bank Islam; Analisa Fiqh dan Keuangan, h. vii-xx.
13
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah; Dalam Perspekif Kewenangan
Peradilan Agama, h. 206-207.
14
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, h. xxi.
15
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga, h. 83.
6
Setelah itu, MUI membentuk suatu The Steering Committee yang
diketuai oleh Amien Aziz. Tim ini bertugas mempersiapkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan berdirinya Bank Islam di Indonesia. Untuk membantu
kelancaran tugas-tugas Tim MUI ini dibentuklah tim Hukum Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di bawah ketua Karnaen
Perwaatmadja. Tim ini bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang
menyangkut aspek hukum dari Bank Islam, karena baik pada proses
berdirinya maupun pada saat beroperasinya, Bank Islam selalu berhubungan
dengan aspek hukum. Selain itu, Tim MUI juga mempersiapkan sumber daya
manusianya dengan menyelenggarakan training calon staff BMI melalui
Management Deveploment Programdi LPPI yang dibuka pada tanggal 29
Maret 1991 oleh Menteri Muda Keuangan Nasrudin Sumaterapura.16
Ikut sertanya Bapak Soeharto sebagai pemerakrsa pendirian bank
syari’ah pertama di Indonesia, serta peran pribadi beberapa mantan menteri
dan menteri kabinet Pembangunan V, Hartono, Arifin M.Siregar, Azwar Anas
dalam proses pendiriannya, telah semakin memantapkan pelaksanaan rencana
tersebut. Demikian pula keberhasilan sisi-sisi pengumpulan dana yang tak
akan tercapai sedemikian rupa tanpa peran aktif para pengusaha muslim
Indonesia yang yercantum 227 pemegang saham pemdirian Bank Muamalat
Indonesia.17
Hingga pada tanggal 1 November 1991 terlaksana akte pendirian di
Sahid Jaya Hotel dihadapan notaris Yudo Paripurno dengan akte notaris No. 1
tanggal 1 November 1991 dengan izin Menteri Keuangan
No.C.2.2413.HT.01.01.18 Pada saat yang bersamaan telah terkumpul dana
sebanyak Rp. 84 miliar dan dua hari berselang tepatnya 3 November 1991,
Tim MUI mengadakan silaturahmi dengan Presiden Soeharto dan masyarakat
Jawa Braat dalam rangka penjualan saham pendirian Bank Syari’ah dan
jumlah modalnya menjadi Rp.116 miliar. Dengan modal ini Bank Muamalat
16
Ibid,hal.83-84.
17
Frianto Pandia, Lembaga Keuangan (Cet.I, Jakarta:Rineka Cipta, 2005), h.189.
18
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga, h. 84.
7
Indonesia mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992, persurat Menteri
Keuangan RI No.1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991, diikuti oleh
izin usaha keputusan Menteri Keuangan RI.No.430/KMK:013/1992 tanggal
24 April 1992.19
Pada tanggal 1 Mei 1992, Menteri Keuangan dan Direktur Gubernur BI
berkenan untuk meresmikan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia yang
diadakan di kantor pusatnya di gedung Arthaloka, Jl. Jend.Sudirman No. 2
Jakarta. Pada hari Jum’at 15 Mei 1992 diadakan acara resmi “Grand
Opening” di Puri Agung Hotel Sahid Jaya. Peresmian tersebut diawali dengan
sambutan tertulis Bapak Presiden Soeharto dan wakil, sekaligus
ditandatangani prasasti berdirinya bank pertama di Indonesia yang
dioperasikan dengan konsep syari’ah.20
8
yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut.
Seorang sahabat Rasulullah saw., Zubair bin al Awwam, memilih tidak
menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman.
Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda: pertama, dengan
mengambil uang itu sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk
memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban
mengambalikannya utuh.22
Sahabat lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah.
Juga tercatat Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang ke
adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak.23
Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya
perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung
dua kali setahun. Bahkan di jaman Umar bin Khattab ra, beliau menggunakan cek
untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan cek ini
kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu diimpor dari
Mesir.24
Pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti
mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, telah dikenal sejak awal diantara
kaum Muhajirin dan kaum Anshar.25
Jelaslah bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan fungsi
perbankan di zaman Rasulullah SAW, meskipun individu tersebut tidak
melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan fungsi
menerima titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam
uang, ada yang melaksanakan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang
memberikan modal kerja.
Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu
fiqih, seperti istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo) yang diambil dari
22
Sudin Haron, Prinsip dan Operasi Perbankan Islam, Berita Publishing Sdn Bhd, Kuala
Lumpur, 1996
23
Sudin Haron, ibid
24
Kadim Sadr, “Money and Monetary Policies in Early Islam”, Essay on Iqtisad,
NurCopr.,Silver Spring, 1989
25
Kadim Sadr, ibid
9
istilah qard. Credit dalam bahasa Inggris berarti meminjamkan uang; credo
berarti kepercayaan; sedangkan qard dalam fiqih berarti meminjamkan uang atas
dasar kepercayaan. Begitu pula istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque) yang
diambil dari istilah saq (suquq). Suquq dalam bahasa Arab berarti pasar,
sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.
26
Adiwarman Karim, “Bankir Yahudi pada Zaman Abbasiyah”, Ekonomi Islam Suatu
Kajian Kontemporer, Gema Insani Press, Jakarta, 2001
10
fungsi berikut ini :
1. To accept deposits ;
2. To channel financing ;
3. To transfer money ;
Sedangkan perbedaan dari keduanya (jihbiz dan bank) adalah :
1. Jihbiz dikelola oleh individu ;
2. Bank dikelola oleh institusi ;
Peranan banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan
Muqtadir (908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri.
Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab
sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu Wahab
menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga orang
bankir sekaligus: duaYahudi dan satu Kristen.
Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya
saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah
meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer
uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri kenegeri
lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang
telah mendirikan kantor- kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek
sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah
perbankan Islam, adalah Sayf al- Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang
pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan
Aleppo (Spanyolsekarang).27
27
SudinHaron, Islamic Banking: Rules and Regulations, Pelanduk Publications, Petaling
Jaya, 1997, h. 2. Lihatdalam Sami Hassan Homoud, Progress of Islamic Banking: The
Aspirations and the Realities. Islamic Economic Studies, Vol. 2 No. 1, December, 1994, 71-80.
11
bank yang pertama dibangun pada tahun 2000 SM di Babylonia,28 dengan
mengenakan bunga sebesar 20% setiap bulan kepada debiturnya, persoalan mulai
timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang
dalam pandangan fikih adalah riba, dan oleh karenanya haram. Pada tahun 500
SM di Yunani didirikan Greek Temple, suatu lembaga semacam bank yang
operasinya meliputi penukaran uang dan segala macam kegiatan bank. 29 Transaksi
berbasis bunga ini semakin merebak ketika Raja Henry VIII pada tahun 1545
membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba (usury)
dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive). Ketika Raja Henry
VIII wafat, ia digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan
bunga uang. Ini tidak berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh Ratu
Elizabeth I yang kembali membolehkan bunga uang.30
Selanjutnya, bangsa Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya dan
mengalami renaissance. Penjelajahan dan penjajahan mulai dilakukan ke seluruh
penjuru dunia, sehingga kegiatan perekonomian dunia mulai didominasi oleh
bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban muslim mengalami
kemerosotan dan negara-negara muslim satu per satu jatuh ke dalam cengkeraman
penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, institusi-institusi perekonomian
umat muslim runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa.
Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini. Karena itu, institusi
perbankan yang ada sekarang di mayoritas negara- negara muslim merupakan
warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga.
12
modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di
Malaysia pada pertengahan tahun 40-an, namun usaha ini tidak
sukses.Selanjutnya, eksperimen lainnya dilakukan di Pakistan pada akhir tahun
50-an, di mana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan
negara itu.31
Namun demikian, eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses
dan inovatif di masa modern ini dilakukan di Mesir pada tahun 1963, dengan
berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Bank ini mendapat sambutan yang
cukup hangat di Mesir, terutama dari kalangan petani dan masyarakat pedesaan.
Jumlah deposan bank ini meningkat luar biasa dari 17,560 di tahun pertama
(1963/1964) menjadi 251,152 pada 1966/1967. Jumlah tabungan pun meningkat
drastis dari LE40,944 di akhir tahun pertama (1963/1964) menjadi LE1,828,375
di akhir periode 1966/1967. Namun, karena terjadi kekacauan politik di Mesir
maka Mit Ghamr mulai mengalami kemunduran/backward bending, sehingga
operasionalnya diambil alih oleh National Bank of Egypt dan bank sentral Mesir
pada 1967. Pengambilalihan ini menyebabkan prinsip nir-bunga pada Mit Ghamr
mulai ditinggalkan, sehingga bank ini kembali beroperasi berdasarkan bunga.
Pada 1971 akhirnya konsep nir-bunga kembali dibangkitkan pada masa rezim
Sadat melalui pendirian Nasser Social Bank. Tujuan bank ini adalah untuk
menjalankan kembali bisnis yang berdasarkan konsep yang telah dipraktekkan
oleh Mit Ghamr.32
Kesuksesan Mit Ghamr ini memberi inspirasi bagi umat muslim di seluruh
dunia, sehingga timbullah kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih
dapat diaplikasikan dalam bisnis modern. Ketika OKI akhirnya terbentuk,
serangkaian konferensi internasional mulai dilangsungkan, di mana salah satu
agenda ekonominya adalah pendirian bank Islam. Akhirnya terbentuklah Islamic
Development Bank (IDB) pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22
31
SudinHaron, “Islamic Banking: Rules and Regulations, Pelanduk Publications”, Petaling
Jaya, 1997, h. 2. Lihatdalam Sami Hassan Homoud, Progress of Islamic Banking: The Aspirations
and the Realities. Islamic Economic Studies, Vol. 2 No. 1, December, 1994, 71-80.
32
Muhith, Abdul. September 2012. “Sejarah Perbankan Syariah”. Jurnal Kajian Keislaman
dan Pendidikan vol. 01, Nomor 02,
http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/attanwir/article/view/3108. 21 Maret 2020
13
negara Islam pendiri. Bank ini menyediakan bantuan finansial untuk
pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka untuk mendirikan
bank Islam di negaranya masing-masing, dan memainkan peranan penting dalam
penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan keuangan Islam. Kini, bank yang
berpusat di Jeddah-Arab Saudi itu telah memiliki lebih dari 43 negara anggota.
Pada perkembangan selanjutnya di era 70-an, usaha-usaha untuk mendirikan
bank Islam mulai menyebar ke banyak negara. Beberapa negara seperti Pakistan,
Iran dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di negara itu menjadi
sistem nir- bunga, sehingga semua lembaga keuangan di negara tersebut
beroperasi tanpa menggunakan bunga. Di negara Islam lainnya seperti Malaysia
dan Indonesia, bank nir- bunga beroperasi berdampingan dengan bank-bank
konvensional.
Kini, perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat
dan menyebar ke banyak negara, bahkan ke negara-negara Barat. The Islamic
Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang
beroperasi di Eropa, yakni pada tahun 1983 di Denmark. sehingga, bank-bank
besar dari negara-negara Barat seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan
Bank dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamic window, agar dapat
memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.33
Dari segi proses evolusi, embrio kegiatan perbankan dalam masyarakat
Islam dilakukan oleh seorang individu untuk satu fungsi perbankan. Kemudian
berkembang profesi jihbiz, yaitu seorang individu melakukan ketiga fungsi
perbankan. Lalu kegiatan tersebut diadopsi oleh masyarakat Eropa abad
pertengahan, dan pengelolaannya dilakukan oleh institusi, namun kegiatannya
mulai dilakukan dengan basis bunga. Karena mundurnya peradaban umat muslim
dan penjajahan bangsa-bangsa Barat terhadap negara-negara muslim, maka
evolusi praktek perbankan yang sesuai syariah sempat terhenti beberapa abad.
Baru pada abad ke-20 ketika bangsa muslim mulai merdeka, terbentuklah bank
33
Adirwarman A. Karim, Bank Islam; Analisa Fiqh dan Keuangan, h. 24.
14
syariah modern di sejumlah negara dan insyaAllah akan terus mengalami
perkembangan.34
15
(MUI).Gagasan berdirinya Bank Islam di Indonesia lebih konkret pada saat
lokakarya “Bunga Bank dan Perbankan” pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide
tersebut ditindaklanjuti dalam Munas IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Hotel
Sahid tanggal 22-25 Agusutus 1990.37
Setelah itu, MUI membentuk suatu The Steering Committee yang diketuai
oleh Amien Aziz. Tim ini bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan berdirinya Bank Islam di Indonesia. Untuk membantu kelancaran tugas-
tugas Tim MUI ini dibentuklah tim Hukum Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) di bawah ketua Karnaen Perwaatmadja. Tim ini bertugas untuk
mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut aspek hukum dari Bank Islam,
karena baik pada proses berdirinya maupun pada saat beroperasinya, Bank Islam
selalu berhubungan dengan aspek hukum. Selain itu, Tim MUI juga
mempersiapkan sumber daya manusianya dengan menyelenggarakan training
calon staff BMI melalui Management Deveploment Programdi LPPI yang dibuka
pada tanggal 29 Maret 1991 oleh Menteri Muda Keuangan Nasrudin
Sumaterapura.38
Ikut sertanya Bapak Soeharto sebagai pemerakrsa pendirian bank syari’ah
pertama di Indonesia, serta peran pribadi beberapa mantan menteri dan menteri
kabinet Pembangunan V, Hartono, Arifin M.Siregar, Azwar Anas dalam proses
pendiriannya, telah semakin memantapkan pelaksanaan rencana tersebut.
Demikian pula keberhasilan sisi-sisi pengumpulan dana yang tak akan tercapai
sedemikian rupa tanpa peran aktif para pengusaha muslim Indonesia yang
tercantum 227 pemegang saham pemdirian Bank Muamalat Indonesia.39
Hingga pada tanggal 1 November 1991 terlaksana akte pendirian di Sahid
Jaya Hotel dihadapan notaris Yudo Paripurno dengan akte notaris No. 1 tanggal 1
November 1991 dengan izin Menteri Keuangan No.C.2.2413.HT.01.01.23 Pada
saat yang bersamaan telah terkumpul dana sebanyak Rp. 84 miliar dan dua hari
berselang tepatnya 3 November 1991, Tim MUI mengadakan silaturahmi dengan
37
Warkum Sumitro, “Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga
Terkait”(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 83
38
Ibid. h. 83-84
39
Frianto Pandia, Lembaga Keuangan (Cet.I, Jakarta:Rineka Cipta, 2005), h.189.
16
Presiden Soeharto dan masyarakat Jawa Barat dalam rangka penjualan saham
pendirian Bank Syari’ah dan jumlah modalnya menjadi Rp.116 miliar. Dengan
modal ini Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992,
persurat Menteri Keuangan RI No.1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991,
diikuti oleh izin usaha keputusan Menteri Keuangan RI.No.430/KMK:013/1992
tanggal 24 April 1992.
Pada tanggal 1 Mei 1992, Menteri Keuangan dan Direktur Gubernur BI
berkenan untuk meresmikan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia yang
diadakan di kantor pusatnya di gedung Arthaloka, Jl. Jend.Sudirman No. 2
Jakarta. Pada hari Jum’at 15 Mei 1992 diadakan acara resmi “Grand Opening” di
Puri Agung Hotel Sahid Jaya. Peresmian tersebut diawali dengan sambutan
tertulis Bapak Presiden Soeharto dan wakil, sekaligus ditandatangani prasasti
berdirinya bank pertama di Indonesia yang dioperasikan dengan konsep syari’ah.40
Bila pada tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah di Indonesia,
maka pada 1999 jumlahnya bertambah menjadi tiga unit. Pada tahun 2000, bank
syariah maupun bank konvensional yang membuka unit usaha syariah telah
meningkat menjadi 6 unit. Sedangkan jumlah BPRS (Bank Perkreditan Rakyat
Syariah) sudah mencapai 86 unit dan masih akan bertambah. Di tahun-tahun
mendatang, jumlah bank syariah ini akan terus meningkat seiring dengan
masuknya pemain-pemain baru, bertambahnya jumlah kantor cabang bank syariah
yang sudah ada, maupun dengan dibukanya Islamic window atau unit usaha
syariah di bank-bank konvensional.
Dari sebuah riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting,
diproyeksikan bahwa total aset bank syariah di Indonesia akan tumbuh sebesar
2850% selama 8 tahun, atau rata-rata tumbuh 356.25 % tiap tahunnya. Sebuah
pertumbuhan aset yang sangat mengesankan. Tumbuh kembangnya aset bank
syariah ini dikarenakan adanya kepastian di sisi regulasi serta berkembangnya
pemikiran masyarakat tentang keberadaan bank syariah.41
40
Warkum Sumitro, “Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga
Terkait”(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 83
41
Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”,Edisi baru, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 28-29
17
Regulasi merupakan suatu hal yang umum terjadi untuk Produk non-
finansial. Regulasi pada perusahaan non-finansial tidak lazim dilakukan. Regulasi
pada Bank mengatur institusi-nya, bukan hanya pada produk dan jasa yg
diberikan. Regulasi pada industri jasa keuangan adalah untuk melindungi nasabah
dan meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap bank. Alasan regulasi adalah
dampak kegagalan suatu bank yg bisa dalam dan berjangka panjang pada seluruh
ekonomi.
Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh
sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Namun realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya insani
yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis
maupun praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan
•
42
Muhith, Abdul. September 2012. “Sejarah Perbankan Syariah”. Jurnal Kajian Keislaman
dan Pendidikan vol. 01, Nomor
02,http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/attanwir/article/view/3108. 21 Maret 2020
43
Ismail, “Manajemen Perbankan”(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 20.
18
menggunakan cek. Sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan
cara pemindahbukuan.44 Sedangkan giro syariah adalah giro yang
dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.45 Adapun macam-
macam giro syariah adalahGiro Wadi 'ah, dan Giro Mudharabah.46
b. Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau lainnya yang dipersamakan
dengan itu. Tabungan syariah terdiri atas : Tabungan wadi’ah, dan
Tabungan mudharabah.47
c. Deposito Syariah
Deposito adalah dana nasabah yang penarikannya sesuai dengan
jangka waktu tertentu, sehingga mudah diprediksi ketersediaan dana
tersebut. Balas jasa yang diberikan oleh bank untuk deposito lebih
tinggi dibanding produk dana lainnya.48 Adapun deposito syariah
adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam
hal ini, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI telah mengeluarkan
fatwa bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang
berdasarkan prinsip mudharabah.49
44
Faisal Afif, dkk, “Strategi Operasional Bank” (Bandung: Eresco, 1996), h. 51.
45
Adiwarman A. Karim, "Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”, h. 291.
46
Ascarya, “Akad & Produk Bank Syariah” (Jakarta: Grafindo Persada, 2011), h. 113
47
Ibid. h. 115
48
Ismail, Manahemen Perbankan, h. 79.
49
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000
19
1) Musyarakah, adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusidana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesapakatan50
2) Mudharabah, adalah akad antara pihak pemilik modal
dengan pengelola untuk memperoleh pendapatan atau
keuntungan. Pendapatan tersebut dibagi berdasarkan
nisbah yang telah disepakati pada awal akad. Apabila
usaha yang dibiayai mengalami kerugian, maka kerugian
sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali
apabila terjadi penyelewengan oleh pengelola.51
b. Prinsip Jual Beli
1) Murabahah, adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.36 Dalam hal ini bank
selaku penjual dan nasabah selaku pembeli.52
2) Salam, adalah transaksi jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang
diserahkan secara tanggung, sedangkan pembayaran
dilakukan tunai.
3) Istishna, menyerupai produk salam, namun dalam istishna
pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali
pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya
diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi
proyek pembangunan berdasarkan prinsip ba’i al- istishna.53
50
Ibnu Rusyd, “Bidayatul Mujtahid” (Kairo: Bab al-Halabi, t.th.), h. 253-257
51
Heri Sudarsono, “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 59. Lihat juga Sholahuddin,
Lembaga Ekonnomi dan Keuangan Islam” (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2006), h.
30-31. Lihat pula Ahmad al-Syarbasyi, al-Mu’jam al-Iqtishad al-Islami (Beirut: Dar Alamil Kutub,
1887), h. 212
52
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, h. 113
53
Ibid. h. 99
20
4) Ijarah, adalah akad peminjaman hak guna atas barang dan
jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan (ownership) atas barang itu sendiri.
Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah lease
contract diana suatu bank menyewakan peralatan kepada
salah satu nasabahnya dengan pembebanan biaya yang sudah
ditentukan secara pasti sebelumnya.54
c. Jasa-jasa
1) Wakalah, adalah akad pemberi kuasa dari pemberi kuasa
kepada penerima kuasa untuk melaksanakn tugas atas nama
pemberi kuasa.
2) Kafalah, adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung.
3) Qard, adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih kembali. Dalam teknis perbankan, qard adalah
pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah yang
digunakan untuk kebutuhan mendesak.
4) Rahn, adalah menahan salah satu harta milik orang yang
meminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya
dengan tujuan untuk memberikan jaminan pembayaran
kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
5) Hiwalah, adalah memindahkan utang dari tanggungan orang
yang berutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban
membayar utang.
6) Sharf, adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valutan
lainnya. Transaksi jual beli mata uan asing dapat dilakukan
baik dengan sesama mata uang yang sekenisnya maupun
tidak sejenis.55
54
Ibid. h. 100
55
Sofyan, Syaakir. Desember 2016 “Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia”.
Studi Syariah dan Hukum, vol. 10, no. 2, h. 91-112
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
22
Meskipun kosa kata fikih Islam tidak mengenal kata “Bank”, namun
sesungguhnya bukti-bukti sejarah menyatakan bahwa fungsi-fungsi perbankan
modern telah dipraktekkan oleh umat muslim, bahkan sejak zaman nabi
Muhammad saw. Praktek-praktek fungsi perbankan ini tentunya berkembang
secara berangsur-angsur dan mengalami kemajuan dan kemunduran di masa-
masa tertentu, seiring dengan naik-turunnya peradaban umat muslim. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa konsep bank bukanlah suatu konsep yang asing
bagi umat muslim, sehingga proses ijtihad untuk merumuskan konsep bank
modern yang sesuai dengan syariah tidak perlu dimulai dari nol. Jadi, upaya
ijtihad yang dilakukan insya Allah akan menjadi lebih mudah.
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan tahun 1992 adalah Bank
Muamalat, yang dalam perkembangannya, total aset industri perbankan Syariah
telah meningkat sebesar 27 kali lipat dari Rp 1,79 triliun pada tahun 2000,
menjadi Rp 49,6 triliun pada akhir tahun 2008. Laju pertumbuhan aset 46,3% per
tahun (yoy, utamanya dalam 5 tahun terakhir). Posisi Indonesia dalam Pasar
Keuangan Global: pertumbuhan industri dalam 5 tahun terakhir lebih tinggi dari
pertumbuhan industri keuangan syariah global (15%-20% p.a).
Adapun logo industri perbankan syariah di Indonesia diresmikan pada
tanggal 2 Juli 2007 bertepatan dengan HUT Bank Indonesia ke-54. Ini sangat
membantu memudahkan, meyakinkan dan memberi rasa nyaman pada
masyarakat.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan selaku penulis kepada para
pembaca lainnya adalah kita sebagai mahasiswa seharusnya lebih memahami
bagaimana sebenarnya sejarah tentang perbankan syaraiah terkhusus pada
mahasiswa jurusan perbankan agar dapat mengetahui secara jelas asal muasal dari
terbentuknya semua bank yang ada di Indonesia, sehingga kita dapat
merealisasinya di kemudian hari, dengan hal tersebut kita harus membaca banyak
referensi serta mencari informasi yang lengkap dan terperbaharui yang berkaitan
23
dengan dana bank syariah, sejarah bank syariah maupun hal terbaru yang jadi
permasalahan dalam dunia perbankan syraiah.
DAFTAR PUSTAKA
24
Ascarya, “Akad & Produk Bank Syariah” (Jakarta: Grafindo Persada, 2011)
Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, Edisi baru, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999)
25
Sofyan, Syaakir. Desember 2016 “Perkembangan Perbankan Syariah Di
Indonesia”. Studi Syariah dan Hukum, vol. 10, no. 2, h. 91-112
https://jurnal.iainpalu.ac.id/index.php/blc/article/view/291, 21 Maret 2020
26