Anda di halaman 1dari 30

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Bank dan Lembaga Keuangan Syariah YESSI NESNERI, SE, M.M

WAKAF TUNAI

Di Susun Oleh :
Aldi Harmanto (11970114806)
Eqi Rizky Suqron (11970115278)
Lestia Rini Saragih (11970124968)
Hendri Safutra (11970113657)

MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Allah SWT yang telah memberikan kami kesempatan
dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “WAKAF
TUNAI” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada
baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya
di akhirat nanti.
Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang membatu dalam menyelesaikan makalah ini,
1. Kepada Ibu YESSI NESNERI, SE,MM selaku dosen mata kuliah
Pengantar Ekonomi
2. Dan juga kepada teman-teman beserta semua pihak yang telah membantu
dalam proses menyelesaikan makalah ini.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan.................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2

Bab II Pembahasan................................................................................................3

A. Pengertian Wakaf Tunai............................................................................3


B. Sejarah Wakaf Tunai.................................................................................5
C. Perbedaan Wakaf dengan Sodaqoh...........................................................7
D. Dasar Hukum Wakaf Tunai.......................................................................7
E. Rukun dan Ketentuan Syariah...................................................................9
F. Tujuan Wakaf Tunai..................................................................................15
G. Konsep Wakaf Tunai.................................................................................15
H. Sertifikasi Wakaf Tunai.............................................................................16
I. Badan Wakaf di Indonesia.........................................................................18
J. Pengelolaan Wakaf Tunai..........................................................................21
K. Kendala Pengembangan Wakaf Tunai......................................................23
L. Strategi Pengembangan Wakaf Tunai.......................................................23

Bab III Penutup......................................................................................................24

A. Kesimpulan................................................................................................24
B. Saran..........................................................................................................25

Daftar Pustaka.......................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf bukanlah hal yang baru. Wakaf sudah ada bahkan sejak
masyarakat sebelum islam telah mempraktekkan kegiatan sejenis wakaf
namun dengan nama yang lain. Di zaman milenial saat ini, jenis-jenis
wakaf ada beberapa macam. Namun wakaf yang sedang banyak mendapat
sorotan adalah cash waqf. Apa itu cash waqf? Cash waqf adalah nama lain
dari waqaf uang atau waqaf tunai.
Dari mana awal mula waqaf tunai ini? Waqaf tunai ini sudah
dikembangkan sejak zaman dinasti Ayyubiyah hingga saat ini. Namun,
masih banyak masyarakat yang belum mengerti bagaimana konsep wakaf
tunai ini sendiri.
Di dalam makalah ini kami akan membahas lebih lanjut mengenai
apa itu wakaf tunai, apa saja rukunnya, bagaimana hukum wakaf tunai,
dan masih banyak materi lainnya.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan wakaf wunai ?
b. Bagaimana sejarah wakaf tunai ?
c. Apa yang membedakan antara wakaf dengan shadaqah?
d. Apa saja dasar hukum wakaf tunai?
e. Apa saja rukun dan ketentuan syariah ?
f. Apakah tujuan wakaf tunai ?
g. Bagaimana konsep wakaf tunai ?
h. Apa itu sertifikasi wakaf tunai ?
i. Apa saja badan wakaf di Indonesia ?
j. Apa saja kendala dalam pengembangan wakaf tunai ?
k. Bagaimana cara pengelolaan wakaf tunai ?

1
C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan wakaf wunai
b. Mengetahui dan memahami bagaimana sejarah wakaf tunai
c. Memahami apa yang membedakan antara wakaf dengan shadaqah
d. Mengetahui dan memahami dasar hukum wakaf tunai
e. Mengetahui dan memahami apa saja rukun dan ketentuan syariah
f. Memahami tujuan wakaf tunai
g. Mengetahui konsep wakaf tunai
h. Memahami apa itu sertifikasi wakaf tunai
i. Mengetahui badan wakaf di Indonesia
j. Memahami apa saja kendala dalam pengembangan wakaf tunai
k. Mengetahui dan memahami bagaimana cara pengelolaan wakaf
tunai

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf Tunai


Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf”
yang berarti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar yang
pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata
tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain,
ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu.1
Sedangkan menurut istilah, wakaf diartikan sebagai
penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan
menyedahkan menfaat atau faedahnya (al-manfa’ah). Sedangkan dalam
buku fikih, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian
wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum
yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fikih adalah sebagai
berikut.2
1. Hanafiya, mengartiksn wakaf sebagai menahan materi benda
(al-;ain) milik wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan
manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan
kebajikan. Defenisi wakaf tersebut menjelaskan bahwa
kedudukan harta wakaf masih tetap bertahan atau terhenti di
tangan wakif itu sendiri. Dengan artian, wakif masih menjadi
pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya
terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset
hartanya.
2. Malikiyah, wakaf adalah menjadian manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk
diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat)

1
Ibnu Manzhur, Lisan Arab, Jilid 11, hlm. 276
2
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf,, Terjemahan: Ahkam al-Waqf fi
al-Syari;ah al-Islamiyah, (Jakarta: Kerja Sama Dompet Dhuafa Republika dan Ilman
Press, Cet. I, 2004), hlm. 38-61

3
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan wakif.
Defenisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf
kepada orang atau tempat yang berhak saja.
3. Syafi’iyah, mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bias
memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan
cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh wakif
untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah.
Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta
yang kekal materi bendanya dengan artian harta yang tidak
mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara
terus menerus.
4. Hanabilah mendefenisikan wakaf dengan bahasa sederhana
wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal
harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.

Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, wakaf diartikan


dengan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna
keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum.3
Sedangkan wakaf tunai (cash waqf) ialah wakaf yang dilakukan
oleh seseorang, atau kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum
dalam bentuk uang tunai. Atau dapat diartikan sebagai penyerahan hak
milik berupa uang tunai kepada seseorang, kelompok orang atau lembaga
nadzir untuk dikelola secara produktif dengan tidak mengurangi atau
menghilangkan ‘ain aset sehingga dapat diambil hasil atau manfaatnya
oleh mauquf alaih sesuai dengan permintaan wakif yang sejalan dengan
syariat Islam.

3
Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Departemen Agama RI, Dirjen
Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2005, hlm.3

4
B. Sejarah Wakaf Tunai
1. Pada Masa Rasulullah dan Para Sahabat
Para ahli fiqih banyak perbedaan pendapat tentang siapa
yang melakukan wakaf pertama kali, sebagian mengatakan bahwa
wakaf dilakukan oleh Rasulullah atas pembangunan masjid, dan
sebagian lagi mengatakan bahwa wakaf dilakukan oleh sahabat
Umar atas tanahnya di Khaibar (Sabig, 2008). Perbedaan pendapat
ini sesuai dengan sebuah riwayat oleh Umar bin Syabah dari Amr
bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata :
“Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam, orang
Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang
Anshar mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW”. (Asy-Syaukani :
129)

2. Masa Dinasti-Dinasti Islam


Pada dinasti Umayyah dan Abbasiyah, pelaksanaan wakaf
menjadi lebih luas lagi, yaitu untuk turut membangun solidaritas
umat dan ekonomi masyarakat karena selain untuk membantu fakir
miskin, wakaf juga dilakukan untuk membangun pendidikan baik
fisik bangunan, para pengajar maupun beasiswa bagi pelajar dan
perpustakaan.
Bahkan, pada masa dinasti Umayyah di Mesir, pertama kali
didirikan lembaga wakaf khususnya administrasi wakaf pertama kali
di Mesir dibawah pengawasan hakim yaitu pada saat kekhalifahan
dipimpin oleh Khalifah Hasyim bin Abd. Malik dengan hakim Mesir
adalah Taubah bin Ghar al-Hadhramiy. Dilanjutkan dengan
pendirian di Basrah hingga di seluruh wilayah kekhalifahan .
Selanjutnya, pengelolaan lembaga wakaf dilakukan oleh Departemen
Kehakiman secara baik dan hasilnya disalurkan kepada yang berhak
dan yang membutuhkan.

5
Pada masa Abbasiyah, pengelolaan wakaf baik secara
administrasi dan independen dilakukan oleh lembaga disebut dengan
“shadr al-Wukuf”. Lembaga ini bahkan staf pengelola lembaga
wakaf.
Pada masa Ayyubiyah, terjadi lompatan besar dalam nerwakaf,
yaitu saat Shalahuddin al-Ayyubi dan Nuruddin Zanki mendapatkan
fatwa dari seorang ahli fiqih terkenal Ibnu Abi’Ashrum 482-585
H/1088-1188 M yang menfatwakan bahwa mewakafkan tanah-tanah
baitul mal bagi kemaslahatan umat seperti pembangunan madrasah
hukumnya adalah boleh (jawaz) dengan alasan bahwa tanah tersebut
merupakan pemberian kepada yang berhak.
Dinasti Mamluk telah merasa bahwa wakaf telah menjadi
tulang punggung dalam roda ekonominya, karena itu mereka
memberi perhatin khusus terhadap wakaf. Bahkan mereka
mengeluarkan kebijakan dengan mensahkan Undang-undang Wakaf.
Undang-undang Wakaf pada dinasti Mamluk dimulai sejak Raja Al-
Dzahir Bibers Al-Bandaq (1260-1277 M/658-676 H), dimana
dengan Undang-undang tersebut Raja Al-Dzahir memilih hakim
untuk mengurusi wakaf dari masing-masing empat mazhab Sunni.
Dinasti Utsmani, yang menguasai sebagian besar wilayah
negara Arab, menerapkan syariah Islam dengan lebih mudah
termasuk mengatur tentang wakaf yang mulai diberlakukan pada
tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H. Undang-undang tersebut
mengatur tentang pencatatan wakaf, sertifikasi wakaf, cara
pengelolaan wakaf, upaya mencapai tujuan wakaf dan
melembagakan wakaf dalam upaya realisasi wakaf dari sisi
administrasi dan perundang-undangan. Tahun 1287 H juga
dikeluarkan undang-undang yang menjelaskan tentang kedudukan
tanah-tanah kekuasaan Turki Usmani dan tanah-tanah produktif yang
berstatus wakaf.

6
C. Perbedaan Wakaf dengan Shadaqah/Hibah

Wakaf Shadaqah/Hibah
Menyerahkan kepemilikan suatu Menyerahkan kepemilikan suatu
barang kepada orang lain barang kepada pihak lain
Hak milik atas barang Hak milik atas barang diberikan
dikembalikan kepada Allah kepada penerima shadaqah/hibah
Objek wakaf tidak boleh Objek shadaqah hibah boleh
diberikan atau dijual kepada pihak diberikan atau dijual kepada
lain pihak lain
Manfaat barang biasanya
Manfaat barang dinikmati oleh
dinikmati untuk kepentingan
penerima shadaqah/hibah
social
Objek wakaf biasanya kekal Objek shadaqah/hibah tidak
zatnya harus kekal zatnya
Pengelolaan objek wakaf Pengelolaan objek
diserahkan kepada administrator shadaqah/hibah diserahkan
yang disebut nadzir/mutawalli kepada si penerima
Sumber: Karim Business Consulting, 2003.

D. Dasar Hukum
Wakaf tunai dibolehkan berdasarkan: firman Allah, hadis Nabi dan
pendapat Ulama, yaitu:
a. Firman Allah

‫ُّون ۚ َو َما ُت ْنفِقُوا مِنْ َشيْ ٍء َفإِنَّ هَّللا َ ِب ِه َعلِي ٌم‬


َ ‫لَنْ َت َنالُوا ْال ِبرَّ َح َّت ٰى ُت ْنفِقُوا ِممَّا ُت ِحب‬

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang


sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya
Allah mengetahui”. (QS : Ali Imran [3]: 92).

ْ ‫يل هَّللا ِ َك َم َث ِل َح َّب ٍة أَ ْن َب َت‬


ُ‫ت َسب َْع َس َن ِاب َل فِي ُك ِّل ُس ْن ُبلَ ٍة مِا َئ ُة َح َّب ٍة ۗ َوهَّللا ُ ُيضَاعِ ف‬ ِ ‫ون أَمْ َوالَ ُه ْم فِي َس ِب‬ َ ‫َم َث ُل الَّذ‬
َ ُ‫ِين ُي ْنفِق‬

‫لِ َمنْ َي َشا ُء ۗ َوهَّللا ُ َواسِ ٌع َعلِي ٌم‬

7
“Perumpamaan (nafakah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir
menumbuhkan seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi
siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (Karunianya)
Lagi Maha Mengetahui”. (QS : al-Baqarah : 261).

b. Hadist
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah
hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika
memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi
tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal
tanah dan menyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang hal ini secara lengkap : ‘Umar memperoleh
tanah di Khaibar, lalu dia betanya kepada Nabi dengan berkata :
Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khibar yang
nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi
nilanya daripadanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya
untuk melakukanya? Sabda Rasulullah : “ Kalau kamu mau, tahan
sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya, atau dijadikan
warisan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga,
untuk memerdekakan budak, untuk orang yag beperang di jalan
Allah, orang musafir, dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh
digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya,
seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya
sebagai sumber pendapatan.”

c. Pendapat Ulama

8
Selain ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Syafi’i
juga membolehkan wakaf tunai.

“Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Syafi’i tentang


dibolehkannya wakaf dinar dan dirham (uang)”.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga


membolehkan wakaf tunai. Fatwa komisi fatwa MUI itu dikeluarkan
pada tanggal 11 Mei 2002. Argumentasididasarkan kepada hadis Ibn
Umar (seperti yang disebutkan di atas). Pada saat itu, komisi fatwa
MUI juga merumuskan definisi (baru) tentang wakaf, yaitu:

“Menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap


bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan
hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau
mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang
mubah (tidak haram) yang ada”

E. Rukun dan Ketentuan Syariah


Rukun wakaf ada4 (empat) (Depang, 2006), yaitu sebagai berikut.
1. Pelaku terdiri atas orang yang mewakafkan harta (wakaf/pewakaf).
Namun, ada pihak yang memiliki peranan penting walaupun diluar
rukun wakaf yaitu pihak yang diberi wakaf/diamanahkan untuk
mengelolah wakaf yang disebut nazhir.
2. Barang atau harta yang diwakafkan (mauquf bih).
3. Peruntukan wakaf (mauquf’alaih)
4. Shinght (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan sebagian harta bendanya termaksud penetapan jangka
waktu dan peruntukan)
Pewakaf

9
Pewakaf disyaratkan memiliki kecakapan hukum atau kamalul
ahliyah (legally competent) dalam membelanjakan hartanya. Kecepatan
bertindak disini meliput 4(empat) kriteria , yaitu sebagai berikut.
a. Merdeka, wakaf yang dilakukan oleh seseorang budak (hamba
sahaya) tidak sah karena ia tidak memilika hak milik pribadi,
sedangkan wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara
memberikan hak milik itu kepada orang lain. Kecuali jika budak
tersebut memperoleh ijin dari tuannya (menurt Abu Zahrah sesuai
kesepakatan ahlih fikih) atau ia memiliki harta melalui waaris atau
tabbaru’(menurut adz-Dzahiri).
b. Berakal sehat, wakaf yang dilakukan oleh orang gila, lemah mental
atau berubah akal karena masalah usia, sakit atau kecelakaan tidak
sah hukumnya, sebab ia tidak mampu dan tidak cakap melakukan
akad serta tindakan lainnya.
c. Dewasa (baligh),wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum
dewasa (baligh), hukumnya tidak sah karena ia dipandang tidak
cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan
hak miliknya.
d. Tidak berada dibawah pengampuan.Tujuan dari pengampuan ialah
untuk menjaga harta supaya tidak habis dibelanjakan untuk sesuatu
yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi
beban orang lain. Orang yang berada dibawah pengampuan
dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan , maka wakaf yang
dilakukannya hukumnya tidak sah.

Namun ada kalanya seseorang yang mewakafkan hartanya, tetapi


wakaf tersebut tidak langsung terlaksanakan, dan pelaksanaannya
dikaitkan dengan kerelaan orang lain. Ada beberapa hukum wakaf tyang
berkaitan dengan masalah ini.
1. Orang yang mempunyai utang, maka wakafnya ada
3(tiga)macam,yaitu:

10
a) Jika ia berada dibawah pengampuan karena utang dan
mewakafkan seluruh atau sebagia hartanya, sedang
utangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki, hukum
wakafnya sah, tetapi pelaksanaanya tergantung pada
kerelaan para krediturnya;
b) Jika ia berada dibawah pengampuan karena utang dan
mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya ketika sedang
menderita sakit parah,maka wakafnya sah, akan tetapi
pelaksanaanya bergantung pada kerelaan para krediturnya;
c) Jika ia tidak dibawa pengampuan karena utang dan
mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya ketika dalam
keadaan sehat, maka wakafnya sah dn dapat dilaksanakan,
baik hutangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki atau
hanya sebagian saja.
2. Apabila pewakaf mewakafkan hartanya ketika sedang sakit
parah(sakit yang mematikan),dan ketika mewakafkan harta
tersebut dia masih cakap untung melakukan perbuatan
baik(tabarru’), maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan
selama dia masih hidup, Hal ini karena penyakitnya tidak bisa
dipastikan sebagai penyakit kematian. Jika kemudian
pewakafnya meninggal karena penyakit yang dideritanya,
maka hukum wakafnya adalah:
a) Jika dia meninggal sebagai debitur,maka hukum wakafnya
seperti yang telah diuraikan dalam butir (1) diatas ;
b) Jika ia meninggal tidak sebagai debitur,maka hukum
wakaf yang terjadi ketika dia sedang sakit keras seoerti
wasiat,yaitu jka yang diberi wakaf bukan ahli warisnya
dan harta yang diwakafkan tidak lebih dari 1/3
(sepertiga)hartanya, maka wakaf terlaksana hanya sebatas
sepertiga hartanyasaja, jka harta yang diwakafkan lebih

11
dari1/3, maka kelebihan dari 1/3 tersebut bergantung pada
kerelaan ahli waris sebagai pemilik harta tersebut.

Nazhir atau pengelola wakaf,sebagai pihak yang diberi amanat


untuk mengelola wakaf memiliki syarat yaitu muslim, berakal, adil dan
cakap hukum.

Mauquf Buh (Harta yang Diwakafkan)


Dalam UU No. 41/2004 dinyatakan tidak ada batasan jumlah harta yang
diwakafkan. Namun terkait dengan hukum wasiat, maka sangat relevan
bahwa pembatas wakaf adalah 1/3 dari jumlah harta yang dimiliki.
Tujuannya adalah untuk kesejahteraan anggota keluarga pewakaf.
Sebagaimana hadis nabi Muhammad SAW.

“kalau begitu sepertiga dan sepertigaitu sudah cukup banyak”.


Sesungguhnya jika engkau meninggalkan ahli warismu dala keadaan
kaya,itu lebih baik dari pada engkau meninggalkan mereka dalam
keadaan miskin,meminta-minta kepada orang lain.(Shahih Bukhori dan
Muslim).

Barang yang diwakafkan harus memenuhi kriteria harta benda yang


bernilai (mal mutaqowwan),dapat diketahui(ma’lum) dan milik sempurna
(tidak dalam keadaan khiyar).
Syarat sahnya harta wakaf adalah sebagai berikut.
a. Harta yang diwakafkan harus merupakan harta benda yang bernilai
(mutaqawwam). Mutaqawwam adalah segala sesuatu yang dapat
disimpan dan halal digunakan dalam keadaan normal (bukan dalam
keadaan darurat) dan memiliki nilai (harga).
b. Harta yang diwakafkan harus jelas sehingga tidak menimbulkan
persengketaan.
c. Milik pewalkf secara penuh.

12
d. Harta tersebut bukan milik bersama(musya’) dan terpisah. Para
ulama sepakat bahwa harta wakaf tidak boleh berupa harta yang
bercampur,khususnya untuk masjid dan kuburan karena wakaf
tidak terlaksana kecuali harta itu terpisah dan bebas (independen).
e. Syarat-syarta yang ditetapkan pewakaf terkait harta wakaf.Syarat
yang ditetapkan pewakaf dapat diterima asalkan tidak melanggar
prinsip dan hukum syarat/wakaf ataupun menghambat pemanfaatan
barang yang diwakafkan.

Syarat Mauquf’alaih
Yang dimaksud mauquf’alaih adalah tujuan/peruntukan wakaf. Wakaf
harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuia dan diperoleh syariat
islam. Mauquf’alaih dapat dibedakan menjadi :
a. Wakaf Ahli (Wakaf Dzurri).
Wakaf ini kadang-kadang juga disebut wakaf ‘alal aulad,
yaitu wakaf yang diperuntukkan bai kepentingan dan jaminan
sosial dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri
Wakaf ahli (dzurri) ini adalah suatu hal yang baik karena
pewakaf akan mendapat dua kebakan, yaitu kebaikan dari amal
ibadah wakafnya, juga dari silaturrahmi terhadap keluarga. Akan
tetapi, wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, akibat
terbatasny pihak-pihak yang dapat mengambil manfaat darinya.

b. Wakaf Khairi (Wakaf Kebijakan)


Wakaf Khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk
kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan
umum). Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan
pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan
anak yatim dan lain sebagainya.
Wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan
dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang

13
dapat mengambil manfaat darinya. Dan jenis wakaf inilah yang
sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri
secara umum.

Syarat Shighat(Ikrar Wakaf)


Pengertian shighat ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang
yang berwakaf untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang
diinginkan. Namun, shighat wakaf cukup dengan pernyataan/ikrar ijab
atau penyerahan dari pewakaf tanpa memerlukan qabul dari penerima
wakaf. Adapun lafal shighat wakaf ada dua macam,yaitu sebagai berikut.
a. Lafal yang jelas (sharih); dalam lafal ini, tidak ada kata yang
mengandung suatu pengertian lain kecuali wakaf.Ada tiga jenis lafal
yang termaksud dalam kelompok ini yaitu: 1. Al-waqf (wakaf); 2.
Al-habs (menahan); 3. Al-tasbil(berderma). Ibnu Qudamah berkata,
lafal-lafal yang sharih(jelas) yaitu; waqaftul (saya mewakafkan),
habistu(saya menahan harta), dan sabbaltu (saya mendermakan).
b. Lafal Kiasan (kinayah); lafal kinayah merupakan lafal yang
menunjukkan beberapa kemungkinan makna, bias berarti wakaf dan
bias juga bermakna lain. Lafal sedekah atau nazar adalah lafal kiasan
jika tidak disertai dengan indikasi yang mengisyaratkan makna
wakaf. Menurut Ibnu Qudamah, lafal-lafal kiasan contohnya seperti
“saya bersedekah” atau “saya abadikan”.

Syarat sahnya shighat ijab, baik berupa ucapan maupun tulisan


adalah :
a) Shighat harus munajah (terjadi seketika/selesai).
b) Shighat tidak diikuti syarat batil (palsu)
c) Shighat tidak mengandung suatu pengertian untuk mencabut
kembali wakaf yang sudah dilakukan.

F. Tujuan Wakaf Tunai

14
Tujuan dari penggalangan wakaf tunai dari masyarakat antara lain sebagai
berikut :
1) Menggalang tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial
menjadi modal sosial serta membatu mengembangkan pasar modal
sosial
2) Meningkatkan investasi sosial
3) Menyisihkan sebagaian keuntungan dari sumber daya orang
kaya/berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak generasi
berikutnya
4) Menciptakan kesadaran di antara orang-orang kaya/berkecukupan
mengali tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya
5) Menciptkan integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial
serta meningktakan kesejahteraan

G. Konsep Wakaf Tunai


Hukum mewakafkan uang tunai merupakan permasalahan yang
diperdebatkan di kalangan ulama fikih. Dengan uang sebagai asset wakaf,
maka penggunaannya akan berhubungan dengan praktek riba. Adapun
alasan ulama yang tidak memperbolehkan berwakaf dengan uang lebih
jauh sebagai berikut :
1. Bahwa uang bias habis zatnya sekali pakai. Uang hanya bias
dimanfaatkan dengan membelanjakan sehingga bendanya lenyap.
Oleh karena itu, ada persyaratan agar benda yang akan diwakafkan
itu adalah benda yang tahan lama dan tidak habis pakai.
2. Uang seperti dirham dan dinar diciptakan sebagai alat tukar yang
mudah, orang melakukan transaksi jual-beli, bukan untuk ditarik
manfaatnya dengan mempersewakannya.

Dalam al-Is’af fi Ahkam al-Aqwaf, al-Tharablis mengungkapkan


bahwa sebagian ulama klasik merasa aneh ketika mendengar fatwa yang
dikeluarkan oleh Muhammad bin Abdullah al-Anshari, murid dari Zufar,

15
sahabat Abu Hanifah, tentang bolehnya berwakaf dalam bentuk uang
kontan dirham atau dinar dan dalam bentuk komoditas yang dapat ditakar
atau ditimbang seperti makanan gandum. Mereka mempermasalahkan dan
mempertanyakan apa yang dapat dilakukan dengan dana tunai dirham?
Muhammad bin Abdullah al-Anshari menjelaskan dengan mengatakan,
“Kita investasikan dana itu dengan cara mudharabah dan labanya kita
sedekahkan. Kita jual benda makanan itu, harta kita putar dengan usaha
mudharabah kemudian hasilnya disedekahkan”
Di kalangan Malikiyah popular pendapat yang membolehkan
berwakaf dalam bentuk uang tunai seperti dilihat dalam kitab Al-Majmu’
oleh Imam Nawawi yang mengatakan, “Dan para sahabat kita berbeda
pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang
membolehkan mempersewakan dirham dan dinar membolehkan berwakaf
dengannya dan yang tidak memperbolehkan mempersewakannya tidak
mewakafkannya.” Ibnu Taimiyah dalam al-Fatwa, meriwayatkan satu
pendapat dari kalangan Hanabilah yang membolehkan berwakaf dalam
bentuk uang dan hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam
bukunya al-Mughni.

H. Sertifikat Wakaf Tunai


Wakaf tunai dapat digunakan sebagai suatu instrumen keuangan
dan merupakan produk baru dalam sector perbankan. Beberapa pedoman
operasional sertifikat wakaf tunai yang dipraktikan sosial investment bank
Ltd(SIBL) antara lain:
1. Wakaf tunai harus dipandang sebagai sumbangan yang sesuai
dengan syariah,bank akan mengelola wakaf atas nama wakif
2. Wakaf dapat diberikan berulang kali dan rekening yang dibuka
sesuai dengan nama yang diberikan wakif
3. Wakif diberikan kebebasan untuk memilih sasaran wakaf baik
sasaran yang sudah teridentifikasi oleh SIBL atau sasaran lainnya
yang sesuai dengan syariah. Adapun sasaran wakaf yang sudah

16
berhasil diidentifikasi oleh SIBL secara umum antara lain
rehabilitasi keluarga,pendidikan dan kebudayaan kesehatan dan
sanitasi dan pelayanan sosial
4. Dana wakaf tunai akan mendapat keuntungan pada tingkat yang
paling tinggi yang ditawarkan oleh bank dari waktu ke waktu
5. Dana wakaf akan tetap dan hanya dana yang berasal dari
keuntungan yang akan dibagikan kepada sasaran yang telah dipilih
wakif.keuntungan yang belum sempat dibagikan otomatis akan
digabungkan dengan dana wakaf yang sudah ada yang akan
mendapatkan keuntungan yang lebih berkembang sepanjang waktu
6. Wakif juga dapat meminta bank untuk menyalurkan seluruh
keuntungan yang diperoleh kepada sasaran yang telah ditentukan
oleh wakif
7. Wakif mempunyai kesempatan memberikan wakaf tunai sepanjang
waktu. Walaupun tidak, wakif akan memberikan wakaf sebesar
yang dia inginkan dan akan mulai dengan nilai minimum wakaf
sebesar Tk 1000. Wakaf berikutnya akan sebesar Tk 1000 pula atau
kelipatannya
8. Wakif mempunyai hak untuk memberikan perintah pada bank
untuk mengambil dana wakaf dari rekening lainnya di SIBL secara
rutin
9. Wakaf tunai harus diterima dalam bentuk endowmwmnt receipt
voucher tertentu dan satu sertifikat untuk seluruh nilai harus
diterbitkan ketika wakaf tersebut diberikan
10. Prinsip dan ketentuan mengenai rekening wakaf tunai berdasarkan
amandemer dan akan dievaluasi dari wktu ke waktu

I. Badan Wakaf Indonesia


a. Profil BWI

17
Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan
perwujudan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2004 tentang wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 47, adalah untuk memajukan dan
mengembangkan perwakafan di Indonesia. Untuk pertama kali,
keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden RI, sesuai dengan
Keputusan Presiden (Kepres) No. 75/M Tahun 2007, yang ditetapkan
di Jakarta, 13 Juli 2007. Jadi, BWI adalah lembaga independen untuk
mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dalam melaksanakna
tugasnya bersifat bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, serta
bertanggung jawab kepada masyarakat.
Dalam kepengurusan, BWI terdiri atas badan pelaksana dan
dewan pertimbangan, masing-masing dipimpin oleh satu orang ketua
dan dua orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota.
Badan pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan dewan
pertimbangan adalah unsur pengawas pelaksanaan tugas BWI. Jumlah
anggota BWI Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang
dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur
masyarakat. (Pasal 51-53, UU No.41/2004).
Keanggotaan BWI diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
Keanggotaan perwakilan Badan Wakaf Indonesia didaerah diangkat
dan diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia untuk masa jabatan
selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa
jabatan. Untuk pertama kali pengnagkatan keanggotaan Badan Wakaf
Indonesia diusulkan kepada presiden oleh menteri. Pengusulan
pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada presiden
untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia (Pasal
55, 56, 57, UU No.41/2004)

b. Tugas dan Wewenang

18
Sesuai dengan UU No.41/2004 Pasal 49 Ayat 1 disebutkan, BWI
mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf
2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional
3. Memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukkan
dan status harta benda wakaf.
4. Memberhentikan dan mengganti nazhir
5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf
6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam
penyusunan kebijakan dibidang perwakafan.

Pada Ayat 2 dalam pasal yang sam adijelaskan bahwa dalam


melaksnakan tugasnya BWI dapat bekerja sama dengan instansi
pemerintah baik pusat maupun daerah, organisasi masyarakat, para
ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dianggap perlu.
Dalam melaksanakan tugas-tugas itu BWI memerhatkan saran
dan pertimbangan menteri dan Majelis Ulama Indonesia, seperti
tercermin dalam pasal 50. Terkait dengan tugas dalam membina
nazhir, BWI melakukan beberapa langkah strategis, sebagaimana
disebutkan dalam PP No.4/2006 Pasal 53, meliputi :
1. Penyiapan sarana da prasarana penunjang operasional nazhir
wakaf baik perorangan, organisasi dan badan hukum
2. Penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberiam fasiltas,
pengoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap
harta benda wakaf
3. Penyediaan fasilitas proses sertifikasi wakaf
4. Penyiapan dan pengadaan blangko-blangko AIW, baik wakaf
benda tidak bergerak maupun benda bergerak

19
5. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan
pembinaan dan pengembangan wakaf kepada nazhir sesuai
dengan lingkungannya.
6. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan
luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.

Visi BWI adalah “Terwujudnya lembaga independen yang


dipercaya masyarakat, mempunyai kemampuan dan integritas untuk
mengembangkan perwakafan nasional dna internasioanl”. Sedangkan
misinya, yaitu “Menjadikan Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga
professional yang mampu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi
harta benda wakaf demi kepentingan ibadah dan pemberdayaan
masyarakat.

c. Strategi
Adapun strategi untuk merealisasikan visi dan misi Badan Wakaf
Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kompetensi dan jaringan Badan Wakaf Indonesia,
baik nasional maupun internasional.
2. Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan,
3. Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
berwakaf
4. Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nazhir dalam
pengelolaan dan pengembangan harta wakaf
5. Mengkoordinasi dan membina seluruh nazhir wakaf
6. Menerbitkan pengadministrasian harta benda wakaf
7. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
8. Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
yang berskala nasional dan internasional.

20
Untuk merealisasikan visi, misi dan strategi tersebut, BWI
mempunyai 5 divisi, yakni Divisi Pembinaan Nazhir, Divisi
Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf, Divisi Kelembagaan, Divisi
Hubungan Masyarakat, dan Divizi Penelitian dan Pengembangan
Wakaf.

J. Pengelolaan Wakaf Tunai


Pertama pengelolaan wakaf tunai melalui lembaga Bank Syariah.
Beberapa peran yang bisa di unggulkan bila wakaf tunai dikelola oleh
bank adalah :
 Jaringan kantor
 Kemampuan sebagai Fund Manager
 Pengalaman,jaringan informasi dan peta distribusi
 Citra positif

Skema Bank sebagai penerima dan penyalur

Wakaf Bank Syariah Al-Mawqul’alaih

Badan Wakaf Nasional

Lembaga
penjamin Pengelolaan dana

Rugi Laba

Bank syariah hanya menjadi nadzir penerima dan penyalur


sedangkan fungsi pengelola dana akan dilakukan oleh lembaga lain,

21
misalnya Badan Wakaf Tunai(BWN), yang dengan sendirinya tanggung
jawab pengelolaan dan termasuk hubungan kerjasama dengan lembaga
penjamin berada pada BWN.
Kedua Wakaf Tunai di kelola lembaga swasta. Keunggulan yang
dapat bila wakaf tunai di kelola oleh swasta:
 Sesuai dengan kebutuhan masyarakat
 Ada control langsung oleh masyarakat
 Menumbuhkan solidaritas masyarakat

Lembaga sebagai Penerima dan Penyalur

Lembaga
Wakaf Al-Mawqul’alaih
Pendidikan
Wakaf

Badan Usaha Lembaga Pendidikan

Lembaga
Pengelolaan dana
penjamin

Rugi Laba

Lembaga pendidikan swasta mengelola sendiri dana yang diterima


muwakif dengan system musyarakah atau mudharabah tanpa mengurangi
nilai asset wakaf. Selanjutnya, keuntungan yang diterima didasarkan atas
system bagi hasil di atas,dan diterima oleh lembaga pendidikan sebagai
keuntungan usaha dan diterima wakaf tunai sebagai tambahan asset. Dari
tambahan wakaf tunai tersebut bisa digunakan membantu masyarakat
dalam bentuk wakaf pula.

22
K. Kendala Pengembangan Wakaf Tunai
Beberapa kendala yang menjadikan wakaf tunai sulit berkembang di tanah
air adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat masih memahami bahwa wakaf berhubungan dengan
harta-harta yang memiliki nilai tinggi seperti tanah, rumah dan lain
sebagainya.
2. Wakaf tunai relative baru di Indonesia, sehingga dampak langsung
dari kelebihan wakaf tunai bagi kesejahteraan masyarakat belum
terasa
3. Lembaga wakaf tunai masih dipahami sebagai lembaga zakat dan
lembaga zakat bias dijadikan pengganti keberadaan lembaga wakaf
tunai. Hal ini yang menjadikan keberadaan lembaga wakaf tunai
terasa tidak begitu urgen.
4. Tidak ada konsekuensi hukum yang mengikat kepada individu
untuk mewakafkan sebagian hartanya.

L. Strategi Pengembangan Wakaf Tunai


Usaha yang perlu dilakukam untuk mengurangi kendala-kendala di atas :
1. Sosialisasi keberadaan wakaf tunai kepada masyarakat, bahwa
masyarakat tidak perlu menunggu sampai jumlah tertentu hartanya
guna membeli sejumlah harta untuk diwakafkan. Wakaf bias
dilakukan dengan cash, walaupun ia tidak memiliki harta seperti
tanah, rumah dan lainnya.
2. Mendirikan lembaga wakaf tunai dapat dimulai dari lingkungan
terkecil seperti takmir masjid, pesantren dan sebagainya. Pendirian
lembaga wakaf tunai tidak harus menunggu kelompok/institusi,
selama individu atau sekelompok individu mampu mendirikannya
maka tidak ada halangan untuk mendirikan lembaga wakaf tunai.

23
3. Perlu koordinasi dengan lembaga zakat untuk menjalin hubungan
kerjasama dan meningkatkan kinerja antara kedua lembaga tersebut,
dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wakaf tunai (cash waqf) ialah wakaf yang dilakukan oleh
seseorang, atau kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam
bentuk uang tunai.
Rukun dan ketentuan syariah wakaf tunai terdiri dari Pelaku terdiri
atas orang yang mewakafkan harta (wakaf/pewakaf), barang atau harta
yang diwakafkan (mauquf bih), peruntukan wakaf (mauquf’alaih), shinght
(pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
sebagian harta bendanya termaksud penetapan jangka waktu dan
peruntukan)
Tujuan dari penggalangan wakaf tunai dari masyarakat antara lain
menggalang tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial
menjadi modal sosial serta membatu mengembangkan pasar modal sosial,
meningkatkan investasi sosial, menyisihkan sebagaian keuntungan dari
sumber daya orang kaya/berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak
generasi berikutnya

Beberapa kendala yang menjadikan wakaf tunai sulit berkembang


di tanah air adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat masih memahami bahwa wakaf berhubungan
dengan harta-harta yang memiliki nilai tinggi seperti tanah,
rumah dan lain sebagainya.
2. Wakaf tunai relative baru di Indonesia, sehingga dampak
langsung dari kelebihan wakaf tunai bagi kesejahteraan
masyarakat belum terasa

24
3. Lembaga wakaf tunai masih dipahami sebagai lembaga zakat
dan lembaga zakat bias dijadikan pengganti keberadaan
lembaga wakaf tunai. Hal ini yang menjadikan keberadaan
lembaga wakaf tunai terasa tidak begitu urgen.
4. Tidak ada konsekuensi hukum yang mengikat kepada individu
untuk mewakafkan sebagian hartanya.

Usaha yang perlu dilakukam untuk mengurangi kendala-kendala di atas :


a. Sosialisasi keberadaan wakaf tunai kepada masyarakat,
bahwa masyarakat tidak perlu menunggu sampai jumlah
tertentu hartanya guna membeli sejumlah harta untuk
diwakafkan. Wakaf bias dilakukan dengan cash, walaupun
ia tidak memiliki harta seperti tanah, rumah dan lainnya.
b. Mendirikan lembaga wakaf tunai dapat dimulai dari
lingkungan terkecil seperti takmir masjid, pesantren dan
sebagainya. Pendirian lembaga wakaf tunai tidak harus
menunggu kelompok/institusi, selama individu atau
sekelompok individu mampu mendirikannya maka tidak
ada halangan untuk mendirikan lembaga wakaf tunai.
c. Perlu koordinasi dengan lembaga zakat untuk menjalin
hubungan kerjasama dan meningkatkan kinerja antara
kedua lembaga tersebut, dengan tujuan untuk
mensejahterakan masyarakat.

B. Saran
Sebelum berwakaf sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu
barang apa yang akan kita wakafkan. Kita kenali rukun dan syarat-syarat
dalam berwakaf.
Pemerintah juga harus mengadakan sosialisasi terkait wakaf tunai,
karna dari yang kami lihat masih banyak masyarakat yang tidak
mengetahui apa itu wakaf tunai.

25
26
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta:


Salemba Empat

Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Medan: Kencana

Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia

27

Anda mungkin juga menyukai