WAKAF TUNAI
Di Susun Oleh :
Aldi Harmanto (11970114806)
Eqi Rizky Suqron (11970115278)
Lestia Rini Saragih (11970124968)
Hendri Safutra (11970113657)
MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2020/2021
KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Allah SWT yang telah memberikan kami kesempatan
dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “WAKAF
TUNAI” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada
baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya
di akhirat nanti.
Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang membatu dalam menyelesaikan makalah ini,
1. Kepada Ibu YESSI NESNERI, SE,MM selaku dosen mata kuliah
Pengantar Ekonomi
2. Dan juga kepada teman-teman beserta semua pihak yang telah membantu
dalam proses menyelesaikan makalah ini.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan.................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
Bab II Pembahasan................................................................................................3
A. Kesimpulan................................................................................................24
B. Saran..........................................................................................................25
Daftar Pustaka.......................................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf bukanlah hal yang baru. Wakaf sudah ada bahkan sejak
masyarakat sebelum islam telah mempraktekkan kegiatan sejenis wakaf
namun dengan nama yang lain. Di zaman milenial saat ini, jenis-jenis
wakaf ada beberapa macam. Namun wakaf yang sedang banyak mendapat
sorotan adalah cash waqf. Apa itu cash waqf? Cash waqf adalah nama lain
dari waqaf uang atau waqaf tunai.
Dari mana awal mula waqaf tunai ini? Waqaf tunai ini sudah
dikembangkan sejak zaman dinasti Ayyubiyah hingga saat ini. Namun,
masih banyak masyarakat yang belum mengerti bagaimana konsep wakaf
tunai ini sendiri.
Di dalam makalah ini kami akan membahas lebih lanjut mengenai
apa itu wakaf tunai, apa saja rukunnya, bagaimana hukum wakaf tunai,
dan masih banyak materi lainnya.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan wakaf wunai ?
b. Bagaimana sejarah wakaf tunai ?
c. Apa yang membedakan antara wakaf dengan shadaqah?
d. Apa saja dasar hukum wakaf tunai?
e. Apa saja rukun dan ketentuan syariah ?
f. Apakah tujuan wakaf tunai ?
g. Bagaimana konsep wakaf tunai ?
h. Apa itu sertifikasi wakaf tunai ?
i. Apa saja badan wakaf di Indonesia ?
j. Apa saja kendala dalam pengembangan wakaf tunai ?
k. Bagaimana cara pengelolaan wakaf tunai ?
1
C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan wakaf wunai
b. Mengetahui dan memahami bagaimana sejarah wakaf tunai
c. Memahami apa yang membedakan antara wakaf dengan shadaqah
d. Mengetahui dan memahami dasar hukum wakaf tunai
e. Mengetahui dan memahami apa saja rukun dan ketentuan syariah
f. Memahami tujuan wakaf tunai
g. Mengetahui konsep wakaf tunai
h. Memahami apa itu sertifikasi wakaf tunai
i. Mengetahui badan wakaf di Indonesia
j. Memahami apa saja kendala dalam pengembangan wakaf tunai
k. Mengetahui dan memahami bagaimana cara pengelolaan wakaf
tunai
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ibnu Manzhur, Lisan Arab, Jilid 11, hlm. 276
2
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf,, Terjemahan: Ahkam al-Waqf fi
al-Syari;ah al-Islamiyah, (Jakarta: Kerja Sama Dompet Dhuafa Republika dan Ilman
Press, Cet. I, 2004), hlm. 38-61
3
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan wakif.
Defenisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf
kepada orang atau tempat yang berhak saja.
3. Syafi’iyah, mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bias
memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan
cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh wakif
untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah.
Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta
yang kekal materi bendanya dengan artian harta yang tidak
mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara
terus menerus.
4. Hanabilah mendefenisikan wakaf dengan bahasa sederhana
wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal
harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.
3
Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Departemen Agama RI, Dirjen
Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2005, hlm.3
4
B. Sejarah Wakaf Tunai
1. Pada Masa Rasulullah dan Para Sahabat
Para ahli fiqih banyak perbedaan pendapat tentang siapa
yang melakukan wakaf pertama kali, sebagian mengatakan bahwa
wakaf dilakukan oleh Rasulullah atas pembangunan masjid, dan
sebagian lagi mengatakan bahwa wakaf dilakukan oleh sahabat
Umar atas tanahnya di Khaibar (Sabig, 2008). Perbedaan pendapat
ini sesuai dengan sebuah riwayat oleh Umar bin Syabah dari Amr
bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata :
“Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam, orang
Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang
Anshar mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW”. (Asy-Syaukani :
129)
5
Pada masa Abbasiyah, pengelolaan wakaf baik secara
administrasi dan independen dilakukan oleh lembaga disebut dengan
“shadr al-Wukuf”. Lembaga ini bahkan staf pengelola lembaga
wakaf.
Pada masa Ayyubiyah, terjadi lompatan besar dalam nerwakaf,
yaitu saat Shalahuddin al-Ayyubi dan Nuruddin Zanki mendapatkan
fatwa dari seorang ahli fiqih terkenal Ibnu Abi’Ashrum 482-585
H/1088-1188 M yang menfatwakan bahwa mewakafkan tanah-tanah
baitul mal bagi kemaslahatan umat seperti pembangunan madrasah
hukumnya adalah boleh (jawaz) dengan alasan bahwa tanah tersebut
merupakan pemberian kepada yang berhak.
Dinasti Mamluk telah merasa bahwa wakaf telah menjadi
tulang punggung dalam roda ekonominya, karena itu mereka
memberi perhatin khusus terhadap wakaf. Bahkan mereka
mengeluarkan kebijakan dengan mensahkan Undang-undang Wakaf.
Undang-undang Wakaf pada dinasti Mamluk dimulai sejak Raja Al-
Dzahir Bibers Al-Bandaq (1260-1277 M/658-676 H), dimana
dengan Undang-undang tersebut Raja Al-Dzahir memilih hakim
untuk mengurusi wakaf dari masing-masing empat mazhab Sunni.
Dinasti Utsmani, yang menguasai sebagian besar wilayah
negara Arab, menerapkan syariah Islam dengan lebih mudah
termasuk mengatur tentang wakaf yang mulai diberlakukan pada
tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H. Undang-undang tersebut
mengatur tentang pencatatan wakaf, sertifikasi wakaf, cara
pengelolaan wakaf, upaya mencapai tujuan wakaf dan
melembagakan wakaf dalam upaya realisasi wakaf dari sisi
administrasi dan perundang-undangan. Tahun 1287 H juga
dikeluarkan undang-undang yang menjelaskan tentang kedudukan
tanah-tanah kekuasaan Turki Usmani dan tanah-tanah produktif yang
berstatus wakaf.
6
C. Perbedaan Wakaf dengan Shadaqah/Hibah
Wakaf Shadaqah/Hibah
Menyerahkan kepemilikan suatu Menyerahkan kepemilikan suatu
barang kepada orang lain barang kepada pihak lain
Hak milik atas barang Hak milik atas barang diberikan
dikembalikan kepada Allah kepada penerima shadaqah/hibah
Objek wakaf tidak boleh Objek shadaqah hibah boleh
diberikan atau dijual kepada pihak diberikan atau dijual kepada
lain pihak lain
Manfaat barang biasanya
Manfaat barang dinikmati oleh
dinikmati untuk kepentingan
penerima shadaqah/hibah
social
Objek wakaf biasanya kekal Objek shadaqah/hibah tidak
zatnya harus kekal zatnya
Pengelolaan objek wakaf Pengelolaan objek
diserahkan kepada administrator shadaqah/hibah diserahkan
yang disebut nadzir/mutawalli kepada si penerima
Sumber: Karim Business Consulting, 2003.
D. Dasar Hukum
Wakaf tunai dibolehkan berdasarkan: firman Allah, hadis Nabi dan
pendapat Ulama, yaitu:
a. Firman Allah
7
“Perumpamaan (nafakah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir
menumbuhkan seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi
siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (Karunianya)
Lagi Maha Mengetahui”. (QS : al-Baqarah : 261).
b. Hadist
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah
hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika
memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi
tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal
tanah dan menyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang hal ini secara lengkap : ‘Umar memperoleh
tanah di Khaibar, lalu dia betanya kepada Nabi dengan berkata :
Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khibar yang
nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi
nilanya daripadanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya
untuk melakukanya? Sabda Rasulullah : “ Kalau kamu mau, tahan
sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya, atau dijadikan
warisan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga,
untuk memerdekakan budak, untuk orang yag beperang di jalan
Allah, orang musafir, dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh
digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya,
seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya
sebagai sumber pendapatan.”
c. Pendapat Ulama
8
Selain ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Syafi’i
juga membolehkan wakaf tunai.
9
Pewakaf disyaratkan memiliki kecakapan hukum atau kamalul
ahliyah (legally competent) dalam membelanjakan hartanya. Kecepatan
bertindak disini meliput 4(empat) kriteria , yaitu sebagai berikut.
a. Merdeka, wakaf yang dilakukan oleh seseorang budak (hamba
sahaya) tidak sah karena ia tidak memilika hak milik pribadi,
sedangkan wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara
memberikan hak milik itu kepada orang lain. Kecuali jika budak
tersebut memperoleh ijin dari tuannya (menurt Abu Zahrah sesuai
kesepakatan ahlih fikih) atau ia memiliki harta melalui waaris atau
tabbaru’(menurut adz-Dzahiri).
b. Berakal sehat, wakaf yang dilakukan oleh orang gila, lemah mental
atau berubah akal karena masalah usia, sakit atau kecelakaan tidak
sah hukumnya, sebab ia tidak mampu dan tidak cakap melakukan
akad serta tindakan lainnya.
c. Dewasa (baligh),wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum
dewasa (baligh), hukumnya tidak sah karena ia dipandang tidak
cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan
hak miliknya.
d. Tidak berada dibawah pengampuan.Tujuan dari pengampuan ialah
untuk menjaga harta supaya tidak habis dibelanjakan untuk sesuatu
yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi
beban orang lain. Orang yang berada dibawah pengampuan
dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan , maka wakaf yang
dilakukannya hukumnya tidak sah.
10
a) Jika ia berada dibawah pengampuan karena utang dan
mewakafkan seluruh atau sebagia hartanya, sedang
utangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki, hukum
wakafnya sah, tetapi pelaksanaanya tergantung pada
kerelaan para krediturnya;
b) Jika ia berada dibawah pengampuan karena utang dan
mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya ketika sedang
menderita sakit parah,maka wakafnya sah, akan tetapi
pelaksanaanya bergantung pada kerelaan para krediturnya;
c) Jika ia tidak dibawa pengampuan karena utang dan
mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya ketika dalam
keadaan sehat, maka wakafnya sah dn dapat dilaksanakan,
baik hutangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki atau
hanya sebagian saja.
2. Apabila pewakaf mewakafkan hartanya ketika sedang sakit
parah(sakit yang mematikan),dan ketika mewakafkan harta
tersebut dia masih cakap untung melakukan perbuatan
baik(tabarru’), maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan
selama dia masih hidup, Hal ini karena penyakitnya tidak bisa
dipastikan sebagai penyakit kematian. Jika kemudian
pewakafnya meninggal karena penyakit yang dideritanya,
maka hukum wakafnya adalah:
a) Jika dia meninggal sebagai debitur,maka hukum wakafnya
seperti yang telah diuraikan dalam butir (1) diatas ;
b) Jika ia meninggal tidak sebagai debitur,maka hukum
wakaf yang terjadi ketika dia sedang sakit keras seoerti
wasiat,yaitu jka yang diberi wakaf bukan ahli warisnya
dan harta yang diwakafkan tidak lebih dari 1/3
(sepertiga)hartanya, maka wakaf terlaksana hanya sebatas
sepertiga hartanyasaja, jka harta yang diwakafkan lebih
11
dari1/3, maka kelebihan dari 1/3 tersebut bergantung pada
kerelaan ahli waris sebagai pemilik harta tersebut.
12
d. Harta tersebut bukan milik bersama(musya’) dan terpisah. Para
ulama sepakat bahwa harta wakaf tidak boleh berupa harta yang
bercampur,khususnya untuk masjid dan kuburan karena wakaf
tidak terlaksana kecuali harta itu terpisah dan bebas (independen).
e. Syarat-syarta yang ditetapkan pewakaf terkait harta wakaf.Syarat
yang ditetapkan pewakaf dapat diterima asalkan tidak melanggar
prinsip dan hukum syarat/wakaf ataupun menghambat pemanfaatan
barang yang diwakafkan.
Syarat Mauquf’alaih
Yang dimaksud mauquf’alaih adalah tujuan/peruntukan wakaf. Wakaf
harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuia dan diperoleh syariat
islam. Mauquf’alaih dapat dibedakan menjadi :
a. Wakaf Ahli (Wakaf Dzurri).
Wakaf ini kadang-kadang juga disebut wakaf ‘alal aulad,
yaitu wakaf yang diperuntukkan bai kepentingan dan jaminan
sosial dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri
Wakaf ahli (dzurri) ini adalah suatu hal yang baik karena
pewakaf akan mendapat dua kebakan, yaitu kebaikan dari amal
ibadah wakafnya, juga dari silaturrahmi terhadap keluarga. Akan
tetapi, wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, akibat
terbatasny pihak-pihak yang dapat mengambil manfaat darinya.
13
dapat mengambil manfaat darinya. Dan jenis wakaf inilah yang
sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri
secara umum.
14
Tujuan dari penggalangan wakaf tunai dari masyarakat antara lain sebagai
berikut :
1) Menggalang tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial
menjadi modal sosial serta membatu mengembangkan pasar modal
sosial
2) Meningkatkan investasi sosial
3) Menyisihkan sebagaian keuntungan dari sumber daya orang
kaya/berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak generasi
berikutnya
4) Menciptakan kesadaran di antara orang-orang kaya/berkecukupan
mengali tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya
5) Menciptkan integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial
serta meningktakan kesejahteraan
15
sahabat Abu Hanifah, tentang bolehnya berwakaf dalam bentuk uang
kontan dirham atau dinar dan dalam bentuk komoditas yang dapat ditakar
atau ditimbang seperti makanan gandum. Mereka mempermasalahkan dan
mempertanyakan apa yang dapat dilakukan dengan dana tunai dirham?
Muhammad bin Abdullah al-Anshari menjelaskan dengan mengatakan,
“Kita investasikan dana itu dengan cara mudharabah dan labanya kita
sedekahkan. Kita jual benda makanan itu, harta kita putar dengan usaha
mudharabah kemudian hasilnya disedekahkan”
Di kalangan Malikiyah popular pendapat yang membolehkan
berwakaf dalam bentuk uang tunai seperti dilihat dalam kitab Al-Majmu’
oleh Imam Nawawi yang mengatakan, “Dan para sahabat kita berbeda
pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang
membolehkan mempersewakan dirham dan dinar membolehkan berwakaf
dengannya dan yang tidak memperbolehkan mempersewakannya tidak
mewakafkannya.” Ibnu Taimiyah dalam al-Fatwa, meriwayatkan satu
pendapat dari kalangan Hanabilah yang membolehkan berwakaf dalam
bentuk uang dan hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam
bukunya al-Mughni.
16
berhasil diidentifikasi oleh SIBL secara umum antara lain
rehabilitasi keluarga,pendidikan dan kebudayaan kesehatan dan
sanitasi dan pelayanan sosial
4. Dana wakaf tunai akan mendapat keuntungan pada tingkat yang
paling tinggi yang ditawarkan oleh bank dari waktu ke waktu
5. Dana wakaf akan tetap dan hanya dana yang berasal dari
keuntungan yang akan dibagikan kepada sasaran yang telah dipilih
wakif.keuntungan yang belum sempat dibagikan otomatis akan
digabungkan dengan dana wakaf yang sudah ada yang akan
mendapatkan keuntungan yang lebih berkembang sepanjang waktu
6. Wakif juga dapat meminta bank untuk menyalurkan seluruh
keuntungan yang diperoleh kepada sasaran yang telah ditentukan
oleh wakif
7. Wakif mempunyai kesempatan memberikan wakaf tunai sepanjang
waktu. Walaupun tidak, wakif akan memberikan wakaf sebesar
yang dia inginkan dan akan mulai dengan nilai minimum wakaf
sebesar Tk 1000. Wakaf berikutnya akan sebesar Tk 1000 pula atau
kelipatannya
8. Wakif mempunyai hak untuk memberikan perintah pada bank
untuk mengambil dana wakaf dari rekening lainnya di SIBL secara
rutin
9. Wakaf tunai harus diterima dalam bentuk endowmwmnt receipt
voucher tertentu dan satu sertifikat untuk seluruh nilai harus
diterbitkan ketika wakaf tersebut diberikan
10. Prinsip dan ketentuan mengenai rekening wakaf tunai berdasarkan
amandemer dan akan dievaluasi dari wktu ke waktu
17
Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan
perwujudan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2004 tentang wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 47, adalah untuk memajukan dan
mengembangkan perwakafan di Indonesia. Untuk pertama kali,
keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden RI, sesuai dengan
Keputusan Presiden (Kepres) No. 75/M Tahun 2007, yang ditetapkan
di Jakarta, 13 Juli 2007. Jadi, BWI adalah lembaga independen untuk
mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dalam melaksanakna
tugasnya bersifat bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, serta
bertanggung jawab kepada masyarakat.
Dalam kepengurusan, BWI terdiri atas badan pelaksana dan
dewan pertimbangan, masing-masing dipimpin oleh satu orang ketua
dan dua orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota.
Badan pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan dewan
pertimbangan adalah unsur pengawas pelaksanaan tugas BWI. Jumlah
anggota BWI Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang
dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur
masyarakat. (Pasal 51-53, UU No.41/2004).
Keanggotaan BWI diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
Keanggotaan perwakilan Badan Wakaf Indonesia didaerah diangkat
dan diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia untuk masa jabatan
selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa
jabatan. Untuk pertama kali pengnagkatan keanggotaan Badan Wakaf
Indonesia diusulkan kepada presiden oleh menteri. Pengusulan
pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada presiden
untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia (Pasal
55, 56, 57, UU No.41/2004)
18
Sesuai dengan UU No.41/2004 Pasal 49 Ayat 1 disebutkan, BWI
mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf
2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional
3. Memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukkan
dan status harta benda wakaf.
4. Memberhentikan dan mengganti nazhir
5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf
6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam
penyusunan kebijakan dibidang perwakafan.
19
5. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan
pembinaan dan pengembangan wakaf kepada nazhir sesuai
dengan lingkungannya.
6. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan
luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.
c. Strategi
Adapun strategi untuk merealisasikan visi dan misi Badan Wakaf
Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kompetensi dan jaringan Badan Wakaf Indonesia,
baik nasional maupun internasional.
2. Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan,
3. Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
berwakaf
4. Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nazhir dalam
pengelolaan dan pengembangan harta wakaf
5. Mengkoordinasi dan membina seluruh nazhir wakaf
6. Menerbitkan pengadministrasian harta benda wakaf
7. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
8. Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
yang berskala nasional dan internasional.
20
Untuk merealisasikan visi, misi dan strategi tersebut, BWI
mempunyai 5 divisi, yakni Divisi Pembinaan Nazhir, Divisi
Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf, Divisi Kelembagaan, Divisi
Hubungan Masyarakat, dan Divizi Penelitian dan Pengembangan
Wakaf.
Lembaga
penjamin Pengelolaan dana
Rugi Laba
21
misalnya Badan Wakaf Tunai(BWN), yang dengan sendirinya tanggung
jawab pengelolaan dan termasuk hubungan kerjasama dengan lembaga
penjamin berada pada BWN.
Kedua Wakaf Tunai di kelola lembaga swasta. Keunggulan yang
dapat bila wakaf tunai di kelola oleh swasta:
Sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Ada control langsung oleh masyarakat
Menumbuhkan solidaritas masyarakat
Lembaga
Wakaf Al-Mawqul’alaih
Pendidikan
Wakaf
Lembaga
Pengelolaan dana
penjamin
Rugi Laba
22
K. Kendala Pengembangan Wakaf Tunai
Beberapa kendala yang menjadikan wakaf tunai sulit berkembang di tanah
air adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat masih memahami bahwa wakaf berhubungan dengan
harta-harta yang memiliki nilai tinggi seperti tanah, rumah dan lain
sebagainya.
2. Wakaf tunai relative baru di Indonesia, sehingga dampak langsung
dari kelebihan wakaf tunai bagi kesejahteraan masyarakat belum
terasa
3. Lembaga wakaf tunai masih dipahami sebagai lembaga zakat dan
lembaga zakat bias dijadikan pengganti keberadaan lembaga wakaf
tunai. Hal ini yang menjadikan keberadaan lembaga wakaf tunai
terasa tidak begitu urgen.
4. Tidak ada konsekuensi hukum yang mengikat kepada individu
untuk mewakafkan sebagian hartanya.
23
3. Perlu koordinasi dengan lembaga zakat untuk menjalin hubungan
kerjasama dan meningkatkan kinerja antara kedua lembaga tersebut,
dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakaf tunai (cash waqf) ialah wakaf yang dilakukan oleh
seseorang, atau kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam
bentuk uang tunai.
Rukun dan ketentuan syariah wakaf tunai terdiri dari Pelaku terdiri
atas orang yang mewakafkan harta (wakaf/pewakaf), barang atau harta
yang diwakafkan (mauquf bih), peruntukan wakaf (mauquf’alaih), shinght
(pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
sebagian harta bendanya termaksud penetapan jangka waktu dan
peruntukan)
Tujuan dari penggalangan wakaf tunai dari masyarakat antara lain
menggalang tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial
menjadi modal sosial serta membatu mengembangkan pasar modal sosial,
meningkatkan investasi sosial, menyisihkan sebagaian keuntungan dari
sumber daya orang kaya/berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak
generasi berikutnya
24
3. Lembaga wakaf tunai masih dipahami sebagai lembaga zakat
dan lembaga zakat bias dijadikan pengganti keberadaan
lembaga wakaf tunai. Hal ini yang menjadikan keberadaan
lembaga wakaf tunai terasa tidak begitu urgen.
4. Tidak ada konsekuensi hukum yang mengikat kepada individu
untuk mewakafkan sebagian hartanya.
B. Saran
Sebelum berwakaf sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu
barang apa yang akan kita wakafkan. Kita kenali rukun dan syarat-syarat
dalam berwakaf.
Pemerintah juga harus mengadakan sosialisasi terkait wakaf tunai,
karna dari yang kami lihat masih banyak masyarakat yang tidak
mengetahui apa itu wakaf tunai.
25
26
DAFTAR PUSTAKA
Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Medan: Kencana
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia
27