Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk memakukan aktisitas
bisnis, untuk memperoleh penghasilan guna mencukupi kebutuhan sehari baik itu
untuk dirinya sendiri atau untuk keluarganya, serta sebagai bekal dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Berbagai macam jenis usaha dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan,
seperti bekerja sebagai buruh, sebagai pengusaha atau sebagai investor yang
kesemuanya tergantung pada bidang keahlian yang dimiliki. Kesemuanya itu boleh
dilakukan selama tidak melanggar ketentuan agama yang dijelaskan dalam al-Qur’an
dan Hadis.
Salah satu bentuk aktifitas ekonomi yang dapat dilakukan sebagai pengusaha
yaitu musyarokah. Yakni perserikatan antara dua orang atau lebih dalam usaha untuk
memperoleh keuntungan dengan hasil ditanggung bersama. Yang dalam makalah ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai musyarokah.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
1. Apa yang dimaksud dari Syirkah?
2. Apa dasar hukum syirkah?
3. Apasaja rukun dan syaratnya?
4. Apasaja macam-macam syirkah?
5. Apa saja aplikasi produk atau perkembangan syirkah?
6. Apa yang membatalkan akad syirkah?

1
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan syirkah?
2. Untuk mengetahui apa dasar hokum syirkah
3. untuk mengetahui apa saja rukun dan syaratnya
4. untuk mengetahui macam-macam syirkah
5. untuk mengetahui aplikasi produk atau perkembangan syirkah
6. untuk mengetahui apa yang membatalkan akad syirkahs

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian syirkah

Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur


atau percampuran. Maksud percampuran disini adalah seseorang mencampurkan
hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Menurut defenisi syariah, syirkah adalah transaksi antara dua orang atau
lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha finanssial dengan tujuan
mencari keuntungan (Taqiyyudin,1996)Menurut istilah yang dimaksud dengan
syirkah, para fuqaha berbeda pendapat. Abdurrahman al-Jaziri dalam Suhendi
merangkum pendapat-pendapat tersebut antara lain, menurut Sayyid Sabiq
syirkah ialah akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan
keuntungan. Menurut Muhammad al-Syarbini al- Khatib yang dimaksud dengan
Syirkah ialah ketetapan hak pada suatu untuk dua orang atau lebih dengan cara
yang masyhur atau diketahui.

Menurut Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira yang dimaksud dengan


syirkah adalah penetapan hak pada sesuatu bagi dua orang atau lebih. Imam
Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad al- Husaini pula mengatakan bahwa
syirkah ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua orang atau
lebih dengan cara yang diketahui. Pendapat Imam Hasbie Ash-Shidieqie bahwa
yang dimaksud dengan syirkah ialah akad yang berlaku antara dua orang atau
lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi
keuntungannya. Sedangkan Idris Muhammad menyebutkan syirkah sama dengan
syarikat dagang yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja
sama dalam dagang dengan menyerahkan modal masing-masing di mana
keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal

3
masing-masing.Secara terminologis, menurut Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah, Syirkah (Musyarokah) adalah kerja sama antara dua orang atau
lebih dalam satu permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha

tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah. 3 Ulama


Mazhab beragam pendapat dalam mendifinisikanya, antara lain:

 Ulama‟ Hanafiah
Menurut ulama‟ Hanafiah, syirkah adalah ungkapan tentang adanya
transaksi akad antara dua orang yang bersekutu pada pokok harta dan
keuntungan.

 Ulama‟ Malikiyah
Menurut ulama‟ Malikiyah perkongsian adalah izin untuk mendaya
gunakan (tasharuf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh
keduanya, yakni kerduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk
mendayagunakan harta milik keduanya, namun keduanya masing-masing
mempunyai hak untuk bertasharuf

 Ulama‟ Syafi‟iyah
Menurut ulama‟ Syafiiyah, syirkah adalah ketetapan hak pada sesuatu
yang dimiliki seseorang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).

 Ulama‟ Hanabilah
Menurut ulama‟ Hanabilah, Syirkah adalah Perhimpunan adalah hak
(kewenangan) atau pengolahan harta (tasharuf).

4
B. Dasar Hukum Syirkah

a. Al-Quran

Dasar perserikatan ini dapat dilihat dalam ketentuan Al-


Qur‟an Surat Shad ayat 24

Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu


dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan
Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah
mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia
meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
(QS Shad ayat 24)

b. Hadis

Kemitraan usaha telah dipraktekan di masa Rasulullah SAW. Para


sahabat terlatih dan mematuhinya dalam menjalankan metode ini.
Rasulullah tidak melarang bahkan menyatakan persetujuannya dan ikut
menjalankan metode ini Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Hurairah
dari nabi Muhammad SAW bersabda :

”Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al


Mishshishi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Az Zibriqan,

5
dari Abu Hayyan At Taimi, dari ayahnya dari Abu Hurairah dan ia
merafa'kannya. Ia berkata; sesungguhnya Allah berfirman: "Aku adalah
pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama tidak ada salah
seorang diantara mereka yang berkhianat kepada sahabatnya. Apabila ia
telah mengkhianatinya, maka aku keluar dari keduanyaPada dasarnya
hukum syirkah adalah mubah atau boleh. Hal ini ditunjukkan oleh
dibiarkannya praktik syirkah oleh baginda Rasulullah yang dilakukan
masyarakat Islam saat itu (Majid, 1986). Beberapa dalil Al-Quran dan hadist
yang menerangkan tentang syirkah antara lain:“Sesungguhnya kebanyakan
dari orang-orang ber-syirkah itu, sebahagian mereka berbuat zalim
terhadap sebagahian yang lain, kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal salih.” (QS Shad 38:24)Imam al-Bukhari meriwayatkan
bahwa Abu Manhal pernah mengatakan:

6
C. RUKUN DAN SYARAT SYIRKAH
a) Rukun syirkah
Menurut ulama Hanafiyah bahwa rukun syirkah ada dua, yaitu
ijab dan qabul atau bahasa lainya adalah akad. Akad yang menentukan
adanya syirkah.Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah
menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian berikut ini :
 Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan
harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua
syarat yaitu a) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah
harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang berkenaan dengan
keuntungan yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat
diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
 Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta). Dalam hal ini
terdapat dua perkara yang harus dipenuhi a) bahwa modal yang
dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud)
seperti Riyal, dan Rupiah b) yang dijadikan modal (harta pokok) ada
ketika akad syirkah dilakukan baik jumlahnya sama maupun berbeda.
 Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah bahwa
dalam mufawadhah disyaratkan a) modal (pokok harta) dalam syirkah
mufawadhah harus sama b) bagi yang bersyirkah ahli untuk
kafalah c) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah
umum, yakni pada semua macam jual beli atas perdagangan.
 Adapun syarat-syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama
dengan syarat-syarat syirkah mufawadhah.

7
Dijelaskan pula oleh Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun syirkah
adalah dua orang yang berserikat, subyek dan objek akad syirkah baik
harta maupun kerja. Syarat-syarat syirkah dijelaskan oleh Idris Achmad
berikut ini :

 Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing


anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
 Anggota serikat itu saling mempercayai sebab masing-masing mereka
adalah wakil yang lainnya.
 Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-
masing baik berupa mata uang maupun bentuk yang lainnya.

8
D. Syarat syirkah
Syarat-syarat syirkah adalah sebagai berikut:
a. Syirkah dilaksanakan dengan modal uang tunai
b. Dua orang atau lebih berserikat, menyerahkan modal, menyampurkan
antara harta benda anggota serikat dan mereka bersepakat dalam
jenis dan macam persusahaanya.
c. Dua orang atau lebih mencampurkan kedua hartanya, sehinnga tidak
dapat dibedakan satu dari yang lainya.
d. Keuntungan dan kerugian diatur dengan perbandingan modal harta
serikat yang diberikan.

Adapun syarat-syarat orang (pihak-pihak) yang mengadakan


perjanjian serikat atau kongsi itu haruslah:

 Orang yang berakal dan baligh


 Dengan kehendak sendiri (tidak ada
unsur paksaan).

Sedangkan mengenai barang modal yang disertakan dalam serikat,


hendaklah berupa:

 Barang modal yang dapat dihargai (lazimnya sering disebutkan


dalam bentuk uang).
 Modal yang disertakan oleh masing-masing persero dijadikan satu,
yaitu menjadi harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi dari
mana asal-usul modal itu.

9
Adapun syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu:

 Objek akad berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengolahan


harta dengan melakukan akad – akad, misalnya akad jual beli.
 Objek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar
keuntungan syirkah menjadi hak bersama diantara para syarik
(mitra usaha)

Syarat – syarat umum yang harus ada dalam segala macam


syirkah ialah:

 Masing – masing pihak yang mengadakan perjanjian


berkecakapan untuk menjadi wakil dan mewakilkan. Syarat
ini diperlukan, karena masing masing anggota syirkah telah
mengizinkan anggota sekutunya melakukan tindakan –
tindakan hukum terhadap harta syirkah, menerima pekerjaan
atau membeli barang – barang dan kemudian menjualnya.
Dengan demikian, tiap – tiap anggota syirkah adalah orang
yang mewakilkan kepada teman – teman sekutunya dan dalam
waktu sama juga menjadi teman sekutunya.
 Objek akad adalah hal – hal yang dapat diwakilkan agar
memungkinkan tiap – tiap angota syirkah melakukan tindakan
– tindakan hukum.
 Keuntungan masing – masing merupakan bagian dan
keseluruhan keuntungan yang ditentukan kadar
prosentasinya, seperti separoh, seperdua dan
sebagainya.Dalam syirkah a’mal masing – masing anggota
menjadi wakil anggota lain dalam berhadapan dengan pihak
ketiga untuk menerima pekerjaan, dan masing – masing

10
menjadi penampung terhadap terlaksananya pekerjaan anggota
lain, dengan akibat masing – masing bertanggung jawab atas
terlaksananya seluruh pekerjaan hingga masing – masing
anggota dapat dituntut untuk memenuhi pekerjaan yang telah
menjadi persetuju

11
E. Macam-Macam Syirkah dan Contohnya dalam Kehidupan Sehari-hari

Syirkah, berserikat atau bersekutu dapat terwujud dalam beberapa hal


dalam kehidupan sehari-hari. Namun, secara sederhana pengelompokan jenis-
jenis syirkah dilakukan berdasarkan jenis obyek yang akan dilakukan
pencampuran. Berikut ini adalah dua jenis syirkah dalam ekonomi:

1. Syirkah amlak
Obyek akad syirkah dalam syirkah amlak adalah hak kepemilikan.
Oleh karena itu pengertian syirkah amlak adalah penguasaan harta
(kepemilikan) secara bersama-sama, biasanya berupa kongsi kepemilikan
bangunan, barang berharga, lahan atau bahan tak bergerak. Perkongsian
kepemilikan dalam syirkah amlak dapat terjadi karena adanya jual beli,
pemberian hibah atau warisan.
Contoh syirkah amlak dalam kehidupan sehari-hari adalah
perkongsian harta akibat adanya harta yang diwariskan, dari orang tua
kepada anaknya. Seperti yang dijelaskan pada Al-Quran surat An-nisa
ayat 12.
Akibat adanya perkongsian kepemilikan, maka apabila harta
tersebut mau dipergunakan atau di jual. Penjual haruslah memperoleh izin
dari seluruh pemilik harta tersebut. Jika tidak, jual beli tersebut merupakan
transaksi terlarang dalam islam, karena tidak memenuhi syarat jual beli,
yaitu menjual barang yang telah dimilikinya.

2. Syirkah Uqud
Macam-macam syirkah jenis ini, lebih mudah dikenali. Karena
merupakan kerjasama atau berserikatnya dua pihak atau lebih dalam hal
permodalan, keuntungan, dan kerugian. Pengusaha yang mencari investor
untuk modal usaha atau investor yang ingin melakukan kerjasama usaha
bagi hasil menerapkan beberapa jenis syirkah uqud untuk menjalankan
suatu usaha secara bersama-sama.

3. Syirkah inan
Syirkah inan adalah kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih,
dengan ketentuan setiap pihak yang bekerja sama memberikan kontribusi
kerja (amal) dan modal (maal). Al-Quran surat Shaad ayat 24, merupakan
dalil syirkah inan.

12
Modal uang dan kerja merupakan dua point penting dalam syirkah
inan. Sehingga, apabila salah satu pihak, bergabung dengan membawa
modal barang (‘urudh), maka barang tersebut harus ditaksir harganya
senilai uang.

Macam-macam syirkah inilah sering dipraktekkan dalam


kehidupan sehari-hari. Sebab, praktek syirkah inan tidak mengharuskan
adanya kontribusi modal, kerja, dan tanggung jawab dalam jumlah yang
sama antara pihak yang bekerjasama. Selain itu, juga memungkinan
dilakukannya pendelegasian wewenang kerja kepada salah satu pihak.

Contoh syirkah inan dapat ditemukan dalam contoh akad


musyarakah dalam kehidupan sehari-hari. Misal, Peternak lele mengajak
investor untuk kerjasama memproduksi 50 Kg lele selama 6 bulan. Sesuai
kesepakatan peternek lele dan investor sama-sama menyetorkan modal
Rp. 20 Juta. Dan pembagian nisbah keuntungan sebesar 30% bagi investor
dan 70% bagi peternak lele. Dengan ketentuan, peternak lele sebagai
pengelola usaha, lebih banyak bekerja dibandingkan investor.

4. Syirkah Abdan
Syrikah abdan adalah kerjasama usaha antar para pihak yang hanya
menyertertakan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (maal).
Kontribusi kerja yang dimasukkan kedalam syirkah dapat berupa kerja
fisik, maupun kerja pikiran. Tidak ada syarat kesamaan profesi pada
praktek syirkah abdan. Sehingga dimungkinkan kerjasama syirkah abdan
antara pihak yang menyumbang kerja pikiran dan satu pihak lagi kerja
fisik.

Contoh syirkah abdan dalam kehidupan sehari-hari adalah dua


orang nelayan yang sama-sama pergi melaut dalam sebuah perahu.
Sebelum melaut mereka menyepakati bagi hasil atas keuntungan
pendapatan hasil tanggkapan mereka. contoh lain syirkah abdan adalah
kerjasama usaha antara seorang arsitek dan tukang bangunan dalam
mengerjakan proyek pembangunan rumah.

13
5. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih
yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal). Disebut syirkah
wujuh karena para pihak yang melakukan syirkah ini memiliki reputasi
baik dan keahlian dalam berbisnis.
Para pihak ini membeli barang dengan pembayaran tunda kepada
pemilik barang, kemudian menjual kembali secara tunai. Mereka dapat
melakukan hal tersebut, karena memiliki reputasi baik sehingga dipercaya
baik oleh pemilik barang, maupun masyakat calon pembeli.

Terkadang para pihak juga memperoleh 100% modal dari shahibul


maal. Sehingga, contoh syirkah wujuh ini sangat mirip dengan syirkah
mudharabah.

a. Syirkah mudharabah
Syirkah mudharabah adalah bentuk kerjasama usaha dengan
adanya pemisahan yang jelas antara pemberi kontribusi kerja dan
kontribusi amal. Pada syirkah mudharabah, pengelola bertanggung jawab
melakukan 100% pekerjaan mengelola usaha, agar menguntungkan. Dan
investor bertanggung jawab memberikan 100% modal yang dibutuhkan
pengelola usaha untuk menghasilkan usaha.
Salah satu contoh syirkah mudharabah adalah pada praktek akad
mudharabah dalam pembiayaan bank syariah kepada koperasi simpan
pinjam. Bank syariah menyuplai 100% modal yang dibutuhkan untuk
keperluan pembiayaan anggota koperasi.
Sedangkan, pengurus koperasi bertanggung jawab, untuk
melakukan verifikasi kesesuaian kebutuhan anggota dengan akad
pembiayaan syariah, melakukan pengecekan kelayakan pinjaman dan
melakukan penagihan.
Apabila dalam contoh mudharabah dalam kehidupan sehari-hari di
koperasi ini terdapat keuntungan. Maka bank dan koperasi berbagi
keuntungan sesuai kesepakatan. Sedangkan apabila terjadi kerugian,
pemilik modal menanggung keseluruhan kerugian, sesuai porsi modal
yang disetorkannya.

Beberapa jenis mudharabah telah diterapkan pada lembaga


keuangan syariah. Seperti, akad mudharabah mutlaqah pada produk

14
simpanan bank syariah. Dan akad mudharabah musytarakah pada asuransi
syariah.

b. Syirkah Mufawadah
Pada prakteknya, syirkah inan, syirkah abdan, syirkah wujuh, dan
syirkah mudharabah, dapat digabungkan dalam satu syirkah, syirkah yang
mengabungkan macam-macam syirkah uqud lainnya dikenal dengan nama
syirkah mufawadah.
Syirkah mufawadah diperbolehkan, karena setiap jenis syirkah
yang telah memenuhi rukun dan syarat syirkah adalah syirkah yang sah,
apabila digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Adapun pembagian
keuntungan dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak, sedangkan
pembagian kerugian berdasarkan ketentuan masing-masing syirkah
lainnya.
Contoh syirkah mufawadaah adalah seorang investor melakukan
syirkah mudharabah dengan dua orang ahli teknik sipil untuk usaha
properti. Dua orang ahli teknik sipil ini juga melakukan syirkah abdan,
untuk mengerjakan proyek. Mereka juga melakukan syirkah wujuh
dengan dengan pemilik toko bangunan.

Demikianlah macam-macam syirkah dan contohnya dalam


kehidupan sehari-hari. Aplikasi syirkah ini memberikan manfaat ekonomi
syariah dan merupakan perwujudan karakteristik ekonomi syariah yaitu
adanya kebebasan berusaha, selama tidak melanggar norma hukum yang
berlaku.

15
F. Aplikasi produk perkembagan akad syirkah
Aplikasi akad musyarakah dalam lembaga keuangan syariah yaitu
dalam bentuk pembiayaan muayarakah. Transaksi tersebut dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang
mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk dalam golongan ini adalah
semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka
secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang
berwujud maupun tidak berwujud.
Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama bisa berupa dana,
barang perdagangan, kewiraswastaan, kepandaian, kepemilikan, peralatan,
kepercayaan dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Dalam Musyarakah, bank dan nasabah bertindak selaku syarik (partner) yang
masingmasing memberikan dana untuk usaha. Pembagian keuntungan/ hasil
atau kerugian sesuai dengan kaidah ushul: “Ar-ribhu bimat tafaqa, wal
khasaratu biqadri malihi”. (Keuntungan dibagi menurut kesepakatan,
sedangkan apabila terjadi kerugian dibagi menurut porsi modal masing-
masing). Selaku syarik, bank berhak ikut serta dalam pengaturan manajemen,
sesuai kaidah musyarakah.

Semua modal yang terkumpul dalam proyek musyarakah disatukan


dan dikelola bersama, setiap pemilik modal berhak turut serta dalam

16
menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
Ketentuan umum dalam proyek musyarakah di perbankan syariah adalah
sebagai berikut:
o Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi
o Menjalakan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin
pemilik modal lainnya.
o Memberi pinjaman kepada pihak lain.
o Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau
digantikan oleh pihak lain.
o Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila
menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia, atau menjadi
tidak cakap hukum.
o Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka
waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi
sesuai dengan kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai
dengan porsi modal.
o Proyek yang akan dilaksanakan harus disebutkan dalam akad.
Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati (PKES, 2008).

Implementasi musyarakah dalam Lembaga Keuangan Syariah dapat


dijumpai pada berbagai macam pembiayaan-pembiayaan berikut: a)
Pembiayaan Proyek. Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan
proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk
membiayai proyek tersebut, dan setelah proyek itu selesai nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk
bank.
1) Modal Ventura.
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan
investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam
skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu
tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian
sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap (Syahroni, 2011).
2) Musyarakah Mutanaqisah.
Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang
disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya, hukum

17
Musyarakah Mutanaqisah adalah boleh. Akad Musyarakah Mutanaqisah
terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Bai’ (jual-beli). Dalam
Musyarakah Mutanaqisah, para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di
antaranya;

 Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat


akad,
 Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada
saat akad, dan
 Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.

Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (syarik)


wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan
pihak kedua (syarik) wajib membelinya. Jual beli sebagaimana dimaksud
dilaksanakan sesuai kesepakatan. Setelah selesai pelunasan penjualan,
seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik lainnya (nasabah).

Selain ketentuan di atas, dalam Musyarakah Mutanaqisah terdapat


ketentuan-ketentuan khusus sebagai berikut;
o Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada
syarik atau pihak lain,
o Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik
(nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang
disepakati,
o Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai
dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan
kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah
keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan
sesuai kesepakatan para syarik,
o Kadar/ Ukuran bagian/ porsi kepemilikan asset Musyarakah
syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik
(nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad, dan
o Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama
sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembel
(DSN MUI, 2000).

18
3) Sukuk Musyarakah.
Salah satu produk syariah di pasar modal Indonesia yang masih
terbatas namun berpotensi untuk dikembangkan baik dari sisi jumlah
maupun jenis akad adalah sukuk. Sukuk yang diterbitkan di Indonesia
saat ini baru menggunakan 2 (dua) akad, yaitu akad mudharabah dan
akad ijarah.
Sedangkan beberapa negara di kawasan Timur Tengah, Asia
dan Eropa, struktur penerbitan sukuk telah menggunakan akad yang
lebih beragam antara lain akad ijarah, mudharabah, musyarakah,
istishna, murabahah, salam, dan hybrid sukuk. Di Indonesia sukuk
dengan menggunakan akad musyarakah, berpotensi untuk
diter250apkan oleh perusahaan di berbagai sektor bidang usaha,
sedangkan sukuk dengan menggunakan akad istishna untuk
perusahaan di sektor infrastruktur. Konsep ini sesuai diterapkan dalam
kegiatan investasi, di mana dalam kegiatan tersebut masih terdapat
hal-hal yang belum dapat diprediksikan antara lain berapa keuntungan
yang akan diperoleh. Hal ini dapat dikatakan bahwa sukuk
musyarakah merupakan bentuk pembiayaan syariah yang paling ideal
karena dalam struktur ini terkandung dengan jelas konsep syariah
yaitu untung muncul bersama risiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil
usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman) (Tim Kajian
Pengembangan Produk Syariah, 2009).

19
o Sukuk Musyarakah Tanpa SPV Penerbitan sukuk didahului
dengan adanya proyek (yang akan dijadikan underlying as set)
atau rencana proyek tertentu yang memerlukan pendanaan
lewat penerbitan sukuk musyarakah.

Emiten kemudian menghitung nilai proyek tersebut dan


menawarkan persentase tertentu dalam kepemilikan proyek
kepada investor. Bukti kepemilikan tersebut dibuat dalam
bentuk sertifikat sukuk musyarakah. Emiten akan berkontribusi
sejumlah X% dari modal yang dibutuhkan untuk melaksanakan
proyek, sedangkan Y% sisanya ditawarkan kepada investor,
dengan cara menerbitkan sukuk. Dana yang dihasilkan dari
penerbitan sukuk dan penyertaan Emiten digunakan untuk
membiayai pelaksanaan proyek. Laba yang dihasilkan dari
proyek tersebut akan didistribusikan kepada Emiten dan
pemegang sukuk berdasarkan rasio yang telah diperjanjikan

20
dalam kontrak penerbitan sukuk, atau dapat menggunakan
rasio kontrbusi modal secara pro rata. Sedangkan jika
pelaksanaan proyek terebut mengalami kerugian, maka
kerugian tersebut harus ditanggung secara prorata berdasarkan
kontribusi Emiten dan pemgang sukuk dalam permodalan (Tim
Kajian Pengembangan Produk Syariah, 2009)

o Sukuk Musyarakah dengan Menggunakan SPV Dalam struktur


yang lebih kompleks, Emiten dapat membentuk perusahaan
khusus SPV untuk pengelola aset/proyek dan sukuk yang
diterbitkan terkait dengan aset tersebut. Udin Saripudin:
Aplikasi Akad Syirkah dalam…

Emiten sebagai originator, menjual aset atau proyek


yang akan didanai dengan sukuk kepada SPV, kemudian SPV
menerbitkan sukuk dan menawarkannya kepada investor, dan
menerima dana hasil penjualan sukuk. Hasil penjualan sukuk
tersebut digunakan untuk membiayai proyek yang menjadi
underlying asset, kemudian laba atau penghasilan yang
diperoleh dari pelaksanaan proyek diterima oleh SPV, dan
distribusikan kepada pemegang sukuk berdasarkan nisbah yang
telah diperjanjikan sebelumnya, atau berdasarkan rasio

21
kontribusi permodalan yang dilakukan (Tim Kajian
Pengembangan Produk Syariah, 2009).

22
G. Berakhirnya Akad dalam Syirkah

Menurut Ahmad Azhar Basyir terdapat enam penyebab utama


berakhirnya

syirkah yang telah diakadkan oleh pihak-pihak yang melakukan


syirkah, yaitu :

1. Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal di mana jika salah satu pihak
membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian
mengelola harta)
3. Salah satu pihak meninggal dunia. Tetapi apabila anggota syirkah lebih
dari dua orang yang batal hanyalah yang meninggal saja.
4. Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan.
5. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas
harta yang menjadi saham syirkah.
6. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama
Syirkah.

23
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Syirkah atau syarikah adalah bentuk percampuran (perseroan) dalam


Islam yang pola operasionalnya melekat prinsip kemitraan usaha dan bagi
hasil. Prinsip syirkah berbeda dengan model perseroan dalam sistim ekonomi
kapitalisme. Perbedaaan-perbedaan yang ada tidak hanya terletak pada tidak
adanya praktik bunga, melainkan juga berbeda dalam hal transaksi
pembentukannya, operasionalnya maupun pembentukan keuntungan dan
tanggungjawab kerugian. Syirkah sangat penting peranannya dalam
pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kemandekan ekonomi sering terjadi
karena pemilik modal tidak mampu mengelola modalnya sendiri atau
sebaliknya mempunyai kemampuan mengelola modal tetapi tidak memiliki
modal tersebut. Semua hal tersebut dapat terpecahkan dalam syirkah yang
dibenarkan dalam syariah Islam.
Implementasi musyarakah dalam Lembaga Keuangan Syariah dapat
dijumpai pada pembiayaan-pembiayaan proyek, modal ventura, pembiayaan
musyarakah mutanaqisah, serta obligasi syariah/ sukuk. Pembiayaan Proyek.
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut, dan setelah proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Modal Ventura. Pada
lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal
ventura.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah
itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara
singkat maupun bertahap. Musyarakah mutanaqisah atau syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang
disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya, akad musyarakah
mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Bai’ (jual-beli).
Sukuk musyarakah merupakan bentuk pembiayaan syariah yang paling ideal
karena dalam struktur ini terkandung dengan jelas konsep syariah yaitu

24
untung muncul bersama risiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul
bersama biaya (al kharaj bi dhaman).

25
DAFTAR PUSTAKA

Rachmad Syafe‟i, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2000,hlm 185


Ahmad, Idris. 1986. Fiqh al-Syafi’iyah, Jakarta: Karya Indah.

An-Nabhani, Taqiyyudin. 1996. Membangun Sistim


Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Risalah Gusti, Surabaya.

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm 127

QS. Shad (38) ayat 24


https://www.sharinvest.com/macam-macam-syirkah-dan-contohnya/
280232-aplikasi-akad-syirkah-dalam-lembaga-keua-d67f952f.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai