PEMBAHASAN
1
Wisiyanto bin Mislan Cokrohadisumarto, BMT Praktik dan Kasus, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2016), hlm. 3
2
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwill, (Yogjakarta: UII Press,
2004), hlm. 126
3
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2016) hlm.
473-474
1
berperan menjadi wakil pengabdi Allah, memakmurkan kehidupan umat
manusia terkhusus pada anggotanya sendiri.
Misi BMT, yakni mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan
masyarakat dari belenggu rentenir, jerat kemiskinan dan ekonomi ribawi,
gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam kegiatan ekonomi riil
dan kelembagaannya menuju tatanan perekonomisn yang makmur dan maju,
kemudian gerakan keadilan membangun struktur masyarakat madani yang adil,
berkemakmuran, dan berkemajuan yang berlandaskan syariah serta ridha Allah
SWT.4
Dari penjelasan di atas, muncullah beberapa ciri mengenai BMT, yaitu:
Ciri-ciri utama BMT :
1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan
ekonomi paling banyak untuk anggota lingkungannya.
2. Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan
penggunaan zakat, infak, dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.
3. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di
sekitarnya.
4. Milik bersama masyarakat kecil dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan
milik orang seorang atau orang dari luar masyarakat itu.
Di samping ciri-ciri utama di atas, BMT juga memiliki ciri-ciri khusus,
yaitu:
1. Staf dan karyawan BMT bertindak aktif, dinamis, berpandangan produktif,
tidak menunggu tetapi menjemput nasabah, baik sebagai penyetor dana
maupun sebagai penerima pembiayaan usaha.
2. Kantor dibuka dalam waktu tertentu dan ditunggu oleh sejumlah staf yang
terbatas, karena sebagian besar staf bergerak di lapangan untuk
mendapatkan nasabah penyetor dana, memonitor, dan menyupervisi usaha
nasabah.
4
Ibid, hlm. 474
2
3. BMT mengadakan pengajian rutin rutin secara berkala baik waktu dan
tempatnya. Biasanya di madrasah, masjid, atau mushala, ditentukan sesuai
dengan kegiatan nasabah dan anggota BMT. Setelah pengajian biasanya
dilanjutkan dengan perbincangan bisnis dari para nasabah BMT.
4. Manajemen BMT diselenggarakan secara profesional dan Islami, di mana :
(a) Administrasi keuangan, pembukuan dan prosedur ditata dan
dilaksanakan dengan sistem akuntansi sesuai dengan standar
akuntansi Indonesia yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
(b) Aktif, menjemput bola, beranjangsana, berprakarsa, pro aktif,
menemukan masalah dengan tajam dan menyelesaikan maslah dengan
bijak, bijaksana, yang memenangkan semua pihak.
(c) Berpikir, bersikap dan berprilaku ahsanu amala (service exellence).5
5
Ibid, hlm. 475-476
6
Muhammad Ridwan. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (Yogyakarta : UUI Press,
2004) hlm. 170
3
pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya partisipasi anggota
dan masyarakat, untuk itulah pola pengelolaannya harus profesional.
7
Ahmad Dahlan Rosyidin. Lembaga Mikro dan Pembiayaan Mudharabah (Yogyakarta :
Global Pustaka Utama, 2004) hlm. 65
8
Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta : Kencana, 2016) hlm.
473
4
1) Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan
antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan
kegiatan ekonomi. Dalam pengertian ini BMT menjalankan fungsi yang
sama dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).
2) Baitul mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak, dan
sedekah (ZIS) serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan
peraturan dan amanatnya.
Selain fungsi utama tersebut, BMT juga memiliki fungsi lain, yaitu:9
1) Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan
mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota
muamalat (Pokusma) dan daerah kerjanya.
2) Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi profesional
dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi
persaingan global.
3) Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan anggota.
4) Menjadi perantara keuangan antara agnia (yang berhutang) sebagai
shahibul maal dengan duafa sebagai mudharib, terutama untuk dana
social seperti zakat, infaq, sedekah wakaf hibah dll.
5) Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana baik sebagai pemodal
maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha
produktif.
9
Ibid. hlm. 475
5
D. Produk Baitul Mal wat Tawil (BMT)
Pada sistem operasional bmt syariah, pemilik dana menanamkan uangnya
di bmt tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka
mendapatkan keuntungan bagi hasil. produk penghimpunan dana lembaga
keuangan syariah adalah dalam himpunan fatwa DSN-MUI, yaitu :
1) Giro Wadiah
Giro wadiah adalah produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja. dana
nasabah dititipkan di bmt dan boleh dikelola. setiap saat nasabah berhak
mengambilnya dan berhak mendapatkan bonus dari keuntungan
pemanfaatan dana giro oleh bmt. besarnya bonus tidak ditetapkan di muka
tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan bmt. sungguhpun demikian
nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif (fatwa
DSN-MUI no. 01/dsn-mui/iv/2000).10
2) Tabungan Mudharabah
Dana yang disimpan nasabah akan dikelola BMT, untuk memperoleh
keuntungan. keuntungan akan diberikan kepada nasabah berdasarkan
kesepakatan nasabah. nasabah bertindak sebagai shahibul mal dan lembaga
keuangan syariah bertindak sebagai mudharib (fatwa DSN-MUI no. 02/dsn-
mui/iv/2000).
3) Deposito Mudharabah
BMT bebas melakukan berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan
syariah dan mengembangkannya. BMT bebas mengeola dana (mudharabah
mutaqah). BMT berfungsi sebagai mudharib sedangkan nasabah juga
shahibul maal. ada juga dana nasabah yang dititipkan untuk usaha tertentu.
nasabah memberi batasan penggunn dana untuk jenis dan tempat tertentu.
jenis ini disebut mudharabah muqayyadah.
E. Pendirian Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
1) Panitia Persiapan Pendirian Di Setiap Cabang Bank Muamalat
10
M.Syafe’i Antonio. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek (Jakarta : Gema Insani
Press), hlm. 90
6
Panitia Persiapan pendirian BMT di setiap cabang Bank Muamalat terdiri
dari:
a. BMI Cabang (Baitul Maal Indonesia)
b. PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil)
c. BMM (Baitul Maal Muamalat)
d. Perwakilan Tokoh Masyarakat
2) Panitia Persiapan Pendirian BMT dengan Melaksanakan:11
a. Evaluasi dan menetapkan lokasi pendirian BMT yang di usulkan oleh
BMI.
b. Menyiapkan petugas sebagai motivator/inisiator di setiap titik lokasi
yang bertugas mengajak dan mengorganisir tokoh masyarakat dalam
pembentukan BMT.
c. Menyusun jadwal dan mobilisasi tenaga motivator/inisiator12
3) Tahapan Pendirian BMT
Pada gambar ini menjelaskan tahap-tahap Pendirian BMT:
11
Ismanto Kuat, Pengelolaan Baitul Maal di Pekalongan vol.12, No.1, Mei 2015, hlm. 24
7
a. Pemrakarsa menyiapkan diri, waktu, pemikiran dan semangat untuk
menjadi motivator Pendirian BMT.
b. Ide Pendirian BMT disosialisasikan ke Tokoh Masyarakat untuk
mencari dukungan dengan cara ber-anjangsana menyakinkan Visi, Misi
dan Tujuan.
c. Dari hasil sosialisasi dari berbagai pihak maka dilaksanakan rapat
pendiri dan setelah disetujui, kemudian menyusun panitia penyiapan
Penyusunan anggaran dasar dengan jumlah anggota 20 orang.
d. Penyusunan Anggaran dasar hal-hal yang paling penting bidang, Unit
Usaha, Permodalan, Simpanan dan Pembiayaan, setelah penyusunan
atau pembahasan anggaran dasar rampung, kemudian hasilnya
dilaporkan kepada pendirian koperasi untuk dimintakan persetujuan
anggaran dasar kepada seluruh anggota rapat yang disaksikan Dinas
Koperasi Kab/Kota.
e. Permohonan pengajuan Badan Hukum/Anggaran Dasar ke Dinas
Koperasi setempat dilanjutkan ke Notaris dengan melampirkan:
1. Surat permohonon Pengesahan Anggaran Dasar.
2. Berita acara hasil keputusan rapat pendiri yang menyetujui
Anggaran Dasar yang telah mencantumkan BMT Syariah sebagai
salah satu usaha yang bersangkutan.
3. Surat bukti penyetoran modal bagi koperasi serba usaha mendirikan
unit Koperasi Jasa Keuangan Syariah sekurang-kurangnya Rp.
15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
4. Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada butir tersebut diatas
untuk dikelola dengan Manajemen dan pembukuan tersendiri.
5. Rencana kerja sekurang-kurangnya dalam 1 (satu) tahun.
6. Administrasi dan pembukuan koperasi.
7. Nama dan riwayat hidup pengurus, pengawas, ahli syariah atau
Dewan Syariah dan calon pengelola.
8. Daftar sarana kerja.
8
9. Surat perjanjian antara Pengurus Koperasi dengan pengelola atau
manajer atau direksi.
f. Setelah mendapatkan persetujuan dan pengesahan akta anggaran dasar
untuk memahami dan mempertajam pengelolaan secara syariah perlu
adanya pendampingan.
g. Pendampingan dalam rangka mempertajam sistem pengelolaan sangat
diperlukan terutama : Pelatihan Pengelola dan Pengurus Software
akuntansi serta pendampingan operasional.13
F. Kelebihan dan Kekurangan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
(a) Kelebihan BMT14
1) BMT memiliki dasar hukum operasional yakni Al Qur’an dan Al
Hadits. Sehingga dalam operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar seperti diperintahkan oleh Allah SWT, juga nilai dasar seperti
yang dicontohkan Rasulullah SAW.
2) BMT mendasarkan semua produk dan operasinya pada prinsip-prinsip
efisiensi, keadilan, dan kebersamaan.
3) Adanya kesamaan ikatan emosional keagamaan yang kuat antara
pemegang saham, pengelola, dan nasabah, sehingga dapat
dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi resiko usaha dan
membagi keuntungan secara jujur dan adil.
4) Adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam
BMT akan berusaha sebaik-baiknya sebagai pengalaman ajaran
agamanya sehingga berapa pun hasil yang diperoleh diyakini membawa
berkah.
5) Adanya fasilitas pembiayaan Al-Mudharabah dan Al-Musyarakah yang
tidak membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar
biaya secara tetap,hal ini memberikan kelonggaran physichologis yang
13
Ibid, hlm. 38
14
Arianta, ”Perbandingan BMT dan Perbankan Syariah”(Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga), hal 45.
9
diperlukan nasabah untuk dapat berusaha secara tenang dan
bersungguh-sungguh.
6) Adanya fasilitas pembiayaan Al-Bai’ Bitsaman Ajildan Al-murabahah,
yang lebih mengutamakan kelayakan usaha dari pada jaminan
(kolateral)
a. sehingga siapa pun baik pengusaha ataupun bukan mempunyai jaminan
kesempatan yang luas untuk berusaha.
7) Dengan diterapkannya sistem bagi hasil sebagi pengganti bunga, maka
tidak ada diskriminasi terhadap nasabah yang didasarkan atas
kemampuan ekonominya sehingga akseptabilitas BMT Islam menjadi
luas.
8) Dengan adanya sistem bagi hasil, maka untuk kesehatan BMT yang bias
diketahui dari naik turunnya jumlah bagi hasil yang diterima.
9) Dengan diterapkannya sistem bagi hasil, maka persaingan antar BMT
berlaku wajar yang diperuntukkan oleh keberhasilan dalam membina
nasabah dengan profesionalisme dan pelayanan yang baik.
(b) Kekurangan BMT15
1) Dalam operasional BMT , pihak-pihak yang terlibat didasarkan pada
ikatan emosional keagamaan yang sama, sehingga antara pihak-pihak
khususnya pengelola BMT dan BMT harus saling percaya, bahwa
mereka sama-sama beritikad baik dan jujur dalam bekerjasama. BMT
dengan sistem ini terlalu berprasangka baik kepada semua nasabah dan
berasumsi bahwa semua orang yang terlibat adalah jujur. Dengan
demikian, BMT Islam rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik
sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mengawasi nasabah yang
menerima pembiayaan dari BMT karena tidak dikenal bunga, denda
keterlambatan dan sebagainya.
15
Ibid, hlm. 47
10
2) Sistem bagi hasil yang adil memerlukan tingkat profesionalisme yang
tinggi bagi pengelola BMT untuk membuat penghitungan yang cermat
dan terus-menerus.
Semakin banyak umat Islam memanfaatkan fasilitas yang disediakan
BMT Islam, sementara belum tersedia proyek-proyek yang bisa
dibiayai sebagai akibat kurangnya tenaga-tenaga professional yang
siap pakai, maka BMT Islam akan menghadapi “kelebihan likuiditas”.
11
Menengah (UMKM) untuk dapat dikelola dengan tujuan membantu dan
meningkatkan produktivitas para pemilik usaha mikro tersebut.
16
Ibid. hlm. 477-478
12
Keberadaan BMT diharapkan mampu mendorong sektor usaha mikro dan
kecil. Hal tersebut dianggap penting karena menjadi penggerak perekonomian
Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang menjadi pengusaha sektor
UMKM terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kredit yang disalurkan
pun demikian. Di 2011 sebanyak Rp458,16 triliun, 2012 sebesar Rp526,40
triliun, 2013 sebanyak Rp610,03 triliun, 2014 sebanyak Rp671,72 triliun, 2015
sebanyak Rp739,80 triliun, dan 2016 sebanyak Rp781,91 triliun. Jika untuk
skala usaha menengah dapat mengakses kredit melalui bank, sedangkan untuk
usaha mikro dan kecil dapat memanfaatkan keberadaan koperasi atau BMT.
Saat ini, kondisi masyarakat Indonesia terhadap keberadaan teknologi
keuangan sudah semakin baik dengan semakin meningkatnya pengguna
teknologi keuangan setiap tahunnya. Teknologi keuangan seakan menjadi
sebuah kebutuhan bagi masyarakat yang memiliki mobilitas yang tinggi.
Misalnya saja di Jakarta, hampir semua aktivitas ekonominya didigitalisasikan.
Untuk sekadar makan saja, bisa menggunakan jasa pesan online dengan
dibantu pembayaran juga melalui pembayaran online. Semuanya serba online.
Apalagi banyak perusahaan yang semakin memanjakan konsumennya yang
menggunakan transaksi cashless dibandingkan membayar tunai dengan
memberikan insentif berupa potongan atau cashback jika memilih
menggunakan cashless.
Adanya fenomena masyarakat yang lebih banyak menggunakan teknologi
keuangan mempunyai hubungan timbal balik dengan fenomena banyaknya jasa
keuangan yang memanfaatkan perkembangan teknologi keuangan dengan
salah satu produknya adalah peer to peer lending. Perusahaan-perusahaan
tersebut mayoritas adalah start-up yang berbasis konvensional. Masih sangat
jarang sekali yang menggunakan prinsip syariah. Jumlah pembiayaan yang
disalurkan termasuk masih bisa dijangkau oleh BMT. Oleh sebab itu, adanya
potensi BMT untuk masuk ke dalamnya.
Revolusi industri menuju revolusi teknologi informasi juga akan mewarnai
karakter dari BMT dimasa yang akan datang. Perubahan global pada kondisi
bisnis berbasis internet dan teknologi informasi telah melahirkan berbagai
13
raksasa bisnis dalam bidang transportasi, travel, properti, perdagangan, dan
keuangan. Revolusi teknologi informasi yang didukung oleh internet literacy
and inclusion telah mendorong pengelola bisnis yang menguasai teknologi
informasi menjadi lebih unggul.
Sebagai contoh, bagaimana perusahaan aplikasi online tanpa memiliki unit
kendaraan, mampu menentukan perjalanan siklus bisnis taksi di berbagai
belahan dunia. Dalam konteks keuangan mikro dan koperasi, praktek tentang
koperasi online (online cooperative) dan bank tanpa kantor (branchless
banking) menjadi model yang akan ditiru dalam pengelolaan koperasi BMT.
Perubahan pengelolaan BMT dimasa depan akan diwarnai dengan
berbagai penggunaan perangkat software dan jaringan internet sehingga akan
memberikan ruang efisiensi dan efektifitas. Pada saat 2017 berbagai Koperasi
BMT sudah berinovasi dengan pembuatan layanan transaksi berbasis aplikasi.
Karakteristik koperasi BMT yang tidak akan pernah bisa dihilangkan adalah
konsep demokrasi ekonomi dalam kepemilikan modal meskipun pertemuan
dan layanan sudah difasilitasi oleh teknologi.
Penggunaan teknologi bagi BMT sampai saat ini mengikuti perkembangan
teknologi perbankan seperti pelayanan penggunaan kartu ATM dan rekening
tabungan terintegrasi. Sebagian besar BMT adalah lembaga keuangan pada
skala kecil dan mikro, sehingga belum mampu untuk membangun suatu sistem
teknologi informasi keuangan dengan skala besar seperti perbankan dan pasar
modal. Teknologi perbankan sudah menggunakan level otomasi yang
memerlukan nilai investasi besar di luar jangkauan BMT.
Lembaga keuangan mikro apabila menerapkan suatu pelayanan keuangan
pada anggota, seperti uang elektronik dan kartu ATM harus bekerja sama
dengan bank syariah dengan kemampuan teknologi yang memadai. Regulasi
dari pemerintah melaui Bank Indonesia, OJK, dan Kementerian Koperasi dan
UMKM belum memberikan ruang bagi BMT untuk melebarkan sayap pada lini
transaksi tersebut.
Perkembangan koperasi BMT akan lebih menuju penggunaan teknologi
informasi dan sistem online berbasis internet. Model bisnis koperasi BMT akan
14
sulit tersaingi karena apabila dikelola dengan prinsip syariah dan jati diri
koperasi, akan membentuk ekonomi berbasis komunitas yang kuat. Transaksi
ekonomi berbasis komunitas bukanlah rival atau pesaing (competitor) dari
lembaga keuangan bank dan credit union. Kondisi ini disebabkan oleh adanya
ikatan solidaritas yang kuat di antara anggota.
Ekonomi berbasis komunitas akan menurunkan rasionalitas dari pelaku
disebabkan oleh faktor kenyamanan psikologis anggota, pada tahap kesadaran
melakukan pilihan dengan level tertentu. Dengan kondisi regulasi, ketersediaan
modal dan kepentingan anggota, perubahan koperasi BMT dimasa yang akan
datang adalah menuju branchless dan online system. Koperasi BMT akan
menggunakan teknologi informasi dan sistem internet sebagai infrastruktur
yang mendorong kinerja dan mengurangi berbagai biaya operasional.
Kemandirian BMT akan tetap terjaga apabila modal utama simpanan
pokok, wajib, tabungan, dan anggota menjadi sumber pembiayaan utama.
Koperasi BMT tidak terjebak dengan aset besar yang didorong oleh
pembiayaan eksternal (dana pihak ketiga) yang berlebihan. Pembiayaan
eksternal bisa berasal dari bank syariah, asosiasi BMT, atau bahkan angel
investor dari luar negeri dengan sistem IT yang bagus. Ketika koperasi BMT
sudah didukung oleh dana eksternal yang berlebihan maka kemandiriannya
akan hilang dan menjadi alat linkage kepada para anggota komunitas.
Penguatan modal utama dari internal harus ditingkatkan dengan memberikan
edukasi perencanaan keuangan dengan baik. Anggota BMT akan mengetahui
bahwa kesadaran untuk menabung adalah prioritas utama untuk membesarkan
BMT dan membantu anggota lainya.
Pembuatan sistem IT bagi koperasi BMT secara online akan mencakup
kegiatan funding (pengumpulan dana), financing (pembiayaan anggota), dan
layanan jasa bagi para anggota. Ekspansi penggunaan teknologi informasi bagi
BMT tidak akan menimbulkan rivalitas dengan lembaga perbankan, jasa
keuangan, dan platform bisnis keuangan raksasa lainya dengan koridor hukum
dan peraturan Indonesia. Kehadiran penggunaan teknologi informasi justru
15
akan mendorong kemudahan anggota dan inklusi keuangan dalam wilayah
keuangan koperasi.
Kehadiran teknologi informasi justru akan menurunkan biaya operasional,
efektivitas transaksi dan monitoring antaranggota. Kehadiran teknologi
informasi secara online dan real time memangkas jumlah pegawai dan kantor
operasional. Sehingga beban biaya akan menjadi efisien dalam jangka panjang
yang bisa dialokasikan untuk bidang lainnya. Koperasi BMT yang berkembang
secara online akan lebih banyak mempekerjakan tenaga terdidik dan
profesional dalam bidang teknologi informasi.
16
J. Tantangan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
Dilihat dari keberhasilan BMT dalam memberdayakan perekonomian
masyarakat terutam pengusaha kecil, maka BMT perlu diperhitungkan dan
dipertimbangkan untuk membantu meningkatkan ekonomi rakyat. Selepas dari
itu, BMT selaku lembaga keuangan syariah terpercaya, pasti memiliki kendala
ataupun tantangan dalam kontribusinya memajukan Usaha Mikro Kecil
Menengah. Adapun tantangan-tantangan yang dihadapi oleh BMT :17
1) Ditinjau dari segi Pesaing Semakin banyaknya lembaga keuangan syariah
maupun konvensional yang terjun dalam dunia perbankan untuk
memberikan kredit pembiayaan kepada UMKM dengan persyaratan-
persyaratan yang lebih mudah dan murah menjadi salah satu tantangan
bagi BMT untuk mengembangkan lembaganya pada sektor UMKM, maka
perlu dilakukan pengenalan BMTkepada masyarakat secara luas.
Mengingat banyaknya lembaga keuangan syariah lainya dan tingkat
pemahaman masyarakat yang masih kurang terhadap peran dan kegunaan
BMT. Oleh karena itu sangat diperlukan sosialisasi terhadap masyarakat
tentang BMT dan apa saja produk-produk yang disediakan oleh BMT
untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
2) Ditinjau dari segi perekonomian Baitul Mal wat Tamwil merupakan
Lembaga Keuangan Syariah sehingga dalam oprasionalnya tidak
menerapkan system bunga, sehingga aman dan tidak terpengaruh jika
terjadi krisis ekonomi. BMT tidak bergantung pada suku bunga yang
tetapakan oleh Bank Indonesia. BMT bergantung pada usaha dan bagi
hasil antara pengusaha sebagai nasabah dengan pihak BMT sebagai
penyedia dana modal.
3) Ditinjau dari oprasional
a. Menargetkan nasabah yang termasuk dalam kelompok usaha mikro.
Strategi inilah yang sesuai dengan prinsip dari BMT, dan harus memilih
17
Nofinawan. (2010). Baitul mal wat Tamwil (BMT): Peluang dan Tantangan dalam
Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Kota Padangsidimpuan. jurnal 90–
107
17
medan tempur yang tepat. Dengan memiliki karakteristik sumber daya
tersendiri, maka BMT tidak harus melawan bank-bank umum yang juga
memiliki karakteristik tersendiri, dengan karakteristik yang dimiliki,
yaitu kecil dan sederhana justru lebih cocok dengan usaha-usaha mikro
kecil yang tidak membutuhkan permodalan sangat besar, bahkan dapat
memberikan persyarata yang mudah untuk mendapatkan pendanaan
modal.
b. Melakukan pemasaran yang lebih gencar lagi. Selain perlu melakukan
edukasi atau pembelajaran pada calon nasabah tentang peran dan
pentingnya BMT, maka perlu dilakukan strategi jemput bola pada
nasabah yang mempunyai target waktu tertentu. Dalam hal ini, maka
diperlukan sales force yang dapat diberikan tugas untuk memasarkan
produk-produk pembiayaan, maupun produk tabungan dari BMT guna
meningkatkan modal pembiayaan.
c. Memperbanyak/memperluas spread dan jumlah nasabah Strategi ini
didasarkan atas kekuatan perusahaan dalam pengurusan yang tidak
berbelit dan mudah, serta di sisi lain peluang pembiayaan untuk indutri
mikro sangat besar mencapai 40 jutaan unit usaha di seluruh Indonesia.
Selama ini potensi kredit mikro belum digarap dengan baik oleh bank
umum, sehingga potensi yang besar tersebut masih merupakan lahan
”pasar baru” yang dapat dioptimalkan untuk dapat menyerap dana yang
dipunyai BMT. Potensi yang besar ini didukung oleh kebijakan
pemerintah yang dimata rakyat kecil masih punya kepercayaan yang
kuat, sehingga rakyat akan tertarik menjadi nasabah.
d. Melakukan positioning sebagai LKS yang mengutamakan pelayanan
BMT selama ini sudah dikenal dengan pelayanan yang ramah dan
hangat kepada nasabahnya, dan hal ini yang tidak dipunyai oleh bank
umum yang sangat sibuk dengan nasabah yang hilir mudik, sehingga
aspek kekeluargaan menjadi terbengkalai.
e. Menjual program pemberdayaan masyarakat Dengan misi utama untuk
pengurangan pengangguran, maka peluang untuk terus tumbuh di
18
kalangan masyarakat industri mikro semakin besar. Pembiayaan yang
dilakukan perlu difokuskan pada pemberdayaan masyarakat dengan
bentuk optimasi terhadap potensi riil.
19
BAB III
KESIMPULAN
BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal
wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
Selain itu, BMT juga juga menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta
menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dilihat bahwa tata kerja BMT harus
dirumuskan secara sederhana sehingga mudah untuk didirikan dan ditangani oleh
para nasabah yang sebagian besar berpendidikan rendah. Aturan dan mekanisme
kerjanaya dibuat dengan lentur, efisien, dan efektif sehingga memudahkan nasabah
untuk memanfaatkan fasilitasnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Cokrohadisumarto , Wisiyanto bin Mislan. 2016. BMT Praktik dan Kasus. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwill. Yogyakarta: UII
Press.
Rosyidin, Ahmad Dahlan Rosyidin. 2004. Lembaga Mikro dan Pembiayaan
Mudharabah. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.
Soemitra, Andri. 2016. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Arianta, Skripsi:”Perbandingan BMT dan Perbankan Syariah” (Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga), hal 45-47.
Ismanto Kuat, Pengelolaan Baitul Maal di Pekalongan vol.12, No.1, Mei 2015,
hlm. 24
M.Syafe’i Antonio. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek (Jakarta : Gema Insani
Press), hlm. 90
Nofinawan. (2010). Baitul mal wat Tamwil (BMT): Peluang dan Tantangan dalam
Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Kota
Padangsidimpuan. jurnal 90–107
Ngafiyatul, Ngulfah. “Tantangan BMT dalam Mengembangkan Usaha Mikro Kecil
Menengah” Eprints.umsida.ac.id, diakses pada 07 April 2019, pukul 21.01
WIB.
21