2. Mutaqawwim (Bernilai)
Modal itu harus bernilai, artinya dapat dimanfaatkan secara syar’i. Jadi, harta-
harta yang tidak mengandung nilai tidak termasuk dalam wilayah akuntansi yang
sedang dibicarakan, seperti khamar, daging babi, dan alat-alat perjudian.
Di suatu negara yang berhukum kepada hukum Islam, tidak boleh masuk
kedalam keuangannya atau keuangan masyarakatnya yang muslim jenis-jenis harta
yang tidak boleh dimafaatkan secara syar’i. Jika didapati, harus disita dan
menghukum orang-orang Islam yang memilikinya.
Barang dagang, dengan syarat : dimiliki secara penuh dan diniatkan untuk
diperdagangkan
Barang dagang dalam Islam termasuk kategori harta. Sebab sesuatu yang
diperdagangkan tersebut merupakan hal yang sangat berharga bagi pemiliknya.
Barang-barang itu menjadi sumber penghasilan dalam hidupnya. Rasulullah SAW
pernah menggantungkan hidupnya dari perdagangan. Dan yang diperdagangkan
adalah barang dagang.
Hasil yang ditimbulkan dari pemanfaatan barang dagang dapat dibagi menjadi
dua, yaitu Qinyah dan Tijaarah.
Qinyah Esensi dari qinyah adalah tidak diprofitkan, atau dengan kata lain harta
barang dagang yang dimanfaatkan untuk kepentingan konsumtif. Jadi dari harta
tersebut tidak akan dilakukan penjualan untuk pencarian laba. Qinyah dalam
pemanfaatannya terbagi menjadi dua macam:
1) Habis jika dipakai (al-istihlaki) Contoh : makanan, minuman, dan lain-lain.
2) Tidak habis jika dipakai (al-isti‗mali) Contoh : kendaraan, pakaian, tempat tidur,
dan lain-lain.
Tijaarah Tijaarah, merupakan harta barang dagang yang diprofitkan. Artinya
jika dilihat dari segi pemiliknya, harta barang dagang ini akan dugunakan untuk
kepentingan mencari keuntungan. Sesuai dengan pemanfaatan harta barang dagang
tijaarah tersebut, dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Habis jika dipakai (al-istihlaki) Contoh : warung makan, katering, pulsa, bahan
bakar, dan lain- lain.
2) Tidak habis jika dipakai (al-isti’mali) Contoh : rumah kontrakan, kost-kostan,
komputer, handphone, dan lain-lain.
D. Macam-Macam Modal
Dilihat secara fisik modal terdapat dua jenis yaitu fixed capital (modal tetap), dan
circulacing capital (modal yang bersirkulasi). Fixed capital contonya seperti gedung-
gedung, mesin-mesin, mobil dan lainnya yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya dapat
dinikmati dan eksistensi subtansinya tidak berkurang tidak berkurang. Sedangkan circulat
capital itu seperti bahan baku, uang dan lainnya yaitu berupa benda-benda yaang ketika
manfaatnya dinikmati, subtansinya juga hilang.
Perbedaan dari keduanya dalam syaria'h dapat kita lihat sebagai beriku. Seperti modal
tetap pada umumnya dapat disewakan tetapi tidak dapat dipinjamkan. Sedangkan modal
sirkulasi yang bersifat konsumtif atau bisa dipinjamkan,tetapi tidak dapat disewakan. Hal
tersebut disebabkan karena ijarah (sewa menyewa) dilakukan kepada benda-benda yang
memiliki karakteristik substansinya dapat dinikamati secara terpisah atau secara
sekaligus. Ketika suatu barang disewakan, maka ia dinikmati oleh penyewa namun status
kepemilikannya tetap pada yang punya barang tersebut.
Kita sudah mengetahui bahwasannya modal ialah segala sesuatu baik itu barang berharga
ataupun tidak yang dipergunakan untuk kelangsungang bisnis dagang kita. Dalam mecari
modal kita tidaklah boleh merugikan satu sama lain, lebih tepatnya ialah kita dilarang
untuk menggunakan modal yang bukan milik kita dan juga tidak diperbolehkan
memperjual belikan yang tidak jelas. Dalam syari'at islam, jual beli tidak jelas/gharar ini
terlarang. Dengan dasar sabda rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam dalam hadis Abu
Hurairah yang berbunyi :
"rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar"
Hadis diatas juga jelas melarang bagaimana ketidak jelasan dalam melakukan transaksi
apapun yang dapat merugikan siapapun. Dalam islam kita juga diwajidkan untuk terbukan
dan jujur dalam berdagang, karena jika kita jujur dan dan tebuka dalam hal berdagang
maka kita akan mendapatkan keuntungan yang baik bagi pembeli maupun penjual baik
untuk akhirat maupun di dunia nyata. Meskipun kita misalkan hanya mendapatkan
keuntungan yang sedikit kita pasti dapat memutar ulang untubg tersebut menjadi investasi
yang lebih besar lagi.
Konsep modal pokok dalam islam berdasarkan nilai tukar yang berlaku dengan tujuan
melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam
ruang lingkup perusahaan yg kontinuitas.
Barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang
(stock) dan seterusnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang.
Mata uang (emas, perak, dll) bukan tujuan segalanya, melainkan hanya sebagai perantara
untuk pengukuran dan penentuan nilai/harga (sebagai sumber harga/nilai).
Penentuan nilai dan harga berdasarkan nilai tukar yang berlaku.
Membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko.
Membedakan laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari capital/modal pokok
dengan yang berasal dari transaksi dan wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang
haram jika ada, serta berusaha menghindari dan menyalurkan pada tempat-tempat yang
telah ditentukan oleh para ulama fiqh.
Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha/dicampurkan pada
pokok modal
Laba akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik
yang telah terjual/belum. Akan tetapi jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan
laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
F. Pengembangan Modal
a. Transaksi akad jual-beli, yaitu pengembangan modal usaha di mana seseorang berada dalam
posisi sebagai penjual dan yang lainnya sebagai pembeli, seperti dalam akad al-Ba’i, as-
Salam, dan al-Istinsya’.
َ
ي صلى الله عليه وسلم َّ ِ ن اَلنَّب
َّ ب رضي الله عنه أ ٍ ْ صهَي
ُ َن
ْ ع
َ
،ةُ ضَ َار ُ ْ وَال،ل
َ مق ٍ جَ اَلْبَيْعُ إِلَى أ:ة ُ َ ن اَلْب َ َرك ٌ ثَاَل :ل
َّ ِث فِيه َ قَا
ه
ْ جَ ما
َ ن ُ ْ ) َروَاهُ اِب اَل لِلْبَي ْ ِع,ت ِ ْ ط اَلْب ُ ِّر بِالشَّ عِيرِ لِلْبَي ُ ْ وَخَل
( يف
ٍ ِ ضع
َ ٍسنَاد
ْ ِ بِإ
Dari Shuhaib Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Tiga hal yang didalamnya ada berkah adalah jual-beli bertempo, ber-qiradl (memberikan
modal kepada seseorang hasil dibagi dua), dan mencampur gandum dengan sya’ir untuk
makanan di rumah, bukan untuk dijual.”[22]
b. Transaksi akad bagi-hasil, yaitu pengembangan modal usaha di mana seseorang dapat
bertindak sebagai pemberi modal dan yang lainnya bertindak sebagai pengelola modal
dengan kerentuan akan membagi hasil yang diperoleh sesuai perjanjian yang telah
disepakati. Transaksi ini dapat dilihat dalam akad-akad bagi hasil seperti dalam akad as-
syirkah seperti akad al-Mudharabah dan akad as-Syirkah.
(ح
ٌ حي
ِ ص ٌ موْقُو
َ ف َ َ)وَهُو
Dari Hakim Ibnu Hizam bahwa disyaratkan bagi seseorang yang memberikan
modal sebagai qiradl, yaitu: Jangan menggunakan modalku untuk barang yang
bernyawa, janganmembawanya ke laut, dan jangan membawanya di tengah air yang
me n g a l i r . J i k a engkau melakukan salah satu di antaranya, maka
e n g k a u l a h y a n g menanggung modalku. Riwayat Daruquthni dengan perawi-perawi yang
dapat dipercaya. Malik berkata dalam kitabnya al-Muwattho', dari Ala' Ibnu Abdurrahman
Ibnu Ya'qub, dari ayahnya, dari kakeknya: Bahwa ia pernah menjalankan modal Utsman
dengan keuntungan dibagi dua.[23]
Hadist ini menerangkan bahwa maksud dari ketiga syarat tersebut (jangan engkau gunakan
modalku pada barang berjiwa dan tidak juga dibawa melintasi laut dan melintasi lembah yang
berair) adalah dalam perbuatan seperti yang disyaratkan tadi (ke tiga perkara tadi) ada
bahaya yang tidak terduga lebih dahulu, yaitu apabila seseorang menggunakan
modalnya itu dengan bebas dalam artian tidak memikirkan madhoratnya, maka itu
akan berbahaya karena adasesuatu yang tidak terduga yang bisa saja datang kepada si
pemilik modal.
Dan apabila syarat tersebut dilanggar, maka kerugian yang akan terbit dari
padanya adalah atas tanggungan penerima modal itu, maksudnya adalah apabila
terjadi kerugian yang disebabkan kecerobohan salah satu pihak, maka ia harus
menanggung kerugiannya sendiri. Tetapi apabila kerugian tersebut karena
kecelakaan atau unsur kecelakaan, maka kerugaian tersebut ditanggung bersama.
[24]
c. Transaksi akad jasa, yaitu pengembangan modal di mana seseorang bertindak sebagai
konsumen/pemakai jasa dan wajib memberikan harga kepada pihak yang telah memberikan
jasa tersebut menurut kesepakatan yang dibuat, seperti dalam akad al-rahn, al-wadi’ah. Sabda
Rasulullah saw:
م
َ ْار يَو ُ ُ فَلَه، ٍّحق
ُ َّ م الن َ ِال اللَّهِ بِغَيْر
ِ مَ ن فِى ُ َّجاال ً يَتَخَو
َ ضو َ ِن ر َّ ِ إ
ِ مةَ ال ْ ِقيَا
Dari Khaulah Al-Anshariyah radhiyallahu anha, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda: “Sesungguhnya ada orang-orang yang mengelola dan mengambil harta kaum
muslimin tanpa hak, maka bagi mereka azab neraka pada hari kiamat.”[26]
Sistem pengembangan dalam hal ini, ekonomi Islam memberikan batasan-batasan sebagai
berikut:
1. Cara mendapatkan modal (harta) dan mengembangkannya tidak dilakukan dengan yang
dilarang Syari’at Islam. Antara lain pertama, dengan jalan perjudian, karena cara ini dapat
menimbulkan permusuhan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat. Pada dasarnya
cara pengembangan ini dilakukan tanpa adanya usaha yang jelas dan hanya bersifat spekulasi
semata. Kedua, pengembangan harta/modal dengan jalan riba (apapun bentuk dan
jumlahnya), yaitu pengambilan keuntungan dengan cara mengeksploitasi tenaga orang lain.
Ketiga, pengembangan modal dengan jalan penipuan (al-ghabn atau at-tadlis). Cara-cara
penipuan dalam segala kegiatan ekonomi yang dilakukan di masyarakat jelas-jelas dilarang
dan diharamkan agama. Keempat, pengembangan modal (harta) dengan jalan penimbunan.
Maksudnya adalah seseorang mengumpulkan barang-barang dengan tujuan menunggu waktu
naiknya harga barang-barang terebut, sehingga ia bisa menjualnya dengan harga tinggi
menurut kehendaknya. Rasulullah saw bersabda:
3. Hak milik pribadi kadangkala dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi milik umum. Di
antara hal penting yang diungkapkan ajaran Islam adalah penetapan antara pemilikan
bersama menyangkut benda-benda yang bersifat dharuri (yang sangat dibutuhkan bagi semua
manusia), sehingga kepemilikannya bersifat bersama dan umum. Rasul saw bersabda:
ن
ِ ْب اش
ِ خ َر ِ ُ ْ حدَّثَنَا عَبْد ُ اللَّهِ ب
ن َ ٍسعِيدَ ن ُ ْ حدَّثَنَا عَبْد ُ اللَّهِ ب َ
َن
ْ ع ٍجاهِد
َ م َن
ْ ب ع ٍ َحوْش َ ن ْ ْ ي ع ُّ ِ ب الشَّ يْبَان
ٍ َحوْش
ُ ِ ْ َن العَوَّام ِ ب َ
مَ َّ سلَ َعَلَيْهِ و ُ َّ صلَّى الل
ه َ ِل اللَّه ُ سوُ ل َر َ ل قَا َ اس قَا ٍ َّ ن عَب ِ ْ اب
ه َ َ َوالنَّارِ وَث
ُ ُ من ِ ماءِ وَالْكَإَل َ ْ ث فِي ال ٍ ن شُ َركَا ُء فِي ثَاَل َ موُ ِ سلْ م ُ ْ ال
َجارِي َ ْ ماءال
َ ْ ال يَعْنِي ٍسعِيد
َ أَبُو َ قَا
ل مٌ ح َراَ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Sa'id berkata, telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Khirasy bin Hausyab Asy Syaibani dari Al Awwam bin Hausyab dari
Mujahid dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api. Dan harganya adalah
haram." Abu Sa'id berkata, "Yang dimaksud adalah air yang mengalir."[28]
4. Mensuplai atau memberikan orang yang memiliki keterbatasan faktor-faktor produksi dengan
ketentuan-ketentuan yang ada, seperti memberikan pinjaman modal untuk digunakan sebagai
modal usaha sehingga dapat dikembangkan lagi menjadi lebih besar, ataupun dengan
memberikan modal kepada seseorang dengan perjanjian membagi hasil yang didapat sesuai
perjanjian yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak.
Bentuk II
Seandainya Tuan Ali yang bekerja di bidang perdagangan untuk masa satu tahun dan
membuat transaksi – transaksi terhadap perubahan yang terjadi pada poin – poin
kekayaan yang ada seiring dengan munculnya beberapa tuntutan dan permintaan pihak
lain. Ia bisa mengetahui perubahan yang terjadi pada modalnya pada akhir tahun
seandainya sudah ada kejelasan dari surat – surat (catatan) dan buku – buku tersebut pada
akhir tahun tentang semua kekayaan yang ada berdasarkan nilai pasar yang berlaku, yaitu
sebagai berikut:
Hasil Mush’sab pada akhir tahun ialah kekayaan yang ada dikurangi dengan utang –
utang atau tanggungan, sehingga menjadi :
7.250 – 1.250 = 6.000 dinar
Perubahan modal = jumlah modal akhir tahun – jumlah modal awal tahun
Maka menjadi : 6.000 – 5.000 = 1.000
H. Mudharabah
Salah satu akad yang dibolehkan dalam menjalankan ekonomi Islam adalah
mudharabah (bagi hasil). Secara bahasa, mudharabah berasal dari kata dharb, yang berarti
memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shihabul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola (mudharib).
Dasar mudharabah ada dalam Alquran, hadits dan ijma. Namun, pada artikel kali ini,
gomuslim akan membahas mengenai rukun dan syarat mudharabah. Berikut rangkumannya:
Rukun Mudharabah
Ada beberapa rukun yang perlu diperhatikan dalam akad mudharabah. Imam Syafi’I
menyebutkan bahwa, rukun mudarabah ada enam yaitu pemilik modal, pengelola usaha, akad
(ijab qobul) antara pemilik modal dan pengelola, harta pokok atau modal, pekerjaan atau
jenis usaha dalam pengelolaan harta, dan nisbah keuntungan.
a. Pelaku
Rukun pertama dari akad mudharabah adalah adanya pelaku. Dalam hal ini
melibatkan dua pihak yaitu pemilik modal (shihabul maal) dan pengelola usaha
(mudharib). Kedua pihak melakukan transaksi kerjasama dalam akad mudharabah.