Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP HUTANG DAN MODAL DALAM AKUNTANSI SYARIAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi Syariah

Dosen Pengampu:

Eka Nur Rofiq, S.E., M.Ak.

Disusun oleh:

M. Irfan Wahyu Husodo 126403202102


Livahtul Masruroh 126403202111
Anis Kurnia Wachidiyati S. 126403202142

KELAS 6-C

AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

APRIL 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa tercurahkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia,
taufik, serta hidayah-Nya yang diberikan kepada semua umat muslim. Tidak lupa solawat serta
salam tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa Islam
dari zaman jahiliah ke zaman yang terang benderang, sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Kelayakan Bisnis. Adapun judul
yang kami buat dalam makalah ini adalah “Kerahasiaan Klien dan Standar Etika”.

Kami juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dengan rasa hormat dan segala
ketulusan hati kepada:

1. Prof. Dr. H. Maftukhin, M. Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung.
2. Dr. H. Dede Nurrohman, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
UIN Sayyid Ali Rahmatullah.
3. Dyah Pravitasari, S.E., M.S.A. selaku Koordinator Prodi Akuntansi Syariah.
4. Eka Nur Rofiq, S.E., M.Ak. Selaku dosen pengampu Mata Kuliah Teori Akuntansi
Syariah yang telah memberi dukungan kepada kami.
5. Orang tua yang memberi dukungan kepada kami.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Dengan adanya makalah ini semoga dapat memberikan ilmu dan manfaat bagi
kami, serta para pembaca pada umumnya. Kami menerima kritik dan saran dari
berbagai pihak yang bersifat membangun agar tercapainya kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 01 April 2023

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3
2.1 Konsep Hutang Dalam Akuntansi Syariah ............................................................................. 3
2.2 Definisi dan Dasar Hukum Hutang Dalam Tinjauan Syariah ................................................. 3
2.3 Kewajiban Mencatat Transaksi Hutang Dalam Tinjauan Syariah .......................................... 4
2.4 Rukun, Syarat, dan Prinsip Berhutang Dalam Tinjauan Syariah ............................................ 5
2.5 Ketentuan Dalam Praktik Hutang (Qard)................................................................................ 6
2.6 Sumber Dana Qardh ................................................................................................................ 6
2.7 Manfaat Qardh ........................................................................................................................ 7
2.8 Pengertian Modal (Ra’sul-maal) ............................................................................................. 7
2.9 Prinsip Modal Pokok Dalam Akuntansi Islam ........................................................................ 8
2.10 Pendayagunaan dan Pengembangan Modal dalam Tinjauan Syariah ..................................... 9
2.11 Ketentuan Hukum Islam Terhadap Modal ............................................................................ 10
2.12 Prinsip Perhitungan Laba Dalam Akuntansi Islam ............................................................... 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 13
3.2 Saran ..................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 15

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu entitas bisnis ataupun lainnya memerlukan tambahan modal ataupun
hutang kepada pihak lain dalam hal mempertahankan eksistensinya. Termasuk entitas
perbankan syariah. Begitupun dengan manusia sebagai makhluk sosial tentu
membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hal semacam ini berlaku
dalam segala hal, termasuk dalam penemuan rezeki. Banyak cara yang dilakukan Allah
Swt. dalam menyampaikan rezeki pada hambanya, diantaranya: melalui
disyariatkannya praktik transaksi hutang piutang sebagai salah satu aspek penumbuhan
hajat hidup manusia.
Konsep hutang piutang dalam keilmuan akuntansi syariah berdimensi tolong
menolong (ta’awun). Dengan demikian, hutang dapat dikatakan sebagai ibadah sosial
yang dalam pandangan islam memiliki keutamaan yang mulia. Olehnya itu penting
memahami dengan baik apa esensi konsep hutang piutang dalam suatu entitas bisnis
maupun dalam kehidupan bermasyarakat.Hutang piutang muncul disebabkan bahwa
entitas maupun manusia (stakeholders) dalam keadaan tertentu, bisa jadi mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan pertanyaan yang jelas terhadap topik tertentu
yang diangkat oleh penulis dan menjadi titik fokus pada pembahasan. Berdasarkan latar
belakang yang dikemukakan diatas, agar dalam penyusunan dan penulis membatasi
permasalahan pada judul yaitu “Konsep Hutang dan Modal dalam akuntansi syariah”.
Maka rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1) Apa pengertian hutang?
2) Apa saja Rukun hutang?
3) Apa syarat-syarat hutang?
4) Apa saja hal-hal yang diperbolehkan dalam qard(hutang)?
5) Apa hukum hutang?
6) Apa sumber dana dalam hutang?
7) Apa manfaat hutang?
8) Apa pengertian Modal (ra’sul-maal) secara umum dan menurut ahli?
9) Apa unsur dan syarat-syarat modal?
10) Bagaimana cara menguku modal dalam islam?
11) Bagaimana praktik akuntansi pada modal pokok?
1.3 Tujuan

Tujuan makalah ini adalah pernyataan untuk menginformasikan, menganalisis


suatu ide, serta mengajak pembaca untuk berfikir secara kritis mengenai topik yang
dibahas dalam makalah. Tujuan dari makalah ini, antara lain:

1) Mengetahui pengertian hutang


2) Mengetahui rukun-rukun hutang
3) Mengetahui syarat-syarat hutang
4) Mengetahui hal apa saja yang diperbolehkan dalam qard(hutang)
5) Mengetahui hukum hutang
6) Mengetahui sumber dana dalam hutang
7) Mengetahui manfaat hutang
8) Mengetahui pengertian modal (ra’sul-maal) secara umum dan menurut ahli
9) Mengetahui unsur dan syarat modal
10) Mengetahui cara menguku modal dalam islam
11) Mengetahui bagaimana cara praktik akuntansi pada modal pokok

2
3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Hutang Dalam Akuntansi Syariah
Hutang biasa dikenal dengan istilah liabilitas dalam keilmuan akuntansi.
Hakikat hutang dalam Islam adalah sebuah bentuk pertolongan bagi debitur (orang
yang meminjam uang). Dengan demikian, wajib kepada debitur agar berniat membayar
sejumlah hutangnya. Disisi lain, kreditur (tempat meminjam uang) menerima
pengembalian aset yang dipinjamkannya dientitas dengan jalan yang baik.
Akhlak yang baik dalam hutang piutang adalah berbuat baik dalam
mengembalikan pinjaman. Dalam konsep syariah, hutang piutang merupakan akad
transaksi ekonomi yang berdimensi tolong menolong (ta`awun). Oleh karena itu,
penting menginternalisasikan nilai tafahum (saling memahami) dalam berakad
transaksi hutang piutang baik dilingkungan entitas ataupun dalam bermasyarakat.1
2.2 Definisi dan Dasar Hukum Hutang Dalam Tinjauan Syariah
Hutang berasal dari bahasa arab yaitu qardh yang berarti hutang. Menurut Abu
Al-kasim kata dayn berarti memberi utang atau berhutang. Dayn mensyaratkan jangka
waktu tertentu dalam pengembalian utang, hal ini yang membedakan al-Qardh yang
tidak mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian utangnya, dayn lebih
umum dari al-qardh. Al- qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada
orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari.

Dasar hukum dalam hutang piutang pada asalnya mubah atau


diperbolehkan dalam syariah. Bahkan orang yang memberikan hutang kepada orang
lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang dianjurkan dalam perspektif agama
Islam. Transaksi akad hutang piutang masuk dalam akad sosial yang mendapatkan janji
pahala yang besar. Asalkan tidak mengandung unsur kezaliman didalamnya dan
menganut prinsip keadilan didalamnya.

Konsep keadilan dalam Islam, dijelaskan dalam QS. Al- Baqarah ayat 279, yaitu
adil dalam Islam adalah tidak menzalimi dan tidak dizalimi. Prinsip keadilan dapat
diterjemahkan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dalam konteks ekonomi

1
Eny Latifah, “IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN AKAD MUDHARABAH BERDASARKAN PSAK NOMOR 105 PADA
USPPS BMT SUNAN DRAJAT LAMONGAN,” Al Hisab: Jurnal Ekonomi Syariah 3, no. 1 (31 Desember 2022),
https://jurnal.sties-baktiya.ac.id/index.php/alhisab/article/view/93.
termasuk hutang piutang, berarti bahwa setiap transaksi ekonomi yang dilakukan oleh
pelaku ekonomi tidak boleh menzalimi bahkan sampai merugikan orang lain.

Hakikatnya, manusia sendiri sebagai khalifah dimuka bumi ini yang fungsi
utamanya menjaga keteraturan interaksi (muamalah) antar kelompok, agar kekacauan
dan keributan dapat dikurangi atau dihilangkan (Muhammad, 2018). Jadi, setiap
transaksi bisnis, harus didasarkan kepada prinsip kerelaan antar kedua belah pihak (an
taradhim minkum) dan tidak bathil yaitu tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi
atau dengan kata lain la tazhlimuna wa la tuzhlamun.2

2.3 Kewajiban Mencatat Transaksi Hutang Dalam Tinjauan Syariah

Dalam ajaran Islam, orang yang berhutang dan memberi hutang diwajibkan
untuk menulis atau mencatat dengan baik agar tidak terjadi masalah dikemudian hari.
Selain itu, orang yang berhutang harus memiliki niat yang kuat atau komitmen untuk
mengembalikannya. Jika tidak bisa melunasinya, maka hendaklah kedua belah pihak
untuk mufakatsehingga tidak terjadi konflik dikemudian hari.

Bahkan tidak sedikit kasus yang muncul dipermukaan masyarakat ataupun


suatu entitas karena karena perkara hutang piutang. Perintah Allah Swt. melalui
QS. Al-Baqarah ayat 282 secara jelas disebutkan pentingnya pencatatan dan akuntansi
(proses akuntansi) sebagai bukti transaksi. Selain itu, akuntansi syariah adalah sebagai
bentuk akuntabilitas yang terpercaya dan sebagai pondasi etika informasi laporan suatu
entitas.

Sebagaimana perintah agama yang terkandung dalam QS. Al-Baqarah ayat 282
yang terjemahannya: “... dan janganlah kamu bosan menulis hutang itu, baik kecil
maupun besar sampai batas waktu membayarnya”. Dalam ayat di atas menjelaskan
kebenaran yang secara eksplisit tersaji adalah bahwa Allah Swt. memerintahkan umat
Islam menuliskan transaksi baik yang kecil maupun yang besar (Warsono & Hardono,
2012). Lantas bagaimana kalau orang yang berhutang mengalami kesulitan dalam
melunasinya. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 280, terdapat anjuran untuk memberikan
kelonggaran waktu kepada orang yang berutang dan mengikhlaskan utang apabila
orang tersebut benar-benar tidak mampu dinilai sebagai kebaikan dan Shadaqah.3

2
Latifah, 38.
3
Latifah, 39.

4
2.4 Rukun, Syarat, dan Prinsip Berhutang Dalam Tinjauan Syariah

Adapun yang menjadi syarat dan rukun yang harus dipenuhi dalam hutang-
piutang, seperti diuraikan berikut ini.

1) Sighat
Sighat yang dimaksud dalam akad adalah ijab dan qabul. Masing-masing kedua
belah pihak memiliki kesepakatan dan menunjukan mereka saling ridha dan
rela.
2) Akad (adanya pelaku)
Akad yang dimaksud adalah para pihak yang melakukan transaksi yang
memberi hutang dan penghutang. Adapun syarat-syarat bagi penghutang dalah
baligh, berakal sehat dan pandai yang bisa membedakan baik dan buruk.
3) Harta yang dihutangkan
Harta yang akan dipinjamkan harus berupa harta (aset) yang ada takarannya,
baik yang bisa ditimbang, diukur, maupun dihitung. Sebagai wujud bentuk
implementasi dari paradigma dan asas yang telah ditetapkan, transaksi syariah
harus memenuhi karakteristik dan persyaratan (Warsono & Jufri, 2011), sebagai
berikut:
1) Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling
rida.
2) Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan
baik (thayib) dan tidak haram.
3) Tidak mengandung unsur riba, zalim, maysir, gharar.
Hutang diatur dalam Islam karena memang merupakan salah satu sektor kecil
dalam urusan ekonomi umat. Hutang bukan saja dilakukan oleh orang yang
tidak mampu, namun oleh orang yang mampu juga dari sisi ekonomi. Adapun
prinsip-prinsip hutang yang harus diperhatikan, meliputi:
1) Jika terpaksa berhutang, jangan berhutang diluar kemampuan.
2) Jika hutang telah dilakukan, harus ada niat untuk membayarnya. Harus
memiliki komitmen untuk mengembalikan hutang.

5
3) Harus disadari bahwa hutang itu merupakan alternatif terakhir ketika segala
usaha untuk mendapatkan sejumlah dana secara halal dan tunai mengalami
kebuntuan.4
2.5 Ketentuan Dalam Praktik Hutang (Qard)

Ketentuan Qardh diatur dalam Fatwa DSN-MUI No: 19/DSN-MUI/IV/2001


tentang Qardh. Didalam fatwa ini MUI memberikan beberapa ketentuan dalam praktik
Qardh, diantaranya:

1) Pembiayaan Qardh sebagai wujud kegiatan sosial, diharapkan mampu


meningkatkan perekonomian masyarakat bawah dan menengah.
2) Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan keoada nasabah yang memerlukan
suntikan dana.
3) Nasabah berkewajiban mengembalikan dana al-Qardh sesuai nominal awal
pinjaman, pada waktu yang disepakati.
4) Biaya administrasi pengurusan pembiayaan ditanggung oleh nasabah.
5) LKS bisa meminta jaminan kepada nasabah atas permohonan dana yang
diajukan, jika dirasa perlu.
6) Nasabah diperbolehkan memberikan tambahan dana di luar pinjaman pokok,
ketika pengembalian pinjaman, selama bukan biaya yang dijanjikan atau
disyaratkan dalam akad.
7) Nasabah yang tidak mampu mengembalikan sebagian atau seluruh pinjaman
pada waktu yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidak
mampuannya, maka LKS berhak atas dua tindakan, yaitu menambah waktu
pengembalian pinjaman, atau menghapus sebagian atau seluruh kewajiban
nasabah.5
2.6 Sumber Dana Qardh

Sifat qardh tidak memberi keuntungan finansial. Karena itu pendanaan qardh
dapat diambil menurut kategori berikut:

1) Qardh yang diperlukan untuk membantu keuntungan nasabah secara cepat dah
berjangka pendek. Talangan dan di atas dapat diambil dari modal bank.

4
Latifah, 40–41.
5
Siska Hana Pertiwi dan Iza Hanifuddin, “ANALISIS QARDH DALAM PEMBIAYAAN RAHN DI LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH, INDONESIA (STUDI KASUS PINJAMAN USAHA)” 1, no. 2 (t.t.): 183–84.

6
2) Qardh diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan sosial,
dapat bersumber dari dana zakat, infak, dan sedekah. Di samping sumber dana
umat, para praktisi perbankan syariah, demikian juga ulama, melihat adanya
sumber dana lain yang dapat dialokasikan untuk qardh al-hasan, yaitu
pendapatan yang diragukan, seperti jasa nostro di bank koresponden yang
konvensional, bunga atas jaminan L/C di bank asing dan sebagainya. Salah satu
pertimbangan pendapatan dana-dana adalah kaidah akhaffu dararain
(mengambil madharat yang lebih kecil). Hal ini mengingat jika dana umat Islam
diniarkan di lembaga lembaga non-Muslim mungkin dapat dipergunakan untuk
sesuatu yang merugikan Islam, misalnya dana kaum muslimin Arab di bank-
bank Yahudi Switzerland. Oleh karenanya, dan yang parker tersebut lebih baik
di ambil dan di manfaat untuk penanggulangan bencana alam atau membantu
orang-orang yang lemah.6
2.7 Manfaat Qardh
1) Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk
mendapat talangan jangka pendek
2) Ada misi sosial kemasyarakatan.
3) Transaksi al-Qardh bersifat mendidik dan peminjam wajib mengembalikan,
sehingga dana tersebut terus bergilir dan semakin bertambah dan diharapkan
peminjam nantinya juga dapat mengeluarkan zakat atas usahanya sendiri.
4) Percepatan pembangunan ekonomi rakyat melalui usaha mikro yang berbasis
syariat islam dapat diwujudkan menjadi kenyataan.7
2.8 Pengertian Modal (Ra’sul-maal)

Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik. Pada akhir tahun buku,
setelah dihitung keuntungannya yang didapat pada tahun tersebut, pemilik modal akan
memperoleh bagian dari hasil usaha yang biasa dikenal dengan deviden. Dana modal
dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan dan sebagainya yang
secara langsung tidak menghasilkan. Selain itu juga modal dapat digunakan untuk hal-
hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan yang berasal dari modal,
hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya
(Antonio, 2004: 146). Secara tradisional, modal didefenisikan sebagai sesuatu yang

6
Mhd Fakhrurrahman Arif, “QARDH DALAM PANDANGAN ISLAM,” t.t.
7
Arif, “QARDH DALAM PANDANGAN ISLAM.”

7
mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai buku, modal
didefenisikan sebagai kekayaan bersih (net worth) yaitu selisih antara nilai buku dari
aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities).8

Modal merupakan faktor produksi yang mempunyai pengaruh kuat dalam


mendapatkan produktivitas atau output, secara makro modal merupakan pendorong
besar untuk meningkatkan investasi baik secara langsung pada proses produksi maupun
dalam prasarana produksi, sehingga mampu mendorong kenaikan produktivitas dan
output.9

Pengertian modal (ra`sul maal) menurut beberapa pendapat ahli, di antaranya:

1) Dr. Rifat Al-`awwadh berpendapat bahwa: kapital itu tsarwah (kekayaan) yang
digunakan untuk memproduksi kekayaan yang baru.
2) Sya’ban Fajmi berkata: kapital ialah semua kekayaan yang bernilai secara syar`i
yang disertai usaha manusia dalam memproduksinya dengan tujuan
pengembangan.10

Modal dalam konsep ekonomi Islam berarti semua harta yang bernilai dalam
pandangan syar‟i, dimana aktivitas manusia ikut berperan serta dalam usaha
produksinya dengan tujuan pengembangan. Uang merupakan modal serta salah satu
faktor produksi yang penting, tetapi bukan yang terpenting karena manusia
menduduki tempat di atas modal yang disusul oleh sumber daya alam. Pandangan ini
berbeda dengan pandangan sementara pelaku ekonomi modern yang memandang uang
segala sesuatu, sehingga tidak jarang manusia atau sumber daya alam dianiaya atau
ditelantarkan.11

2.9 Prinsip Modal Pokok Dalam Akuntansi Islam

Diantara tujuan syariat Islam ialah menjaga dan mengembangkannya melalui


jalur-jalur yang syar’i, untuk merealisasikan fungsinya dalam kehidupan perekonomian
serta membantu memakmurkan bumi dan pengabdian kepada Allah SWT. Sumber-

8
Elis Mediawati dan S Pd, “KONSEP UTANG DAN MODAL DALAM ISLAM,” t.t.
9
“Riset pemasaran dan perilaku konsumen / Husein Umar | Perpustakaan UIN Sultan Syarif Kasim Riau,”
diakses 2 April 2023, https://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-opac?id=21213.
10
Eny Latifah dkk., Dasar-dasar Akuntansi Syariah (Eureka Media Aksara, 2022),
https://repository.penerbiteureka.com/publications/557582/.
11
“Teori dan aplikasi etika bisnis islam / Hasan Aedy | Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematang
Siantar,” diakses 2 April 2023, https://katalogdisarpuspematangsiantar.perpusnas.go.id/detail-
opac?id=1719636&tipe=koleksi.

8
sumber hukum Islam telah mencukup kaidah-kaidah yang mengatur pemeliharaan
terhadap modal pokok (kapital). Prinsip-Prinsip Akuntansi pada Modal Pokok yang
terpenting diantaranya sebagai berikut.12

1) Tamwil dan Syumul (Mengandung Nilai dan Universal) modal itu harus dapat
memberikan nilai, yaitu mempunyai nilai tukar di pasar bebas. Bisa saja, modal
beda dalam naungan sebuah perusahaan dalam bentuk uang, barang milik, atau
barang dagangan selama harta itu masih bisa dinilai dengan uang oleh pakar-
pakar yang ahli di bidang itu serta disepakati oleh mitra usaha.
2) Mutaqawwim (Bernilai) Modal itu harus bernilai, artinya dapat dimanfaatkan
secara syar’i. Jadi, harta-harta yang tidak mengandung nilai tidak termasuk
dalam wilayah akuntansi yang sedang dibicarakan, seperti khamar, daging babi,
dan alat-alat perjudian.
3) Penguasaan dan Pemilikan yang Berharga Mal atau harta itu harus dimilki
secara sempurna dan dikuasainya sehingga ia dapat memanfaatkannya secara
bebas dalam bermuamalah atau bertransaksi. Sebagai contoh, tidak boleh bagi
seseorang untuk memulai dengan pihak lain kerjasama dalam uang dan
pekerjaan dengan janji membayarkan uang tersebut dikemudian hari atau uang
itu masih bersifat utang (dalam jaminan), seperti yang ditegaskan oleh ulama
fiqih dalam fiqih syarikah.
4) Keselamatan dan Keutuhan Ra’sul-maal dalam sistem akuntansi Islam
menekankan pemeliharan terhadap kapital yang hakiki, seperti yang tergambar
dalam sabda Rasul sebagai penerapan praktek dan teori akuntansi
berikut.“Seorang mukmin itu bagaikan seorang pedagang; dia tidak akan
menerima laba sebelum dia mendapatkan ra’sul-maalnya (modal). Demikian
juga, seorang mukmin tidak akan mendapatkan amalan-amalan sunnahnya
sebelum ia menerima amalan-amalan wajibnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Jadi, kalau modal belum dipisahkan dan keuntungan telah dibagi, itu dianggap
telah membalikkan sebagai modal kepada sipemilik saham. Hal inilah yang
banyak menimbulkan masalah dalam perusahaan-perusahaan.
2.10 Pendayagunaan dan Pengembangan Modal dalam Tinjauan Syariah

12
Bima Cinintya Pratama dkk., “PENERAPAN PRAKTEK DAN TEORI AKUNTANSI SYARIAH BERDASARKAN PRINSIP
SYARIAH,” Akuisisi: Jurnal Akuntansi 13, no. 2 (29 November 2017),
https://doi.org/10.24127/akuisisi.v13i2.181.

9
Para ulama menyebutkan empat syarat agar harta bisa menjadi modal usaha.
Keempat syarat tersebut meliputi:13

1) Harus berupa uang atau barang-barang yang bisa dinilai dengan uang. Para
ulama berjima` bahwa yang dijadikan modal usaha adalah uang.
2) Harus nyata ada dan bukan hutang.
3) Harus diketahui nilai harta tersebut.
4) Harus diserahkan kepada pengusaha.
Pentingnya modal dalam kehidupan manusia ditunjukkan dalam Al-Qur'an yang
terjemahannya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa
yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. Kata “mata'un”
berarti modal karena disebut emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk
bentuk modal yang lain). Afzalur Rahman mengatakan, Rasulullah saw. menekankan
pentingnya modal dalam ucapan ini: “Tidak akan ada kecemburuan kecuali dalam dua
hal: (1) orang yang diberi oleh Allah kekayaan (atau modal) dan kekuasaan untuk
membelanjakannya dalam menegakkan kebenaran, dan (2) orang yang dijamin oleh
Allah dengan ilmu pengetahuan yang banyak untuk menilai dan mengajarkannya pada
orang lain” (Rahman, 1995).

Dalam sistem ekonomi Islam modal diharuskan terus berkembang agar sirkulasi
uang tidak berhenti. Dikarenakan jika modal atau uang berhenti (ditimbun). maka harta
itu tidak dapat mendatangkan manfaat bagi orang lain, namun seandainya jika uang
diinvestasikan dan digunakan untuk melakuakan bisnis maka uang tersebut akan
mendatangkan manfaat bagi orang lain, termasuk di antaranya jika ada bisnis berjalan
maka akan bisa menyerap tenaga kerja.

2.11 Ketentuan Hukum Islam Terhadap Modal

Beberapa ketentuan hukum Islam mengenai modal sebagaimana yang


dikemukakan A. Muhsin Sulaiman, sebagai berikut:14

1) Islam mengharamkan penimbunan modal.


2) Modal yang mencapai nisab, zakatnya wajib dikeluarkan.

13
Latifah dkk., Dasar-dasar Akuntansi Syariah, 42.
14
Latifah dkk., 43.

10
3) Modal tidak boleh digunakan untuk memproduksi dengan cara yang boros.
4) Pembayaran gaji (upah) harus sesuai dengan ketentuan gaji dalam Islam.

Dalam mengembangkan modal berbagai upaya yang halal, baik melalui


produksi maupun investasi. Semua itu bertujuan agar harta bisa bertambah sesuai yang
diinginkan. Adapun bentuk-bentuk pengembangan modal menurut ketentuan Syari'ah
Mu'amalah, dapat dilakukan dalam bentuk atau pola sebagai berikut: Transaksi akad
jual-beli, yaitu pengembangan modal usaha di mana seseorang berada dalam posisi
sebagai penjual dan yang lainnya sebagai pembeli. Berkaitan dengan ketentuan
pembagian hasil usaha perbankan syariah dalam fatwa DSN MUI No. 14 Tahun 2000
tentang Mekanisme Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah
(Suwandi, 2019), yaitu:15

1) Pada prinsipnya, Lembaga Keuangan Syariah boleh menggunakan sistem


accrual basis maupun cash basis dalam administrasi keuangan.
2) Dilihat dari kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan
sistem accrual basis, akan tetapi dalam distribusi bagi hasil usaha hendaknya
ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (cash basis).
3) Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad.

Transaksi ini dapat dilihat dalam akad-akad bagi hasil seperti dalam akad as-
syirkah seperti akad al-Mudharabah dan akad as-Syirkah. Dari Hakim Ibnu Hizam
bahwa diisyaratkan “bagi seseorang yang memberikan modal sebagai qiradl, yaitu:
jangan menggunakan modalku untuk barang yang bernyawa, jangan membawanya
kelaut, dan jangan membawanya ditengah air yang mengalir. Jika engkau melakukan
salah satu di antaranya, maka engkaulah yang menanggung modalku”. Hadist ini
menerangkan bahwa maksud dari ketiga syarat tersebut (jangan engkau gunakan
modalku pada barang berjiwa dan tidak juga dibawa melintasi laut dan melintasi lembah
yang berair) adalah dalam perbuatan seperti yang disyaratkan tadi (ketiga perkara tadi)
ada bahaya yang tidak terduga lebih dahulu, yaitu apabila seseorang menggunakan
modalnya itu dengan bebas dalam artian tidak memikirkan madhoratnya, maka itu akan
berbahaya karena ada sesuatu yang tidak terduga yang bisa saja datang kepada sipemilik
modal. Apabila syarat tersebut dilanggar, maka kerugian yang akan terbit dari padanya
adalah atas tanggungan penerima modal itu, maksudnya adalah apabila terjadi kerugian

15
Latifah dkk., 44.

11
yang disebabkan kecerobohan salah satu pihak, maka ia harus menanggung
kerugiannya sendiri. Tetapi apabila kerugian tersebut karena kecelakaan atau unsur
kecelakaan, maka kerugian tersebut ditanggung bersama.

2.12 Prinsip Perhitungan Laba Dalam Akuntansi Islam

Laba dalam akuntansi syari’ah berpegang pada dua prinsip utama, yaitu
kebenaran dan keadilan. Sehingga pencatatan laba dalam hal ini pendapatan akrual
diakui keberadaannya, hanya saja dalam penerapan pengambilan atau perhitungan
zakatnya baru dapat diperhitungkan ketika laba tersebut sudah benar ada dalam
pendapatan riil. Selain itu, dalam akuntansi syari’ah laba diakui ketika adanya harta
(uang) yang dikhususkan untuk perdagangan atau investasi lain yang ada dalam
kegiatan riil, mengoperasikan modal tersebut secara interaktif dengan unsur-unsur yang
lain – lain yang terkait untuk produksi, seperti usaha dan umber-sumber alam.
Keuntungan penggunaan laba sebagai dasar pembayaran zakat adalah dapat
mengurangi masalah-masalah yang berkaitan dengan konflik kepentingan, terjadinya.
window dreasing, dan kecurangan dalam penyajian dan pengungkapan laporan
keuangan dapat diminimalisir sebaik mungkin.

Diantara tujuan dagang yang terpenting ialah meraih laba, yang merupakan
cerminan pertumbuhan harta. Laba ini muncul dari proses pemutaran modal dan
pengopersiannya dalam aksi-aksi dagang dan moneter. Islam sangat mendorong
pendayagunaan harta/modal yang melarang menyimpannya sehingga tidak habis
dimakan zakat, sehingga harta itu dapat merealisasikan peranannya dalam aktivitas
ekonomi. dalam Islam, laba mempunyai pengertian khusus sebagaimana telah
dijelaskan oleh ulama-ulama salaf dan khalaf. Dalam bahasa Arab, laba berarti
pertumbuhan dalam dagang.16

16
Fitri Kurniawati, “Laba dalam Akuntansi Syari’ah,” Adzkiya : Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah 1, no. 2 (11
September 2013), https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/adzkiya/article/view/1056.

12
13

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Hutang biasa dikenal dengan istilah liabilitas dalam keilmuan akuntansi.


Hakikat hutang dalam Islam adalah sebuah bentuk pertolongan bagi debitur (orang
yang meminjam uang). Dalam kegiatan muamalah yang dilakukan, hendaklah
memperhatikan utang, utang adalah sebagai metode terakhir dalam meraih nilai dan bila
mengandung nilai keterpaksaan dan idealnya berusaha agar jangan terlibat di dalamnya.
Utang dayn tidak ada tambahan dan murni dikembalikan sebagaimana pada saat
dipinjam, sedangkan utang qardh adalah utang piutang yang dilakukan pada perbankan,
hal ini merupakan pembiyaan yang memiliki unsur bisnis. Dalam ajaran Islam, orang
yang berhutang dan memberi hutang diwajibkan untuk menulis atau mencatat dengan
baik agar tidak terjadi masalah dikemudian hari. Selain itu, orang yang berhutang harus
memiliki niat yang kuat atau komitmen untuk mengembalikannya. Bagi seorang
muslim yang terpaksa berutang karena suatu hal, maka hendaklah memperhatikan
utang, jangan utang dijadikan faktor utama yang bisa menyengsarakan kita di dunia dan
akherat, karena tidak jarang kita jumpai karena persoalan utang, kehidupan seseorang
menjadi tidak bahagia dan bahkan menjadi permasalahan yang tidak selesai-selasai.
Padahal utang itu akan dipertanggungjawabkan dari diri kita sejak hidup hingga kita
mati.

Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik. Pada akhir tahun buku,
setelah dihitung keuntungannya yang didapat pada tahun tersebut, pemilik modal akan
memperoleh bagian dari hasil usaha yang biasa dikenal dengan deviden. Modal dalam
konsep ekonomi Islam berarti semua harta yang bernilai dalam pandangan syar‟i,
dimana aktivitas manusia ikut berperan serta dalam usaha produksinya dengan
tujuan pengembangan. Uang merupakan modal serta salah satu faktor produksi yang
penting, tetapi bukan yang terpenting karena manusia menduduki tempat di atas
modal yang disusul oleh sumber daya alam. Prinsip-Prinsip Akuntansi pada Modal
Pokok yang terpenting diantaranya Tamwil dan Syumul, Mutaqawwim, Penguasaan
dan Pemilikan, serta Keselamatan. Islam mengenal modal sebagai suatu komponen
utama dalam usaha, dan hak atas modal diakui dalam Islam sebagai hak individu atau
golongan yang berbeda dengan hak atas modal menurut pandangan kapitalis.Pada
kapitalis modal merupakan hak mutlak individu. Semua aktifitas yang dilakukan oleh
seorang muslim, hendaklah dilakukan secara sungguh-sungguh, agar apa yang
dilakukannya akan mendapatkan nilai yang sempurna di dunia dan akherat.

3.2 Saran

Demikian makalah ini diharapkan pembaca mampu memiliki wawasan yang


luas terkait hutang dan modal dalam akuntansi syariah. Karena merupakan bagian
fundamental dalam pendidikan akuntansi. Selain itu juga mendukung keberhasilan
dalam mengakses dan menganalisis sebuah perusahaan. Kami juga berharap hendaklah
pembaca dapat memperhatikan utang, utang adalah sebagai metode terakhir dalam
meraih nilai dan bila mengandung nilai keterpaksaan dan idealnya berusaha agar jangan
terlibat di dalamnya. Bagi seorang muslim yang terpaksa berutang karena suatu hal,
maka hendaklah memperhatikan utang, jangan utang dijadikan faktor utama yang bisa
menyengsarakan kita di dunia dan akherat

14
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mhd Fakhrurrahman. “QARDH DALAM PANDANGAN ISLAM,” t.t.


Kurniawati, Fitri. “Laba dalam Akuntansi Syari’ah.” Adzkiya : Jurnal Hukum dan Ekonomi
Syariah 1, no. 2 (11 September 2013). https://e-
journal.metrouniv.ac.id/index.php/adzkiya/article/view/1056.
Latifah, Eny. “IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN AKAD MUDHARABAH
BERDASARKAN PSAK NOMOR 105 PADA USPPS BMT SUNAN DRAJAT
LAMONGAN.” Al Hisab: Jurnal Ekonomi Syariah 3, no. 1 (31 Desember 2022).
https://jurnal.sties-baktiya.ac.id/index.php/alhisab/article/view/93.
Latifah, Eny, Rianto Rianto, R. Neny Kusumadewi, Achmad Fauzi, Masyhuri Masyhuri,
Stefani Lily Indarto, Iwan Wisandani, dkk. Dasar-dasar Akuntansi Syariah. Eureka Media
Aksara, 2022. https://repository.penerbiteureka.com/publications/557582/.
Mediawati, Elis, dan S Pd. “KONSEP UTANG DAN MODAL DALAM ISLAM,” t.t.
Pertiwi, Siska Hana, dan Iza Hanifuddin. “ANALISIS QARDH DALAM PEMBIAYAAN
RAHN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH, INDONESIA (STUDI KASUS
PINJAMAN USAHA)” 1, no. 2 (t.t.).
Pratama, Bima Cinintya, Inta Gina Setiawiani, Siti Fatimah, dan Herman Felani.
“PENERAPAN PRAKTEK DAN TEORI AKUNTANSI SYARIAH BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH.” Akuisisi: Jurnal Akuntansi 13, no. 2 (29 November 2017).
https://doi.org/10.24127/akuisisi.v13i2.181.
“Riset pemasaran dan perilaku konsumen / Husein Umar | Perpustakaan UIN Sultan Syarif
Kasim Riau.” Diakses 2 April 2023. https://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-
opac?id=21213.
“Teori dan aplikasi etika bisnis islam / Hasan Aedy | Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota
Pematang Siantar.” Diakses 2 April 2023.
https://katalogdisarpuspematangsiantar.perpusnas.go.id/detail-
opac?id=1719636&tipe=koleksi.

15

Anda mungkin juga menyukai