Anda di halaman 1dari 3

Karakteristik syumul

Dalam bahasa arab arti syumul adalah sempurna, agama islam memiliki ciri
karakteristik syumul yaitu menyeluruh atau komprehensif meliputi zaman, semua
kehidupan serta eksistensi manusia. Hasan Al-Banna menggambarkan risalah islam
sebagai “risalah yang menjangkau dimensi yang terbentang memanjang sehingga
mencakup pada keabadian zaman, meliau menjangkau dimensi yang terbentang lebar
hingga mengatur seluruh antero bangsa dan ia menjangkau dimensi yang terbentang
mendalan sehingga meliputi seluruh urusan dunia dan akhirat”1

Ajaran islam bersifat universal menyeluruh sehingga cocok dizaman apapun dan
kapanpun, karena al-qur’an sendiri telah mengisahkan masa lampau, sekarang,
maupun yang akan datang. Keuniversalan al-qur’an terdapat dalam firman Allah surat
al-anbiya’ ayat 107

َ‫س ْلنَاكَ ِإ اَّل َرحْ َمةً ِل ْل َعالَ ِمين‬


َ ‫َو َما أ َ ْر‬

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.

Tujuan Allah mengutus nabi Muhammad membawa agama islam bukan untuk
membinasakan orang-orang kafir, melainkan untuk menciptakan perdamaian. Dan
kami tidak mengutus engkau Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi
seluruh alam. Perlindungan, kedamaian, dan kasih sayang yang lahir dari ajaran dan
pengamalan islam yang baik dan benar. 108. Pada ayat sebelumnya diterangkan
bahwa Allah mengutus nabi Muhammad membawa agama islam agar menjadi rahmat
bagi manusia dan lingkungan hidup. Pada ayat ini Allah meminta nabi Muhammad
menjelaskan ajaran dasar agama islam. Katakanlah wahai Muhammad, 'sungguh, apa
yang diwahyukan kepadaku yang menjadi ajaran pokok agama yang dibawa para nabi,
ialah bahwa tuhanmu Allah adalah tuhan yang esa, yang melahirkan prinsip tauhid,
tidak ada tuhan selain Allah dan tidak ada ibadah kecuali kepada-Nya; maka apakah
kamu telah berserah diri kepada-Nya dengan beriman, beribadah dan mematuhi
ajaran-Nya''.

1
Karakteristik wasathiyah

Ajaran islam bersifat wasathiyah atau pertengahan, karena dalam aspek


keseimbangan dan keselarasan suatu keniscayaan dikenal dengan aspek tawazun,
bahwa agama islam mendorong umatnya untuk memiliki spiritualitas yang tinggi dan
juga aspek materialnya, wahyu dan akal, individual dan sosial, idealisme dan realisme
dan lain-lain.

Tawazun itu bukanlah memposisikan sesuatu pada yang tidak jelas namun sebaliknya
tawazun memposisikan sesuai takaran dan haknya secara adil dan lurus, tanpa
berlebihan maupun kekurangan, karena ajaran islam menjaga keseimbangan,
keselarasan dan harmoni sebagaimana firman Allah dalam surat ar-rahman ayat 7-9:

“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)(7) Supaya
kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu(8)Dan tegakkanlah timbangan itu
dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu (9)”

“Dan Allah telah meninggikan langit,” sebagai atap bagi makhluk bumi, “dan Dia
meletakkan neraca (keadilan),” yakni keadilan di antara para hamba, baik dalam
ucapan maupun perbuatan. Bukan hanya neraca (mizan) yang kita ketahui, akan tetapi
yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah seperti yang kami kemukakan, termasuk di
dalamnya mizan tersebut, juga alat untuk menakar barang, alat-alat untuk mengetahui
segala sesuatu yang belum diketahui, serta hakikat kebenaran yang dengannya
diputuskan perkara makhluk dan ditegakkan keadilan di antara mereka. Oleh sebab itu
Allah berfirman, “Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu,” yakni
Allah meletakkan neraca (keadilan) agar mereka tidak melampaui batas di dalam
timbangan, karena apabila perkara ini dikembalikan kepada akal dan pemikiran kalian,
niscaya akan terjadi kekacauan yang Allah Mahatahu akan hal itu, dan akan rusaklah
langit dan bumi serta apa yang ada pada keduanya.

Karakteristik wasathiyah dimana kita dapat melihat agama dari berbagai aspek
seperti politik, pendidikan, ibadah, moral. Contoh adalah perintah sholat jum’at dalam
surat al-jumuah dimana kita sebagai umat islam harus mengingatkan Allah meskipun
saat kita berniaga baru setelah itu berlanjut kembali perniagan yang kita kerjakan.
Dalam aspek moral islam memandang manusia sebagai makhluk yang kombinatif
terdapat akal untuk berfikir, nafsu, insting dan spiritualitas pada pencipta maupun
gaib. Manusia memiliki pilihan untuk berbuat baik maupun buruk, dan diberi pilihan
untuk mendidik jiwanya menjadi suci.

Anda mungkin juga menyukai