Anda di halaman 1dari 11

KONSEP IJARAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Fiqh Muamalah II

Dosen Pengampu : M.Masrukhan, M.E,

oleh :

Oleh :

1. Dwi Prasetyo Asriyanto (A1711002)


2. Nurkholis (M1721020)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SYARI’AH


PUTERA BANGSA TEGAL
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep
Ijarah” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Bapak M.Masrukhan,M.E, selaku Dosen Hadist Ekonomi yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Slawi, Juni 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i

KATA PENGANTAR................................................................................................ ii

DAFTAR ISI............................................................................................................... iii

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ijarah.............................................................................................. 1
2. Hadis Tentang Ijarah........................................................................................ 2
3. Konsep Penjualan jasa dan sewa menyewa dalam perspektif hadis................ 3
4. Asbabul Wurud ............................................................................................... 4

PENUTUP

1. Kesimpulan...................................................................................................... 5

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 6

iii
PEMBAHASAN

1. Pengertian Ijarah
Menurut etimologi, ijarah adalah ‫( بيع المنفعة‬menjual manfaat). Ijarah merupakan salah
satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan manusia, seperti sewa-
menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain. Demikian pula artinya
menurut terminologi syara’. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan dikemukakan
beberapa definisi ijarah menurut pendapat beberapa ulama fiqih:
a. Ulama Hanafiyah:
‫عقد على المنافع بعوض‬

Artinya:
“Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”
b. Ulama Asy-Syafi’iyah:
‫عقد على منفعة مقصودة معلومة مباحة قابلة للبذل واالءباحة بعوض معلوم‬

Artinya:
“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta
menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.”
c. Ulama Malikiyah dan Hanabilah:
‫تمليك منافع شىء مباحة مدة معلومة بعوض‬.

Artinya:
“Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan
pengganti.”
Ada yang menterjemahkan, ijarah sebagai jual beli jasa (upah-mengupah), yakni
mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menterjemahkan sewa-menyewa,
yakni mengambil manfaat dari barang. Jadi ijarah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
ijarah atas jasa dan ijarah atas benda.

1
Definisi Ijarah

Secara bahasa ijarah memiliki arti nama untuk sebuah upah. Sedangkan secara istilah
syariat adalah Akad (transaksi) terhadap kemanfaatan yang maqshudah, maklum, bisa
untuk diserahkan dan mubah dengan ‘iwadl (upah) yang maklum” (Syekh an-Nawawi
Banten, Nihayatuz Zain, Songgopuro - Indonesia, al-Haramain, cetakan pertama,
halaman: 257)

Maksud ‘manfaat maqshudah’ adalah manfaat menurut pandangan syariat maka tidak
boleh menyewa uang untuk hiasan. Maksud ‘manfaat yang maklum’ adalah manfaat yang
jelas dan dibatasi seperti menyewa orang untuk menjahit baju dengan ukuran dan model
tertentu. Maksud ‘bisa untuk diserahkan’ adalah mungkin untuk diserahkan, maka tidak
boleh menyewakan Al-Qur’an kepada orang kafir, sebab Al-Qur’an tidak bisa diserahkan
kepada orang kafir. Maksud ‘manfaat yang mubah’ adalah manfaat yang tidak haram,
maka tidak boleh menyewa alat-alat musik yang diharamkan. (Habib Hasan bin Ahmad
al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013,
halaman 137)

2. Hadis Tentang Ijarah


Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama yang
lain. Ketika salah satu membutuhkan dan tidak memiliki apa yang ia butuhkan, maka
yang lain bisa membantu untuk memenuhinya. Inilah di antara hikmah ijarah
(persewaan) yang disyariatkan di dalam islam. Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf
berkata:

‫الحكمة منها أنها ليس لكل أحد مركوب وسكن وخادم وغير ذلك وقد يحتاج لها وال يستطيع أن‬
‫يشتريها فجوزت اإلجارة لذلك‬

“Di antara hikmah dari ijarah adalah, sesungguhnya tidak setiap orang memiliki
kendaraan, tempat tinggal, pelayan dan selainnya, sedangkan ia membutuhkan semua
itu namun tidak mampu membelinya, maka ijarah (sewa menyewa) diperbolehkan
karena hal itu.” (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar
al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 138)

2
Akad ijarah dilegalkan di dalam syariat berdasarkan nash Al-Qur’an, Hadits
dan Ijma’ sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Zakariya al-Anshari
(Lihat: Asna al-Mathalib, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kelima, 2003, jilid 5 halaman
73).
Allah subhanahu wata’ala berfirman:

َ ‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَآتُوه َُّن أ ُ ُج‬


‫وره َُّن‬ َ ‫فَإِ ْن أ َ ْر‬
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka
berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS Ath-Thalaaq: 6)

َ ‫فَآتُوه َُّن أ ُ ُج‬


Ayat ini menunjukan tentang akad ijarah sebab bentuk kalimat ‫وره َُّن‬
adalah bentuk kalimat perintah dan perintah di dalam ushul fiqh menunjukkan wajib.
Upah hanya bisa diwajibkan/ditetapkan oleh akad (transaksi). Sehingga ayat ini secara
pasti diarahkan pada menyusui yang disertai dengan akad (ijarah). (Habib Hasan bin
Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan
pertama, 2013, halaman 138)

Di dalam sebuah hadits disampaikan:

َّ ُ‫َّللاُ َع ْنهُ ا ْست َأ ْ َج َرا َر ُج اًل ِم ْن بَ ِني الدِي ِل يُقَا ُل لَهُ َع ْبد‬
ِ‫َّللا‬ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫سلَّ َم َو‬
ِ ‫الصدِيقَ َر‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫أ َ َّن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬
‫بْنُ ْاْل ُ َر ْي ِق ِط‬

“Sesungguhnya baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar


Shiddiq ra pernah menyewa seorang lelaki dari Bani ad-Diil yang bernama Abdullah
ibn al-Uraiqith.” (HR. Bukhari)
Di dalam hadits yang lain juga disebutkan:

َ ْ ‫ار َع ِة َوأ َ َم َر ِب ْال ُم َؤا َج َرةِ َوقَا َل َال بَأ‬


‫س بِ َها‬ َ َ‫سلَّ َم نَ َهى َع ْن ْال ُمز‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ُ‫أَنَّه‬

“Sesungguhnya baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang


muzara’ah dan memerintahkan muajjarah (akad sewa). Beliau bersabda, ‘Tidak apa-
apa melakukan muajjarah’.” (HR Muslim)

3
3. Konsep Penjualan jasa dan sewa menyewa dalam perspektif hadis

Dalam perspektif ekonomi islam terutama pada muamalah, muamalah sendiri


adalah aturan- aturan allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam
memperoleh dan mengembangkan harta benda atau lebih tepatnya dapat dikatakan
sebagai aturan islam tentang kegiatan ekonomi yang dilalukan manusia. salah satu
bentuk kegiatan muamalah tersebut adalah ijarah. ijrah sering disebut dengan upah
atau imbalan. kalau sekiranya kitab-kitab fiqh sering menerjemahkan kata ijarah
dengan sewa-menyewa, maka hal tersebut janganlah diartikan menyewa sesuatu
barang untuk diambil manfaatnya saja, tetapi harus dipahami dalam arti yang luas.
ijarah salah satu kegiatan muamalah yang sering kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari. sebagai kegiatan yang umum digunakan, maka ijarah memiliki aturan-
aturan tertentu. Kebanyakan para pelaku ijarah saat ini melakukan transaksi hanya
berdasarkan kebiasaan saja, tanpa tahu dasar hukum dan aturan- aturan yang berlaku
didalamnya. akad ijarah mewajibkan pemberi sewa untuk menyediakan asset yang
dapat digunakanatau dapat di ambil manfaat darinya selama periode akaddan
memberikan hak kepada pemberi sewa untuk menerima upah sewa (ujrah).
apabila terjadi kerusakan yang mengakibatkan penurunan nilai kegunaan dari asset
yang disewakan dan bukan disebabkan kelalaian penyewa, pemberi sewa
berkewajiban menanggung biaya pemeliharaannya selama periode akad atau
menggantinya dengan aset sejenis. pada hakikatnya pemberi sewa berkewajiban untuk
menyiapkan aset yang disewakan dalam kondisi yang dapat di ambil manfaat darinya.
penyewa merupakan pihak yang menggunakan/mengambil manfaat atas asset
sehingga penyewa brkewajiban membayar sewa dan menggunakan aset sesuai dengan
ksepakatan (jika ada), tidak bertentangan dengan syariah dan merawat atau menjaga
keutuhan aset tersebut. apabila kerusakan asset ia berkewajiban menggantinya atau
penggantinya.

Dapat disimpulkan bahwa akad ijarah ini adalah akad untuk menukar manfaat.
ijarah dapat terlaksana dengan baik apabila rukun dan syaratnya terlaksana dengan
baik dan benar. selain itu agama menghendaki agar dalam melaksanakan ijarah
senantiasa memperhatikan ketentuan- ketentuan yang bisa menjamin pelaksanaannya.
dan tidak merugikan salah satu pihak serta dapat terpelihara maksud- maksud mmulia
yang diinginkan agama.

4
4. Asbabul wurud

Dalam kajian ilmu-ilmu hadis (ulumul hadis). Asbab Al-wurud Al-hadis


(sebab-sebab munculnya hadis) sudah menjadi salah satu cabang ilmu yang amat
penting dalam memahami hadis-hadis Rasulullah SAW. Sebenarnya para ahli
hadis berpendapat bahwa sebab-sebab latar belakang atau sejarah lahirnya hadis
itu sudah cukup dalam pembahasan ilmu sejarah (tarikh), oleh sebab itu sebab-
sebab muncul hadis tersebut tidak perlu dijadikan sebagai ilmu yang berdiri
sendiri. Akan tetapi, karena tidak semua peristiwa yang menjadi sebab-sebab
munculnya hadis itu tercakup dalam ilmu tarikh dan kegunaannya dipandang
cukup besar dalam memahami maksud suatu hadis, maka mereka menjadikannya
sebagai satu ilmu pengetahuan tersendiri dan ilmu sejarah.

Pembagian Asbabul Wurud

Asbabul Wurud disamakan dengan ilmu asbab an-nuzul. Dilihat dari segi
sebab-sebab muncul/lahirnya, para ahli hadis membagi hadis kepada dua bagian,
yaitu hadis-hadis yang memiliki asbab al-wurud dan hadis yang tidak memiliki
asbab al-wurud. Pada umumnya, hadis yang memiliki asbab al-wurud terdiri atas
hadis-hadis yang berkaitan dengan perbuatan manusia/hukum. Sedangkan hadis-
hadis yang tidak berkaitan dengan perbuatan manusia tidak banyak yang memiliki
asbab al-wurud.

Hal ini disebabkan, kebanyakan hadis itu muncul karena adanya pertanyaan
sahabat tentang hukum suatu kejadian atau perbuatan yang mereka saksikan. Pada
hadis-hadis yang memiliki asbab al-wurud, adakalanya asbab al-wurud-nya
disebut dalam matan/teks hadis yang bersangkutan, dan adakalanya tidak disebut
dalam teksnya sendiri, melainkan disebut pada tempat lain.

5
Di antara contoh asbab al-wurud yang disebut bersama dengan matan hadis
yang bersangkutan ialah sebagai berikut:

1. Hadis dari Abu Sa‘id Al-Khudri yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah
ditanya oleh seseorang tentang perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW,
"Apakah engkau mengambil air wudlu dari sumur Budha'ah, yakni sumur yang ke
dalamnya dibuang darah, daging anjing dan barang-barang busuk?" Rasulullah
bersabda, "Air itu suci, tidak ada sesuatu yang menjadikannya najis." (HR. Abu
Dawud).
2. Dari Abi Hurairah RA, bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah
SAW, "Ya Rasulullah, sesungguhnya kami berlayar di laut, dan kami hanya
membawa sedikit persediaan air (tawar), kalau kami berwudlu dengan air itu, maka
kami akan haus. Apakah boleh kami berwudu dengan air laut?" Rasulullah SAW
bersabda, "Laut itu suci aimya, dan halal bangkainya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

6
PENUTUP
1. Kesimpulan :
 Ijarah adalah salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan
manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain
dengan ada imbalannya atau upahnya.
 Dalam memaknai ijarah itu sendiri banyak perbedaan-perbedaan pendapat
dikalangan para ulama. Namun intinya mereka menyetujui adanya ijarah setelah
memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh masing-masing para
ulama, sehingga meskipun terjadi perbedaan didalamnya selalu ada pemecahan
persoalan terhadap permasalahan-permasalan yang timbul dikarenakan hal-hal
yang terkait dengan ijarah itu sendiri.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ashshiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, 1904. pengantar fiqh Muamalah. Jakarta :


PT. Pustaka Rizqi Putra.
Harisudin, Noor. 2014. Fiqh Muamalah 1. Surabaya : CV. Pustaka Setia

Syafei Rahmad, 2001, "Fiqih Muamalah", bandung, CV. pustaka setia

https://tahdits.wordpress.com/2013/01/08/asbabul-wurud/

https://www.kompasiana.com/snfadilah/5c7a3cd9aeebe16953011c6d/sewa-menyewa-
dalam-kacamata-islam

http://www.nu.or.id/post/read/84810/definisi-dan-rukun-ijarah-sewa-menyewa-dalam-
islam

https://almanhaj.or.id/1640-ijarah-sewa-menyewa.html
https://tahdits.wordpress.com/2013/01/08/asbabul-wurud/

http://baihaqi-annizar.blogspot.com/2017/08/makalah-fikih-muamalah-tentang-al-
ijarah.html

Anda mungkin juga menyukai