Anda di halaman 1dari 21

1

BAB II

H{I>><LAH DALAM HUKUM ISLAM

DAN CHARGE CARD SECARA UMUM

A. H{i>lah dalam Islam

1. Pengertian H{i>lah

H>>{i>lah adalah bentuk jamak dari al-h}iya>l (

)adalah sebuah strategi hukum untuk mengelak dari

kententuan syariat (hukum agama) yang secara teknik tidak

dipandang sebagai melanggar hukum1. Adapun secara istilah, al-

h}i>lah adalah melakukan suatu amalan yang dhahirnya boleh

untuk membatalkan hukum syari serta memalingkannya kepada

hukum yang lainnya.












Artinya :H}i>lah adalah menampilkan suatu perbuatan yang

kalau dilihat dari luarnya adalah boleh untuk membatalkan

hukum hukum syara dan mengubahnya kepada hukum yang

lainnya.2

1 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Amzah,
2005), 85.
2 Muhammad Rawwas Qalahji, Ensiklopedi Fiqih Umar Bin Khattab RA,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), 153.

22
2

Menurut al-Sythibi, pada hakekatnya, kata ini memiliki

pengertian : mendahulukan perbuatan yang tampaknya boleh

untuk menggantikan suatu hukum dan mengalihkannya ke

hukum lain.3

Sedangkan menurut Ibnu Qoyim Al jauziyah H{i>lah

adalah mencari jalan dengan cara yang licik untuk


21
menyembunyikan kenyataan bahwa sebenarnya tujuannya

adalah melakukan sesuatu yang diharamkan. Oleh karena itu,

tingkah laku pelaku h{i>lah ini mendapat predikat jalan

orang yang licik atau thariiq al khaidaa, karena perbuatan

luar mereka berbeda dengan motif mereka yang tersebunyi,

yang amat sulit terdeteksi dari luar.4

Sedangkan h{i>lah dalam Al Mausuah al Fiqhiyyah

adalah kecerdikan akal dalam mengelola untuk membalikkan

keadaan setiap pikiran untuk dibimbing kepada makna

dimaksudkan.5 untuk menyembunyikan kenyataan yang

sebenarnya, tujuannya adalah melakukan sesuatu yang

diharamkan oleh hukum syara.

Pengertian h}i>lah di barat biasa disebut dengan legal

fiction (fiksi hukum):

3 Abu Ishaq al-Syathibi, al-Muwfaqt f Ushul al-Syarah juz4, (Beirut: Dar al-Marifah,1999),558.
4 Ibnu Qoyim Al Jauziyah,Terj. Asep Saefullah, Panduan Hukum Islam Ilamul Muwaqiin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), 502.
5 Al Mausuah al Fiqhiyyah jilid 2, (Kuwait: Wazara al Auraf wa al Tsiun at
Islamiyah, 2008), 102.
3

The assumption by the law that a particular assertion is

true (even though it may not be) in order to support the

functioning of a legal rule.

Asumsi secara hukum bahwa suatu pernyataan tertentu

adalah benar (walaupun mungkin tidak) untuk mendukung

berfungsinya aturan hukum.6

Alasan h}i>lah haram dilakukan melalui teori istiqra>

(induksi dari berbagai dalil) di antaranya ayat-ayat yang

berkaitan dengan orang-orang yang munafik, sedangkan

istiqra> menurut kamus ushul fiqih, istiqra> adalah sebuah

metode pengambilan kesimpulan umum yang dihasilkan oleh

fakta-fakta khusus yang digunakan oleh ahli-ahli fiqh untuk

menetapkan suatu hukum.7

H{i<lah atau H>{iya>l asy-syariyah (Muslihat Syariat)

merupakan metode fiqih Abu Hanifah, dalam beberapa

riwayat Abu Hanifah menggunakan metode ini untuk

memecahkan beberapa masalah, penggunaan metode

Muslihat Syariat ini bukan untuk menipu dalam

menggugurkan kebenaran dan membolehkan memakan harta

manusia dengan cara yang batil. Tetapi, untuk mencari jalan

keluar dalam masalah fiqih yang rumit tanpa merugikan harta

6 John Wiley & Sons, Inc, Legal Fiction Legal Definition,


http://law.yourdictionary.com/legal-fiction, 28 juli 2012
7 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, 142.
4

dan jiwa orang lain.8 Sementara menurut penganut Syafii,

Maliki, Hanbali telah menyatakan bahwa penggunaan h}i>lah

bersifat haram dan benar-benar dilarang.9

Sedangkan menurut kalangan fuqaha kontemporer,

yaitu Ibn A<shu>r, h{i>lah ialah melakukan perbuatan yang

dilarang oleh syara dalam bentuk yang diharuskan, atau

melakukan perbuatan yang tidak dibenarkan oleh syara

dalam bentuk yang dibenarkan dalam mencapai maksud

tertentu.10

Dari beberapa definisi h}i>lah di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa yang dimaksud perbuatan h}i>lah adalah

seseorang yang dengan sengaja memanipulasi hukum dan

mencari-cari jalan dengan cara yang tersembunyi untuk

menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya, tujuannya

adalah melakukan sesuatu yang diharamkan oleh hukum

syara.

2. Dasar Hukum

Adapun yang menjadi dasar hukum pelarangan

perbuatan h}iya>l adalah al-Quran dan hadits.

a. Al-Quran

QS. An-Nahl 16: 116

8 Ahmad Nahrawi Abdus Salam al-Indunisi, Terj. Usman Syaroni, Ensiklopedia


Imam Syafii, (Jakarta: Hikma PT Mizan Publika, 2008), 152.
9 Muhamad Ayub, Terj. Aditya Wisnu Pribadi, Understanding Islamic Finance A-Z
Keuangan Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), 232.
10 Mohamed Fairooz Abdul Khir et al, Parameter H{iya>l Dalam Kewangan
Islam, ISRA Research Paper, No 23 , (2003), hal 5.
5











Artinya :Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang

disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini

haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap

Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan

kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung.11

QS. Al-Araf 7: 163


















Artinya :dan tanyakan kepada bani israil tentang negeri yang

terletak didekat laut ketika mereka melanggar aturan

kepada hari sabtu, diwaktu datang kepada mereka ikan

ikan (yang ada disekitar) mereka terapung-apung di

permukaaan air, dan di hari-hari yang bukan sabtu, ikan-

ikan itu tidak datang kepada mereka demikianlah kami

mencoba mereka disebabkan berlaku fasik.12

QS. An-Naml 27 : 50





11Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemah, (Surabaya: Mahkota, 1971),


418.
12 Ibid., 248.
6

Artinya:orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah

membalas tipu daya mereka itu dan allah sebaik-baik

pembalas tipu daya itu13.

b. Hadits:

















Artinya :Telah meberitahukan kepada kami Qutaiba, telah
memberitahukan kepada kami al-Lais dari Yazid ibn Abi
Habib dari Atha ibn Abi Rabah dari jabir ibn Abdullah aku
mendengar Rasul bersabda: Allah memerangi Yahudi,
sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas mereka
lemak bangkai, namun mereka cairkan lalu mereka jual
dan mereka memakan hasil penjualannya14.

H{i>lah sering sekali dikaitkan tentang

amalan/perbuatan orang Yahudi dalam rangka menolak ajaran

Allah melalui utusanya, terlihat dari beberapa ayat al-Quran,

yang salah satunya menerangkan cerita tentang Ashabus

Sabt, dimana mereka diharamkan mencari ikan pada hari

sabtu, tapi mereka tetap mendatangi sungai yang menuju ke

laut. Mereka meletakan jala pada hari jumat kemudian ikan-

ikan masuk kedalam jala pada hari sabtu, dan mereka

13 Ibid., 381.
14 Abu Hasanurudin, Muhammad Abdul Hadi al Sahad, S{ha>hi al-Bu>khari
Binasiyati al-imam al sindi Juz 2 (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2008), 55.
7

mengambilnya pada hari berikutnya. Sedangkan dalam

hadist, ketika Allah swt. Mengharamkan makan lemak pada

Bani Israil, namun mereka mencairkan lemak itu, kemudian

menjualnya dan hasilnya mereka makan.

Sedangkan yang menjadi dalil dalam pembolehan

h}i>lah berdasarkan al-Quran:

a. Al-Quran;

QS. An-nisa 4: 98







Artinya: kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita

ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya

dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah)15.

QS. Shaad 38: 44










Artinya: Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka

pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar

sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang

yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia

amat ta`at (kepada Tuhannya)16.

H{i>lah dalam ayat diatas Allah memberi kelonggaran

kepada golongan yang tidak mencari h{i>lah untuk berhijrah

15 Depag, Al Quran dan Terjemah, 137.


16 Ibid.,738.
8

ke Madinah, dan tidak menganggap mereka sebagai ahli

neraka jahanam. Walaupun Allah menggunakan kata h{i>lah

dalam firmanya, tetapi dalam konteksnya, ia bermaksud jalan

keluar untuk melepaskan diri dari kekangan orang-orang kafir

3. Macam-macam H>{i<lah secara umum

a) H{i>lah yang dilarang (al-h{iya>l al-madhmu>mah/ghayr

al-mashru>ah) sekiranya jalan yang digunakan adalah

untuk mencapai tujuan/maksud yang buruk yang

bertentangan dengan syara/ menukarnya kepada hukum

yang lain seperti meninggalkan yang wajib dan

menghalalkan apa yang haram serta merusakkan, h{i>lah

dalam kategori ini disepakati oleh semua madzhab.

b) H{i>lah yang dibolehkan (al-h{iya>l al-mah{mu>dah/al-

mashru>ah) sekiranya jalan yang dimaksud adalah untuk

mencapai tujuan/jalan yang baik dan tidak bertentangan

dengan syara adalah untuk menegakkan ajaran Allah dan

meninggalkan laranganya. H{i>lah dalam bentuk ini

secara umum diterima oleh jumhur fuqaha, namun

penggunaan secara khusus dan meluas dalam konteks ini

digunakan oleh ulama madzhab Hanafi17.

Sedangkan Ibnu Qoyim Al-Jauziyah membagi h{i>lah

menjadi empat macam:

17 Mohamed Fairooz Abdul Khir et al , Parameter hal 7.


9

1. H>{i<lah yang mengandung tujuan yang diharamkan

dan cara yang digunakan cara yang haram.

2. H{i<lah yang dilakukan dengan melaksanakan

perbuatan yang dibolehkan, tetapi bertujuan untuk

membatalkan hukum syarak lainya.

3. Cara yang ditempuh bukan cara yang haram,

melainkan sesuai dengan yang disyariatkan, akan

tetapi perbuatan tersebut digunakan untuk sesuatu

yang diharamkan.

4. H{i<lah yang digunakan itu untuk mendapatkan suatu

hak atau menolak kelaliman18.

4. Hukum H{i>lah

Pada masa sekarang banyak ditemukan praktik-

praktik h}i>lah yang tersebar di masyarakat, baik

dilakukan oleh suatu lembaga, kelompok, atau individu

tertentu. Melakukan tipu muslihat untuk menghalalkan

yang haram dengan tujuan yakni untuk mencari

kesenangan duniawi.

Menurut Asy-Syatibi menyebutkan enam alasan

dilarangnya perbuatan h}i>lah antara lain:

1. Tujuan pelaku h}i>lah bertentangan dengan tujuan syari

(Allah SWT dan Rasulullah SAW)

18 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ictiar Baru Van
Hoeve, 1996), 555
10

2. Akibat dari perbuatan h}i>lah membawa kepada

kemafsadatan (kerusakan) yang dilarang oleh agama

3. Dalam akad yang melaksanakan suatu perbuatan

berdasarkan h}i>lah, kehendak untuk melakukan akad itu

sesungguhnya tidak ada, sehingga unsur kerelaan dalam

akad yang dilakukan sebenarnya tidak ada

4. H}i>lah itu batal karena syaratnya yang bertentangan

dengan kehendak akad

5. H}i>lah merupakan pembatalan terhadap hukum, sebab

h{i>lah dilakukan dengan meninggalkan atau menambah

syarat yang menyalahi ketentuan syariat.

6. H}i>lah haram berdasarkan teori istiqra (induksi dari

berbagai dalil). Dalil-dalil tersebut di antaranya adalah ayat-

ayat al-Quran yang menceritakan orang munafik yang tidak

ikhlas dalam beramal. H}i>lah dilakukan karena

menghindari suatu kewajiban, dan ini perilaku yang tidak

ikhlas.19

5. Aspek-aspek Pembentuk H}i>lah

Dalam suatu pembentukan h}i>lah pada suatu konsep

hukum Islam, haruslah ditinjau dari beberapa aspek supaya

pembutukan h}i>lah tidak menyebabkan pembatalan suatu

hukum. Aspek-aspek pembentukan h}i>lah antara lain,

19 Ibid,. 556.
11

maqashid al-syariah, qasd al-mukallaf, wasa>il, maslaha,

azi>mah dan rukhs}ha.

a) Aspek Maqa>shid al-Syari>ah

Maqashid al-Sya>riah ulama ushul fiqih mendefinikan

maqa>shid al-syari>ah dengan makna dan tujuan yang

dikehendaki oleh syara dalam mensyariatkan hukum bagi

kemaslahatan umat manusia, maqashid al-sya>riah juga

disebut juga asrar al-syariah yaitu rahasia-rahasia yang

terdapat dibalik hukum yang ditetapkan oleh syara, berupa

kemaslahatan bagi manusia baik di dunia dan akhirat20.

Konsep maqa>shid al-sya>riah mempunyai relevansi

yang begitu erat dengan konsep motivasi, konsep motivasi

lahir seiring dengan munculnya perseolan mengapa

seseorang berperilaku, motivasi itu sendiri didefinisikan

sebagai usaha keras yang timbul dalam diri manusia,

maqa>shid al-syari>ah bila dikaitkan dalam aktivitas ekonomi

adalah untuk memenuhi kebutuhan, dalam arti memperoleh

kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.21

H}i>lah dalam aspek maqa>shid al-syari>ah haruslah

mencakup pada tiga tingkatan penting pada maqa>shid al-

20 Edi Kurniawan, Teori Maqashid al-Syar>iah Dalam Penalaran Hukum Islam,


dalam http://edikando.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html, 17 april 2012.
21 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta, PT Gramedia
Pustaka, 2008), hal 125.
12

syari>ah yang terbagi menjadi tiga cabang yaitu, dharuriyat,

hajiyyat, dan tahsiniyah.

Pertama tingkatan dharuriyat segala hal yang menjadi

sendi eksitensi kehidupan manusia yang harus ada demi

kemaslahatan. Hal ini dapat disimpulkan kepada lima sendi

utama yaitu, agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Bila

sendi ini tidak terpelihara dengan baik, maka kehidupan

manusia akan kacau, kemashlahatan tidak akan terwujud,

baik di dunia maupun di akhirat22. H}i>lah pada kedudukan

ini dirancang untuk mengekalkan wujud harta dan

mengembangkannya sehingga bisa dimanfaatkan oleh semua

lapisan masyarakat23.

Kedua, tingkatan hajiyyat yaitu segala sesuatu yang

sangat dihajatkan oleh manusia untuk menghilangkan

kesulitan dan menolak segalah halangan24. H}i>lah dalam

tingkatan ini dibuat untuk mengelak kesempitan dan

kesusahan dalam aktivitas keuangan Islam dan melancarkan

operasi keuangan Islam25.

Ketiga, tingkatan tahsiniyah yaitu tindakan yang pada

prinsipnya untuk pemeliharaan tindakan utama. Artinya,

seandainya aspek ini tidak terwujud, maka kehidupan mausia

22 Edi Kurniawan, Teori Maqashid al-Syar>iah Dalam Penalaran Hukum


Islam, dalam http://edikando.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-
false-en-us-x-none.html, 17 april 2012.
23 Mohamed Fairooz Abdul Khir et al , Parameter, 47.
24 Al-Shatiybi al-Muwafqat, j.2., 7.
25 Mohamed Fairooz Abdul Khir et al , Parameter, 48.
13

tidak akan terancam kekacauan, seperti kalau tidak terwujud

aspek dharuriyyat dan juga tidak membawa kesusahan

seperti tidak terpenuhinya aspek hajiyyat. Namun, ketiadaan

aspek ini akan menimbulkan suatu kondisi yang kurang

harmonis dalam pandangan akal sehat dan adat kebiasaan,

menyalahi kepatuhan, dan menurunkan martabat pribadi dan

masyarakat26. H}i>lah dalam kedudukan ini untuk

menyempurnakan aktivitas muamalah supaya lebih teratur

dan sistematik dan untuk memperlihatkan kemuliaan dari segi

layanan yang diberikan kepada pelanggan27.

b) Aspek Qasd al-Mukallaf

Qasd al-Mukallaf adalah maksud dari manusia yang

harus sesuai tuntunan syari, dalam artian, apabila manusia

itu melakukan perbuatan di luar panduan syariat maka

perbutannya batil, dan tidak diterima di sisi Allah 28. H}i>lah

dalam qasd al-mukallaf tidak boleh melanggar ketentuan

maqashid al-syariah, terutama maqashid al syariah yang ada

pada hirarki tertingi29.

c) Aspek Al-Wasa>il

26 Edi Kurniawan, Teori Maqashid al-Syar>iah Dalam Penalaran Hukum Islam,


dalam http://edikando.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html, 17 april 2012.
27 Fairooz Abdul Khir et al , Parameter, 50.
28 Ahmad Muhammad, Rekonstruksi Maqashid al-Syariah dalam Prespektif
Thahir bin Asyur, dalam
http://kopiitunikmat.blogspot.com/2010/09/rekonstruksi-maqashid-al-syariah-
dalam.html.
29 Fairooz Abdul Khir et al , Parameter hal 54.
14

Al-Wasa>il adalah jalan yang membawa kepada suatu

yang juga bersifat sebagai sarana. H}i>lah dalam aspek

wasa>il tidak menyebabkan batalnya maqashid al-syariah30.

d) Aspek Maslahah

Maslahah menurut ulama ushul fiqih, adalah menarik

suatu kemanfaatan dan menolak kemudharatan. Dalam

lingkup muamalah dan sejenisnya, maka yang diikuti adalah

kemaslahatan bagi manusia sebgaimana yag telah

ditentukan31. H}i>lah dalam aspek ini tidak boleh tertutupnya

maslahah lain yang lebih besar32.

e) Aspek azi>mah dan Rukhs}ah

Azi>mah ialah peraturan agama yang pokok dan

berlaku umum sejak dari semulanya. Arti berlaku umum, ialah

berlaku bagi seluruh mukallaf dan dalam semua keadaan dan

waktu. Ada juga fuqaha yang mendefinisikannya sebagai

sesuatu yang dianggap sebagai hukum asal yang bebas dari

keadaan baru yang dapat mengubah hukum asal33.

Rukhs}ah ialah peraturan tambahan yang dijalankan

berhubung adanya hal-hal yang memberatkan (mashaqat =

kesukaran), sebagai pengecualian dari peraturan pokok

30 Ibid., 55.
31 Ahmad al-Rasysuni, Muhammad Jamal Barut, Terj. Ibnu Rusydi, Hayyin
Muhdzar, Ijtihad antara Teks, Realitas dan Kemaslahatan Sosial, (Surabaya:
Erlangga, 2002), 22.
32 Fairooz Abdul Khir et al , Parameter hal 56.
33 Masykur Anhari, Ushul Fiqh, (Surabaya: Diantama, 2008), 25.
15

(umum)34. Dalam sebuah jurnal ISRA (International Shariah

Research Academy for Islamic Finance) yang berjudul

Parameter H{iyal dalam Kewangan Islam. H{ilah dalam

aspek azi>mah dan ruks}ha dibagi menjadi dua kategori

Pertama: H{iyal Mashru>ah yang aplikasinya tidak

mempunyai batas waktu tertentu. Dengan kata lain boleh

digunakan pada setiap masa bagaimana pun keadaanya.

Dengan syarat tindakan ini mendapat persetujuan pihak-pihak

yang berkontrak35.

Kedua: H{iyal Mashru>ah yang aplikasinya mempunyai

batas waktu tertentu. Dengan kata lain boleh dipakai untuk

sementara disebabkan karena keadaan terdesak atau

kekangan tertentu yang menghalangi suatu produk untuk

dilaksanakan jika tidak melakukan h}i>lah36.

Hampir semua mazhab menyepakati istilah h}i>lah

dalam pembahasan mereka. Apa yang membedakan antara

mazhab yang mengharamkan dan membenarkan h}i>lah

ialah dari sudut penggunaan istilah tersebut secara khusus.

Mazhab yang mengaharamkan h}i>lah melihat dari

penggunaanya untuk membatalkan suatu hukum atau

menggantinya kepada hukum yang lain untuk tujuan

menyalahi maqa>s}id al-shari> dalam syariat tersebut.

34 Ibid.
35 Fairooz Abdul Khir et al , Parameter, 57.
36 Ibid.
16

Sebaliknya, golongan yang membenarkan h}i>lah melihat

penggunaanya sebagai jalan penyelesaian untuk keluar dari

perkara yang haram kepada perkara yang halal.

Mayoritas fuqaha berpandangan bahwa jika h}i>lah

adalah untuk mengahalalkan yang haram maka hal ini

dikategorikan sebagai h}i>lah yang dilarang (al-h{iya>l al-

mamnu>ah). Sebaliknya, jika tujuan h}i>lah dilakukan

adalah untuk meninggalkan perkara yang haram dan

mencapai sesuatu yang halal, maka ia dikategorikan h}i>lah

yang dibenarakan (al-h{i>lah al-mashru>ah).

B. Charge Card secara umum

1. Pengertian charge card secara umum

Charge card adalah jenis kartu kredit yang dapat

digunakan sebagai alat pembayaraan transaksi jual beli

barang/jasa. Pemegang kartu harus membayar seluruh

tagihan sacara penuh pada akhir bulan atau bulan berikutnya

dengan atau tanpa biaya tambahan. Oleh karena itu, kartu

kredit ini sebut juga kartu pembayaraan penuh pada tanggal

jatuh tempo, yang memiliki sifat penundaan pembayaran. Jika

tidak dibayar penuh, pemegang kartu akan dibebani denda

(charge)37.

37 Abdulkadir Muhammad&Rida Murniati, Lembaga Kuangan dan Pembiyaan,


(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), 275.
17

2. Dasar hukum perundang-undangan Charge card dan

syariah Charge Card

Charge card tidak hanya dilakukan dari segi kebutuhan

ekonomi, melainkan harus didukung pula oleh pendekatan

hukum (legal approach), sehingga diakui dan berlaku dalam

hubungan hukum bisnis38.

Syariah Charge Card atau kartu kredit berbasis syariah

juga diatur oleh undang-undang di antaranya adalah undang-

undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah,

peraturan bank Indonesia nomor 11/ 11 /PBI/2009 tentang

penyelanggaraan kegiatan alat pembayaran dengan

menggunakan kartu.

Kartu kerdit menurut peraturan bank Indonesia nomor

11/ 11 /PBI/2009 kartu kredit adalah APMK yang dapat

digunkan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang

timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi

pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai

dimana kewajiban pembayaran kartu terlebih dahulu oleh

acquirer atau penerbit dan pemegang kartu berkewajiban

untuk melakuakan pembayaraan pada waktu yang disepakati

baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) atau

pun dengan pembayaran dengan angsuran.39

38 Ibid., 276.
39 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/11/PBI/2009, Tentang Penyelanggaraan
Kegiatan Alat Pembayaraan Dengan Menggunkan Kartu.
18

Sedangkan pada undang-undang nomor 21 tahun 2008

tentang Perbankan Syariah peraturan tentang Charge Card

diterangkan pada pasal 19 huruf H tentang kegiatan bank

umum syariah, melakukan usaha kartu debit dan atau kartu

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah40.

Charge Card merupakan salah satu bentuk kegiatan

ekonomi di bidang usaha pembiayaan yang bersumber dari

berbagai kentutuan hukum baik perjanjian maupun

perundang-undangan. Perjanjian adalah sumber utama

hukum kartu kredit dari segi peradata, sedangkan perundang-

undangan adalah sumber utama hukum kartu kredit dari segi

publik.

3. Pihak yang terkait dengan Charge card

1) Penerbit atau issuer merupakan pihak atau lembaga yang

mengeluarkan dan mengelola suatu kartu. Penerbit dapat

berupa bank, lembaga keuangan dan perusahaan non

lembaga keuangan yang mendapatkan izin dari

departemen keuangan.

2) Acquirer adalah lembaga yang mengelolah penggunaan

kartu plastik terutama dalam hal penagian dan

pembayaran antara pihak issuer dengan pihak merchant.

40 Undang-Undang No 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.


19

3) Card holder/pemegang kartu adalah terdiri atas

persorangan yang telah memenuhi prosedur atau

persyaratan yang ditetapakan oleh penerbit untuk dapat

diterima sebagai anggota dan berhak menggunakan kartu

sesuai dengan keguanaanya.

4) Merchant adalah pihak yang menerima pemabayaran

dengan kartu atas transaksi jual beli barang atau jasa.

Merchant dapat berupa pedagang, toko, hotel, restoran,

travel biro dan lainnya, yang sebelumnya telah melaukan

perjanjian dengan issuer dan acquier.41

4. Sistem Kinerja Charge Card

sistem transkasi charge card adalah bekerjanya charge

card mulai dari penerbit kartu, transaksi pembayaraan atau

penarikan uang tunai sampai dengan transaksi pembayaraan

oleh bank dengan melibatkan pihak-pihak yang saling

berkepentingan.

Sistem kinerja kartu kredit mulai dari permohonan

penerbitan kartu, transaksi pembelanjaan, transaksi

pembelian uang tunai, pembayaran oleh nasabah ke bank

sampai dengan penagihan yang dilakukan oleh lembaga

penerbit dan pembayaran kartu kredit kepada nasabah.

Sistem kerja dapat dijelaskan sebagai berikut:

41 Ismail Nawawi, Hukum Perjanjian dalam Prespektif Islam, (Surabaya, Putra


Media Nusantara, 2010), 233-234.
20

1. Nasabah mengajukan permohonan sebagai pemegang kartu

dengan memenuhi segala peraturan yang telah ditetapkan

oleh bank atau perusahaan pembiayaan.

2. Bank atau perusahaan pembiayaan akan menerbitkan kartu,

apabila disetujui, setelah melalui penelitian terhadap

kredibelitas (kepercayaan) dan capabilitas (kemapuan) calon

nasabah, kemudian kartu tersebut diserahkan ke nasabah

pemegang kartu.

3. Dengan kartu yang disetujui pemegang kartu dapat

melakukan berbagai transaksi pembelanjaan atau pembayaran

di berbagai tempat yang mengikat perjajian dengan bank atau

perusahaan pembiayaan atau mengambil uang tunai di

berbagai ATM42.

Selanjutnya apabilah nasabah pemegang kartu

melakukan transaksi, maka sistem kerja penagihannya adalah

sebagai berikut:

1. Pemegang kartu melakukan transaksi dengan menujukan

kartu dan menandatangani bukti belanja untuk memastikan

kepemilikan kartu.

2. Pihak pedagang menagihkan ke bank atau lembaga

pembiayaan berdasarkan bukti transaksi dengan nasabah

dengan pihak pedagang.

42 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011),


172.
21

3. Bank atau lembaga pembiayaan akan membayar kembali

kepada pedagang sesuai dengan perjanjian yang telah mereka

sepakati.

4. Bank atau lembaga pembiayaan akan menagih ke pemegang

kartu berdasarkan bukti transaksi sampai batas waktu yang

telah ditentukan.

5. Pemegang kartu akan membayar sejumlah nominal yang

tertera sampai pada batas yang telah ditentuakan dan apabila

terjadi keterlambatan, maka nasabah akan dikenakan denda

dengan disertai suku bunga yang di tetapakan.43

43 Ibid, 173.

Anda mungkin juga menyukai