Anda di halaman 1dari 25

IJARAH, UJRAH & JU’ALAH

KELOMPOK 9 :

AGUNG SOLEH HUDIN (120.2018.374)

AHMAD NUR KHADAFI (120.2018.

ANIS WATUN HASANAH (120.2018.208)

MEIRIZKA KHARISMA SAVITRI (120.2018.063)

PRASETYO GUSMINTO (120.2018.004)

MANAJEMEN EKSTENSI /SORE

SEMESTER IV (GENAP)
IJARAH

Al-Ijarah berasal dari kata Al-Ajru yang arti menurut bahasa ialah AlIwadh yang arti dalam
bahasa indonesianya ialah ganti dan upah. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas
barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri. Di dalam Islam upah dikenal dengan ijarah.
Para ahli juga mengistilahkan upah dengan sebutan sewa menyewa, karena pada hakikatnya
sesuatu yang disewa dapat berupa barang (misalnya menyewakan sebuah kendaraan bermotor)
atau berupa jasa (mislanya menyewa jasa seseorang untuk dipekerjakan. Dalam bahasa
Indonesia upah adalah uang yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau bayaran tenaga yang
sudah dipakai untuk mengerjakan sesuatu).
PENGERTIAN IJARAH MENURUT PARA ULAMA

• Ulama Hanafiyah, ijarah adalah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang
diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
• Ulama Syafi`iyah berpendapat, al-ijarah adalah suatu aqad atas suatu manfaat yang
dibolehkan oleh Syara` dan merupakan tujuan dari transaksi tersebut, dapat diberikan dan
dibolehkan menurut Syara` disertai sejumlah imbalan yang diketahui.
• Menurut Sayyid Sabiq, ijarah suatu jenis akad untuk mngambil manfaat dengan jalan
penggantian.
• Menurut Saleh Al-Fauzan, berpendapat bahwa Ijarah dimaknai sebagai jual beli jasa
(upah-mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia dan mengambil manfaat
dari barang. Secara umum ijarah didefinisikan sebagai akad atas manfaat yang
dibolehkan, yang berasal dari benda tertentu atau yang disebutkan ciri-cirinya, dalam
jangka waktu yang diketahui, atau akad atas pekerjaan yang diketahui dengan bayaran
yang diketahui dan disepakati.
RUKUN IJARAH

Adapun rukun ijarah menurut Jumhur ulama adalah :


a. Aqid, yaitu Mu’jir (orang yang menyewakan) dan musta’jir (orang yang menyewa)
b. Shighat, yaitu ijab dan qabul
c. Ujrah (uang sewa atau upah)
d. Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga dari orang
yang bekerja.
SYARAT-SYARAT IJARAH

Adapun syarat Ijarah adalah sebagai berikut :


a. Mu’jir dan musta’jir, Menurut ulama Hanafiyah, aqid (orang yang melakukan akad) disyaratkan harus berakal dan
mumayyiz (sudah bisa membedakan antara haq dan bathil/minimal 7 tahun), tidak disyaratkan harus baligh.
b. Shighat ijab kabul, Shighat ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir. Ijab kabul sewa menyewa atau upah mengupah.
c. Ujrah (upah) Para ulama telah menetapkan syarat upah :
1) Berupa harta tetap yang diketahui oleh kedua belah pihak
2) Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah, seperti upah menyewa rumah dengan menempati rumah
tersebut.
d. Ma’qud ‘alaih (barang/manfaat)
DALAM AKAD IJARAH, ADA DUA BENTUK YANG
HARUS KITA KETAHUI :
• Pertama, Ijarah al-‘ain; ijarah yang kontraknya berhubungan dengan sebuah benda yang
telah ditentukan (‘ain mu’ayyanah). Ijarah ini diperbolehkan dan sah apabila memenuhi
syarat dan ketentuan sebagai berikut:
• Benda yang disewakan sudah ditentukan.
• Benda yang disewakan wujud dan dapat disaksikan di hadapan muta’aqidain (dua orang
yang bertransaksi)
• Jasa atau manfaat barang yang disewakan tidak ditangguhkan.
• Kedua, Ijarah al-dzimmah; ijarah yang kontraknya berkaitan dengan jasa yang mesti
dipenuhi oleh mu’jir (penyedia jasa). Ijarah ini memiliki dua syarat yang berbeda
dengan ijarah al-‘ain, antara lain:
• Ujrah (upah) wajib diserahkan secara kontan di tempat transaksi.
• Menjelaskan benda yang akan disewa/dimanfaatkan, baik dari segi jenis dan sifatnya.
SYARAT SAH PERJANJIAN SEWA MENYEWA

Sedangkan untuk sahnya perjanjian sewa-menyewa harus terpenuhi syarat-syarat berikut ini :
a. Masing-masing pihak rela melakukan perjanjian sewa-menyewa. Maksudnya, di dalam perjanjian sewa-menyewa terdapat
unsur pemaksaan, maka sewa-menyewa itu tidak sah.
b. Harus jelas dan terang mengenai objek yang diperjanjikan, harus jelas dan terang mengenai objek sewa-menyewa, yaitu
barang yang dipersewakan disaksikan sendiri, termasuk juga masa sewa (lama waktu sewa-menyewa berlangsung) dan
besarnya uang sewa yang diperjanjikan.
c. Objek sewa-menyewa dapat digunakan sesuai peruntukannya. Maksudnya, barang yang disewakan harus jelas dan dapat
dimanfaatkan oleh penyewa sesuai dengan kegunaan barang tersebut.
d. Objek sewa-menyewa dapat diserahkan. Maksudnya, barang yang diperjanjikan dalam sewa-menyewa harus dapat
diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan.
e. Kemanfaatan objek yang diperjanjikan adalah yang dibolehkan dalam agama.
DALIL AL-QURAN TENTANG IJARAH

• Dalil yang berkaitan dengan akad sewa-menyewa adalah QS. Al-Thalaq (65) ayat 6.
Allah SWT berfirman:
• ‫ض ُع لَهُ أُ ْخ َرى‬ ٍ ‫ضع َْن لَ ُك ْم فَئَاتُوهُ َّن أُجُو َرهُ َّن َو ْأتَ ِمرُوا بَ ْينَ ُك ْم بِ َم ْعر‬
ِ ْ‫ُوف َوإِ ْن تَ َعا َسرْ تُ ْم فَ َستُر‬ َ ْ‫فَإِ ْن أَر‬
• “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah kepada
mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik.
Dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)
untuknya.” (QS. Al-Thalaq (65): 6)
HADITS TENTANG IJARAH

• ‫ ٌل ا ْستَأْ َج َر أَ ِج ْيرًا فَا ْستَ ْوفَى ِم ْنهُ َولَ ْم‬m‫ َو َر ُج‬,ُ‫ َو َر ُج ٌل بَا َع ُح ًّرا فَأ َ َك َل ثَ َمنَه‬,‫ َر ُج ٌل أَ ْعطَى بِي ثُ َّم َغ َد َر‬:‫ ثَالَثَةٌ أَنَا خَصْ ُمهُ ْم يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة‬:ُ‫قَا َل هللا‬
ُ‫ْط أَجْ َره‬
ِ ‫يُع‬.
• “(dalam hadis qudsi): ‘Ada tiga orang yang Akulah musuh mereka di hari kiamat: 1) Orang yang
memberikan (sumpahnya) demi nama-Ku lalu berkhianat; 2) Orang yang menjual orang merdeka
lalu memakan uangnya (hasil penjualannya); dan 3) Orang yang menyewa (jasa) buruh, ia sudah
memanfaatkannya namun tidak membayar upahnya.’” (HR. Bukhari)
• ‫ َر ِة‬m‫صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نَهَى َع ِن ْال ُم َزا َر َع ِة َوأَ َم َر بِ ْال ُم َؤا َج‬
َ ُ‫أَنَّه‬
• “Sesungguhnya Rasulullah saw, melarang akad muzara’ah dan memerintahkan akad mu’ajarah
(sewa-menyewa).” (HR. Muslim)
UJRAH

• Ujrah berasal dari kata Al Ujru wal Ujratu, yang artinya upah atau dapat juga diartikan uang sewa atau
imbalan atas suatu manfaat benda atau jasa. Upah atau sewa dalam al ijarah harus jelas, tertentu dan
suatu yang memiliki nilai ekonomi. Jadi, ujrah menurut terminologi adalah suatu imbalan atau upah
yang didapatkan dari akad pemindahan hak guna atau manfaat baik berupa benda atau jasa tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemillikan.
• Berdasarkan beberapa uraian mengenai definisi ujrah atau upah sebagaimana dipaparkan diatas, maka
dapat disimpulakan bahwa upah atau ujrah adalah suatu biaya yang didapatkan atas suatu jasa yang
telah dilakukan. Upah (ujrah) tidak bisa dipisahkan dengan sewa menyewa (ijarah) karena memang
upah merupakan bagian sewa menyewa (ijarah), ijarah berlaku umum atas setiap akad berwujud
pemberian imbalan atas sesuatu manfaat yang diambil.
LANDASAN HUKUM UJRAH

Al –Qur’an surah Az Zukhruf ayat 32:


ُ ‫ت لِيَتَّ ِخ َذ بَ ْع‬
‫ضهُ ْم‬ ٍ ‫ْض َد َر َجا‬
ٍ ‫ق بَع‬ َ ‫ت َرب َِّك ۚ نَحْ ُن قَ َس ْمنَا بَ ْينَهُ ْم َم ِعي َشتَهُ ْم فِي ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا ۚ َو َرفَ ْعنَا بَ ْع‬
َ ‫ضهُ ْم فَ ْو‬ َ ‫• أَهُ ْم يَ ْق ِس ُم‬
َ ‫ون َرحْ َم‬
َ ‫ت َرب َِّك َخ ْي ٌر ِم َّما يَجْ َمع‬
‫ُون‬ ُ ‫بَ ْعضًا س ُْخ ِريًّا ۗ َو َرحْ َم‬
Artinya: “Apakah mereka yang membagi bagikan rahmat tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat tuhanmu lebih baik dari
.apa yang mereka kumpulkan.”(Q.S Az Zukhruf: 32)
HADITS TENTANG UJRAH

• Hadits dari Abdillah bin Umar berkata: Rosulullah SAW bersabda:


َّ ‫أَ ْعطُوا ْاألَ ِج ْي َر أَجْ َرهُ قَ ْب َل أَ ْن يَ ِج‬. “
• ُ‫ف َع َرقُه‬
“ Berilah upah kepada para pekerja sebelum mengering keringatnya.”
RUKUN SYARAT UJRAH

Para Ulama’ telah menetapkan syarat Upah yaitu:


1) Berupa harta tetap yang dapat diketahui.7 Syarat ini diperlukan dalam ijarah karena
upah merupakan harga atas manfaat jasa, sama seperti harga dalam jual beli. Hal ini
diperlukan untuk menghilangkan perselisihan antara kedua belah pihak. Penetapan
sewa upah ini boleh didasarkan pada urf atau adat kebiasaan.
2) Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah, seperti upah menyewa rumah
untuk ditempati dengan menempati rumah tersebut. Ketika upah atau sewa sama
dengan jenis manfaat barang yang disewa, maka ijarah tidak sah.
MEKANISME UJRAH

Dalam pengupahan terdapat dua sistem, yaitu sistem pengupahan dalam hal pekerjaan dan ibadah. 1) Upah dalam
hal pekerjaan Dalam melakukan pekerjaan dan besarnya sewa mengupah seseorang itu ditentukan melalui standar
kompetensi yang dimilikinya yaitu:
a) Kompetensi teknis, yaitu pekerjaan yang bersifat ketrampilan teknis, contoh pekerjaan yang berkaitan dengan
mekanik perbengkelan, pekerjaan di proyek yang bersifat fisik dan pekerjaan dibidang industri lainnya.
b) Kompensasi sosial, yaitu pekerjaan yang bersifat hubungan kemanusiaan. Seperti pemasaran, hubungan
kemasyarakatan, dan lain-lain.
c) Kompetensi manageril, yaitu pekerjaan yang bersifat penataan dan pengaturan usaha, seperti manager keuangan
dan lainnya.
d) Kompensasi intelektual, yaitu tenaga dibidang perencanaan konsultan, dosen, guru dan lainya.
MACAM-MACAM DAN JENIS UJRAH

1) Upah yang sepadan (ujroh al-misli) Ujroh al-misli adalah upah yang sepadan dengan kerjanya serta sepadan
dengan jenis pekerjaannya, sesuai dengan jumlah nilai yang disebutkan dan disepakati oleh kedua belah pihak yaitu
pemberi kerja dan penerima kerja pada saat transaksi pembelian jasa, tujuan ditentukannya tarif upah yang sepadan
adalah untuk menjaga kepentingan kedua belah pihak dan menghindarkan adanya unsur eksploitasi didalam
transaksi dengan demikian, melalui tarif upah yang sepadan, setiap perselisian yang terjadi didalam transaksi jual
beli jasa akan dapat terselesaikan secara adil.
2) Upah yang telah disebutkan (ujroh al-musamma) Upah yang disebut (ujroh al-musamma) syaratnya ketika
disebutkan harus disertai adanya kerelaan kedua belah pihak yang sedang melakukan transaksi terhadap upah
tersebut. demikian, pihak musta’jir tidak boleh dipaksa untuk membayar lebih besar dari apa yang telah disebutkan,
sebagaimana pihak ajir juga tidak boleh dipaksa untuk mendapatkan lebih kecil dari apa yang telah disebutkan,
melainkan upah tersebut merupakan upah yang wajib mengikuti ketentuan syara’
JU’ALAH (BONUS)

• Menurut Kamus besar bahasa Indonesia bonus itu adalah upah tambahan diluar gaji atau upah sebagai hadiah
atau perangsang, gaji, upah ekstra yang dibayarkan kepada karyawan, grafikasi, intensif.1 Kemudian pengertian
lain tentang bonus adalah sejumlah uang yang ditambahkan kegaji karyawan, biasanya diperuntungkkan bagi
karyawan sebagai imbalan karena mereka telah melakukan pekerjaan dengan baik.
• Menurut Bahasa Arab Akad ji’alah, ju‟l atau ju’liyah secara bahasa dapat diartikan sebagai sesuatu yang
disiapkan untuk diberikan kepada seseorang yang berhasil melakukan perbuatan tertentu, atau juga diartikan
sebagai sesuatu yang diberikan kepada sesorang karena telah melakukan pekerjaan tertentu. Dan menurut para
ahli hukum, akad ji‟alah dapat dinamakan janji memberikan hadiah (bonus, komisi atau upah tertentu), maka
ji‟alah adalah akad atau komitmen dengan kehendak satu pihak. Sedangkan menurut syara‟, akad ji‟alah adalah
komitmen memberikan imbalan yang jelas atau suatu pekerjaan tertentu atau tidak tertentu yang sulit diketahui.
LIMA POIN PROSEDUR PEMBERIAN INSENTIF BERUPA
BONUS YANG SESUAI DENGAN EKONOMI ISLAM YAITU;

• 1. Komisi (termasuk didalamnya adalah bonus) yang diberikan oleh perusahaan kepada angota baik besaran maupun
bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan
barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam penjualan langsung berjenjang syariah
(PLBS).
• 2. Bonus yang diberikan oleh perusahan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi
(akad) sesuai dnegan terget penjualan barang atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan.
• 3. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara regular tanpa melakukan pembinaan dan atau
penjulan barang atau jasa.
• 4. Pemberian bonus komisi atau bonus oleh perusahan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighar’.
• 5. Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya.
CONTOH JU’ALAH

• Contoh akad ju’alah adalah hadiah yang khusus diperuntukan bagi orangorang yang
berprestasi, atau pemenang dalam sebuah perlombaan yang diperbolehkan. Berkaitan
dengan kajian maka, Ju‟alah adalah bonus tambahan yang diberikan perusahaan kepada
mitra usaha atas penjualan, karena telah berhasil melampui target penjualan barang dan
atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan.
DASAR HUKUM BONUS ( JU’ALAH)

• Adapun yang menjadi landasan dalam pemberian bonus yaitu terdapat dalam firman
Allah dalam surat At-Taubah ayat 105 yang berbunyi:
‫هّٰللا‬
• ‫شهَا َد ِة فَيُنَبِّئُ ُكمۡ بِ َما ُك ۡنتُمۡ تَ ۡع َملُ ۡو َن‬ ِ ‫اع َملُ ۡوا فَ َسيَ َرى ُ َع َملَ ُكمۡ َو َرس ُۡولُهٗ َو ۡال ُم ۡؤ ِمنُ ۡو َن‌ؕ َو َستُ َر ُّد ۡو َن اِ ٰلى ٰعلِ ِم ۡال َغ ۡي‬
َّ ‫ب َوال‬ ۡ ‫َوقُ ِل‬

• “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.(QS. At-Taubah : 105).
SYARAT BONUS (JU’ALAH)

• Dalam perbuatan ju‟alah diperlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Adapun persyaratan ju‟alah itu
adalah :
• a. Orang yang menjanjikan upahnya, yang menjanjikan upah itu boleh juga orang lain yang mendapat persetujuan
dari orang yang kehilangan, atau memiliki pekerjaan.
• b. Pekerja, yaitu mencari barang yang hilang yang mempunyai izin untuk bekerja dari orang yang punya harta, jika
dia bekerja tanpa ada izin darinya seperti ada harta yang hilang lalu dia menemukannya atau hewan tersesat lalu dia
mengembalikan kepada pemiliknya, maka dalam hal ini dia tidak berhak mendapat ji‟alah, sebab dia memberikan
bantuan tanpa ada ikatan upah, maka dia tidak berhak dengan upah itu, adapun jika diizinkan oleh si pemilik harta
dan disyaratkan ada ji‟alahnya lalu dia bekerja, maka dia berhak mendapat ji‟alah, sebab si pemilik harta menerima
manfaat dari usahanya dengan akad ji‟alah, maka si pekerja pun berhak dengan ji‟alah itu sama seperti orang yang
disewa.
• c. Upah, disyaratkan keadaan upah dengan barang atau benda yang tertentu. Kalau yang kehilangan itu
berseru: “Barangsiapa yang mendapat barang atau bendaku, akan saya beri uang sekian. Kemudian dua
orang pekerja mencari barang itu, sampai keduanya mendapatkan barang itu secara bersama-sama,
maka upah yang dijanjikan itu berserikat antara keduanya (dibagi-bagikan).
• d. Shighat, Ucapan ini datang dari pihak pemberi ji‟alah sedangkan dari pihak pekerja, maka tidak
disyaratkan ada ucapan dan dengan ada qabul darinya dengan ucapan walaupun barangnya sudah jelas
sebab yang dinilai adalah pekerjaanya sama dengan akad perwakilan, dan tidak batal seandainya dia
menjawab, ya seandainya dia berkata kepadanya saya akan kembalikan hewanmu atau mobilmu dan
saya mendapat bayaran satu dinar kemudian si pemberi ja‟alah berkata ya atau menjawabnya, maka
sudah dianggap cukup.
SYARAT-SYARAT DALAM PERJANJIAN JU’ALAH :

• a. Pihak-pihak yang berji‟alah wajib memiliki kecakapan bermu‟amalah (ahliyyah al-tasharruf), yaitu berakal, baligh, dan rasyid (tidak
dalam perwalian). Jadi ji‟alah tidak sah dilakukan oleh orang gila atau anak kecil.
• b. Upah yang dijanjikan harus disebutkan secara jelas jumlahnya. Jika upahnya tidak jelas, maka akad ji‟alah batal adanya, karena
ketidakpastian kompensasi, Upah yang tidak jelas akan menimbulkan perselisihan dimasyarakat, maka dari itu syarat dari upah yaitu,
pertama: harus sesuai dengan apa yang dijanjikan, yaitu jika seseorang mengadakan sebuah sayembara pemberian upahnya harus ada
di awal perjanjian sebelum sayembara dilaksanakan. Syarat dari upah yaitu:
1. harus sesuai dengan apa yang dijanjikan, yaitu jika seseorang mengadakan sebuah sayembara pemberian upahnya harus ada di awal
perjanjian sebelum sayembara dilaksanakan.
2. berupa materi atau uang, yaitu didalam sebuah sayembara upahnya yang diberikan haruslah berupa materi, tidak boleh berupa jasa
atau yang lain yang tidak ada manfaatnya.
3. jelas bentuknya. Seperti jika seseorang mengatakan “Barang siapa yang menemukan mobil saya maka dia akan mendapat pakaian”.
Dalam keadaan ini, maka orang yang menemukannya atau yang mengembalikannya berhak mendapatkan upah umum yang berlaku.
ISTILAH LAIN DALAM BONUS (JU’ALAH)

a. Gaji Gaji adalah satuan upah sebagai pengganti keahlian, waktu dan tenaga yang dicurahkan seorang pegawai
dalam perusahaan.
b. Insentif Insentif merupakan tambahan uang, sebagai upaya meminta pekerja mengerjakan tugas tertentu.
c. Tunjangan Mungkin dari semua istilah, ini adalah yang paling sering kurang tepat penggunaannya. Sebenarnya
istilah tunjangan ini muncul apabila sipekerja secara profesionnal pada bagian masing-masing
d. Komisi Istilah ini juga sudah sangat populer didunia penjualan. Komisi adalah bagi hasil dari sebuah usaha
yang memilki aturan yang mengikat. Besaran komisi ditentukn didepan dan komisi hanya diberikan bila target
yang disepakati diawal tercapai, komisi otomatis keluar.
e. Reward reward adalah penghargaan yang diberikan kepada setiap member atas pencspsisn tertentu, baik karena
perkembangan jaringan atau pencapaian total penjualan.

Anda mungkin juga menyukai