Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HADIST TENTANG DISTRIBUSI

Dosen pembina :

Zaki Satria,Lc., M.A.

Disusun oleh :

Rosa selviana putri ( 190602038 )

Eka fitri ( 190602043 )

Andara attaya rasti ( 190602047 )

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM AR-RANIRY 2021


Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Hadist tentang Distribusi" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Hadist Ahkam Muamalah Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nina selaku guru Mata Pelajaran hadist ahkam
muamalah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 27 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................................2
A. PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
1. Latar Belakang Masalah...................................................................................................................4
B. PEMBAHASAN.........................................................................................................................................4
2. Pengertian dan Prinsif......................................................................................................................4
3. nilai-nilai manusiawi yang sangat mendasar...................................................................................6
4. Sektor-Sektor Distribusi...................................................................................................................7
C. PENUTUP.................................................................................................................................................9
D. DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................10
1

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pandangan tentang kegiatan ekonomi dalam Islam yaitu Distribusi tersirat dari bahasan ekonomi
sejarah islam mencatat bagaimana perkembangan peran kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi
Islam mulai zaman awal Islam sampai  kepada puncak kejayaan Islam pada jaman pertengahan,
seiring dengan kemunduran-kemunduran dalam pemerintahan Islam yang ada waktu itu maka
kebijakan fiskal islam tersebut sedikit demi sedikit mulai ditinggal dan digantikan dengan kebijakan
fiskal lainnya dari sistem ekonomi yang sekarang kita kenal dengan sitem ekonomi konvensional.

Islam dengan tegas menggariskan kepada penguasa, untuk memenimalkan kesenjangan dan
ketidakseimbangan distribusi. Pajak diterapkan atas kekayaan seseorang untuk membantu yang
miskin dan bentuk dari sistem perpajakan ini berkaitan dengan salah satu prinsip pokok islam
(zakat). Dengan demikian, tidak ada ruang bagi muslim untuk melakukan tindak kekerasan dalam
upaya melancarkan proses distribusi pendapatan.
Untuk mengupas masalah Distribusi, penulis membuat makalah ini sengaja sedikit menggambarkan
tentang Distribusi dalam persepektif Islam dalam makalah berjudul Distribusi.

B. PEMBAHASAN.

2. Pengertian dan Prinsif


Distribusi pendapatan dalam Islam merupakan penyaluran harta yang ada, baik dimiliki oleh pribadi
atau umum (publik) kepada pihak yang berhak menerima yang ditunjukan untuk meningkatkan
kesejahteran masyarakat sesuai dengan syariat. Fokus dari distribusi pendapatan dalam Islam
adalah proses pendistribusiannya. Secara sederhana bisa digambarkan, kewajiban menyisihkan
sebagian harta bagi pihak surplus (berkecukupan) diyakini sebagai kompensasi atas kekayaannya
dan di sisi lain merupakan insentif (perangsang) untuk kekayaan pihak defisit (berkkekurangan).

Titik berat dalam pemecahan permasalahan ekonomi adalah bagaimana menciptakan mekanisme
distribusi ekonomi yang adil di tengah masyarakat. Distribusi dalam ekonomi Islam mempunyai
makna yang lebih luas mencakup pengaturan kepemilikan, unsur-unsur produksi,dan sumber-
sumber kekayaan. Dalam ekonomi Islam diatur kaidah distribusi  pendapatan, baik antara unsur-
unsur produksi maupun distribusi dalam sistem jaminan sosial.

Islam memberikan batas-batas tertentu dalam berusaha, memiliki kekayaan dan


mentransaksikannya. Dalam pendistribusian harta kekayaan, Al-Quran telah menetapkan langkah-
langkah tertentu untuk mencapai pemerataan pembagian kekayaan dalam masyarakat secara
objektif, seperti memperkenalkan hukum waris yang memberikan batas kekuasaan bagi pemilik
harta dengan maksud membagi semua harta kekayaan kepada semua karib kerabat apabila
seseorang meninggal dunia. Begitu pula dengan hukum zakat, infaq, sadaqah, dan bentuk
pemberian lainnya juga diatur untuk membagi kekayaan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Distribusi pendapatan dalam dunia perdagangan juga disyariatkan dalam bentuk akad kerja sama,
misalnya distribusi dalam bentuk mudharabah merupakan bentuk distribusi kekayaan dengan
sesama Muslim dalam bentuk investasi yang berorientasi profit sharing. Pihak pemodal yang
mempunyai kelebihan harta membantu orang yang mempunyai keahlian berusaha, tetapi tidak
punya modal. 

Ayat yang berhubungan dengan Distribusi adalah  diantarannya : QS. Al-Hasyr (59) : 7

ْ   َ‫يل َك ْي اَل َي ُكونَ دُولَ ًة َبيْن‬


  ِ‫األغنِيَاء‬ ِ ِ‫سب‬
َّ ‫ِين َوا ْب ِن ال‬ ِ ‫ساك‬ َ ‫ول َولِذِي ا ْلقُ ْر َبى َوا ْل َي َتا َمى َوا ْل َم‬ ِ ‫س‬ ُ ‫ِلر‬ ُ ‫َما أَ َفا َء هَّللا ُ َعلَى َر‬
َّ ‫سولِ ِه مِنْ أَهْ ِل ا ْلقُ َرى َفلِلَّ ِه َول‬
)7( ‫ب‬ َ َ ‫سول ُ َف ُخ ُذوهُ َو َما َن َها ُك ْم َع ْن ُه َفا ْن َت ُهوا َوا َّتقُوا هَّللا َ إِنَّ هَّللا‬
ِ ‫شدِي ُد ا ْل ِع َقا‬ ُ ‫الر‬َّ ‫ِم ْن ُك ْم َو َما آ َتا ُك ُم‬
Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu,
Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya

Disebutkan dalam Firman

ُ ‫اء هَّللا ُ َعلَى َر‬


{‫سولِ ِه مِنْ أَهْ ِل ا ْلقُ َرى‬ َ ‫} َما أَ َف‬

Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk
kota-kota. (Al-Hasyr: 7)

Yaitu kota-kota yang telah ditaklukkan, maka hukumnya sama dengan harta benda orang-orang
Bani Nadir. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:

{‫ِين‬ َ ‫ول َولِذِي ا ْلقُ ْر َبى َوا ْل َي َتا َمى َوا ْل َم‬
ِ ‫ساك‬ ِ ‫س‬ َّ ‫} َفلِلَّ ِه َول‬
ُ ‫ِلر‬

maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-
orang yang dalam perjalanan. (Al-Hasyr: 7), hingga akhir ayat. juga akhir ayat yang sesudahnya,
itulah pengalokasian dana harta fai.

Dari ayat diatas menunjukkan bahwa islam mengatur distribusi harta kekayaan termasuk
pendapatan kepada semua masyarakat dan tidak menjadi komoditas di antara golongan orang kaya
saja. Selain itu untuk mencapai pemerataan pendapatan kepada masyarakat secara obyektif, islam
menekankan perlunya membagi kekayaan kepada masyarakat melalui kewajiban membayar zakat,
mengeluarkan infak, serta adanya hokum waris dan wasiat serta hibah. Aturan ini diberlakukan agar
tidak terjadi konsentrasi harta pada sebagian kecil golongan saja. Hal ini berarti pula agar tidak
terjadi monopoli dan mendukung distribusi kekayaan serta memberikan latihan moral tentang
pembelanjaan harta secara benar.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr dan Ma’mar, dari Az-
Zuhri, dari Malik ibnu Aus ibnul Hadsan, dari Umar r.a. yang mengatakan bahwa dahulu harta Bani
Nadir termasuk harta fai yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yaitu harta yang dihasilkan
oleh kaum muslim tanpa mengerahkan seekor kuda pun dan juga tanpa mengerahkan seekor unta
pun untuk menghasilkannya.
Maka harta fai itu secara bulat untuk Rasulullah Saw., dan tersebutlah bahwa beliau Saw.
membelanjakan sebagian darinya untuk nafkah per tahun keluarganya. Dan pada kesempatan yang
lain Umar r.a. mengatakan untuk keperluan hidup per tahun keluarganya. Sedangkan sisanya beliau
Saw. belanjakan untuk keperluan peralatan dan senjata di jalan Allah Swt.

3. nilai-nilai manusiawi yang sangat mendasar

 Keadilan.
Keadilan dalam Islam merupakan pondasi yang kokoh meliputi semua ajaran dan hukum Islam.
Persoalan yang menjadi perhatian Islam dalam keadilan adalah pelarangan berbuat kezaliman.
Ketidak seimbangan distribusi kekayaan adalah sumber dari semua konflik individu dan sosial.
Untuk itu, agar kesejahteraan sosial dapat diwujudkan, penerapan prinsip moral keadilan ekonomi
merupakan suatu keharusan. Keadaan itu akan sulit dicapai bila tidak ada keyakinan dan prinsip
moral tersebut.

 Kebebasan.
Nilai utama dalam bidang distribusi kekayaan adalah kebebasan. Nilai kebebasan dalam Islam
memberi implikasi terhadap adanya pengakuan akan kepemilikan individu. Setiap hasil usaha
seorang Muslim dapat menjadi miliknya menjadi motivasi yang kuat bagi dirinya untuk melakukan
aktivitas ekonomi. Dalam Islam, legitimasi hak milik sangat terkait erat dengan pesan moral untuk
menjamin keseimbangan. Hak milik pribadi diakui, dan hak kepemilikan itu harus berfungsi sebagai
nafkah bagi diri dan keluarga, berproduksi dan berinvestasi, mewujudkan kepedulian sosial dan
jihad fisabilillah. Ini berarti pengakuan hak kepemilikan dapat berperan sebagai pembebas manusia
dari sikap matrealistis. Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep kepemilikan dalam
perspektif Islam menjadikan nilai-nilai moral sebagai faktor endogen, dan menjadikan nilai nilai itu
bersentuhan dengan hukum-hukum Allah.

4. Sektor-Sektor Distribusi

 Distribusi Dalam Konteks Sektor Rumah Tangga


Distribusi pendapatan dalam konteks rumah tangga akan sangat terkait dengan
terminologi shadaqah. Konteks shadaqah ini bukan pengertian bahasa Indonesia, tetapi dalam
konteks termonologi Al-Qur’an yaitu Shadaqah Wajibah, yaitu bentuk-bentuk pengeluaran rumah
tangga yang berkaitan dengan instrumen distribusi pendapatan berbasis kewajiban seperti nafkah,
zakat dan warisan. Dan kedua yakni shadaqah nafilah (sunnah) yang  berarti bentuk-bentuk
pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan isntrumen distribusi pendapatan berbasis amal 
seperti infaq, akikah, dan wakaf. Ketiga, hudud (hukuman) adalah instrumen yang bersifat
aksidental dan merupakan konsekuensi dari berbagai tindakan. Atau dengan kata lain, instrumen ini
tidak bisa berdiri sendiri, tanpa adanya tindakan ilegal yang dilakukan sebelumnya seperti
kafarat,dan atau diyat.

 Distribusi Dalam Konteks Negara


Prinsif-prinsif ekonomi yang dibangun di atas nilai moral Islam mencanangkan kepentingan distribusi
pendapatan secara adil. Negara wajib bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan materi bagi
lingkungan sosial maupun individu dengan pemanfaatan sebesar-besarnya sumber daya yang ada.
Karena itu negara wajib mengeluarkan kebijakan yang mengupayakan stabilitas ekonomi dan lain
sebagainya hal itu juga amanah dari UUD 1945 pasal 27 ayat 3 yaitu
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dalam pengelolaan sumber daya alam yang tersedia, pemerintah (negara) harus mampu
mendistribusikan secara baik atas pemanfaatan sumber daya alamnya. Kebijakan distribusi
menganut kesamaan dalam kesempatan kerja, pemanfaatan lahan-lahan yang menjadi sektor
publik, pembelaan kepentingan ekonomi untuk kelompok miskin. Ajaran Islam memberikan otoritas
kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan penggunaan lahan untuk kepentingan negara dan
publik (hak hima ) distribusi tanah (hak Iqta’) kepada sektor swasta, penarikan pajak, subsidi.
Semua keistimewaan tersebut harus diarahkan untuk memenuhi kepentingan publik dan
pembebasan kemiskinan.

Peran pemerintah dalam distribusi diperlukan terutama jika pasar tidak mampu menciptakan
distribusi secara adil dan ada faktor penghambat untuk terciptanya mekanisme pasar yang efisien.
Pemerintah memiliki otoritas untuk menghilangkan hambatan tersebut karena ketidakmampuan atau
kurang sadarnya masyarakat. Seperti halnya masalah penimbunan yang marak dilakukan
pengusaha, monopoli dan oligopoli pengusaha besar pada komoditas   tertentu, asimetris informasi,
terputusnya jalur distribusi dengan menghalangi barang yang akan masuk ke pasar, maupun cara-
cara lain yang dapat menghambat mekanisme pasar.

 Distribusi dalam Sektor Publik (pasar)


Perspektif teori ekonomi menyatakan bahwa pasar adalah salah satu mekanisme yang bisa
dijalankan oleh Manusia untuk mengatasi problem-problem ekonomi yang terdiri dari produksi,
konsumsi dan distribusi.

Dalam kacamata ekonomi pasar Islam, mekanisme pasar menekan seminimal mungkin peranan
pemerintah. Pembenaran atas dibolehkannya pemerintah masuk sebagai pelaku pasar (intervensi)
hanyalah jika pasar tidak dalam keadaan sempurna, dalam arti ada kondisi-kondisi yang
menghalangi kompetisi yang fair terjadi atau distribusi yang tidak normal seperti biaya transaksi,
kepastian hukum serta masalah dalam distribusi. kepentingan negara (pemerintah) dalam
mendistribusikan pendapatan di pasar adalah bagaimana pemerintah dapat ‘menjamin’ pendapatan
(barang dan jasa) seluruh bangsanya. Tidak hanya beredar pada kalangan tertentu (orang kaya)
tetapi keadilan bagi seluruh rakyat.

          Firman Allah Swt.:

ْ
{‫األغنِيَاءِ ِم ْن ُك ْم‬ َ‫} َك ْي اَل َي ُكونَ دُولَ ًة َبيْن‬

supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (Al-Hasyr:
7)

C. PENUTUP

Kebijakan distribusi yang ditawarkan ekonomi Islam dengan tidak berpihak hanya pada salah satu
agen ekonomi, dan diperkuat dengan prinsip-prinsip yang jelas memberikan arahan bahwa keadilan
ekonomi harus ditegakkan. Namun menciptakan keadilan ekonomi akan sulit terwujud jika tidak
melibatkan peran institusi yang ada seperti halnya pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu,
peran kedua instrumen tersebut sangat dibutuhkan, karena kebijakan distribusi akan teraplikasikan
dengan baik ketika kedua institusi yang ada berkerja.

Langkah awal yang dapat dilakukan ialah memberikan pemahaman yang sejelasjelasnya kepada
pemerintah dan masyarakat selaku institusi ekonomi bahwa terciptanya keadilan ekonomi
merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab salah satu institusi yang ada,
melainkan tanggung jawab bersama selaku agen ekonomi dan institusi konomi. Ketika institusi
tersebut bekerja, keadilan diharapkan akan tercipta untuk memberi dampak pada tersebarnya harta
secara adil di masyarakat yang akan menggerakkan ekonomi rakyat.
7

D. DAFTAR PUSTAKA

 Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam,( Yogyakarta, Dana Bakti Wakaf, 1997)
 Ash Shadr, Muhammad Baqir.  Buku Induk Ekonomi Islam. Jakarta: Zahra, 2008)
 Mustafa Edwin Nasution, et al.,eds., Pengenalan Ekonomi Islam, (Jakarta, Kencana, 2006)
 Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perespektif Islam.(Yogyakarta: BPFE,2004.
 Heri sudarsono, Konsep Ekonomi islam : suatu pengantar, (Yogyakarta, Ekonisia 2004)
8

Anda mungkin juga menyukai