Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

GHARAR DAN MAYSIR


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Muamalah
Dosen Pengampu: ABUSIRI, M.Si.

Disusun oleh:
Putri Sahara ( 19.01.01.004 )
Suci Nurmala Hayati ( 19.01.01.008 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI AL-HIKMAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan begitu banyak nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang gharar dan maysir. Salawat serta salah tak lupa
tercurah keharibaan baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman jahiliyah hingga zaman Islamiyah.
Mengenai penyusunan makalah gharar dan maysir penulis memperoleh
data/sumber rujukan dari buku dan media online. Penulis sangat berharap makalah
ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai Masyir dan Gharar. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
  Semoga makalah  yang telah disusun ini dapat berguna
bagi siapapun,baik bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan  kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Jakarta, November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang sangat sempurna mengatur segala urusan
manusia. Islam sebagai suatu ajaran tentang sistem kehidupan yang meliputi
hubungan antara Allah SWT dengan seluruh ciptaan-Nya dan hubungan antar
sesama ciptaan itu sendiri. Hukum agama Islam berdasar pada dua sumber
utama, yaitu Al-Qur’an dan al-Hadis.
Konsep Islam bersifat proporsional dan dinamis ke suatu tatanan
masyarakat yang harmonis, seimbang, adil dan sejahtera penuh limpahan
rahmat Allah SWT. Konsep ekonomi pembangunan dalam Islam terus
diperlukan pengkajian melalui cara menggali kaidah-kaidah dalam ilmu
ekonomi Islam dengan tetap berpedoman pada dua sumber utama wahyu.
Transaksi Ekonomi Islam  merupakan bagaimana cara umat muslim
dalam  kegiatan muamalah yang sesuai dengan asas-asas. Dalam melakukan
transaksi yaitu melakukan perjanjian seseorang kepada orang lain demi
memenuhi kebutuhan seperti Al-Bai (Jual-Beli) harus sesuai dengan akad baik
itu dalam segi objek atau zat yang halal maupun dari transaksi yang halal dan
juga adanya ijab qabul. Akan tetapi banyak orang melakukan transaksi yang
melanggar prinsip syariah baik itu transaksi melalui objek yang haram
maupun transaksi yang haram. Dan dalam makalah ini penulis akan mengulas
masalah mengenai transaksi yang dilarang dalam ekonomi islam diantaranya
gharar dan maysir.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud gharar dan maysir?
2. Bagaimana landasan hukum gharar dan maysir?
3. Apa saja macam-macam bentuk gharar dan maysir ?
4. Seperti apa contoh praktek gharar dan maysir dalam muamalah?
C. BATASAN MASALAH
1. Pengertian gharar dan maysir.
2. Landasan hukum gharar dan maysir.
3. Macam-macam bentuk gharar dan maysir
4. Contoh praktek gharar dan maysir dalam muamalah.

D. TUJUAN PENULISAN
Penulis membuat makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih
Mu’amalah, juga ntuk mengetahui tentang
1. Pengertian gharar dan maysir.
2. Landasan hukum gharar dan maysir.
3. Macam-macam bentuk gharar dan maysir
4. Contoh dan praktek gharar dan maysir.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gharar
a. Pengertian Gharar

Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah yang dikutip dalam buku


nadzhariyah al gharar fii syari’ah al islamiyah karangan Yasin

Ahmad Ibrahim, gharar menurut bahasa berarti ‫ اخْلَطْ ُر‬yang artinya


bahaya atau resiko. Adapun menurut istilah para ulama, pengertian
gharar adalah sebagai berikut1:

a. Hanafiyah mendefinisikan bahwa gharar adalah ‫َما يَ ُكوْ ُن جَمْ ُه ْو ُل‬


َ‫ الْ َعاقِبَ ِة الَ يُ ْد َرى أَ ْن يَ ُك ْو ُن أ َْم ال‬yang artinya sesuatu yang
tersembunyi akibatnya tidak diketahui apakah ada atau tidaknya.

b. Malikiyah mendefinisikan gharar dengan


َ ‫َم ا َت َر َّد َد َبنْي‬
ِ َ‫الس الََم ِة والْ َعط‬
‫ب‬ َّ yang
َ artinya sesuatu yang ragu antara
selamat (bebas dari cacat dan rusak).

c. Syafi’iyah mendefinisikan bahwa gharar adalah ‫ت‬


ْ ‫َم ا انْطَ َو‬
ِ
ُ‫ َعاقبَتُه‬artinya sesuatu yang tersembunyi akibatnya.
Hanabila mendefinisikan bahwa gharar adalah ‫د بنْي‬
d.
َ َ َ ‫َم ا َت َر َّد‬
‫َح ُدمُهَا أَظْ َه ُر‬
َ‫سأ‬ ِ
َ ‫ أ َْم َريْن لَْي‬yang artinya sesuatu yang ragu
antara dua hal, salah satu dari keduanya tidak jelas.
Gharar adalah akad muamalah yang dilarang
memperjanjikan hal yang keberadaannya tidak pasti.2

1
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Panduan Hukum Islam, (Jakarta: PUSTAKAAZZAM, 2010, hal; 101.
2
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syari’ah Produk-Produk dan Aspek Hukumnya, (Jakarta:
PRENADA MEDIA GROUP, 2014), hal;168.
Para ulama mendefinisikan gharar berputar di sekitar tiga
makna, yaitu:
1. Gharar berhubungan dengan ketidak jelasan barang yang
diperjual belikan.
2. Gharar berhubungan dengan adanya keragu-raguan.
3. Gharar yang berhubungan dengan sesuatu yang tersembunyi
akibatnya.
Penjelasan pasal 2 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia
No.10/16/PBI/2008 memberikan pengertian mengenai gharar sebagai
transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan3.
b. Landasan Hukum Gharar
Dalam syari’at Islam, jual beli gharar ini terlarang. Dengan
dasar sabda Rasulullah SAW dalam hadits Abu Hurairah yang
berbunyi:

‫ص ِاة َو َع ْن َبْي ِع الْغََر ِر‬ ِ


َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َع ْن َبْي ِع احْل‬
ِ ُ ‫َنهى رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli
al-hashah dan jual beli gharar” 4
c. Macam-macam gharar5
Dilihat dari peristiwanya, jual-beli gharar bisa ditinjau dari
tiga sisi:
1. Macam-macam gharar yang diharamkan
a. Membeli barang yang belum ada (ma’dum).
Contohnya jual beli janin hewan ternak, jual beli susu
yang belum diperah, dan wol yang masih di kulit hewan
b. Jual beli barang yang tidak jelas sifatnya (majhul).
Transaksi jual beli harus menguntungkan kedua belah

3
Ibid, hal;169.
4
HR Muslim, Kitab Al-Buyu, Bab : Buthlaan Bai Al-Hashah wal Bai Alladzi Fihi Gharar, 1513.
5
https://almanhaj.or.id/2649-jual-beli-gharar.html Sabtu, 26 Oktober 2019.
pihak, maka dari itu transaksi jual beli itu harus dijelaskan
berbagai sifat barang yang akan dijual atau dibeli.
Contohnya adalah menjual tanah, rumah dan barang
lainnya namun tidak diketahui ukuran dan jenis barangnya
c. Jual beli barang yang tidak bisa diserah terimakan.
Contohnya menjual motor yang dicuri, atau menjual budak
yang kabur.
d. Jual beli tanpa kejelasan harga.
Contohnya menjual barang dengan harga yang berbeda
antara harga kontan dan harga angsuran.
2. Macam-macam gharar yang diperbolehkan
Jual beli rumah hanya dengan melihat pondasinya, dengan
syarat adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, yaitu penjual
dan pembeli. Meskipun tidak diketahui secara jelas ukuran dan
jenisnya, namun hal ini diperbolehkan, karena merupakan
kebutuhan, serta rumah dan pondasi merupakan satu kesatuan yang
tidak mungkin lepas darinya.
3. Macam-macam gharar yang masih diperselisihkan
Menjual tanah yang masih terpendam di dalamnya hasil
pertanian seperti singkong, kacang tanah, wortel, bawang dan lain
sebagainya.

d. Contoh Praktek Gharar6


1. Gharar dalam transaksi ekonomi
Transaksi perdagangan umumnya mengandung risiko untung
dan rugi. Hal yang wajar bagi setiap orang berharap untuk selalu
mendapatkan keuntungan, tapi belum tentu dalam setiap usahanya
akan mendapatkan keuntungan.
Dapat ditekankan bahwa Islam tidak melarang suatu akad
yang hanya terkait dengan risiko atau ketidakpastian. Hanya bila
risiko tersebut sebagai upaya untuk membuat satu pihak

6
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/iqtishad/article/view/2453 Minggu, 27 Oktober 2019.
mendapatkan keuntungan atas pengorbanan pihak lain, maka hal
tersebut menjadi gharar.
Yang menjadikan gharar dilarang adalah karena
keterkaitannya dengan memakan harta orang lain dengan cara tidak
benar, jadi bukan semata-mata adanya unsur risiko, ketidakpastian
ataupun disebut pula dengan game of chance. Karena hal ini akan
mengakibatkan merugikan bagi pihak lain.
Dalam transaksi modern, banyak ditemukan model transaksi
yang termasuk dalam kategori gharar. Terutama transaksi yang
dilakukan oleh lembaga keuangan. Umum terjadi, lembaga
keuangan modern merupakan lembaga usaha yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan. Gharar dalam lembaga keuangan
modern terdapat pada cara mereka melakukan usaha dan
mendapatkan keuntungan.
2. Gharar dalam transaksi perbankan
Gharar dalam perbankan dapat dilihat dari sistem bunga yang
dibebankan pada setiap transaksi, baik dalam transaksi pinjaman
maupun simpanan. Beban bunga yang ditetapkan adalah
merupakan jenis gharar yang mempertukarkan kewajiban antara
satu pihak dengan pihak yang lain. Contoh, disaat melakukan
pengajuan pinjaman pada bank untuk suatu usaha dengan beban
bunga sebesar 10%. Jika usaha yang dilakukan mendapat
keuntungan 100% atau lebih, maka pihak peminjam akan untung,
karena hanya membayar bunga sebesar 10%. Sedangkan bila usaha
mengalami kerugian maka akan ditanggung sendiri, dan pihak bank
tidak akan peduli dengan kondisi tersebut, saat masa jatuh tempo
pihak peminjam harus mengembalikan dana pinjamannya beserta
bunga yang dibebankan, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Jadi
risikolah yang dipertukarkan.
3. Gharar dalam asuransi
Gharar terjadi dalam asuransi apabila kedua belah pihak
(misalnya: peserta asuransi, pemegang polis, dan perusahaan)
saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan
menimpa. Kontrak yang dilakukan pada kondisi tersebut adalah
suatu kontrak yang dibuat berasaskan pada pengandaian (ihtimal)
semata. Hal inilah yang disebut gharar ’ketidakjelasan’ yang
dilarang dalam syariat Islam. Karena bentuk dari kontrak tersebut
akan mengakibatkan terjadinya saling mendzalimi.
Meskipun kedua belah pihak saling meridhoi, kontrak
tersebut secara dzatnya tetap termasuk dalam kategori gharar yang
diharamkan. Walupun nisbah/ persentase atau kadar bayarannya
telah ditentukan agar peserta asuransi/ pemegang polis maklum, ia
tetap tidak tahu kapan musibah akan terjadi, disinilah gharar
terjadi.
4. Gharar dalam bursa saham
Dalam bursa saham, bentuk gharar banyak ditemukan dalam
setiap transaksinya. Adapun gharar tersebut dapat terjadi
disebabkan oleh:
1) Transaksi berjangka dalam pasar saham sebagian besar
bukanlah jual beli sesungguhnya. Karena tidak ada unsur
serah terima dalam pasar saham ini antara kedua belah
pihak yang bertransaksi, padahal syarat jual beli adalah
adanya serah terima barang dagangan dan
pembayarannya atau salah satu dari keduanya.
2) Kebanyakan penjualan dalam pasar ini adalah penjualan
sesuatu yang tidak dimiliki, baik itu berupa mata uang,
saham, giro piutang, atau barang komoditi komersial
dengan harapan akan dibeli di pasar sesungguhnya dan
diserahterimakan pada saatnya nanti, tanpa mengambil
uang pembayaran terlebih dahulu pada waktu transaksi
sebagaimana syaratnya jual beli.
3) Pembeli dalam pasar ini kebanyakan membeli menjual
kembali barang yang dibelinya sebelum ia terima. Orang
kedua akan menjual kembali sebelum dia terima. Hal
semacam ini terjadi secara berulang-ulang, terhadap
obyek jualan yang belum diterima, hingga transaksi itu
berakhir pada pembeli sebenarnya, atau paling tidak
menetapkan harga sesuai pada hari pelaksanaan
transaksi, yaitu hari penutupan harga.
4) Yang dilakukan oleh pemodal besar dengan memonopoli
saham sejenisnya serta barang-barang komoditi
komersial lain dipasaran agar bisa menekan pihak
penjual yang menjual barang-barang yang tidak mereka
miliki dengan harapan akan membelinya pada saat
transaksi dengan harga yang lebih murah, atau langsung
melakukan serah terima sehingga menyebabkan para
penjual lain merasa kesulitan.
5) Dalam pasar modal dijadikannya pasar ini sebagai
pemberi pengaruh pasar dengan skala lebih besar.
Karena harga-harga dalam pasar ini tidak sepenuhnya
bersandar pada mekanisme pasar semata secara prkatis
dari pihak orang-orang yang butuh jual beli. Namun
justru terpengaruh oleh banyak hal, sebagian diantaranya
dilakukan oleh para pemerhati pasar, sebagian lagi dari
adanya monopoli barang dagangan dan kertas saham,
atau dengan menyeberkan berita bohong dan sejenisnya.
Cara-cara yang dilakukan dapat menyebabkan
ketidakstabilan harga secara tidak alami, sehingga dapat
berpengaruh buruk terhadap perekonomian.

B. Maysir
a. Pengertian Maysir
Menurut Muhammad Ayub yang dikutip oleh Sutan Remy
Sjahdeini maysir adalah transaksi yang digantungkan pada suatu
keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Baik maysir
ataupun qimar dimaksudkan sebagai permainan untung-untungan,
dengan kata lain maysir adalah perjudian.
Menurut ahli hukum islam perbedaan antara maysir dan
qimar adalah sebagai berikut:
 Maysir berkata dari kata user yang artinya menginginkan
sesuatu yang berharga dengan mudah tanpa harus
membayar kompensasi yang seimbang (iwad) atau tanpa
bekerja dan memikul tanggung jawab untuk
memperolehnya, yaitu dengan cara melakukan permainan
untung-untungan
 Qimar juga berarti memberikan uang, manfaat, atau hak
yang halal atas beban biaya atau kerugian pihak lainnya,
yang untuk mendapatkan uang atau manfaat tersebut
dilakukan dengan cara untung-untungan.
Kata maysir dalam arti harfiahnya adalah memperoleh
sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat
keuntungan tanpa bekerja, oleh karena itu maysir disebut berjudi.
Prinsip berjudi itu adalah terlarang, baik terlibat secara mendalam
maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali.
Dalam berjudi kita menggantungkan keuntungan hanya pada
keberuntungan semata, bahkan sebagian orang yang terlibat
melakukan kecurangan.
Kata azlam dalam bahasa arab yang digunakan dalam Al
Qur’an juga berarti praktek perjudian. Sementara itu maysir,
menggunakan segala bentuk harta dengan maksud untuk memperoleh
suatu keuntungan misalnya, lotre, bertaruh, atau berjudi dan
sebagainya. Judi pada umumnya dan penjualan undian khususnya
(azlam) dan segala bentuk taruhan, undian atau lotre yang berdasarkan
pada bentuk-bentuk perjudian adalah haram dalam Islam.
Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah,
maisir adalah transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan
yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Menurut penjelasan
pasal 2 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No. 10/16/PBI/2008 tentang
perubahan atas bank Indonesia No. 9/19/PBI 2007 tentang
pelaksanaan prinsip syari’ah dalam kegiatan penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syari’ah, maisir adalah
transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti
dan bersifat untung-untungan7.
Beberapa hal yang termasuk substansi maysir8 :
1) Ada 4 kriteria maysir itu termasuk judi atau tidak :
 Taruhan (muqotoroh/murohana)
 Pelaku itu mencari uang dengan spekulasi (mengadu nasib
dengan berjudi)
 Pemenang mengambil hak orang lain yang kalah.
 Harta yang dipertaruhkan diambil dari peserta
2) Pelaku itu berniat kalau ia mencari uang dengan spekulasi
atau judi.
3) Taruhan
 Sebuah pertandingan jika ada yang kalah maka ia akan
traktir temannya yang menang.
 Sedangkan misalnya seorang guru yang menanyai
muridnya jika ada yang bisa menjawab pertanyaan maka
ia akan diberi hadiah. Hal ini tidak termasuk maisir karena
tidak ada perjudian didalamnya.
4) Money game/piramida
Contoh : Membeli barang yang ada kuponnya, lalu diundi
dan ia menjadi pemenang untuk mendapatkan motor maka itu
termasuk money game. Akan tetapi jika motor itu dibeli dari
pihak sponsor bukan dari insert peserta, maka ini tidak
termasuk judi.

7
Mardani, AYAT-AYAT DAN HADITS EKONOMI SYARI’AH, cet.ke-2, (jakarta:Rajawali Pers,2012).
Hal:107-108.
8
https://mesjidui.ui.ac.id/maisir-perjudian-dalam-praktik-praktik-bisnis-kontemporer/ Minggu,
27 Oktober 2019
b. Landasan Hukum Maysir
Allah mengharamkan maysair atau perjudian, sebagaimana
dijelaskan dalam Firman Nya

‫اب َواأْل َْزاَل ُم‬ ‫ص‬‫ن‬


ْ َ ‫أْل‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ر‬ ‫س‬ ِ ‫ي ا أَيُّه ا الَّ ِذين آمنُ وا إِمَّنَ ا اخْل م ر والْمي‬
ُ َ َ ُ َْ َ ُ َْ َ َ َ َ
/‫اجتَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح و َن (املائ دة‬ ِ َّ ‫ِرجس ِمن عم ِل‬
ْ َ‫الش ْيطَان ف‬ ََ ْ ٌ ْ
)90 :5
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan” [Al-Maidah / 5 : 90]
Dalam peraturan pemerintah Indonesia, perjudian
dikriteriakan sebagai tindak kejahatan, sebagaimana yang tertuang UU
Republik Indonesia nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian
pasal 1 yang berbunyi “Menyatakan semua tindak pidana perjudian
sebagai kejahatan”9, yang pasal selanjutnya menyatakan tentang
hukuman pidana bagi pelaku perjudian. Juga dalam Peraturan
Pemerintah tahun 1981 tentang pelaksanaan penertiban perjudian
beserta sanksi dan dendanya.
10
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303 ayat (3)
mengartikan judi adalah tiap-tiap permainan yang mendasarkan
pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-
untungan saja dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar
karena kepintaran dan kebiasaan pemainan.
Dan lain-lainnya pada Pasal 303 ayat (3) diatas secara detil
dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 9
Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1974 tentang Penertiban Perjudian.

9
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_7_74.htm Minggu, 27 Oktober 2019.
10
http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1358083668 Jum’at, 08 November 2019.
c. Macam-macam Maysir
Ibnu Taimiyah dalam kitab Mausuah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah
mengklasifikasikan maysir menjadi dua macam11:
1. Maysir lahwi (maysir berupa permainan)
Yang termasuk maisir lahwi adalah bermain dadu, catur,
dan semua permainan yang melalaikan.
2. Maysir qimar (maysir berupa taruhan).
Adapun maisir qimar adalah segala yang mengandung
unsur untung-untungan.

Pada zaman jahiliyah maysir dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Al-mukhâtharaħ ( ‫ ) املخاطرة‬adalah perjudian dilakukan


antara dua orang laki-laki atau lebih yang menempatkan
harta dan isteri mereka masingmasing sebagai taruhan
dalam suatu permainan. Orang yang berhasil
memenangkan permainan itu berhak mengambil harta dan
isteri dari pihak yang kalah.

2. Al-tajzi`aħ ( ‫ ) التجزئة‬adalah perjudian yang dilakukan 10


orang laki-laki dengan menggunakan kartu yang terbuat
dari potongan-potongan kayu (karena pada waktu itu
belum ada kertas).

d. Contoh Praktek Maysir


Beberapa contoh praktek maysir diantaranya rolet, poker,
hwa-hwe, nalo, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu kambing, pacuan
kuda dan karapan sapi12.

11
http://pengusahamuslim.com/1758-tahukah-anda-apa-itu-judi-yang-bukan-judi.html Senin,
28 Oktober 2019
12
http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1358083668 Jum’at, 08 November 2019
Bentuk Pemainan Masyhur Yang Ternyata Melanggar
Syariah Karena Termasuk Judi13:
1. Jajanan Anak-anak Berhadiah
Salah satu jenis jajanan anak-anak SD di masa lalu adalah
tukang jualan kaki lima yang menjual aneka ragam mainan
anak-anak. Untuk bisa mendapatkan mainan, tiap anak
diharuskan membeli permen yang di dalam bungkusnya
ada nomor undian. Kalau nomor itu sesuai dengan nomor
yang ada pada suatu mainan, maka dia berhak untuk
mendapatkan mainan tersebut.
Maka berlombalah anak-anak untuk membeli permen,
dengan harapan di dalam bungkusnya ada nomor undian
keberutungan.
Lalu dimana letak judinya?
Letaknya ada pada harga permen yang tidak wajar.
Seharusnya harga permen itu seratus perak, tetapi karena
di dalamnya ada nomor undian, maka harganya dimark-up
menjadi sepuluh kali lipat, yaitu seribu rupiah.
Maka pada dasarnya selisih uang 900 rupiah itu tidak lain
adalah 'uang taruhan' yang dipasang oleh anak-anak demi
untuk berjudi mendapatkan hadiah mainan.
Seandainya harga permen itu wajar, yaitu tetap seratus
perak, maka unsur judinya hilang dan praktek itu tidak
melanggar ketentuan syariah.
2. Main Kelereng
Contoh permainan anak-anak yang juga termasuk
memenuhi unsur judi adalah main kelereng. Setiap anak
yang mau ikut bermain harus punya modal kelereng untuk
dipertaruhkan. Nanti siapa yang paling pandai dalam
permainan itu, berhak mengambil kelereng peserta
lainnya.

13
ibid
Meski pun nilai kelereng tidak seberapa, namun pada
hakikatnya bentuk permainan itu adalah sebuah perjudian.
Lain halnya bila permainan ini disepakati di awal hanya
sekedar main-mainan, dalam arti kalau ada peserta yang
kalah, dia tidak perlu kehilangan kelerengnya, dan yang
menang tidak perlu mengambil kelereng milik temannya
yang kalah.
3. Yang Kalah Mentraktir
Sebuah perlombaan yang diikuti oleh beberapa peserta
bisa juga menjadi ajang perjudian, apabila unsur-unsur
perjudian terpenuhi di dalamnya.
Misalnya dua orang berlomba bulu tangkis, dengan
kesepakatan siapa yang kalah wajib mentraktir yang
memang. Walau pun nilai harga makanan atau minuman
itu tidak seberapa, tetapi secara hakikat sesungguhnya
unsur-unsur judi sudah terpenuhi.
Maka seharusnya setiap kita waspada agar jangan sampai
olah-raga yang tujuannya baik, bisa terkotori hanya gara-
gara kita kurang memahami hakikat dari perjudian.
4. Lomba Tujuhbelasan
Sudah menjadi tradisi bangsa Indonesia secara merata
setiap merayakan hari proklamasi kemerdekaan negara,
untuk diadakan aneka macam lomba. Ada banyak lomba
yang sering digelar, mulai dari olah raga, panjat pinang,
tusuk jarum, tarik tambang, memasak, dan seterusnya.
Tujuannya tentu mulia, yaitu untuk mendapatkan
kemeriahan, selain juga untuk menjadi sarana keakraban
antar warga, baik yang ikutan lomba atau pun sekedar
menjadi penonton.
Namun terkadang masuk juga unsur judi dalam lomba-
lomba rakyat itu. Misalnya apabila dari 20 peserta lomba
ditarik uang administrasi masing-masing sebesar 100 ribu,
maka akan terkumpul dari uang sebesar 2 juta rupiah.
Apabila hadiah yang diperebutkan peserta dibeli dari uang
adminstrasi itu, maka uang itu menjadi uang taruhan. Dan
pada hakikatnya praktek seperti ini adalah sebuah
perjudian.
Namun bila hadiah yang dijanjikan buat peserta yang
menang tidak diambilkan dari uang administrasi para
peserta, misalnya dari sumbangan para sponsor, atau dari
hasil penjualan tiket penonton dan sebagainya, maka
prinsip judi menjadi hilang.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Para ulama mendefinisikan gharar berputar di sekitar tiga
makna, yaitu:
1. Gharar berhubungan dengan ketidak jelasan barang yang
diperjual belikan.
2. Gharar berhubungan dengan adanya keragu-raguan.
3. Gharar yang berhubungan dengan sesuatu yang tersembunyi
akibatnya.
Menurut Muhammad Ayub yang dikutip oleh Sutan Remy
Sjahdeini maysir adalah transaksi yang digantungkan pada suatu keadaan
yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Baik maysir ataupun qimar
dimaksudkan sebagai permainan untung-untungan, dengan kata lain
maysir adalah perjudian.
Macam-macam gharar yang diharamkan
1. Membeli barang yang belum ada (ma’dum).
2. Jual beli barang yang tidak jelas sifatnya (majhul). Jual beli
barang yang tidak bisa diserah terimakan.
3. Jual beli tanpa kejelasan harga.
Ibnu Taimiyah dalam kitab Mausuah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah
mengklasifikasikan maysir menjadi dua macam14:
1. Maysir lahwi (maysir berupa permainan)
2. Maysir qimar (maysir berupa taruhan).

B. DAFTAR PUSTAKA
14
http://pengusahamuslim.com/1758-tahukah-anda-apa-itu-judi-yang-bukan-judi.html Senin,
28 Oktober 2019
 Al Jauziyah, Ibnu Qayyim. Panduan Hukum Islam, (Jakarta:
PUSTAKAAZZAM, 2010,
 HR Muslim, Kitab Al-Buyu, Bab : Buthlaan Bai Al-Hashah wal Bai Alladzi
Fihi Gharar, 1513.
 Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah, Cet ke-4 (Jakarta: PT Raja grafindo
Persada, 20030.
 Iqbal, Muhaimin, ASURANSI UMUM STARI’AH DALAM PRAKTIK Upaya
Menghilangkan Gharar Maysir dan Riba,
 Mardani, AYAT-AYAT DAN HADITS EKONOMI SYARI’AH, cet.ke-2,
(jakarta:Rajawali Pers,2012)
 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syari’ah Produk-Produk dan Aspek
Hukumnya, (Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP, 2014).
 https://mesjidui.ui.ac.id/maisir-perjudian-dalam-praktik-praktik-bisnis-
kontemporer/
 http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_7_74.htm
 http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1358083668
 http://pengusahamuslim.com/1758-tahukah-anda-apa-itu-judi-yang-bukan-
judi.html
 http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1358083668
 https://almanhaj.or.id/2649-jual-beli-gharar.html
 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/iqtishad/article/view/2453

Anda mungkin juga menyukai