Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FIQIH POLITIK
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Kelompok mata kuliah
“HUKUM ISLAM”

Di susun
oleh :
KELOMPOK 10
ANDIKA DIAN SAPUTRA (13810078)
BAGAS ADITIA ARJUNA (13810008)
FATHUR ROSYID (13810017)
RIZKI AMPUSA DEPARISTA (13810043)
M.NOVRI PRATAMA (13810098)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2013-2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"FIQIH POLITIK". Tugas makalah ini dibuat guna untuk memenuhi nilai tugas
dalam mata kuliah Agama Islam pada Fakultas hukum semester tiga.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Metro,28-Oktober-2014

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kajian fiqih siyasah terus berkembang seiring perkembangan dunia


politik yang semakin pesat dengan munculnya isu-isu politik mutakhir, seperti
demokrasi, civil society, dan hak asasi manusia. Ditambah lagi dengan isu-isu
pemikiran seperti sekularisme, liberalisme dan sosialisme yang mesti mendapat
respon dari Islam. Perkembangan tersebut tentunya menghadirkan banyak
pemahaman-pemahaman baru yang dikembangkan oleh para tokoh fiqih siyasah
yang menciptakan sejumlah perbedaan pemikirinan tentang konsep fiqih siyasah
dimaksud.

Di kalangan umat islam ada yang berpendapat bahwa Islam adalah agama
yang komprehensif. Di dalamnya terdapat sistem politik dan ketatanegaraan,
sistem ekonomi, sistem sosial dan sebagainya. Misalnya Rasyid Ridha, Hasan Al-
Banna dan Al-Maududi meyakini bahwa ”Islam adalah agama yang serba
lengkap”. Di dalam ajarannya antara lain terdapat sistem ketatanegaraan atau
politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada
sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem
ketatanegaraan barat. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus
diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad
SAW dan oleh empat Khulafa al-Rasyidin.

Untuk melakukan kajian tentang fiqih Siyasah secara luas dan mendalam
dalam hubungannya sebagai ilmu untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
yang muncul seiring perkembangan zaman, tentunya harus memahami secara
benar tentang konsep dasar fiqih siyasah dari berbagai sudut pandang. Oleh
karena itu, penulis merasa penting mengangkat masalah kajian Fiqih Siyasah
dalam sebuah makalah yang berjudul “fiqih syiasah ( politik dalam islam)”
1.2 Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :

1.2.1 Apa yang di maksud dengan fiqih syiasah ( politik islam )?


1.2.2 Apa saja kaidah-kadiah fiqih?
1.2.3 Bagaimana kedudukan fiqih siyasah dalam sistematika hukum islam?
1.2.4 Apa saja bagian-bagian fiqih siyasah?
1.2.5 Bagaimana hubungan antara fiqih syiasah dengan islam?
1.2.6 Apa manfaat mempelajari fiqih syiasah?

1.3 Batasan Masalah

Dalam pembahasan makalah ini penulis hanya membatasi masalah tentang


pengertian fiqih syiasah, hubungan antara fiqih syiasah dengan islam dan manfaat
kita mempelajari fiqih syiasah.

1.4 Tujuan Pembahasan

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam pembahasan makalah ini


adalah sebagai berikut :

1.4.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan fiqih syiasah ( politik islam
).
1.4.2 Untuk mengetahui apa saja kaidah-kadiah fiqih.
1.4.3 Untuk mengetahui bagaimana kedudukan fiqih siyasah dalam sistematika
hukum islam.
1.4.4 Untuk mengetahui apa saja bagian-bagian fiqih siyasah.
1.4.5 Untuk mengetahui hubungan antara fiqih syiasah dengan islam.
1.4.6 Untuk mengetahui manfaat mempelajari fiqih syiasah.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fiqih Syiasah (politik islam)

Kata “fiqih siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “‫”الفقه السياسي‬
berasal dari dua kata yaitu kata fiqih (‫ )الفقه‬dan yang kedua adalah al-siyâsî
(‫)السياسي‬.
Kata fiqih secara bahasa adalah faham. Ini seperti yang diambil dari ayat Al-
Qur’an {‫}قالوا يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول‬, yang artinya “kaum berkata: Wahai
Syu’aib, kami tidak memahami banyak dari apa yang kamu bicarakan”.
Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqih berarti: { ‫العلم باألحكام الشرعية‬
‫ }العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية‬yaitu “mengerti hukum-hukum syariat yang
sebangsa amaliah yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci
Sedangkan al-siyâsî pula, secara bahasa berasal dari “‫ ”ساس – يسوس – سياسة‬yang
memiliki arti mengatur (‫دبّر‬/‫)أمر‬, seperti di dalam hadis: “ ‫كان بنو إسرائيل يسوسهم‬
‫”أنبياؤهم أي تتولى أمورهم كما يفعل األمراء والوالة بالرعية‬, yang berarti: “Adanya Bani Israil
itu diatur oleh nabi-nabi mereka, yaitu nabi mereka memimpin permasalahan
mereka seperti apa yang dilakukan pemimpin pada rakyatnya”. Bisa juga seperti
kata-kata “‫ ”ساس زيد األمر أي يسوسه سياسة أي دبره وقام بأمره‬yang artinya: “Zaid
mengatur sebuah perkara yaitu Zaid mengatur dan mengurusi perkara tersebut”.
Sedangkan kata mashdar-nya yaitu siyâsah itu secara bahasa bermakna: “ ‫القيام على‬
‫ ”الشيء بما يصلحه‬yang artinya “bertindak pada sesuatu dengan apa yang patut
untuknya”.
Secara terminologis dalam lisan Al-Arab, Siasah adalah mengatur atau
memimpin sesuatu dengan cara membawa kepada kemaslahatan. Sedangkan di
dalam Al-Munjid di sebutkan, Siasah adalah membuat kemaslahatan manusia
dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Dan siasah adalah
ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri,
yaitu politik dalam negeri dan pilitik luar negeri serta kemasyarakatan, yakni
mengatur kehidupan atas dasar keadilan dan istiqomah.
Sementara itu secara etimologi, mengenai asal kata siyasah terdapat
beberapa pendapat yang berbeda dikalangan ahli fiqih, diantaranya:
1). sebagaimana dianut Al Maqrizy mengatakan bahwa kata siyasah
berasal dari bahasa mongol yakni dari kata yasah yang mendapat imbuhan sin
berbaris kasra diawalnya sehingga dibaca siayasah. Pendapat tersebut didasarkan
pada sebuah kitab undang- undang milik Jenghis Khan yang berjudul
ilyasa yang berisi panduan pengelolaan negara dan berbagai bentuk
hukuman berat bagi pelaku pindak pidana tertentu.
2). sebagaimana yang dianut Ibn Taghri Birdi, Siyasah berasal dari
campuran dari tiga bahasa, yakni bahasa Persia, Turki dan Mongol.
Partikel Si dalam Bahasa Persia berarti 30, yasa dalam bahasa Turki dan
Mongol berarti larangan dan karena itu ia dapat juga dimaknai sebagai
hukum atau aturan.
3). sebagaimana dianut Ibnu Manzhur menyatakan siyasah berasal dari
Bahasa Arab, yakni bentuk mashdar dari tashrifan kata sasa-yasusu-siyasatan,
yang semula berarti mengatur, memelihara, atau melatih binatang, khususya
kuda. (“Mujar Ibnu Syarif dan KhamamiZada;2008”).

Adapun menurut Terminologi Ulama, pengertian fiqih siayasah adalah


sebagai berikut:

1. Menurut Ahmad Fathi, fiqih siyasah adalah Pengurusan kemaslahatan umat


manusia sesuai dengan ketentuan syara (Ahmad Fathi Bahantsi dalam al-siyasah
al-jinaiyyah fi al-syari’at al-Islamiyah).
2. Menurut Ibnu’Aqil, dikutip dari pendapat Ibnu al-Qoyyim, bahwa fiqh siyasah
adalah Perbuatan yang membawa manusia lebih dekat pada kemalahatan
(kesejahteraan) dan lebih jauh menghindari mafsadah (keburukan/ kemerosotan),
meskipun Rasul tidak menetapkannya dan wahyutidakmembimbingnya.

3. Menurut Ibnu ’Abidin yang dikutip oleh Ahmad Fathi adalah Kesejahteraan
manusia dengan cara menunjukkan jalan yang benar (selamat) baik di dalam
urusan dunia maupun akhirat. Dasar-dasar siyasah berasal dari Muhammad saw,
baik tampil secara khusus maupun secara umum, datang secara lahir maupun
batin.

4. Menurut Abd Wahab al-Khallaf, Siyasah syar\’iyyah adalah pengurusan hal-


hal yang bersifat umum bagi negara Islam dengan cara menjamin perwujudan
kemaslahatan dan menghindari kemadaratan (bahaya) dengan tidak melampaui
batas-batas syari\’ah dan pokok-pokok syari’ah yang bersifat umum, walaupun
tidak sesuai dengan pendapat ulama-ulama Mujtahid.
Maksud Abd Wahab tentang masalah umum negara antara lain adalah ;
Pengaturan perundangan-undangan negara.
Kebijakan dalam harta benda (kekayaan) dan keuangan.
Penetapan hukum, peradilan serta kebijakan pelaksanaannya, dan
Urusan dalam dan luar negeri.

5. Menurut Abd al-Rahman Taj; siyasah syar’iyah adalah hukum-hukum yang


mengatur kepentingan negara dan mengorganisir urusan umat yang sejalan
dengan jiwa syari’at dan sesuai dengan dasar-dasarnya yang universal (kully),
untuk merealisasikan tujuan-tujuannya yang bersifat kemasyarakatan, meskipun
hal tersebuttidak ditunjukkan oleh nash-nash yang terinci dalam Al-Qur’an
maupun al-Sunnah.
6. Ibn Taimiyah menganggap bahwa norma pokok dalam makna kontekstual ayat
58 dan 59 surat al-Nisa, tentang dasar-dasar pemerintahan adalah unsur penting
dalam format siyasah syar’iyah. Ayat pertama berhubungan dengan penguasa,
yang wajib menyampaikan amanatnya kepada yang berhak dan menghukumi
dengan adil, sedangkan ayat berikutnya berkaitan dengan rakyat, baik militer
maupun sipil, yang harus taat kepada mereka. Jika meminjam istilah untuk negara
kita adalah; Penguasa sepadan dengan legislatif, yudikatif dan eksekutif (trias
politika)dan rakyat atau warga negara.

7. Sesuai dengan pernyataan Ibn al-Qayim, siyasah syar’iyah harus bertumpu


kepada pola syari’ah. Maksudnya adalah semua pengendalian dan pengarahan
umat harus diarahkan kepada moral dan politis yang dapat mengantarkan manusia
(sebagai warga negara) kedalam kehidupan yang adil, ramah, maslahah dan
hikmah. Pola yang berlawanan dari keadilan menjadi dzalim, dari rahmat menjadi
niqmat(kutukan), dari maslahat menjadi mafsadat dan dari hikmah menjadi sia-
sia.

2.2 Kaidah-Kadiah Fiqih Syiasah

Kaidah-kadiah fiqih yang dapat digunakan untuk mempelajari dan


mengembangkan siyasah antara lain:
• “Perubahan hukum dengan sebab berubahnya zaman, tempat, situasi, adat dan
niat”
• “Kemaslahatan yang umum didahulukan atas kemaslahatan yang khusus”
• “Kesulitan membawa kepada kemudahan”
• “Tindakan atau kebijaksanaan kepala Negara terhadap rakyat tergantung
kepada kemaslahatan.”
• “Apa yang tidak bisa dilaksanakan seluruhnya (secara sempurna) janganlah
ditinggalkan seluruhnya.”
Kaidah-kaidah tersebut menegaskan bahwa suatu kebijaksanaan,
keputusan, peraturan, perundang-undangan atau hukum di bidang muamalah
yang ditetapkan pada suatu waktu dan tempat tertentu dapat diubah atau diganti
oleh pemegang kekuasaan/ pemerintah. Perubahan perlu apabila ia tidak lagi
relevan dengan realpolitic. Sebab perubahan zaman, tempat, situasi dan kultur
dengan suatu peraturan dan undang-undang yang lebih sesuai dengan waktu
berakhir. Perubahan atau pergantian tentu tidak asal berubah saja. Tetapi
perubahan yang tetap berorientasi kepada nilai-nilai dan jati diri manusia dan
kemanusian. Muatannya tidak bertentangan secara subtansial dengan nash-nash
syariat yang bersifat universal pada setiap zaman dan tempat. Ia juga harus
bersifat transparan, sehingga dapat mengantisipasi perkembangan zaman yang
dihadapi dan mampu menampung aspirasi masyarakat bagi kemajuan social
budaya, ekonomi dan politik untuk mewujudkan kemaslahatan umat.

2.2.1 Contoh kaidah-kaidah fiqhiyah dipergunakan dalam fiqih siyasah


adalah :

a. ‫الحكم يدو ر مع علته وجو د ا و عد ما‬.


”Hukum selalu konsisten dengan illatnya (alasan-alasannya), ada dan
tidakadanya hukum tergantung dengan ada dan tidak adanya alasan tersebut”
Contoh, menurut ’Abduh jika disuatu negara masih ada perjudian, dana judi
kemudian diberikan kepada fakir miskin, maka mereka dapat memanfaatkan dana
tersebut untuk kebutuhan primer mereka. Pada suatu saat Umar ibn Khattab tidak
memvonis pencuri-pencuri dipotong tangan, karena kejadian tersebut berada
masa paceklik. Muallaf qlubuhum dipandang tidak ada pada saat itu, sehingga
satu asnaf tidak diberi jatah zakat.
b. ‫تغير األحكام بتغير األزمنة واألمكنة واألحوال والعوائد والنيــــا ت‬.
”Perubahan hukum sejalan dengan dimensi ruang dan waktu, keadaan, kebiasaan
dan niat (hukum adalah bersifat kondisional)”.
Contoh pada masa Orba UUD 45 hampir tidak tersentuh oleh perubahan. Sesudah
reformasi amandemen UU D 45, dilakukan karena pertimbangan
kepentingan/kebutuhan bangsa dan rakyat Indonesia.

c. ‫د فع المفـــــا سد وجلب المصــالح‬.


”Menghindari bahaya agar dapat memperoleh maslahat (kebaikan secara
umum)”.
Contoh UU Perkawinan di Indonesia dengan menggunakan azaz monogami
merupakan keinginan bangsa Indonesia, agar menghargai terhadap perempuan.
Praktik ilegal gami dilakukan oleh laki-laki karena kepentingan seks dan
dilakukan dengan main kuncing-kucingan.

2.3 Kedudukan Fiqh Siyasah dalam sistematika hukum Islam

Secara umum kajian keIslaman dibagi dua macam;


a).secara vertikal hubungan manusia dengan Allah, kemudian disebut bidang
’ubudiyyah.
b).secara horizontal hubungan antara individu manusia dengan manusia yang lain
bahkan kelompok, kemudian menggunakan istilah mu’amalah.
Bagian pertama dikemas dalam kajian shalat, zakat, puasa dan haji. Bagian yang
kedua dikemas dalam urusan muamalah secara luas. T.M. Hasbi ash-Shiddieqie
(1904-1975 M), membagi sistematika hukum Islam menjadi;
2.3.1. Ibadah kepada Allah seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
2.3.2. Hukum keluarga seperti nikah, thalak dan ruju’
2.3.3. Hukum kebendaan seperti jual-beli, sewa-menyewa.
2.3.4. Hukum tentang perang damai dan jihad (siyar).
2.3.5. Hukum acara di peradilan. (al-ahkam al-murafa’at).
2.3.6. Hukum ahlak (adab).

2.4 Bagian-bagian Fiqih Siyasah

Setelah kita mengetahui tentang pengertian dan penamaan Politik Islam


dalam Islam adalah Fiqih Siyasah. Maka dalam kajian kali ini akan dibahas
mengenai bidang-bidang Fiqih Siyasah. Dan Fiqih Siyasah ini menurut Pulungan
(2002, hal:39) terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Siyasah Dusturiyah
2. Siyasah Maliyah
3. Siyasah Dauliyah
4. Siyasah Harbiyah

2.4.1 Siyasah Dusturiyah


Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata
yaitu Siyasah itu sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita lihat di
pembahasan diatas, sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau peraturan.
Secara pengertian umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan kepala negara
dalam mengambil keputusan atau undang-undang bagi kemaslahatan umat.
Sedangkan menurut Pulungan (2002, hal:39) Siyasah Dusturiyah adalah
hal yang mengatur atau kebijakan yang diambil oleh kepala negara atau
pemerintah dalam mengatur warga negaranya. Hal ini berarti Siyasah Dusturiyah
adalah kajian terpenting dlam suatu negara, karena hal ini menyangkut hal-hal
yang mendasar dari suatu negara. Yaitu keharmonisan antara warga negara
dengan kepala negaranya.

2.4.2 Siyasah Maliyah


Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh
karena itu Siyasah Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur
mengenai keuangan negara.
Djazuli (2003) mengatakan bahwa Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban
kepala negara untuk mengatur dan mengurus keungan negara guna kepentingan
warga negaranya serta kemaslahatan umat. Lain halnya dengan Pulungan (2002,
hal:40) yang mengatak bahwa Siyasah Maliyah meliputi hal-hal yang
menyangkut harta benda negara (kas negara), pajak, serta Baitul Mal.
Dari pembahasan diatas dapat kita lihat bahwa siyasah maliyah adalah hal-hal
yang menyangkut kas negara serta keuangan negara yang berasal dari pajak, zakat
baitul mal serta pendapatan negara yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

2.4.3 Siyasah Dauliyah


Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang, serta
kekuasaan. Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan kepala
negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan internasional, masalh
territorial, nasionalitas, ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan politik,
pengusiran warga negara asing. Selain itu juga mengurusi masalah kaum Dzimi,
perbedaan agama, akad timbal balik dan sepihak dengan kaum Dzimi, hudud, dan
qishash (Pulungan, 2002. hal:41).
Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa Siyasah Dauliyah lebih mengarah pada
pengaturan masalah kenegaraan yang bersifat luar negeri, serta kedaulatan
negara. Hal ini sangat penting guna kedaulatan negara untuk pengakuan dari
negara lain.
2.4.4 Siyasah Harbiyah
Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang,
keadaan darurat atau genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah
wewenang atau kekuasaan serta peraturan pemerintah dalam keadaan perang atau
darurat.
Dalam kajian Fiqh Siyasahnya yaitu Siyasah Harbiyah adalah pemerintah atau
kepala negara mengatur dan mengurusi hala-hal dan masalah yang berkaitan
dengan perang, kaidah perang, mobilisasi umum, hak dan jaminan keamanan
perang, perlakuan tawanan perang, harta rampasan perang, dan masalah
perdamaian (Pulungan, 2002. hal:41).

2.5 Hubungan antara Fiqih Syiasah dengan Islam


Islam merupakan agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan
manusia (syamil). Islam bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki
prosesi-prosesi ritual dan ajaran kasih-sayang . Islam bukan pula agama yang
hanya mementingkan aspek legal formal tanpa menghiraukan aspek-aspek moral.
Politik, sebagai salah satu sendi kehidupan, dengan demikian juga diatur oleh
Islam. Akan tetapi, Islam tidak hanya terbatas pada urusan politik.
Ketika seseorang mendengar istilah Islam Politik, tentu ia akan segera
memahaminya sebagai Islam yang bersifat atau bercorak politik. Dalam hal ini,
Islam memang harus memiliki corak politik. Akan tetapi, politik bukanlah satu-
satunya corak yang dimiliki oleh Islam. Sebab jika Islam hanya bercorak politik
tanpa ada corak lainnya yang seharusnya ada, maka Islam yang demikian ialah
Islam yang parsial. Munculnya varian-varian Islam dengan corak politik yang
amat kuat pada dasarnya didorong oleh kelemahan atau bahkan keterpurukan
politik umat Islam saat ini. Karena kondisi sedemikian ini, politik kemudian
menjadi salah satu PR penting umat Islam saat ini, untuk bisa bangkit dari
kemundurannya.
Adapun istilah Politik Islam tentu akan segera dipahami sebagai politik
ala Islam atau konsep politik menurut Islam. Istilah ini wajar ada karena memang
dalam kenyataannya terdapat banyak konsep politik yang kurang atau tidak sesuai
dengan ajaran Islam. Pertanyaan yang selanjutnya muncul ialah “apakah Politik
Islam itu ada? Apakah Islam mempunyai konsep khusus tentang politik, berbeda
dengan konsep-konsep politik pada umumnya?” Yang jelas, sampai batasan
tertentu, Islam memang memiliki konsep yang khas tentang politik. Akan tetapi,
tentu saja Islam tetap terbuka terhadap berbagai konsep politik yang senantiasa
muncul untuk kemudian bisa melengkapi konsep yang sudah dimiliki, sepanjang
tidak bertentangan dengan konsep baku yang sudah ada.

Sifat terbuka Islam dalam masalah politik ini tidak terlepas dari
kenyataan bahwa Islam tidaklah menetapkan konsep politiknya secara amat rinci
dalam segenap masalahnya. Ketidakrincian itu sendiri merupakan bagian dari
kebijaksanaan Allah agar Islam bisa mengembangkan konsep politiknya dari
waktu ke waktu tanpa harus terkungkung oleh rincian-rincian yang sangat
mengikat, sementara kondisi zaman senantiasa berubah dan berkembang. Akan
tetapi, tidak pula berarti bahwa Islam sama sekali tidak memiliki rincian dalam
masalah-masalah politik. Ada masalah-masalah tertentu yang telah ditetapkan
secara rinci dan tidak boleh berubah kapanpun juga, meskipun zamannya
berubah. Dalam hal ini, tidaklah benar pandangan sebagian kalangan yang
mengatakan bahwa dalam masalah politik, Islam hanya memiliki nilai-nilai
normatif saja, yang bisa diturunkan seluas-luasnya tanpa batasan-batasan yang
berarti.

2.5.1 Islam Tidak Bisa Dibangun Secara Sempurna Tanpa Politik

Tegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi merupakan amanah yang


harus diwujudkan. Hukum-hukum tersebut tidak akan mungkin bisa tegak tanpa
politik pada umumnya dan kekuasaan pada khususnya. Ibnu Taimiyyah
mengatakan bahwa Islam harus ditegakkan dengan dua hal : Al-Qur’an dan
pedang. Al-Qur’an merupakan sumber hukum-hukum Allah sedangkan pedang
melambangkan kekuatan politik atau kekuasaan yang menjamin tegaknya isi Al-
Qur’an.

2.6 Manfaat Mempelajari Fiqih Syiasah

Manfaat mempelajari fiqih siyasah adalah:


2.6.1). Mengatur peraturan dan perundang-undangan Negara sebagai pedoman
dan landasan idiil dalam mewujudkan kemashalatan umat.

2.6.2). Pengorganisasian dan pengaturan untuk mewujudkan kemaslahatan.

2.6.3). Mengatur hubungan antara pengusaha dan rakyat serta hak dan kewajiban
masing-masing dalam usaha mencapai tujuan Negara.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
fiqh siyâsah memainkan peranan penting di dalam hukum Islam. Ini
dikarenakan, fiqh siyâsah-lah sebuah disiplin ilmu yang akan mengatur
pemerintah dalam menjalankan hukum Islam itu sendiri bagi masyarakatnya.
Tanpa keberadaan pemerintah yang Islami (dalam hal ini pemerintah yang
menjalankan konsep fiqh siyâsah), maka sangat sulit terjamin keberlakuan
hukum Islam itu sendiri bagi masyarakat muslimnya.Imam al-Ghazâlî juga secara
tegas menjelaskan ini di dalam kitabnya yang berjudul al-`Iqtishâd fî al-`I’tiqâd.
Buktinya, tanpa pemerintah yang minimal peduli dengan fiqh siyâsah,
tidak mungkin akan mengeluarkan salah satu produk hukum Islam sebagai
hukum positif untuk rakyatnya yang muslim. Indonesia misalnya, pada tahun
1974 telah berhasil melahirkan undang-undang No. 1, tahun 1974 tentang
Perkawinan yang mengatur bahwa semua penduduk asli Indonesia yang
beragama Islam untuk mematuhi peraturan pernikahan tersebut yang terbentuk
dari dasar-dasar Islami. Tanpa ini, tentu konsep fiqh munâkahah tidak dapat
diaplikasikan secara positif di Indonesia.
Setelah membahas secara mendalam, maka kesimpulan yang didapatkan
adalah sebagai berikut:
1. Fiqh siyâsah adalah sebuah disiplin ilmu yang isinya adalah membahas hukum-
hukum pemerintahan dan konsep menjalankan pemerintahan yang berlandaskan
syariat Islam dengan tujuan memberi kemaslahatan bagi rakyatnya.
2. Ruang lingkup fiqh siyâsah secara keseluruhan dan secara umum, dapat
dikelompokan kepada empat (4) kelompok: 1. Siyâsah dustûriyyah;
2. Siyâsah khârijiyyah; 3. Siyâsah mâliyyah; 4. Siyasah Harbiyah
3. Kedudukan fiqh siyâsah di dalam sistematika hukum Islam adalah berada di
bawah fiqh mu’âmalat yang diartikan secara luas, sedangkan peranannya
jelasnya adalah sangat penting bagi masyarakat muslim, karena ia adalah kunci
dapat dijalankannya hukum Islam di dalam sebuah negara yang mayoritas
rakyatnya adalah beragama muslim, selain di satu sisi fiqh siyâsah sendiri sangat
mementingkan kemaslahatan untuk rakyat dan berusaha menghilangkan
kemudaratan.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://hardiananto.wordpress.com/2009/04/25/siyasah (diakses Maret 2013)


2. http://languagecommunity.blogspot.com/2011/12/makalah-fiqh-siyasah.html
(diakses Maret 2013)
3. http://diyaasaviella.blogspot.com/2012/02/pengertian-siyasah-hukum-
islam.html (diakses Maret 2013)

4. http://makalahchayya.blogspot.com/2011/10/fiqih-siyasah-politik.html
(diakses Maret 2013)
5. http://menaraislam.com/content/view/73/40 (diakses Maret 2013)
6. http://serbamakalah.blogspot.com/2013/02/siyasah-politik-islam.html
(diakses Maret 2013)
7. http://www.aminazizcenter.com/2010/12/kuliah-fiqh-siyasah-politik-
islam (diakses Maret 2013)
8. Pulungan, Dr. J. Suyuthi, Fiqih Siyasah; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,
Rajawali Pers, Jakarta;1993

Anda mungkin juga menyukai