Anda di halaman 1dari 11

HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA SUAMI ISTRI1

Kelompok 62

A. PENDAHULUAN
Islam memandang hubungan antara suami istri bukan hanya kebutuhan
semata, tetapi lebih dari itu islam telah mengatur dengan jelas bagaimana
sebuahhubungan agar harmonis dan tetap berlandaskan pada tujuan hubungan
tersebut, yakni hubungan yang dibangun atas dasar cinta kepada Allah Swt.
Dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga. Suami mempunyai hak
dan istri pun mempunyai hak. Dibalik itu, suami mempunyai kewajiban danistripun
mempunyai kewajiban. Kewajiban istri hak bagi suami.
Untuk itu diperlukan kajian yang mendalam mengenai hak dan kewajian
suami istri dalam hukum perkawinan.berawal dari sini lah penyusun membuat
makalah ini, dengan tujuan agar memahami bagaimana hak dan kewajiban bagi
suami istri, agar dapat bermanfaat untuk kehidupan dimasa yang akan datang ketika
kita telah menjalani rumah tangga.
Adapun pokok pembahasan dari makalah ini:
Apakah pengertian Hak dan kewajiban suami istri? Bagaimana hak dan
kewajiban suami istri dalam hukum islam? Bagaimana hak dan kewajiban suami
istri menurut UU Nomor 1 Tahun 1974? Bagaimana hak dan kewajiban suami istri
menurut yang diatur pada pasal 103-118 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

1
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Hukum Perkawinan, diampu oleh Dosen
Danu Aris Setiyanto, S.Sy., M.H. Makalah ini dipresentasikan pada hari kamis tanggal 24 Oktober
2019 pukul 14.40 WIB di Ruang P2B 302. Prodi Hukum Ekonomi Syariah 5K, Fakultas Syariah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta.
2
Reza Dhewi Pamungkas (172111406), Siti Aminah (172111439), Surya Aji Kusuma
Dewa (172111443).

1
B. PEMBAHASAN

1. Pengertian
Hak adalah sesuatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh
suami istri yang diperoleh dari hasil perkawinan, sedangkan kewajiban
berarti sesuatu yang wajib diamalkan atau dilakukan. Misalnya, jangan
melalaikan kewajibanmu sebagai suami istri. Semua manusia yang hidup di
dunia tidak lepas dari kewajiban yang kemudian menimbulkan tanggung
jawab. Kewajiban adalah hal-hal yang wajib dilaksanakan dan yang
merupakan tanggung jawab suami istri.3

2. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Hukum Islam


Setelah menikah, seorang suami atau istri masing-masing memiliki
hak dan kewajiban terhadap pasangannya. Hak dan kewajiban tersebut
bertujuan merumuskan keluarga bahagia, tanpa adanya subordinasi,
marginalisasi ataupun pemiskinan terhadap hak dan kewajiban salah satu
pihak baik suami maupun istri. Mengutip pendapat Tihami dan Sahrani
dalam Fikih Munakahat, hak dan kewajiban suami istri diklasifikasikan ke
dalam tiga bentuk: hak suami istri secara bersama, hak suami atas istri dan
hak istri atas suami. Di antara hak suami istri yaitu:
a. Hak suami istri secara bersama.
No Hak Suami Istri Secara Bersama
1 Suami istri dihalalkan melakukan hubungan seksual, hal ini
merupakan kebutuhan suami istri yang dihalalkan secara timbal
balik. Artinya suami berhak menuntut untuk memenuhi
kebutuhan seksualnya, begitu pula istri.
2 Terjadi pertalian mahram semenda, artinya haram melakukan
pernikahan dengan keluarga pasangan dengan ketegori tertentu,

3
Ermi Suhasti, “Hak dan Kewajiban Suami Istri pada Keluarga TKI Desa Tresnorejo,
Kebumen, Jawa Tengan: Antara Yuridis dan Realita”, Al-Ahwal, Vol. 8, No.1 2015 M/1436 H, hlm
76-77

2
istri menjadi mahram ayah, kakek dan seterusnya ke atas begitu
halnya suami juga menjadi mahram ibu si istri (mertua), nenek
dan seterusnya.
3 Terjadi hubungan waris-mewarisi sejak akad nikah dilaksanakan
dan lain-lain.

b. Kewajiban Suami Istri Secara Bersama-sama


No Kewajiban Suami dan Istri
1 Menegakkan rumah tangga yang sakinah mawadah wa rahmah
2 Wajib saling mencintai, menghormati, setia, memberi bantuan
lahir dan batin.
3 Kewajiban untuk saling mengasuh anak, memelihara baik
jasmani, rohani maupun kecerdesannya, serta mendidik.
4 Wajib saling memelihara kehormatan pribadi maupun satu sama
lain.

c. Hak dan Kewajiban Suami Terhadap Istri


No Hak Kewajiban
1 Ditaati kecuali dalam Suami wajib memberikan segala
perkara maksiat. keperluan hidup rumah tangga
sesuai dengan kemampuannya.
2 Berhak agar si istri Suami berkewajiban memberi
menjaga diri sendiri dan pendidikan agama kepada istri dan
harta suami. memberi kesempatan si istri untuk
belajar pengetahuan yang
bermanfaat dan berguna.
3 Dijaga nama baik oleh si Membiayai pendidikan anak.
istri.

d. Hak dan Kewajiban Istri Terhadap Suami

3
No Hak Kewajiban
1 Hak mendapatkan mahar Taat dan patuh kepada suami.
2 Hak mendapatkan Mengatur rumah tangga sebaik-
perlakuan yang ma’ruf dari baiknya
suami
3 Dijaga nama baik oleh si Menghormati keluarga suami
suami

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam sebuah


hubungan kekeluargaan antara suami istri masing-masing memiliki hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi dan ditunaikan, sehingga baik suami
maupun istri dapat merasakan sebuah ketenangan dengan masing-masing
pasangannya. Untuk membentuk dan mewujudkan keluarga yang sakinah
mawaddah dan wa rahmah memerlukan peran serta tanggung jawab dari
kedua belah pihak. Dengan mengetahui dan menunaikan segala sesuatu
yang menjadi hak maupun kewajiban, diharapkan bisa mempermudah
menuju keluarga bahagia tentunya dengan berdasarkan pada ajaran agama
islam dan hukum yang berlaku.4
Dalam Kompilasi Hukum Islam masalah hak dan kewajiban suami
istri diatur dalam pasal 77-84. Apabila diteliti secara cermat hal-hal yang
diatur dalam pasal-pasal tersebut, secara garis besar mempertegas kembali
yang tersebut dalam Pasal 30-34 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan. Dalam pasal-pasal tersebut dikemukakan bahwa suami
istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang
sakinah, mawadah dan warohmah yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati,
setia, dan memberikan bantuan batin yang satu kepada yang lain. Suami istri

4
Nurul Afifah, “Hukum Suami Istri Perspektif Hadis: Pemikiran Hasyim Asy’ari dalam
Da’u al-Misbah fi Bayan Ahkam an-Nikah”, Jurnal Living Hadis, Vol.2, No. 1, Mei 2017, hlm.
24-27

4
juga harus memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak
mereka. Suami istri wajib memelihara kehormatannya. Suami istri harus
mempunyai tempat yang ditentukan bersama. Dalam rumah tangga itu
kedudukan suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. Hak
dan kedudukan istri adalah seimbang dengan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

3. Hak dan Kewajiban Suami Istri Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974


tentang Perkawinan
a. Hak, Kewajiban dan kedudukan suami yang diatur oleh hukum adalah
sebagai berikut:
1. Suami mempumyai hak, kewajiban dan kedudukan hukum yang
seimbang dengan istrinya.
2. Suami adalah cakap berbuat, artinya dia mempunyai kewenangan
untuk melakukan perbuatan hukum.
3. Suami (bersama-sama dengan istri) berwenang untuk menentukan
tempat kedudukan bersama.
4. Suami berwenang untuk mengajukan gugatan cerai terhadap
istrinya jika istrinya tersebut melalaikan kewajiibannya sebagai istri.
5. Suami berhak untuk menyangkal anak yang dilahirkan oleh istrinya
jika suaminya dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina
dengan laki-laki lain, dan anak tersebut merupakan hasil dari
perbuatan zina tersebut.
6. Suami mempunyai kedudukan hukum sebagai kepala rumah tangga.
Karena itu, dia berkewajiban untuk melindungi istri dan anak-
anaknya dan memberikan nafkah sesuai dengan penghasilannya,
suami menanggung nafkah, pakaian dan tempat tinggal kediaman
bagi istri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi istri dan anak serta membiayai pendidikan anak.5

5
Munir. Fuady, “Konsep Hukum Perdata”, (Jakarta: Rajawali, 2015), Cet. Ke-2, hlm. 19.

5
Kewajiban suami sebagaimana di atas, khususnya kewajiban
suami yang berkaitan nafkah, pakaian, tempat tinggal, biaya rumah
tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan gugur apabila istri
nusyuz. Istri dianggap nusyuz jika ia tidak berbakti lahir batin kepada
suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam, kecuali
dengan alasan yang sah. Apabila istri tidak nusyuz lagi maka suami wajib
memberikan ketentuan yang telah ditetapkan sebagaimana tersebut diatas
seperti kewajibannya sebelum istri nusyuz. Ketentuan ada atau tidak
nusyuz dari istri harus didasarkan kepada bukti yang sah. Suami wajib
pula menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau
bekas istri yang masih dalam iddah. Tempat kediaman adalah tempat
tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan perkawinan, atau
dalam iddah talak atau iddah walat. Ketentuan ini berlaku juga kepada
suami yang beristri lebih dari satu orang, kecuali ada perjanjian kawin.
Jika para istri rela dan iklas, suami dapat menempatkan istrinya
dalamsatu tempat kediaman (Pasal 81-82 KHI).6
b. Hak, kewajiban dan Kedudukan dari Istri yang diatur oleh hukum adalah
sebagai berikut:
1. Istri mempunyai hak, kewajiban dan kedudukan hukum yang
seimbang dengan suaminya.
2. Istri mempunyai kedudukan hukum sebagai ibu rumah tangga,
sehingga dia berkewajiban untuk mengatur urusan rumah tangga
dengan sebaik-baiknya.
3. Istri (bersama-sama dengan suami) berwenang untuk menentukan
tempat kedudukan bersama.
4. Istri berwenang untuk mengajukan gugatan cerai terhadap
suaminya jika suaminya tersebut melalaikan kewajibannya sebagai
suami.

6
Abdul. Manan, “Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia”, (jakarta:
Kencana, 2017), Cet. Ke-5, hlm. 92.

6
5. Istri juga cakap berbuat,artinya dia mempunyai kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum. Dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa
dalam sistem KUH Perdata (yang berasal dari belanda), hanya
suami yang dianggap cakap berbuat, sedangkan istri oleh hukum
dianggap tidak cakap berbuat.7
Berhubungan dengan surat edara Mahkamah Agung No. 3/1963
tanggal 5 September 1963 no. 1115/P/3292/M/1963 yang menggap tidak
berlakunya lagi pasal-pasal 108 dan 110 BW, maka seorang istri di dalam
suatu perkawinan, sekarang ini, mempunyai wewenang melakukan
perbuatan hukum dan menghadap di muka pengadilan.
Hal yang demikian itu dahulu menurut ketentuan pasal 108 dan 110
BW tadi tiada diperkenankan kalau tanpa izin atau bantuan dari suami.
Dengan tidak berlakunya pasal-pasal tadi maka pasal-pasal yang mengatur
wewenang istri untuk melakukan perbuatan hukum sebagai perkecualian dari
ketentuan pasal 108 itu tidak mempunyai arti lagi, karena sekarang
ketentuan-ketentuan yang dahulu merupakan perkecualian terhadap prinsip
bahwa seorang perempuan yang berasumsi tidak bebas bertindak sendiri itu
sekarang berlaku dengan sendirinya karena tiap orang yang dewasa berhak
melakukan perbuatan hukum. Sekarang yang masih diperhatikan ialah hak
dan kewajiban suami istri terhadap yang satu dengan yang lain.8

4. Hak dan Kewajiban Suami Istri Menurut Pasal 103-118 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata
Sejak terjadi perkawinan, maka timbullah hubungan hukum antara
suami istri. Hubungan hukum adalah adanya ikatan atau sangkut paut antara
suami istri. Ikatan itu berupa hak dan kewajiban antara keduanya. Hak atau
disebut right (Inggris) atau rechts (Belanda) dikonsepkan sebagai

7
Munir. Fuady, op.cit, hlm 20.
8
Ali. Affandi, “Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian”, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000), Cet. Ke-4, hlm. 136.

7
kewenangan atau kekuasaan dari suami dan istri untuk berbuat sesuatu
karena telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Kewajiban
atau disebut juga duty atau obligation atau responsibility verplichting
(Belanda) dikonsepkan sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan antara
suami istri. Hak dan kewajiban suami dan istri diatur pasal 103 sampai
dengan pasal 118 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Hak dan
kewajiban antara suami dan istri disajikan sebagai berikut ini.
1. Suami istri wajib setia satu sama lain, saling menolong dan saling
membantu.
2. Suami istri dengan hanya melakukan perkawinan, telah saling
mengikatkan diri untuk memelihara dan mendidik anak mereka.
3. Suami adalah menjadi kepala persatuan perkawinan. Sebagai kepala
rumah tangga, ia wajib:
a. Memberi bantuan kepada istrinya atau tampil untuknya di muka
hakim.
b. Harus mengurus harta kekayaan pribadi si istri, kecuali bila
disyaratkan yang sebaliknya. Dia harus mengurus harta kekayaan
itu sebagai seorang kepala yang baik, dan karenanya bertanggung
jawab atas segala kelalaian dalam pengurusan itu.
c. Tidak diperkenankan memindahtangankan atau membebankan
harta kekayaan tak bergerak istrinya tanpa persetujuan si istri.
4. Setiap istri harus patuh kepada suaminya. Dia wajib tinggal serumah
dengan suaminya dan mengikutinya, dimana pun dianggapnya perlu
untuk bertempat tinggal.
5. Setiap suami wajib menerima istrinya di rumah yang ditempatinya. Dia
wajib melindungi istrinya dan memberinya apa saja yang perlu , sesuai
dengan kedudukan dan kemampuannya.
6. Setiap istri, sekalipun ia kawin di luar harta bersama, atau dengan harta
benda terpisah, tidak dapat menghibahkan, memindahtangankan,
menggadaikan, memperoleh apapun, baik secara Cuma-Cuma maupun
dengan beban, tanpa bantuan suami dalam akta atau izin tertulis.

8
Sekalipun suami telah memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat
akta atau perjanjian tertentu, si istri tidaklah berwenang untuk menerima
pembayaran apapun, atau memberi pembebasan untuk itu tanpa izin
tegas dari suami.
7. Mengenai perbuatan atau perjanjian, yang dibuat oleh seorang istri
karena apa saja yang menyangkut perbelanjaan rumah tangga biasa dan
sehari-hari, juga menganai perjanjian perburuhan yang diadakan
olehnya sebagai majikan untuk keperluan rumah tangga, undang-undang
menggap bahwa ia telah mendapat persetujuan dari suaminya.
8. Istri tidak boleh tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya,
meskipun di kawin tidak dengan harta bersama, atau dengan harta
terpisah, atau meskipun dia secara mandiri menjalankan pekerjaan bebas.
9. Bantuan suami tidak diperlukan
a. Bila si istri dituntut dalam perkara pidana
b. Dalam perkara perceraian, pisah meja dan ranjang atau pemisahan
harta.
10. Bila suami menolak memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta,
atau menolak tampil di pengadilan, maka si istri boleh memohon kepada
Pengadilan Negeri di tempat tinggal mereka bersama supaya dikuasakan
untuk itu.
11. Seorang istri yang atas usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan dengan
izin suaminya, secara tegas atau secara diam-diam, boleh mengadakan
perjanjian apapun yang berkenaan dengan usaha itu tanpa bantuan
suaminya. Bila ia kawin dengan suaminya dengan penggabungan harta,
maka si suami jug terikat pada perjanjian itu. Bila si suami menarik
kembali izinnya. Dia wajib mengumumkan penarikan kembali itu.
12. Bila si suami, karena sedang tidak ada atau karena alasan-alasan lain,
terhalang untuk membantu istrinya atau memberikannya kekuasaan,
atau bila ia mempunyai kepentingan yang berlawanan, maka Pengadilan
Negeri di tempat tinggal suami istri itu boleh memberikan wewenang

9
kepada si istri untuk tampil dimuka pengadilan, mengadakan perjanjian
melakukan pengurusan, dan membuat akta-akta lain.
13. Pemberian kuasa umum pun dicantumkan pada perjanjian perkawinan,
berlaku tidak lebih daripada yang berkenaan dengan pengurusan harta
kekayaan si istri itu sendiri.
14. Batalnya suatu perbuatan berdasarkan tidak adanya kuasa, hanya dapat
dituntut oleh si istri, suaminya atau para ahli waris mereka.
15. Bila seorang istri, setelah pembubaran perkawinan melaksanakan
perjanjian atau akta, seluruhnya atau sebagian yang telah dia adakan
tanpa kuasa yang disyaratkan, maka dia tidak berwenang untuk meminta
pembatalan perjanjian atau akta itu.
16. Istri dapat membuat wasiat tanpa izin suami.9
Hak dan kewajiban suami istri menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 dan juga Kompilasi Hukum Islam (KHI) sudah sangat lengkap.
Hak istri adalah kewajiban suami, sebaliknya hak suami merupakan
kewajiban istri. Dalam hukum islam pun kewajiban suami adalah pemimpin
dalam keluarga maka istri harus mengabdi kepada suami, yang
membimbingnya ke jalan kebajikan dan takwa.

KESIMPULAN

Hak adalah sesuatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami
istri yang diperoleh dari hasil perkawinan, sedangkan kewajiban berarti sesuatu
yang wajib diamalkan atau dilakukan. Hak dan kewajiban tersebut bertujuan
merumuskan keluarga bahagia, tanpa adanya subordinasi, marginalisasi ataupun
pemiskinan terhadap hak dan kewajiban salah satu pihak baik suami maupun istri.
dengan berdasarkan pada ajaran agama islam dan hukum yang berlaku.

9
Salim dan Erlis Septiana Nurbani, “Perbandingan Hukum Perdata: Comparative Civil
Law”, (Jakarta: Rajawali, 2015), Cet. Ke-2, hlm. 152.

10
Dalam Kompilasi Hukum Islam masalah hak dan kewajiban suami istri
diatur dalam pasal 77-84. Apabila diteliti secara cermat hal-hal yang diatur dalam
pasal-pasal tersebut, secara garis besar mempertegas kembali yang tersebut dalam
Pasal 30-34 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam
pasal-pasal tersebut dikemukakan bahwa suami istri memikul kewajiban yang luhur
untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah yang
menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Ali. (2000). “Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum


Pembuktian”. Jakarta: Rineka Cipta.
Afifah, Nurul. (2017). “Hukum Suami Istri Perspektif Hadis: Pemikiran
Hasyim Asy’ari dalam Da’u al-Misbah fi Bayan Ahkam an-Nikah”. Jurnal Living
Hadis, Vol. 2. No. 1.
Fuady, Munir. (2015). “Konsep Hukum Perdata”. Jakarta: Rajawali.
Manan, Abdul. “Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia”.
Jakarta: Kencana.
Salim dan Septiana Nurbani. Erlis. (2015). “Perbandingan Hukum Perdata:
Comparative Civil Law”. Jakarta: Rajawali.
Suhasti, Ermi. (2015 M/1436 H). “Hak dan Kewajiban Suami Istri pada
Keluarga TKI Desa Tresnorejo, Kebumen, Jawa Tengan: Antara Yuridis dan
Realita”, Al-Ahwal, Vol. 8, No. 1.

11

Anda mungkin juga menyukai