Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinaan adalah akad yang menghalalkan hubungan laki-laki dengan
perempuan dalam ikatan suami istri. Dalam perkawinan setiap orang ingin
membentuk keluarga bahagia dan utuh sampai akhir hayat tetapi, kadang ada
suatu permasalahan yang membuat pertengkaran bahkan menngambil jalan
perceraian. Allah paling membenci hal tersebut.
Talak ialah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan
mengucapkan lafazh yang tertentu, misalnya suami berkata kepada istrinya. Pada
dasarnya talak hukumnya boleh, tetapi sangat dibenci menurut pandangan syara’.
Ucapan untuk mentalak istri ada dua yaitu ucapan sharih, yaitu ucapan yang tegas
maksudnya untuk mentalak, dan ucapan yang kinayah yaitu ucapan yang tidak
jelas maksudnya.
Salah satu jalan untuk kembali yang digunakan seorang suami kepada
mantan istrinya ialah dengan rujuk. Kesempatan itu diberikan kepada setiap
manusia oleh Allah untuk memperbaiki perkawinannya yang sebelumnya kurang
baik. Hal tersebut merupakn salah satu hikmah rujuk.
Rujuk sendiri mempunyai penngertian yang luas yaitu kembalinya seorang
suami kepada istri yang telah ditalak raj’i bukan talak ba’in selama masih dalam
masa iddah. Dari definisi tersebut, terlihat beberapa kata kunci yang menunjukan
hakikat perbuatan rujuk. Seseorang yang ingin melakukuan rujuk harus
memperhatikan hal-hal yang berkaitan mengenai rujuk agar terlaksana dengan
baik. Diantara hal-hal yang berkaitan ialah: tata cara rujuk, hak rujuk, hukum
rujuk serta rukun dan syarat dalam rujuk. Untuk lebih jelas, dimakalah ini akan
dibahas mengenai hal-hal terrsebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakng diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Talak
1. Definisi Talak
Talak di ambil dari kata itlak artinya melepaskan atau meninggalkan. Talak
menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda
atau ikatan tawanan atau pun ikatan ma’nawi seperti nikah. Talak menurut istilah
adalah menghilangkan ikatan pernikahan atau menguranggi pelepasan ikatan
dengan mengunakan kata-kata tertentu. Talak menurut syara’ ialah melepaskan
taali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri.
Langgengnya kehidupan dalam ikatan  perkawinan merupakan suatu tujuan
yang di utamakan dalam iman. Akad nikah di adakan untuk selamanya dan
seterusnya agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga
sebagai tempat berlindung.
Oleh karna itu dapat di katakan bahwa ikatan antara suami istri adalah
ikatan yang paling suci dan kokoh dan tempaat mencurahkan kasih sayang dan
dapat memelihara anak-anaknya sehingga mereka tumbuh dengan baik.
Begitu kuat dan kokohnya hubungan antara suami istri maka tidak
sepantasnya apabila hubungan tersebut di rusak dan di sepelekan, setiap usaha
untuk menyepelekan hubungan pernikahan dan melemahkannya sangat dibenci
oleh Islam karna ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara
suami istri.

2. Macam-Macam Talak
Secara garis besar ditinjau dari segi boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak
dibagi menjadi 2 macam yaitu:
a. Talak Raj’i
Talak Raj’I yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk
merujuk kembali istrinya. Setelah itu di jatuhkan lafal-lafal tertentu dan istri
benar benar sudah di gauli. Jelasnya talak Raj’I adalah talak yang dijatukan

2
suami kepada istrinya sebagai talak  atau talak dua .Allah berfirman dalam
(surat al-baqarah 228)
Yang atinya:
“Istri-istri yang di talak, hendaklah memelihara dirinya selama 3Quru’. Mereka
tidak halal menyembunyikan apa yang telah diciptakan Allah dala kandungan
rahim mereka. Jika mereka beriman kepada Allah dan hari kiamat dan bekas
suami mereka lebih berhak kembali kepadanya dalam massa iddah itu jika mereka
para suami itu menghendaki ishlah’ (surat Al_baqarah :228)

b. Talak Ba’in
Apabila istri bersetatus talak ba’in, maka suami tidak boleh rujuk
kepadanya, suami boleh melaksanakan akad nikah baru kepada bekas
istrinya itu dan membayar mahar baru dengan mengunakan rukun dan syarat
yang baru pula.
Fuqoha sependapat bahwa talak ba’in terjadi karena belum
terdapatnya pergaulan suami istri karena adanya bilangan talak tertentu
karena adanya penerimaan ganti pada khulu’.
Talak ba’in ada dua macam yaitu talak ba”in sughra dan talak bai’in kubra :
c. Talak ba’in sughra
yaitu talak yang terjadi kurang dari tiga kali keduannya tidak hak
rujuk dalam massaiddah, akan taetapi boleh dan bisa menikah kembali
dengan akad nikah yang baru. Talak ba’in sughra begitu di ucapkan dapat
memutuskan hubungan suami istri. Karena ikatan perkawinannya telah
putus maka istrinya kembali menjadi orang asing bagi suaminya. Oleh
karena itu, ia tidak boleh bersenang-senang dengan perempuan itu apalagi
sampai mengaulinya dan jika salah satunya meninggal sebelum atau masi
iddah, maka yang lain tak mendapat  memperoleh warisannya. Akan
tetapi, pihak perempuan masih berhak atas sisa pembayaran mahar yang
tidak di berikan secara kontan, sebelum di talak atau sebelum suami
meninggal sesuai yang telah dijanjikan .

3
Mantan suami boleh atau berhak kepada kembali kepada, mantan
istri yang telah ditalak ba’in sughraadalah akad nikah dan mahar baru.
Selama ia belum menikah dengan laki-laki lain.
Adapun yang termasuk kedalam bagian talakba’in sughra adalah
1) Talak karena fasakh yang di jatukan oleh hakim di pengadilan
agama
2) Talak pakai iwad (ganti rugi) atau talak tebus berupa khuluk
3) Talak karena belum dikumpuli

d. Talak  ba’in kubra
Talak ba’in kubra yaitu talak yang terjadi sampai 3x penuh dan
tidak ada rujuk dalam massa iddah maupun dalam nikah baru, kecuali
kalau bekas istrinya telah nikah lagi dengan orang lain dan telah
berkumpul sebagai suami istri secara nyata dan sah.
Yang termasuk talak kubra adalah sebagai berikut:
1) Talak li’an
Talak li’an yaitu talak yang terjadi karena suaminya
menuduh istrinya berbuaat zina atau suaminya tidak mengakui
anak yang ikandung oleh istrinya kemudian suaminya bersumpah
sampai lima kali dalam hal ini tidak hak untuk rujuk dan
menikahinya lagi
2) Talak tiga
Bagi istri yang ditalak 3X, tidak ada rujuk untuk massa iddah.
Mantan suami bisa kembali dengan pernikahan baru apabila;
a) Mantan istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain
b) Telah digauli dengan suami yang kedua (suami baru)
c) Sudah dicerai suami yang kedua
d) Telah habis masa iddahnya
3) Talak Sunni dan Talak Bid’y
Fuqoha sepakat membolehkan seorang suami menjatuhkan
talak sunni terhadddap istrinya yaitu apabila ia menjatuhkan talak

4
satu kepada istrinya ketika dalam keadaan suci dan belum di gauli.
Apabila suami yang menjatuhkan talak ketika istri dalam keadaan
haid atau suci tapi sudah di gauli maka termasuk talak bid’y.
Jika talak sunni adalah talak yang di jatuhkan ketika istri telah sucidari
haidnya dan belum di campuri sejak saat berhenti dari haid ini, maka ia telah
masuk kedalam iddahnya dan pada saat ini suami boleh.

3. Rukun Talaq
Beberapa hal yang menjadi rukun talak dengan syarat-syaratnya antara lain
sebagai berikut:
a. Kata-kata talak
Dalam hal kata-kata talak terdapat 2 persoalan, yaitu kata-kata talak
mutlak dan kata-kata talak muqayyad (terbatas)
1) Kata-kata talak mutlak
Ulama sepakat bahwa suatu talak dapat terjadi, apabila disertai
dengan niat dan menggunakan kata-kata yang tegas. Kata-kata
talak itu ada 2 yaitu:
2) Kata-kata tegas (Sharih)
Kata-kata talak yang sharih artinya lafal yang digunakan itu
terus terang menyatakan perceraian.
Misalnya: suami berkata kepada istrinya “Engkau telah aku
ceraikan” atau “Aku telah menjatuhkan talak untukmu, “Engkau
tertalak,”
3)  Kata-kata talak tidak tegas (sindiran)
Sindiran artinya lafal yang tidak ditetapkan untuk perceraian,
tetapi bisa berarti talak dan lainnya.
Misalnya, “Engkau terpisah” kata ini bisa berarti pisah dari
suami, atau bisa juga pisah (terjauh) dari kejahatan atau kata-kata
lain.
4) Orang (suami) yang menjatuhkan talak
Orang (suami) yang boleh menjatuhkan talak adalah:

5
a) Berakal sehat, maka tidak sah talaknya anak kecil atau
orang gila
b) Dewasa dan merdeka
c) Tidak dipaksa
d) Tidak senang mabuk
e) Tidak main-main atau bergurau
f) Tidak pelupa
g) Tidak dalam keadaan bingung
h) Masih ada hak untuk mentalak
5)  Istri yang dapat dijatuhi talak
Mengenai istri-istri yang dapat ditajuhi talak, Fuqaha
sepakat bahwa mereka harus:
a) Perempuan yang dinikahi dengan sah
b) Perempuan yang masih dalam ikatan nikah yang sah atau
ismah
c) Belum habis masa iddahnya pada talak raj’i
d) Tidak sedang haid atau suci yang dicampuri

4. Syarat Sah Jatuhnya Talak


Talak yang dijatuhkan oleh suami dianggap sah apabila memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
a. Orang yang menjatuhkan talak itu sudah mukallaf balig, dan berakal
sehat
b. Talak itu hendaknya dilakukan atas kemauan

B. Rujuk
1. Definisi Rujuk
Rujuk merupakan prioritas utama dalam sistem hukum Islam yang diberikan
Allah SWT untuk menyambung kembali tali perkawinan yang nyaris terputus
selama-lamanya. Hal ini diperbolehkan kepada orang lain setelah berakhirnya
masa iddah. Rujuk hanya dilakukan pada talak raj’i, yaitu talak pertama atau

6
kedua yang dijatuhkan suami kepada istri yang telah digauli. Oleh sebab itu, rujuk
tidak dapat diberikan pada peristiwa talak yang ketiga (ba’in). Rujuk dilakukan
melalui perkataan yang jelas, bukan perbuatan. Para ulama berbeda pendapat
mengenai rujuk yang dilakukan dengan perbuatan. Menurut Imam Syafi’i, bahwa
rujuk tersebut tidak sah. Sedangkan menurut ulama lainnya mengatakan sah.
Rujuk tidak mudah untuk dilakukan. Sebab rujuk sendiri mempunyai tata caranya
dan ada pasal-pasal yang mengatur bagaimana cara merujuk. Diantara pasal-pasal
tersebut ialah: pasal 167 KHI, 168 KHI dan 169 KHI. Seseoarang yang
melakukan rujuk dengan tujuan tidak baik, maka hukumnya adalah haram. Sebab
hal tersebut merupakan perbuatan yang dzalim.
Rujuk dalam pengertian etimologi adalah kembali, sedangkan dalam
pengertian terminologi adalah kembalinya suami kepada hubungan nikah dengan
istri yang telah dicerai raj’i bukan cerai ba’in, dan dilaksanakan selama istri dalam
masa iddah. Dalam hukum perkawinan islam rujuk merupakan tindakan hukum
yang terpuji.         
Dari definisi-definisi tersebut terlihat beberapa kata kunci yang menunjukan
hakikat dari perbuatan yang bernama rujuk itu:
a. kata atau ungkapan “kembali” mengandung arti bahwa diantara keduanya
sebelumnya telah terikat dalam perkawinan, namun ikatan tersebut telah
berakhir dengan perceraian, dan laki-laki yang kembali kepada orang lain
dalam bentuk perkawinan, tidak disebut rujuk dalam pengertian ini,
b. Ungkapan atau kata “yang telah dicerai raj’i” mengandung arti bahwa istri
yang bercerai dengan suaminya itu dalam bentuk yang belum putus atau
ba’in , hal ini mengandung maksud bahwa kembali kepada istri yang
belum dicerai atau telah dicerai tetapi tidak dalam bentuk talak raj’i tidak
disebut rujuk dan
c. Ungkapan atau kata “masih dalam masa iddah” mengandung arti bahwa
rujuk itu hanya terjadi selam istri masih berada dalam iddah. Bila waktu
telah habis mantan suami tidak dapat lagi kembali kepada istrinya dengan
nama rujuk, untuk itu suami harus memulai lagi nikah baru dengan akad
baru.

7
1) Rujuk terhadap Wanita yang Ditalak Ba’in
Menurut Imamiyah, Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambaliyah
dalam Mughniyah, berpendapat rujuk terhadap wanita yang ditalak
ba’in terbatas hanya terhadap wanita yang di talak melalui khulu
(tebusan), melainkan dengan syarat sudah dicampuri. Hendaknya
talaknya itu bukan merupakan talak tiga. Para Mazhab tersebut sepakat
hukum wanita seperti itu sama dengan wanita lain (bukan istri) yang
untuk mengawininya kembali disyaratkan adanya akad, mahar, wali,
dan kesediaan si wanita. Dalam hal ini selesainya iddah tidak dianggap
Seorang suami yang menceraikan istrinya tiga kali atau lebih,
maka suami tersebut tidak boleh melakukan rujuk kepada istrinya,
melainkan dengan beberapa syarat yaitu: telah selesai masa iddah
perempuan tersebut darinya, perempuan tersebut menikah lagi dengan
lelaki lain, telah bersetubuh dengan lelaki yang telah dikawininya lagi,
telah dicerai lelaki tersebut tiga kali cerai, dan telah selesai masa
iddahnya dari lelaki tersebut.

2. Rukun dan Syarat Rujuk


Seseorang yang melakukan rujuk harus memenuhi syarat-syarat dan rukun
dalam rujuk.
a. Rukun Rujuk
Yang termasuk dalam rukun rujuk ialah: keadaan istri disyaratkan
sudah dicampuri oleh suaminya, suami melakukan rujuk atas kehendak
sendiri, rujuk dilakukan dengan sighat (lafal atau perkataan rujuk dari
suami) bukan melalui perbuatan (campur), dan hadirnya saksi. Mengenai
saksi para ulama masih berbeda pendapat, apakah saksi itu merupakan
rukun yang wajib atau hanya sunnah. Sebagian mengatakan wajib,
sedangkan yang lain mengatakan hanya sunnah.
Berbeda-beda pula para ulama mengenai rujuk yang dilakukan
dengan perbuatan. Imam Syafi’i berpendapat hal tersebut tidak sah, yang

8
berlandaskan pada ayat Allah yang menyuruh bahwa rujuk harus dilakukan
dengan dipersaksikan, sedangkan yang dapat dipersaksikan hanya dengan
sighat (perkataan). Akan tetapi menurut kebanyakaan para ulama, rujuk
dengan perbuatan itu sah (boleh). Mereka beralasan kepada firman Allah
swt yang berbunyi: “Dan suami-suami berhak merujukinya.” Dalam ayat
tersebut tidak ditentukan dengan perkataan atau perbuatan. Hukum
mempersaksikan pada ayat tersebut hanya sunnah, bukan wajib.
b. Syarat Rujuk
Syarat dalam rujuk yang telah disepakati para ulama ialah ucapan
rujuk mantan suami dan mantan istri. Syarat-syarat tersebut ialah.
1) Laki-laki yang merujuk, adapun syarat bagi laki-laki yang
merujuk itu adalah sebagai berikut: laki-laki yang merujuk
adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia menikahi
istrinya itu dengan nikah yang sah, dan laki-laki yang merujuk
itu mestilah seseorang yang mampu melaksanakan pernikahan
dengan sendirinya, yaitu telah dewasa dan sehat akalnya dan
bertindak dengan kesadarannya sendiri. Seseorang yang masih
belum dewasa atau dalam keadaan gila tidak sah ruju’ yang
dilakukannya. Begitu pula bila rujuk itu dilakukan atas paksaan
dari orang lain, tidak sah rujuknya. Tentang sahnya rujuk orang
yang mabuk karena sengaja minum-minuman yang
memabukkan, ulama berbeda pendapat sebagaimana berbeda
pendapat dalam menetapkan sahnya akad yang dilakukan oleh
orang mabuk.
2) Perempuan yang dirujuk, adapun syarat sahnya rujuk bagi
perempuan yang dirujuk itu adalah perempuan itu istri yang sah
dari laki-laki yang merujuk, istri itu telah diceraikan dalam
bentuk talak raj’i. Tidak sah merujuk istri yang masih terikat
dalam tali perkawinan atau telah ditalak namun dalam bentuk
talak ba’in, istri itu masih berada dalam iddah talak raj’i. Laki-
laki masih mempunyai hubungan hukum dengan istri yang

9
ditalaknya secara talak raj’i, selama berada dalam
iddah. Sehabis iddah itu putuslah hubungannya sama sekali dan
dengan sendirinya tidak lagi boleh dirujuknya, dan istri itu
telah digaulinya dalam masa perkawinan itu. Tidak sah rujuk
kepada istri yang diceraikannya sebelum istri itu sempat
digaulinya, karena rujuk hanya berlaku bila perempuan itu
masih berada dalam iddah, istri yang dicerai sebelum digauli
tidak mempunyai iddah, sebagaimana disebutkan sebelumnya.
Menurut Wahbah al Zuhaily dalam Nuruddin dan Tarigan
mengatakan bahwa hal-hal yang tidak termasuk dalam syarat rujuk
yaitu:
a) Kerelaan istri, dalam rujuk tidak disyaratkan dalam
kerelaan istri, karena hak rujuk itu adalah hak suami
yang tidak tergantung pada izin atau persetujuan pihak
lain,
b) Tidak disyaratkan suami untuk memberi tahu istrinya
karena lagi-lagi rujuk merupakan hak suami, dan
c) saksi ketika rujuk, saksi tidak diperlukan bagi suami
yang akan kembali kepada istrinya. Akan tetapi ulam
sepakat mengatakan bahwa adanya saksi itu dianjurkan
sekedar untuk berhati-hati belaka.
3. Hukum Rujuk
Adapun hukum rujuk, yaitu :
a. Wajib, terhadap suami yang mentalak salah seorang istrinya sebelum
dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak,
b. Haram, apabila rujuknya berniat menyakiti istri.
c. Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduanya,
d. Mubah, ini adalah hukum rujuk yang asli dan
e. Sunnah, apabila suami bermaksud untuk memperbaiki istrinya atau
rujuk itu lebih berfaedah bagi keduanya.

10
4. Hikmah Rujuk
a. Sebagai sarana untuk mempertimbangkan kembali atas keputusan
perceraian apakah didasari atas nafsu,amarah atau emosi atau
semata-mata atas kemaslahatan
b. Sebagai sarana untuk mempertanggung jawabkan anak-anak
mereka secara bersama-sama baik dalam
pemeliharaan,pendidikan,nafkah dll
c. Sebagai sarana intropeksi diri untuk saling memperbaiki diri
kearah rumah tangga yang lebih baik,pengertian dan harmonis
d. Rujuk dikatakan juga islah yaitu perbaikan hubungan anatara dua
manusia sehingga akan timbul kebaikan dan rasa salin menyayangi
yang lebih besar
e. Rujuk akan menghindari perpecahan hubungan kekerabatan di
antara keluarga suami isteri
f. Rujuk dapat menghindari perbuatan maksiat baik bagi mantan
suami atau mantan isteri

C. Fasakh
1. Pengertian Fasakh
Fasakh disebut juga dengan batalnya perkawinan atau putusnya
perkawinan. Yang dimaksud dengan menfasakh nikah adalah membatalkan atau
memutuskan ikatan hubungan antara suami dan istri.
Menurut Amin Syarifuddin, fasakh berarti putusnya perkawinan atas
kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami
dan/atau pada isteri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu
dilanjutkan.
Hikmah boleh dilakukannya fasakh itu adalah memberikan kemaslahatan
kepada umat manusia yang sedang dan telah menempuh hidup berumah tangga.
Dalam masa perkawinan itu mungkin ditemukan hal-hal yang tidak
memungkinkan keduanya mencapai tujuan perkawinan, yaitu
kehidupan mawaddah, warahmah, dan sakinah, atau perkawinan ituakan merusak

11
hubungan antara keduanya. Atau dalam masa perkawinannya itu ternyata bahwa
keduanya mestinya tidak mungkin melakukan perkawinan, namun kenyataannya
telah terjadi. Hal-hal yang memungkinkan mereka keluar dari kemelut itu adalah
perceraian.
Salah satu bentuk terjadinya fasakh adalah adanya pertengkaran antara
suami istri yang tidak mungkin didamaikan. Bentuk ini disebut
dengan syiqaq. Ketentuan tentang syiqaq dapat ditemukan dalam firman Allah
pada surat An-Nisa’ ayat 35: yang artinya:
“Jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah member taufiq kepada suami istri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

2. Syarat-Syarat Fasakh
Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika
berlangsung akad nikah, atau kerena hal-hal lain yang datang kemudian dan
membatalkan kelangsungan perkawinan. Berikut adalah penjabarannya:
a. Fasakh (batalnya perkawinan), karena syarat-syarat yang tidak
terpenuhi ketika akad nikah.
1) Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istrinya adalah
saudara kandung atau saudara sesusuan pihak suami,
2) Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh
selain ayah atau datuknya. Kemudian setelah dewasa, ia berhak
memutuskan untuk meneruskan atau mengakhiri
perkawinannya.
b. Fasakh karena hal-hal yang datang setelah akad.
1) Bila salah seorang dari suami istri murtad atau keluar dari
agama islam dan tidak mau kembali sama sekali ke agama
Islam,
2) jika suami yang tadinya kafir masuk islam, tetapi istri masih
tetap dalam kekafirannya yaitu teta

12
3. Dasar Hukum Fasakh
Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh, tidak disuruh
dan tidak pula dilarang; namun bila melihat kepada keadaan dan bentuk tertentu
hukumnya sesuai dengan keadaan dan bentuk tertentu.
Yang dimaksud keadaan tertentu di atas adalah terdapatnya beberapa
factor yang membolehkan untuk melakukan fasakh, diantaranya: syiqaq
(pertengkaran antara suami istri yang tidak mungkin didamaikan), fasakh karena
cacat, fasakh karena ketidakmampuan suami member nafkah, fasakh karena suami
meninggalkan tempat tetapnya dan pergi entah kemanadalam jangka waktu yang
sudah lama, dan fasakh karena melanggar perjanjian dalam perkawinan.
Terdapat beberapa hadits yang dijadikan tempat berpijaknya dasar hukum
fasakh dalam perkawinan,namun pada makalah ini, penulis hanya mengutip satu
hadits yang diriwayat oleh H.R Ahmad, yaitu:
‫عن مجيل بن زيد بن كعب أن رسول هللا صىل هللا عليه وسمل تزوج إمرأة من بين غفار فلام دخل‬
‫ك‬/‫ذى علي‬/‫ال خ‬/‫راش مث ق‬/‫از عن الف‬/‫ا فنح‬/‫جها بياض‬/‫راش أبرص بكش‬/‫د عىل الف‬/‫علهيا فوضع ثوبه وقع‬
}‫ {رواه أمحد‬.‫ثيابك ومل يأخذ مما أاتها شيئا‬

Artinya: Dari jamil bin Zaid bin Ka’ab r.a bahwasannya Rosulullah SAW pernah
menikahi seorang perempuan bani gafar, maka tatkala ia akan
bersetubuh dan perempuan itu telah yang meletakkan kainnya, dan ia
duduk di atas pelaminan, kelihatannya putih (balak) dilambungnya lalu
ia berpaling (pergi dari pelaminan itu) seraya berkata, “ambillah kain
engkau, tutupilah badan engkau, dan beliau telah mengambil kembali
barang yang telah diberikan kepada perempuan itu.” (HR. Ahmad).

D. Hadhanah
1. Pengertian Hadhanah
Hadhanah secara terminologi berarti mengasuh, memelihara, dan mendidik
anak kecil yang belum mumayyiz. 

Pensyariatan ini sesuai dengan sabda nabi yang berbunyi :


Artinya “Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa seorang perenpuan pernah berkata
“Ya Rasulullah sesungguhnya anakku ini adalah perutku yang
mengandungnya, susuku yang memberi makan dan minumnya, serta
pangkuanku yang melindunginya, sedangkan ayahnya telah menceraikan

13
aku, dan maumengambilnya dariku,”Rasulullah  SAW  Berkata
kepadanya “Engkau lebih berhak dengan anak itu selama engkau belum
kawin.”(H.R. Ahmad dan Abu Dawud)

2. Syarat Hadhanah
a. Berakal
b. Beragama
c. Merdeka
d. Baliq
e. Mampu mendidik
f. Amanah    
3. Masa berakhirnya hadhanah :
Pada prinsipnya masa berakhirnya hadhanah adalah tatkala si anak tidak
merasa perlu perawatan lagi, dia sudah dapat berdiri sendiri, atau sudah baliq.
Bagi perempuan apabila dia sudah menikah dan pria bila dia sudah bekerja.
Imam Syafií berpendapat bahwa pengasuhan ini tidak ada batas yang jelas.
Namun apabila anak sudah dewasa atau sudah mulai mengerti, diberi hak untuk
mengadakan pilihan untuk diasuh atau dirawat oleh bapak atau ibunya, meski
pilihannya jatuh pada ibunya, tetapi menjadi beban bapaknya. Hal ini sesuai
dengan sabda Nabi yang artinya :
“Bahwasanya Rasulullah SAW. telah menyuruh seorang anak sudah sedikit
mengerti untuk memilih tinggal bersamabapak atau  ibunya. (H.R. Ibnu Maja
dan Tirmizi)

Dalam KHI Bab XIV pasal 156, diterangkan bahwa apabila ternyata ibunya
meninggal, kedudukan hadhanah dapat digantikan oleh :

a. Perempuan-perempuan dalam garis lurus ke atas ibunya


b. Ayah
c. Perempuan-perempuan dalam garis lurus ayah
d. Saudara perempuan dari anak tersebut
e. Perempuan-perempuan kerabat sedara menurut garis samping ayah

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkawinaan adalah akad yang menghalalkan hubungan laki-laki dengan
perempuan dalam ikatan suami istri. Dalam perkawinan setiap orang ingin
membentuk keluarga bahagia dan utuh sampai akhir hayat tetapi, kadang ada
suatu permasalahan yang membuat pertengkaran bahkan menngambil jalan
perceraian. Allah paling membenci hal tersebut.
Talak di ambil dari kata itlak artinya melepaskan atau meninggalkan. Talak
menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda
atau ikatan tawanan atau pun ikatan ma’nawi seperti nikah. Talak menurut istilah
adalah menghilangkan ikatan pernikahan atau menguranggi pelepasan ikatan
dengan mengunakan kata-kata tertentu. Talak menurut syara’ ialah melepaskan
taali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri.
Rujuk merupakan prioritas utama dalam sistem hukum Islam yang diberikan
Allah SWT untuk menyambung kembali tali perkawinan yang nyaris terputus
selama-lamanya. Hal ini diperbolehkan kepada orang lain setelah berakhirnya
masa iddah. Rujuk hanya dilakukan pada talak raj’i, yaitu talak pertama atau
kedua yang dijatuhkan suami kepada istri yang telah digauli.

Fasakh disebut juga dengan batalnya perkawinan atau putusnya


perkawinan. Yang dimaksud dengan menfasakh nikah adalah membatalkan atau
memutuskan ikatan hubungan antara suami dan istri.
Menurut Amin Syarifuddin, fasakh berarti putusnya perkawinan atas
kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami
dan/atau pada isteri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu
dilanjutkan.
Hadhanah secara terminologi berarti mengasuh, memelihara, dan mendidik
anak kecil yang belum mumayyiz. 

15
Pensyariatan ini sesuai dengan sabda nabi yang berbunyi :
Artinya “Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa seorang perenpuan pernah berkata
“Ya Rasulullah sesungguhnya anakku ini adalah perutku yang
mengandungnya, susuku yang memberi makan dan minumnya, serta
pangkuanku yang melindunginya, sedangkan ayahnya telah menceraikan
aku, dan maumengambilnya dariku,”Rasulullah  SAW  Berkata
kepadanya “Engkau lebih berhak dengan anak itu selama engkau belum
kawin.”(H.R. Ahmad dan Abu Dawud)

B. Saran
Makalah ini masih jauh dari unsur ke-sempurnaan. Oleh karenanya, penulis

membutuhkan kritik dan saran dari pembaca, untuk melengkapi kekurangan

dalam makalah apapun. Baik dalam bentuk kata maupun susunan kalimatnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, Abdul Rahman , Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2008.


Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2010.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,
2011.
http://nurisrnsw1.blogspot.com/2013/12/perceraian-gugatan-isteri-fasakh.html,    

17

Anda mungkin juga menyukai