Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan, talak, cerai, dan rujuk.
Keempat hal ini sudah di atur dalam hukum Islam, baik dalam al-Qur’an maupun dalam
Hadits Rasulullah SAW. Perkawinan merupakan peristiwa yang sering kita jumpai dalam
hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat Islam yang melakukan perkawinan.

Selanjutnya tentang masalah talak, hal ini juga tidak jarang kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Kita lihat di televisi banyak para artis yang melaporkan isterinya
ke KUA lantaran hal sepele, dan dengan gampangnya mengucapkan kata talak. Padahal
dalam al-Qur’an sudah jelas bahwa perbuatan yang paling di benci Allah adalah talaq.
dari sini jika kita menengok kejadian-kejadian yang menimpa suami isteri yang bercerai
maka patut kita bertanya ada apa di balik semua itu.

Kita ketahui bahwa tindak lanjut dari talak itu sendiri akan berakibat perceraian.
Dan hal itu akan menambah penderitaan dari kaum itu sendiri jika melakukan sebuah
perceraian. Tetapi hukum Islam disamping menentukan hukum juga memberikan
alternatif jalan keluar yang bisa di tempuh oleh pasangan suami Isteri jika ingin
mempertahankan hubungan pernikahan mereka. Hal itu bisa di tempuh dengan melakukan
rujuk dan menyesali perbuatan yang telah di lakukan.

B. Rumusan Masalah
a. Apa saja yang dimaksud pengertian talak dan hukum talak?     
b. Apa saja macam-macam talak dan rukun talak?       
c. Apa saja syarat talak dan Apa saja talak yang tidak sah?   

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian talak dan hukum talak.
b. Untuk mengetahui apa saja macam-macam talak dan rukun talak.         
c. Untuk mengetahui apa saja syarat talak dan talak yang tidak sah.     
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Talak

Secara etimologis “Talak” (ُ‫)اَطاَل ق‬ berarti memutuskan, melepaskan, dan


meninggalkan. Sedangkan menurut pengertian Syarak ialah nama bagi suatu pelepasan
tali pernikahan antara suami dan istri.

B. Hukum Talak

Dalam ajaran Islam Talak diperbolehkan (mubah) sebagai jalan terakhir ketika
kehidupan rumah tangga mengalami jalan buntu, talak hanya dapat dilakukan apabila
hubungan perkawinan sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Tentang talak ini, Rasulullah
bersabda :

ُ َ‫اَ ْبغَضُ ْال َحالَ ِل اِ ٰلى هللاِ الطال‬


‫ق‬

Artinya :

“Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah Talak.” (HR. Abu Dawud dan
Ibnu Majah dan dianggap shohih oleh Imam Al-Hakim)

Berdasarkan Hadist tersebut menurut Jumhur Ulama hukum talak itu mubah tetapi lebih
baik dijauhi. Apabila dilihat latar belakang terjadinya talak, maka hukum talak bisa
berubah kepada :

a. Wajib

Talak menjadi wajib hukumnya apabila hakim tidak menemukan jalan lain, kecuali
talak, yang bisa ditempuh untuk meredakan pertikaian yang terjadi diantara suami dan
istri.1

1
Abdullah, Abdul Gani. 1994. Komplikasi Hukum Islam dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
b. Haram

Seorang laki – laki diharamkan menjatuhkan talak kepada sang istri bila tidak
memiliki tujuan yang jelas. Sebab, yang demikian itu akan berdampak buruk bagi pihak
perempuan. Talak juga diharamkan ketika istri dalam keadaan haid atau dalam keadaan
suci yang sudah digauli.2

c. Mubah

Hukum talak bisa menjadi mubah jika seorang istri memiliki akhlak yang buruk, jelek
tabiatnya dalam bermuamalah, melalaikan hak suami, dan lain sebagainya. Sehingga
tujuan pernikahan yang diinginkan tidak tercapai sama sekali.

d. Sunnah

Hukum talak akan menjadi sunnah apabila keadaan rumah tangga sudah sulit
dipertahankan, dan apabila dipertahankan akan lebih banyak bahayanya, misalnya
seorang istri tidak mau atau lalai dalam menjalankan hak – hak Allah SWT, seperti sholat,
puasa, dan lain sebagainya.

C. Macam – Macam Talak

Dilihat dari segi kondisi istri yang ditalak, maka talak terbagi menjadi 2 macam, yaitu :

a. Talak Sunni

Yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami pada istrinya dalam keadaan suci dan tidak
disetubuhi dalam masa suci itu.

b. Talak Bid’ah

Yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya dalam keadaan menstruasi
(haidl) atau dalam keadaan suci tetapi telah disetubuhi saat dijatuhkan talak. Jumhur
Ulama telah sepakat mengatakan, bahwa talak sunni adalah talak yang dianggap halal.
Sedangkan talak bid’ah hukumnya haram, namun sah talaknya. Dilihat dari boleh atau
tidaknya suami merujuk atau kembali kepada istrinya, maka talak dibagi menjadi 2
macam, yaitu :

2
Abdullah, Abdul Gani. 1994. Komplikasi Hukum Islam dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
a) Talak Roj’i

Yaitu talak yang dijatukhan oleh suami kepada istrinya talak ke satu atau ke dua kali
atas inisiatif suami. Talak ini memberi hak kepada suami untuk merujuk atau kembali
kepada istrinya yang telah ditalak dengan atau cukup mengatakan “ Aku telah merujukmu
kembali ” tanpa melalui akad nikah baru, jika istri dalam masa iddah, dan disunnahkan
pada saat rujuk tersebut menghadirkan dua orang saksi yang adil.  Jika masa iddahnya
telah berakhir dan suami belum merujuknya, maka dengan demikian telah terjadi talak
ba’in terhadapnya.3

b) Talak Ba’in

Yaitu talak yang tidak memberikan hak kepada suami untuk merujuk atau kembali
kepada istrinya kecuali melalui akad nikah baru. Talak Ba’in dibagi menjadi 2 macam,
yaitu :

(a) Talak Ba’in Sughro

Misalnya talak pertama atau kedua yang didahului oleh tebusan (iwadl) dari
pihak istri, atau talak terhadap istri yang belum pernah dikumpuli. Suami yang
menjatuhkan talak ba’in sughro tidak boleh merujuk atau kembali kepada istrinya
kecuali dengan akad nikah yang baru.

(b) Talak Ba’in Kubro

Yaitu talak yang ketiga kali. Talak ini menyebabkan suami tidak boleh
merujuk istrinya, kecuali istri yang ditalak telah menikan dengan laki – laki lain
setelah keduanya berhubungan intim kemudian bercerai dengan talak ba’in kubro dan
telah habis masa iddahnya.

Ditinjau dari segi pengucapannya, talak dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Talak Sharikh

Yaitu talak yang diucapkan suami dengan menggunakan kata – kata yang jelas
dan tegas tidak mengandung arti lain kecuali talak itu sendiri. Ungkapannya cukup

3
Abdullah, Abdul Gani. 1994. Komplikasi Hukum Islam dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
dengan sengaja mengucapkan tidak butuh niat. Seperti dengan mngucapkan “ Aku cerai,”
atau “ Kamu telah aku cerai”.

b. Talak Kinayah

Yaitu talak yang diucapkan dengan menggunakan kata sindiran talak, kata – kata
seperti ini membutuhkan niat dari yang mengucapkan. Karena, kata – kata yang
diucapkan tidak menunjukkan pengertian talak. Seperti mengucapkan “ Pulanglah engkau
kepada orang tuamu”.4

Adapun macam – macam talak yang lain, yaitu :

a. Talak Munjaz dan Mu’allaq

Talak Munjaz yaitu talak yang diberlakukan kepada istri tanpa adanya penangguhan.
Misalnya seorang suami mengatakan kepada istrinya “ Kamu telah dicerai “. Maka istri
telah ditekan dengan apa yang diucapkan oleh suaminya. Sedangkan talak Mu’allaq
adalah talak yang digantungkan oleh suami dengan suatu perbuatan yang akan dilakukan
oleh istrinya pada masa mendatang. Seperti suami mengatakan kepada istrinya “ Jika
kamu berangkat kerja, berarti kamu telah ditalak “. Maka talak tersebut berlaku sah
dengan keberangkatan istrinya untuk kerja.

b. Talak Takhyir dan Tamlik

Talak Takhyir adalah dua pilihan yang diajukan oleh suami kepada istrinya, yaitu
melanjutkan rumah tangga atau bercerai. Jika si istri memilih bercerai, maka berarti ia
telah ditalak.

c. Talak Wakalah dan Kitabah

Yaitu jika seorang suami mewakilkan kepada seseorang untuk mentalak istrinya atau
dengan menuliskan surat kepada istrinya yang memberitahukan perihal perceraiannya,
lalu istrinya menerima hal itu, maka ia telah ditalak.

d. Talak Haram

4
Hakim, Haji Rahmat. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Yaitu apabila suami mentalak istrinya dalam satu kalimat atau mentalak dalam tiga
kalimat, akan tetapi dalam satu majelis. Seperti jika suami mengatakan kepada istrinya “
kamu ditalak tiga”. Atau mengatakan “ Kamu aku talak, talak dan talak “. Menurut Ijma’
Ulama, talak seperti ini diharamkan.

Dalil yang melandasinya adalah Hadist Rasulullah SAW mengenai seorang laki –
laki yang mentalak tiga istrinya dalam satu kalimat. Lalu beliau berdiri dan marah seraya
mengatakan “ Apakah Kitab Allah hendak dipermainkan, sedang aku masih berada di
tengah – tengah kalian?” Hingga ada seseorang berdiri seraya berkata, “ Wahai
Rasulullah, izinkan aku membunuhnya “ (HR. Nasa’i)5

D. Rukun Talaq
a. Suami

Hak talak hanya dimiliki oleh laki – laki karena ia lebih bisa mengendalikan
emosi, dan lebih sanggup memikul beban – beban kehidupan. Sehingga, seorang laki –
laki tidak tergesa – gesa ketika harus menjatuhkan talak kepada istrinya. Ia lebih bisa
mendahulukan akal daripada perasaan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :

ِ ‫ق لِ َم ْن ٲَخَ َذ بِااس‬
‫َّاق‬ ُ ‫ٳِنَّ َما الطَّاَل‬

Artinya :

“ Talak itu hanyalah bagi yang mempunyai kekuatan (suami).” (HR. Ibnu Majah dan
Daruquthni)

b. Istri

Istri dikenai hukum talaq bila berada dalam empat keadaan. Pertama, benar – benar
ada hubungan pernikahan diantara keduanya (suami istri). Kedua, seorang istri masih
berada dalam masa iddah talak raj’i atau bainunah sughra. Ketiga, seorang istri berada
dalam masa iddah perceraian yang diakui oleh syari’at. Keempat, seorang istri berada
dalam masa iddah fasakh yang diakui oleh syari’at.

c. Sighat Talaq

5
Hakim, Haji Rahmat. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Sighat talaq adalah lafal yang menyebabkan terputusnya hubungan pernikahan, baik
secara jelas (sharih) maupun sindiran (kinayah) dengan syarat harus disertai dengan
adanya niat. Namun demikian, tidak cukup hanya dengan niat saja, sebagaimana yang
disabdakan Rasulullah SAW :

‫ت بِ ِه ٲَ ْنفُ َسهَا َمالَ ْم يَتَ َكلَّ ُموا ٲَوْ يَ ْع َملُوابِ ِه‬


ْ َ‫او َزلُِئا َّمتِي َما َح َّدث‬
َ ‫ٳِ َّن هللَ تَ َج‬.

Artinya :

“Sesungguhnya Allah memberikan ampunan bagi umatku apa – apa yang terdetik di
dalam hati mereka, selama mereka ucapkan atau kerjakan.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Secara umum, sighat talak terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Mutlak

Sighat mutlak adalah lafal yang telah diucapkan tanpa syarat apapun. Sighat Mutlak
dibagi menjadi dua, yatitu sharih (jelas) dan kinayah (sindiran). Mutlak sharih adalah lafal
talak yang dpat dipahami maknanya saat diucapkan, dan tanpa mengandung makna lain.
Lafadz sharih tidak membutuhkan niat. Hanya saja lebih utama jika disertai dengan kata
“istri”. Misalnya, seorang laki – laki mengatakan, “ Istriku saya talak “.6

Mutlak kinayah adalah lafal talak yang mengandung banyak makna, sehingga bisa
ditakwilkan dengan makna yang berbeda – beda. Lafadz talak yang tergolong kinayah
terbagi menjadi dua, yaitu kinayah Zhahirah dan Muhtamilah. Kinayah zhahirah adalah
sindiran yang jelas. Misalnya, seorang suami berkata kepada istrinya “ Beriddahlah “.
Maka, kata – kata tersebut termasuk dalam kategori kinayah zhahirah, yaitu sindiran yang
hampir bisa dipastikan maksudnya adalah talak. Sedangkan kinayah muhtamilah adalah
sindiran yang mengandung banyak makna (multi tafsir). Misalnya, seorang laki – laki
mengatakan kepada istrinya, “ Saya melepaskanmu “.

Imam Malik mengatakan bahwa kinayah muhtamilah itu tergantung kepada niat. Jika
seseorang meniatkan talak, maka keduanya harus dipisahkan. Sedangkan jika tidak
meniatkan talak maka keduanya masih sah sebagai suami istri.

6
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2008. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.
Jumhur ulama mengatakan bahwa kinayah muhtamilah yang diucapkannya itu sama
sekali tidak menyebabkan talak.

b. Muqayyad

Kadang – kadang seorang laki – laki mengucapkan lafal talak kepada istrinya
dengan embel – embel kata tertentu berupa syarat atau pengecualian.

Berapa hal yang biasanya dijadikan sebagai syarat dan pengecualian dalam talak, yaitu :

c. Kehendak

Salah satu syarat atau pengecualian yang disandingkan dengan lafal talak adalah
kehendak, baik kehendak Allah maupun kehendak Manusia. Misalnya, seorang laki – laki
berkata kepada istrinya, “ Engkau saya talak, jika Allah berkehendak “.

d. Perbuatan di Masa Depan

Biasanya, ketika seseorang mengaitkan lafal talak dengan perbuatan yang akan
terjadi di masa depan maka ia tidak bisa dilepaskan dari tiga perkara. Pertama, perbuatan
yang mungkin atau tidak mungkin terjadi. Misalnya, seorang laki – laki berkata kepada
istrinya, “ Jika Umar masuk kerumah, maka engka akan ditalak “.7

Syarat ini mungkin terjadi dan mungkin juga tidak akan terjadi. Kedua, perbuatan
yang pasti terjadi. Misalnya, seorang suami mengatakan kepada istrinya, “ Jika matahari
terbit maka engkau akan ditalak”. Ketiga, perbuatan yang biasanya terjadi. Misalnya,
seorang suami mengatakan kepada istrinya, “ Jika engkau haid maka engkau akan ditalak
“.

E. Syarat Talak

Suami yang menceraikan istrinya disyaratkan :

a. Telah dewasa.
b. Berakal sehat.
c. Atas kesadaran dan kehendak sendiri.
d. Ucapan talak yang dikemukakannya berdasarkan kesadaran dan kesengajaan.
F. Talak yang Tidak Sah
7
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2008. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.
a. Talak karena dipaksa

Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum talak yang diucapkan oleh seorang
suami yang dipaksa melakukannya adalah tidak sah, dan tidak mengakibatkan terjadinya
perceraian. Madzhab Syafi’i termasuk dalam kelompok ini, hanya saja mereka
membedakan antara ada atau tidaknya niat didalamnya. Talak yang dipaksa dan dilandasi
oleh niat maka hukumnya sah. Sebaliknya, jika talak yang dipaksa tersebut tidak
mengandung unsur niat maka talaknya tidak sah.

b. Talak yang diucapkan oleh orang yang mabuk

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum talak yang diucapkan oleh orang yang
mabuk. Jumhur ulama mengatakan bahwa talak yang diucapkan oleh orang yang mabuk
hukumnya sah. Alasannya, mabuk yang dialaminya adalah perbuatan dan keinginan
sendiri.8

Imam asy-Syaukani Rahimakumullah mengatakan, “orang yang mabuk dan tidak


bisa menggunakan akalnya maka talaknya tidak sah, karena tidak adanya ‘illat yang
menyebabkan sahnya talak. Syariat telah menentukan hukum talak bagi orang yang
mabuk. Sehingga, akal kita tidak boleh melangkahinya dengan mengatakan bahwa hukum
talak orang tersebut adalah sah.”

c. Talak yang diucapkan oleh orang yang sedang marah


a) Pertama, orang yang sedang marah sampai akalnya tidak berfungsi, kemudian ia
menjatuhkan talak kepada istrinya, maka talaknya tidak sah dan tidak
menyebabkan perceraian diantara keduanya. Biasanya, orang yang sedang marah
besar tidak menyadari apa yang diucapkan, karena ia sudah dikuasai emosi dan
nafsu.
b) Kedua, marah yang terkendali sehingga akal seseorang yang mengalaminya masih
berfungsi dengan baik. Para ulama sepakat bahwa orang yang mengucapkan talak
dalam keadaan marah seperti ini, hukumnya sah dan keduanya harus dipisahkan.
c) Ketiga, marah yang berada di antara keduanya, yaitu antara berlebih-lebihan dan
terkendali. Para ulama sepakat bahwa orang yang menjatuhkan talak dalam
keadaan marah seperti ini, hukumnya sah dan kedua pasangan harus dipisahkan.

8
Ramulyo, Muhammad Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
d. Talak yang diucapkan tanpa niat (kesengajaan)

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum talak yang diucapkan oleh seseorang
tanpa sadar atau unsur kesengajaan. Jumhur ulama berpendapat bahwa talak yang
diucapkannya adalah sah, dan keduanya harus dipisahkan. Hal tersebut sesuai dengan
sabda Rasulullah SAW :

“Tiga perkara yang seriusnya adalah serius, dan candanya adalah serius, yaitu nikah,
talak, dan rujuk”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).

Sedangkan menurut Muhammad Baqir, Ja’far Shadiq, serta salah satu pendapat Imam
Ahmad dan Imam Malik bin Anas menegaskan bahwa talak yang diucapkan tanpa adanya
unsur kesengajaan maka hukumnya tidak sah, dan keduanya tetap berada dalam ikatan tali
pernikahan. Oleh karena itu, talak yang tidak mengandung unsur kesengajaan hanyalah
permainan yang tidak terkena sanksi hukum.9

e. Talak yang diucapkan oleh orang yang terkejut

Dalam kehidupan sehari – hari kita sering menjumpai orang yang latah. Sehingga, ia
mudah mengatakan ucapan sesuatu tanpa sadar, dan terjadi secara spontan. Dalam
keadaan seperti ini, talak yang diucapkannya adalah tidak sah, dan keduanya tetap berada
dalam ikatan pernikahan.

f. Talak yang diucapkan oleh anak kecil

Imam Malik berpendapat talak yang diucapkan oleh anak kecil tidak berlaku sampai
ia mencapai usia baligh. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa talak yang
diucapkan anak kecil tidak berlaku sampai umurnya mencapai dua belas tahun.

BAB III

PENUTUP

9
Ramulyo, Muhammad Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan sekilas lalu tentang permasalahan talaq (perceraian),


ada beberapa keterangan baik ayat Al Quran dan Hadits nabiMuhammad SAW, sudah
membuka tabir pikiran dan wawasan yang selama inimasih ada hijab yang menutupinya
karena kurang meresapi dan menghayati ajaran tentang permasalahan perceraian, diantara
beberapa keterangan singkat tersebut diatas penulis mengambil kesimpulan sebagai
berikut :

a. Talaq ialah melepaskan atau membatalkan ikatan perkawinan.


b. Talaq merupakan perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah dan
hukumnyamakruh atau telarang, hukum talaq dapat berubah menjadi sunnah, wajib
dan haram tergantung kondisi dan penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdul Gani. 1994. Komplikasi Hukum Islam dan Tata Hukum
Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.

Hakim, Haji Rahmat. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Mughniyah, Muhammad Jawad. 2008. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.

Ramulyo, Muhammad Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai